12 research outputs found

    MODEL PENGERINGAN LAPISAN TIPIS GABAH KETAN (Oryza sativa glutinosa) VARIETAS SETAIL DAN VARIETAS CIASEM

    Get PDF
    Ketan termasuk salah satu varietas dari ribuan varietas padi yang merupakan tumbuhan semusim. Beras ketan yang dihasilkan dari padi ketan memiliki kandungan pati (amilosa dan amilopektin) yang berbeda dengan beras non-ketan. Ketan memiliki kandungan amilosa yang rendah dan memiliki kandungan amilopektin yang tinggi sehingga teksturnya lengket saat dimasak. Untuk menghasilkan beras ketan yang bermutu dan bercita rasa tinggi diperlukan penanganan pascapanen yang baik terutama dalam pengeringan gabah. Pengeringan ini bertujuan untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan gabah akibat aktivitas biologi dan kimia sebelum gabah diolah/digunakan. Pengeringan lapisan tipis merupakan langkah mendasar dalam memahami perilaku pengeringan bahan pangan hasil pertanian, termasuk gabah. Penelitian ini menggunakan gabah padi ketan varietas Setail (ketan hitam) dan varietas Ciasem (ketan putih) yang diperoleh dari desa Sicini, kecamatan Parigi, kabupaten Gowa. Dengan alat tray drier gabah dikeringkan menggunakan tiga level suhu (50, 55 dan 60oC) dan kecepatan aliran udara 1.0 m/s. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka semakin cepat gabah mendekati kadar air kesetimbangan. Ketan hitam memiliki laju penguapan air yang lebih besar dibandingkan dengan ketan putih di ketiga level suhu pengeringan. Ada lima jenis model pengeringan yang diuji untuk mendeteksi perilaku MR (Moisture Ratio) yakni Model Newton, Model Henderson & Pabis, Model Page, Model Thompson dan Model Two-Terms Exponential. Persamaan Model Page untuk tiga level suhu dan dua jenis gabah menunjukkan nilai R2 yang paling besar dan nilai χ2 dan RMSE terkecil dibandingkan keempat persamaan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa Model Page adalah model pengeringan yang terbaik karena memiliki kesesuaian yang besar terhadap karakteristik pengeringan lapisan tipis padi ketan hitam dan ketan putih

    PROFIL SIFAT FISIK BUAH TERUNG BELANDA (Cyphomandra betacea)

    Get PDF
    Terung belanda (Cyphomandra betacea) termasuk komoditi hortikultura unggulan dan hanya tumbuh di daerah dataran tinggi sehingga penanganan pasca panen yang tepat sangat dibutuhkan agar tidak merusak kualitas buah. Terung belanda sering mengalami kerusakan karena beberapa faktor yaitu faktor fisiologis, mekanis, hama dan penyakit. Buah matang yang sudah dipetik dan disimpan pada suhu kamar hanya dapat bertahan lima sampai enam hari dan setelah itu kulit buah akan memar kemudian membusuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat fisik meliputi distribusi berat dan volume dan tingkat kekerasan bahan, rolling angle serta perubahan warna dengan waktu penyimpanan selama 7 hari pada suhu 290C dan suhu 90C sehingga dapat menjadi acuan dan referensi dasar untuk industri pengolahan terung belanda. Hasil penelitian menunjukkan distribusi berat maupun volume terung belanda mendekati pola distribusi normal. Pengujian tingkat kekerasan tidak terlalu berpengaruh terhadap volume dan berat karena tidak memiliki suatu pola yang saling berhubungan, begitupula pada pengujian rollig angle terhadap volume dan berat pada terung belanda. Pada proses pengamatan warna selama 7 hari dengan menggunakan photoshop dan munsell pada suhu 290C maupun suhu 90C menunjukkan perubahan dari warna kuning kemerahan menjadi merah tua, namun buah yang disimpan pada suhu 290C mengalami kerusakan pada penyimpanan hari ke empat dimana terjadi pengerutan sedangkan buah yang disimpan pada suhu dingin tidak mengalami perubahan fisik

    Transgenic apple plants overexpressing the chalcone 3-hydroxylase gene of Cosmos sulphureus show increased levels of 3-hydroxyphloridzin and reduced susceptibility to apple scab and fire blight

    Get PDF
    Main conclusionOverexpression of chalcone-3-hydroxylase provokes increased accumulation of 3-hydroxyphloridzin inMalus. Decreased flavonoid concentrations but unchanged flavonoid class composition were observed. The increased 3-hydroxyphlorizin contents correlate well with reduced susceptibility to fire blight and scab.The involvement of dihydrochalcones in the apple defence mechanism against pathogens is discussed but unknown biosynthetic steps in their formation hamper studies on their physiological relevance. The formation of 3-hydroxyphloretin is one of the gaps in the pathway. Polyphenol oxidases and cytochrome P450 dependent enzymes could be involved. Hydroxylation of phloretin in position 3 has high similarity to the B-ring hydroxylation of flavonoids catalysed by the well-known flavonoid 3′-hydroxylase (F3′H). Using recombinant F3′H and chalcone 3-hydroxylase (CH3H) from Cosmos sulphureus we show that F3′H and CH3H accept phloretin to some extent but higher conversion rates are obtained with CH3H. To test whether CH3H catalyzes the hydroxylation of dihydrochalcones in planta and if this could be of physiological relevance, we created transgenic apple trees harbouring CH3H from C. sulphureus. The three transgenic lines obtained showed lower polyphenol concentrations but no shift between the main polyphenol classes dihydrochalcones, flavonols, hydroxycinnamic acids and flavan 3-ols. Increase of 3-hydroxyphloridzin within the dihydrochalcones and of epicatechin/catechin within soluble flavan 3-ols were observed. Decreased activity of dihydroflavonol 4-reductase and chalcone synthase/chalcone isomerase could partially explain the lower polyphenol concentrations. In comparison to the parent line, the transgenic CH3H-lines showed a lower disease susceptibility to fire blight and apple scab that correlated with the increased 3-hydroxyphlorizin contents.Austrian Sci-ence Fund (FWF

    Effect of Heat Shock Treatment and Aloe Vera Coating to Chilling Injury Symptom in Tomato (Lycopersicon asculantum Mill.)

    No full text
    This research was undertaken to determine the effect of length in heat shock and edible coating as pre-storage treatment to Chilling Injury (CI) symptom reflected by ion leakage induced and quality properties in tomato(Lycopersicon asculantum Mill.). Heat Shockb Treatment (HST) was conducted at three different levels of lenght, which were, 20;40 and 60 min. Edible coating was conducted using Aloe Vera Coating (AVC) were more effective to reduce CI symptom at lower cilling storage. Prolog exposure water may delay climacteric peak. The lenght of heat shock, AVC treatment and low temperature storage significantly different for each treatment except weight loss. HST for 20 min at ambient temperature was significantly different to other treatment

    MODEL MULTI KRITERIA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAERAH TANGKAPAN HUJAN (DTH) UNTUK MENURUNKAN LAJU SEDIMENTASI PADA WADUK SUMBER AIR UNTUK PERTANIAN

    Get PDF
    Jeneberang Basin is situated in South Sulawesi, Indonesia. In the recent years, the function of this basin can not be performed optimally in maintaining sustainability hydrologic function of Jeneberang dam. Therefore, in order to maintain the hydrologic function of the dam, it is necessary to formulate suitable landuse at upstream of the river basin. This research is objected to formulate policy for the suitable landuse, in term of reducing sedimentation rate in Jeneberang dam. This study employed RUSLE (Revised Universal Soil Loss Equation) for calculating erosion as well as sedimentation rate. Fuzzy Multi Attribute Decision Making (FMADM) and Analytic Hierarchy Process (AHP) which are combined with Geographical Information System (GIS), for obtaining weighting factor that ware used to formulate optimum landuse at the upstream. There are ten conservation alternatives were observed (natural mulch,plastic mulch, strip cropping, crop rotation, cover crops apllication, flough paralleled with contour, terracering, agroforestry, tree cultivation and regreening) by considering seven criterias (material availability, farmer knowledge, acceptance level of technology, supporting of institution, suitability of farming system, financial affordability, others criteria). The result of this study indicated that, the value of intersection vector of 0.799 is attributed to the conservation practice of crop rotation. By applying of FMADM, sedimentation rate can be reduced from 18.43 m3/km2/year to 4.63 m3/km2/year

    Karakteristik Fisik Terung Belanda

    No full text
    Terung belanda ( Cyphomaandra betacea) termasuk komoditi hortikultura unggulan dan tumbuh pada dataran tinggi. Buah matang yang sudah dipetik dan disimpan pada suhu kamar hanya dapat bertahan lima hari dan kemudian kualitas menurun, sehingga penanganan pasca panen yang tepat sangat dibutuhkan agar tidak merusak kualitas buah. Terung belanda sering mengalami kerusakan karena faktor fisiologis, mekanis, hama dan penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat fisik meliputu distribusi berat, tingkat kekerasan bahan serta perubahan warna dengan waktu penyimpanan selama 7 hari pada suhu ruang (290 C) dan suhu dingin (90 C) sehingga dapat menjadi acuan dan referensi dasar untuk industry pengolahan terung belanda. Hasil penelitian menunjukkan distribusi berat terung belanda mendekati pola distribusi normal. Pengujian tingkat kekerasan tidak terlalu berpengaruh terhadap berat karena tidak memiliki suatu pola yang saling berhubungan. Pada proses pengamatan warna selama 7 hari dengan menggunakan photoshop dan munsell pada suhu ruang (290 C) maupun suhu dingin (90C) menunjukkan perubahan dari warna kuning kemerahan menjadi merah tua, namun buah yang disimpan pada suhu ruang mengalami kerusakan pada penyimpanan hari ke-4 dimana terjadi pengerutan sedangkan buah yang disimpan pada suhu dingin tidak mengalami kerusakan fisik. Warna Lab* selama proses penyimpanan mengalami perubahan, dimana warna awal terung belanda merah kekuningan berubah menjadi merah tua.\ud \ud Kata kunci : Terung belanda, berat, tingkat kekerasan dan warna

    Profil Sifat Fisik Buah Markisa Ungu (Passiflora edulis f edulis Sims.)

    No full text
    Pengetahuan sifat fisik buah markisa ungu sangat penting dalam masalah penyimpanan, daya gelinding, tingkat kekuatan bahan. Secara umum sifat fisik bahan tergantung pada varietas dan karakteristik, termasuk berat, volume dan perubahan warna. Selama proses penyimpanan bahan, transformasi fisik salah satunya yaitu warna bahan dapat mengalami perubahan. Laju perubahan ini berbanding lurus dengan proses penyimpanan, sehingga warna menjadi salah satu indikasi lama proses penyimpanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik markisa ungu yang terdiri dari berat awal, volume dimensi, kekuatan bahan, Rolling angel, dan identifikasi perubahan warna. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pola distribusi sebaran berat dan volume cenderung sama hampir mengikuti distribusi normal. Pada pengujian tekstur analizer diketahui bahwa berat dan volume pengaruhnya tidak signifikan terhadap tingkat kekuatan bahan, begitu pula bahwa berat dan volume pengaruhnya tidak signifikan terhadap rolling angel. Perubahan warna Lab* dan munsell selama proses penyimpanan menunjukkan bahwa warna awal buah markisa yang cenderung ungu muda mengalami perubahan menjadi ungu gelap. Hal ini mengidentifikasi bahwa perubahan warna sangat penting terhadap proses penyimpanan

    Efektifitas Irigasi Kendi dan Serasah terhadap Jumlah Buah Kakao selama Musim Kemarau

    No full text
    Penggunaan kendi sebagai sarana irigasi merupakan pilihan tepat dalam penggunaan air secara efisien, namun efektifitasnya terhadap tanaman kakao perlu diuji secara langsung di lapangan. Tingkat efektitas dapat diketahui dengan menggunakan indikator berupa pengaruh perlakuan terhadap jumlah buah kakao. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas kendi sebagai sarana irigasi untuk tanaman kakao berdasarkan pengaruh pada jumlah buah kakao. Penelitian dilakukan dengan pengujian lapangan menggunakan taraf jumlah kendi yaitu 2, 4, 6 dan 8 buah kendi yang dikombinasikan dengan persentase penutupan permukaan lahan yaitu 0, 30, 60 dan 100%. Pengambilan data dilakukan dengan cara menghitung jumlah buah untuk setip tanaman. Pengujian efektifitas dilakukan dengan analisis statistik menggunakan model permukaan ranggap (Response Surface Model, RSM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kendi yang paling efektif untuk menghasilkan jumlah buah terbanyak adalah 5 buah dengan tutupan permukaan lahan sebesar 65%. Model ini dianggap valid dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,6

    From plantation to cup: changes in bioactive compounds during coffee processing

    Get PDF
    Coffee is consumed not just for its flavor, but also for its health advantages. The quality of coffee beverages is affected by a number of elements and a series of processes, including: the environment, cultivation, post-harvest, fermentation, storage, roasting, and brewing to produce a cup of coffee. The chemical components of coffee beans alter throughout this procedure. The purpose of this article is to present information about changes in chemical components and bioactive compounds in coffee during preharvest and postharvest. The selection of the appropriate cherry maturity level is the first step in the coffee manufacturing process. The coffee cherry has specific flavor-precursor components and other chemical components that become raw materials in the fermentation process. During the fermentation process, there are not many changes in the phenolic or other bioactive components of coffee. Metabolites fermented by microbes diffuse into the seeds, which improves their quality. A germination process occurs during wet processing, which increases the quantity of amino acids, while the dry process induces an increase in non-protein amino acid Îł-aminobutyric acid (GABA). In the roasting process, there is a change in the aroma precursors from the phenolic compounds, especially chlorogenic acid, amino acids, and sugars found in coffee beans, to produce a distinctive coffee taste

    The (Bio)chemical Base of Flower Colour in Bidens ferulifolia

    No full text
    Bidens ferulifolia is a yellow flowering plant, originating from Mexico, which is increasingly popular as an ornamental plant. In the past few years, new colour combinations ranging from pure yellow over yellow-red, white-red, pure white and purple have emerged on the market. We analysed 16 Bidens ferulifolia genotypes to provide insight into the (bio)chemical base underlying the colour formation, which involves flavonoids, anthochlors and carotenoids. In all but purple and white genotypes, anthochlors were the prevalent pigments, primarily derivatives of okanin, a 6′-deoxychalcone carrying an unusual 2′3′4′-hydroxylation pattern in ring A. The presence of a cytochrome-P450-dependent monooxygenase introducing the additional hydroxyl group in position 3′ of both isoliquiritigenin and butein was demonstrated for the first time. All genotypes accumulate considerable amounts of the flavone luteolin. Red and purple genotypes additionally accumulate cyanidin-type anthocyanins. Acyanic genotypes lack flavanone 3-hydroxylase and/or dihydroflavonol 4-reductase activity, which creates a bottleneck in the anthocyanin pathway. The carotenoid spectrum was analysed in two Bidens genotypes and showed strong variation between the two cultivars. In comparison to anthochlors, carotenoids were present in much lower concentrations. Carotenoid monoesters, as well as diesters, were determined for the first time in B. ferulifolia flower extracts
    corecore