36 research outputs found
PERBEDAAN JUMLAH Escherichia coli PADA NASI AYAM ANTARA SEBELUM DAN SETELAH PENJUALAN PADA SISTEM PENYIMPANAN SECARA TERTUTUP DAN TERBUKA DI SIMPANG LIMA SEMARANG
Sebagian besar pedagang makanan di wilayah Simpang Lima Semarang masih menyimpan daganggannya dalam kondisi terbuka. Oleh karena itu masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah perbedaan jumlah Escherichia coli pada nasi ayam yang disimpan secar tertutup dan terbuka saat awal penjualan dan empat jam setelah penjualan serta kondisi sanitasi di tempat penjualan dan kebiasaan pedagang selama berjualan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui eferktivitas penutu[anak makanan selama masa penjualan, mengetahui kondisi sanitasi di tempat penjualan dan kebiasaan pedagang selama berjualan.
Penelitian dilakukan terhadap nasi ayam yang dijual oleh PKL di Simpang Lima Semarang. Jenis penelitian adalah penelitian penjelasan. Rancangan penelitian adalah One Group Pretest – Posttest Design. Jumlah sampel yang diambail 24 pedagang meliputi 12 pedagang dengan penyimpanan tertutup dan 12 pedangan dengan penyimpanan terbuka. Data berupa data primer. Analisa yang digunakan adalah analisa deskriftif dengan uji statistik berupa tes ranking – bertanda Wilcoxon untuk data berpasangan dan tes U Mann – Whitney.
Hasil uji statistik tentang perbedaan jumlah Escherichia coli pada awal penjualan dan setelah emapt jam penjualan pada penyimpanan tertutup dan terbuka didapatkan nilai z sebesar -3,0594 dan p sebesar 0.0022. Hal ini menunjukkan ada perbedaan bermakna jumlah Escherichia coli pada awal penjualan dan empat jam setelah penjualan pada penyimpanan tertutup maupun terbuka. Hasil uji statistik tentang perbedaan peningkatan jumlah Escherichia coli pada penyimpanan tertutup dan terbuka didapatkan nilai U sebesar 19 dan p 0,0014. hal ini menunjukkan ada perbedaan bermakna peningkatan jumlah Escherichia coli pada penyimpanan tertutup dan terbuka. Perbedaan ini menunjukkan penutupan makanan selama masa penjualan cukup efektif. Hasil penelitian juga menunjukkan kebiasaan pedagang nasi ayam masih belum memenuhi syarat kesehatan sedangakan kondisi sanitasi tempat penjualan sudah cukup baik.
Saran yang diberikan yaitu kebiasaan pedagang nasi ayam dalam menyajikan makanan perlu diperbaiki, penyediaan air bersih yang lebih banyak dengan memperhatiakn segi penggantiannya, penggunaan serbet yang lebih baik serta membiasakan untuk menutup dagangan bagi pedagang yang masih menyimpan dagangannya secara terbuka.
Kata Kunci: ESCHERICHIA COLI PADA NASI AYA
ANALISIS ASPEK FAKTOR LINGKUNGAN FISIK PADA INDUSTRI TAHU DI KELURAHAN JOMBLANG KECAMATAN CANDI SARI KOTA SEMARANG
Background: Tofu industrial was one of kind the informal industrial. In the works of process, the workers will get the work load and additional load was causes &om work areas. One of tofu industrial was in KelurahanJomblang, it controll just go from public health facility wich didn't do routine, it is just observed from disease aspect of generally case appear, was Dermatitis, it didn't reached controlling of by work health and safety up till now. Methode: The total of samples are 42 people. The kind of research was deskriptif. The factors were onserved are lighting intensity (with luxmeter), sound intensity (with sound level meter), heat skess (withquestemp), smell (with sense of smell), ventilation (with meter), complaint about the comfortable production room and sickness complaint from employee (with questioner). Result: lighting intensity range 78,6 lux (2 locations more over minimum), sound intensity range 95,7 dBA (all of industries more over limit value), heat stress range 42,4"C(all ol industries over limit value), humadity range 43,8Yo (all of them under the limit value), the broad ventilation range 29,4o/o from the floorspace (3 locations which do not fulfill condition), the complaint about less complexion intensity are 8 people (19W, about sound intensity (noise) are 39 people (92,9yo), about heat stress are 38 people (90,5yo), the majority of disease complaint about 17 people (40,5o/o) was kutu air
Perbandingan Aktivitas Antioksidan Bahan Alami Dan Bahan Sintetis (Study Pada Kayu Secang dan Vitamin C)
Berbagai faktor di lingkungan berkontribusi besar dalam pembentukan radikal bebas di mana paparan yang terus menerus akan mengakibatkan stress oksidatif. Radikal bebas dan stress oksidatif dapat dicegah dan dihambat dengan antioksidan. Salah satu bahan yang berpotensi, mudah ditemukan dan mempunyai harga terjangkau  adalah kayu secang (Caesalpinia sappan L). Senyawa antioksidan berhubungan sangat erat dengan lingkungan tempat tumbuh. Perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi senyawa flavonoid Âdan aktivitas antioksidan Kayu Secang yang berasal dari tempat tumbuh lain yang berbeda. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan analisis laboratorium. Tahapan penelitian meliputi persiapan bahan tanaman, ekstraksi dengan metode maserasi, identifikasi flavonoid dengan uji mikrokimiawi (uji warna), uji kadar flavonoid dengan metode spektrofotometri ultraviolet-cahaya tampak/UV-Vis, dan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol kayu secang mengandung flavonoid yang ditandai dengan adanya warna jingga, kadar flavonoid total 0.1136 mg EQ/ ml,  dan memiliki aktivitas antioksidan (IC50) sebesar 56.32 µg/mL. IC50 vitamin C sebesar 10.69 µg/mL. Dari hasil penelitian ini disimpulkan ekstrak etanol kayu secang dari Kabupaten Situbondo berpotensi sebagai sumber antioksidan alami yang mengandung flavonoid dengan kadar 0.1136 mg EQ/ ml, lebih rendah dibanding vitamin C. Namun aktivitas antioksidan ekstrak etanol kayu secang tergolong dalam katagori kua
PENGARUH PENGGUNAAN CAHAYA BUATAN TERUS MENERUS TERHADAP PERILAKU Aedes aegypti MENGHISAP DARAH
ABSTRACT Background . Aedes aegypti mosquito sipping the blood in the morning at 08.00 – 10.00 AM and in the evening at 15.00 – 17.00 PM ; not at night. However, with lighting continuously at noon and night have not known the influencing of Aedes aegypti mosquito behavior sipping the blood. Objective . The aim of the research is to know the influencing of lighting continuously to Aedes aegypti mosquito sipping the blood behavior. Methods . This quasy experiment use post test only with control group design. Subject of this research is 3 days old female Aedes aegypti mosquito with 25 mosquitos sample each treatment. Treatments that apply to this experiment was by giving artificial lighting continuously as independent variable whereas the dependent variable was Aedes aegypti mosquito behavior sipping the blood. This experiment was done in 3 x 3 metre room with marmot as the mosquito baiting and the first monitoring start at 19.00 PM, furthermore monitoring was done every 3 hours with observing the numer of mosquito that sipping the blood. The acquiring data was editing, tabulating, processing dan cleaning, then it was statistical analized with Kolmogorov Smirnov test and Kruskal-Wallis test. Results . The highest quantity of Aedes aegypti mosquito that sipping the blood was at space with artificial lighting by 40 Watt intensity, with the average quantity was 11,22 and on the other side the lowest quantity was at space without artificial lighting (as control), with the average quantity was 9,42. The result of Kruskal-Wallis test show p value = 0,554 (>0,05). That means, there is no influence of artificial lighting continuously. Conclusion . There is no significant difference of Aedes aegypti mosquito sipping the blood behavior due to using artificial lighting continuously. Keywords . Aedes aegypti mosquito, Lighting continuously, Sipping the blood behavior. ABSTRAK Latar Belakang : Nyamuk Aedes aegypti menghisap darah pada pagi hari pukul 08.00 – 10.00 dan sore hari pukul 15.00 – 17.00; tidak pada malam hari. Namun dengan pencahayaan terus menerus siang dan malam belum diketahui pengaruhnya terhadap perilaku nyamuk Aedes aegypti mengisap darah. Tujuan : Mengetahui pengaruh pencahayaan buatan terus menerus terhadap perilaku nyamuk Aedes aegypti menghisap darah. Metode : Penelitian eksperimen kuasi dengan rancangan post test only with control group design. Subyek penelitian adalah nyamuk Aedes aegypti betina hasil tetasan berumur 3 hari dengan besaran sampel adalah 25 ekor pada setiap perlakuan. Perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini dengan memberikan cahaya buatan secara terus menerus sebagai variable bebas, sedangkan variable terikatnya adalah perilaku Aedes aegypti menghisap darah. Penelitian dilakukan di dalam ruangan 3 x 3 meter dengan binatang marmot sebagai umpan nyamuk dan pengamatan pertama di mulai pada jam 19.00, selanjutnya pengamatan dilakukan setiap 3 jam dengan mengamati jumlah nyamuk yang menghisap darah. Data yang diperoleh dilakukan editing, tabulating, processing dan cleaning kemudian data dianalilis secara deskriptif dan analitik dengan uji statistik Kolmogorov Smirnov dan uji Kruskal-Wallis. Hasil : Jumlah nyamuk Aedes aegypti yang menghisap darah terbanyak pada ruang yang menggunakan cahaya buatan dengan intensitas 40 watt dengan rata-rata 11,22 dan yang terendah pada ruangan tanpa diberikan cahaya buatan (kontrol) dengan rata-rata 9,42. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan nilai p=0,554 (> 0,05), artinya tidak ada perbedaan yang signifikan perilaku Aedes aegypti menghisap darah karena pengaruh pencahayaan buatan terus-menerus. Kesimpulan : Tidak ada perbedaan yang signifikan perilaku Aedes aegypti menghisap darah karena pengaruh pencahayaan buatan terus-menerus (p=0,554). Kata kunci : Nyamuk Aedes aegypti, Pencahayaan terus menerus, Perilaku menghisap dara
Molecular Surveillance of Pyrethroid Resistance of Dengue Vector [Aedesaegypti] and its Implication To Public Health
Abstract.Resistance of Aedesaegypti mosquito to pyrehtoid compounds have been a common problem in controlling thisdisease among the tropical countries, including Indonesia. Knockdown resistance alleles of voltage-gated sodium channel gene have been proposed as an effective marker for early detection of this problem. This study aimed to understand the pyrethroid resistance status of Aedesaegypti population among Dengue endemic areas in Central Java Province. The house hold larval surveys were conducted in Temanggung, Kendal and Jepara districts and Semarang municipal based on the Dengue cases. Mosquito larvae were reared to be 3-5 days old imago stage in entomologic laboratory, and then subjected to molecular experiment for detection of kdr alleles of domain II VGSC gene. This study found two single nucleotide polymorphisms, namely S989P and V1016G. These SNPs indicated that Aedesaegypti population has developed resistant to pyrethroid compounds. Generally, we found the high percentage of those SNPs, namely 26 and 93 percents. It is an important data input for public health officer in planning of Dengue prevention
SITUASI TERKINI VEKTOR DENGUE [Aedes aegypti Lin] DI JAWA TENGAH, INDONESIA
Dengue viruses infection spread widely around the world causing 3,97 milliard people at risk, including Indonesian. Anti-dengue virus medicine and vaccine have not been available so that the prevention efforts were focused on controlling of Aedes population. This research was focused on recent situation of Aedes aegypti mosquitoes: population density, productive habitat and insecticide susceptibility. Dengue vector survey involved 20 houses around the Dengue patient’s house in six districts in Central Java Province, and the domestic water containers as object. The measured variables are type, material, color, place, and water pH of containers, and mosquito larvae existence. Larvae were reared to become mosquito stadia, and subjected to species identification morphologically and WHO-standard susceptibility test with Permethrin-0,75%, Deltamethrin-0,05% and Malathion-5% insecticide compounds. Result shows that the Aedes aegypti population indices (House index, Container index and Breteau index) ranged 27.3-55.2, 19.1-53.8, and 44.8-72.7 percents. Mosquito larvae were found in seven types of container, respectively. Wall color and water pH of containers were significantly correlated to Aedes aegypti larvae existence (p<0.05). Mortality rate of mosquitoes in bioassay test were 17%, 67% and 100% based on permethrin-0.75%, Deltamethrin-0.05% and Malathion-5% compounds.Keywords: Aedes aegypti, Dengue endemic area, Central Jav
MANIPULASI WAKTU TINGGAL DAN TEBAL MEDIA FILTER TEMPURUNG KELAPA TERHADAP PENURUNAN BOD (BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND) DAN TSS (TOTAL SUSPENDED SOLID) AIR LIMBAH RUMAH TANGGA
Latar belakang: Air limbah rumah tangga yang belum terolah di wilayah Kelurahan Srondol Kulon Kecamatan Banyumanik Semarang pada pemeriksaan pendahuluan mempunyai nilai BOD 700,3 mg/l dan TSS 311 mg/l. Nilai ini menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. KEP-51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan yang telah beroperasi, telah melebihi ambang batas yang diperbolehkan yaitu BOD maksimal 50-150 mg/l, TSS maksimal 200 mg/l. Kualitas air limbah mempunyai BOD dan TSS melebihi batas, akan berisiko menimbulkan dampak buruk kualitas lingkungan. Trickling filter merupakan salah satu pengolahan limbah cair secara biologis dengan memanfaatkan teknologi biofilm. Bahan yang digunakan sebagai media trickling filter harus kuat, keras, tahan tekanan, tahan lama, tidak mudah berubah dan tidak mudah menyumbat pada media trickling filter. Bahan yang biasa digunakan adalah batuan. Pada penelitian ini akan dicoba digunakan media filter berupa tempurung kelapa yang mempunyai sifat sesuai syarat media filter. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperiment semu dengan rancangan non randomized pretest-postest control group design. Sampel air limbah diambil dari saluran air limbah rumah tangga di Kelurahan Srondol Kulon Kecamatan Banyumanik Koa Semarang. Hasil: sebelum perlakuan (kontrol), BOD tertinggi 196,5 mg/l, terendah 121,6 mg/l. TSS tertinggi 222,4 mg/l, terendah 209,4 mg/l. suhu tertinggi 27,5ºC, terendah 27 ºC. pH semua sama yaitu 7. Setelah perlakuan rata-rata BOD tertinggi 112,68 mg/l, terendah 61,58 mg/l, rata-rata TSS tertinggi 129,8 mg/l, terendah 79,35 mg/l, suhu dan pH tidak mengalami perubahan. Prosentase penurunan BOD tertinggi 63,22%, terendah 39,94 %), prosentase penurunan TSS tertinggi 64,32 mg/l, terendah 41,32 %. Uji t untuk sampel berpasangan pada semua perlakuan didapatkan nilai p semua kurang dari 0,05, artinya ada perbedaan yang signifikan nilai BOD maupun TSS antara sebelum dan sesudah pengolahan. Untuk penurunan BOD pada berbagai lama waktu tinggal dan ketebalan media filter didapatkan nilai p=0,000 sedangkan pada TSS nilai p= 0,000 sehingga ada interaksi antara faktor lama waktu tinggal dan ketebalan media filter pada penurunan BOD maupun TSS. Simpulan: ada perbedaan yang signifikan nilai BOD maupun TSS antara sebelum dan sesudah pengolahan, ada interaksi antara faktor lama waktu tinggal dan ketebalan media filter pada penurunan BOD maupun TSS
STATUS RESISTENSI Aedes aegypti TERHADAP MALATHION DI KOTA SEMARANG
Latar Belakang: Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Kasus DBD di Indonesia mengalami peningkatan. Upaya pencegahan difokuskan pada pemberantasan vektor, termasuk menggunakan insektisida malathion karena masih efektif di beberapa wilayah. Namun belum diketahui status resistensi populasi Ae. aegypti berdasarkan tingkat endemisitas DBD. Tujuan: Mengetahui status resitensi nyamuk Aedes aegypti terhadap insektisida malathion berdasarkan tingkat endemisitas di Kota Semarang. Metode: Penelitian explanatory research dengan pendekatan Cross-Sectional dilakukan di tiga kelurahan dengen endemisitas berbeda. Variabel penelitian yaitu status endemisitas DBD dan status resistensi Ae aegypti terhadap malathion. Sebanyak 25 ekor nyamuk dijadikan subjek penelitian per tabung dalam uji suseptibilitas, dan dikontakkan dengan impregnated paper malathion 0.8% selama satu jam. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Kruskal Wallis. Hasil: Rerata jumlah nyamuk pingsan berdasarkan tingkat endemisitas DBD dari tinggi, sedang dan non endemis adalah 80.8, 84.0,dan 95.2, sedangkan jJumlah nyamuk mati pasca holding 24 jam adalah 96.0, 99.2 dan 100. Tidak ada perbedaan yang signifikan status resistensi berdasarkan tingkat status endemisitas DBD (p=0,343), namun ada perbedaan signifikan jumlah kematian nyamuk Ae. aegypti berdasarkan status endemisitas DBD. Kesimpulan: Malathion dapat digunakan di daerah non endemis.Kata kunci: Nyamuk Aedes aegypti, status endemisitas, status resistens