26 research outputs found

    PEMANFATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) DI HUTAN LINDUNG BUKIT DAUN OLEH MASYARAKAT DESA KELILIK KECAMATAN KEPAHIANG KABUPATEN KEPAHIANG PROVINSI BENGKULU

    Get PDF
    Hasil Hutan Bukan Kayu adalah hasil hutan hayati baik itu hewani maupun nabati beserta produk turunan nya dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari dalam kawasan hutan. Pemanfaatan HHBK telah dilakukan masyarakat secara turun temurun. Pemanfaatan hasil hutan oleh manusia telah berlangsung sejak lama, seiring dengan dimulainya interaksi manusia dengan alam sekitarnya. Salah satu peradaban awal manusia dimulai dari praktek berburu dan meramu yang berlokasi di hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis HHBK di Hutan Lindung Bukit Daun yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Kelilik Kecamatan Kepahiang Kabupaten Kepahiang dan pengetahuan masyarakat mengenai HHBK di Hutan Lindung Bukit Daun. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Kelilik Kecamatan Kepahiang Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu. Jenis-jenis HHBK yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Kelilik terdiri HHBK nabati dan HHBK hewani diantaranya bambu, rotan, pinang, kemiri, durian, pakis pulai, madu, babi hutan, rusa dan burung tekukur. Adapun macam-macam pemanfaatannya seperti untuk pagar, bahan untuk membuat pondok, bahan anyaman, penguat beronang, tali, bumbu masakan, bahan konsumsi, peliharaan dan perangkap burung. Pendapat masyarakat mengenai hutan dan HHBK di Hutan Lindung Bukit Daun, HHBK yang tersedia di Hutan Lindung Bukit Daun sudah semakin berkurang, karena keadaan Hutan Lindung Bukit Daun sudah semakin rusak serta luas tutupan lahan kawasan Hutan Lindung Bukit Daun sudah semakin berkurang karena adanya pembukaan lahan perkebunan

    ANALISIS KUALITAS KAYU PULAI (Alstonia angustiloba Miq) SEBAGAI BAHAN BAKU PENSIL PADA BERBAGAI POSISI BATANG DITINJAU DARI BERAT JENIS (BJ) DAN DIMENSI SERAT

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai berat jenis, nilai dimensi serat, dan menentukan kualitas serat kayu pada berbagai posisi batang kayu pulai (Alstonia angustiloba Miq). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2021 sampai dengan Oktober 2021 bertempat di Laboratorium Kehutanan Universitas Bengkulu. Sampel diambil pada tanggal 20 juni 2021, bertempat di Desa Suban Kecamatan Megang Sakti Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan, menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan memilih pohon yang memiliki kenampakan fisik relative sama. Dengan mengunakan 3 pohon sebagai ulangan dan posisi batang sebagai perlakuan (posisi 1, posisi 2, posisi 3, posisi 4, posisi 5, posisi 6, dan posisi 7). Analisis data yang digunakan ialah uji Anova pada taraf 5%.. Nilai berat jenis kayu pulai (Alstonia angustiloba Miq) pada berbagai posisi batang tidak berbeda nyata, dengan kisaran nilai antara 0,31 dan 0,36 termasuk dalam kriteria BJ ringan. Nilai dimensi serat kayu pulai (Alstonia angustiloba Miq) pada berbagai posisi kayu di pohon tidak berbeda nyata, yaitu panjang serat dengan kisaran nilai antaara 1381,28 μm dan 1447,09 μm, diameter serat dengan kisaran nilai antara 28,92 μm dan 32,87 μm, diameter lumen dengan kisaran nilai antara 23,45 μm dan 28,01 μm, dan tebal dinding serat dengan kisaran nilai antara 2,73 μm dan 3,65 μm. Kualitas kayu (Alstonia angustiloba Miq) pada berbagai posisi batang memberikan hasil yang baik jika digunakan sebagai bahan baku pensil. Kata kunci : Kayu pulai (Alstonia angustiloba Miq), berbagai posisi batang, dimensi sera

    KELIMPAHAN JENIS DAN PERSEPSI MASYARAKAT DESA SUKA NEGERI TENTANG ROTAN DI ZONA TRADISIONAL TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT (TNKS) KECAMATAN TOPOS KABUPATEN LEBONG

    Get PDF
    Rotan merupakan salah satu Hasil Hutan Bukan Kayu di Indonesia yang memiliki nilai komersial cukup tinggi. Hampir seluruh bagian rotan bisa dimanfaatkan sehingga berpotensi dikembangkan sebagai bahan perdagangan, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk diekspor. Oleh karena itu, keberadaan rotan harus dilestarikan untuk menjaga keanekaragaman sumber genetiknya. Secara ekologis rotan tumbuh dengan subur di berbagai tempat, baik dataran rendah maupun dataran tinggi, terutama di daerah yang lembab seperti pinggiran sungai (Kalima, 2008). Pemanfaatan rotan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan meliputi segala aspek yakni sebagai sumber pangan, sumber minuman, bahan dasar obat dan kosmetik, bahan kerajinan rumah tangga, bahan bangunan, dan bahan baku mebel untuk mendukung industri rotan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kelimpahan jenis rotan setiap grid pengamatan dan mengetahui persepsi masyarakat tentang keberadaan rotan di Zona Tradisional Taman Nasional Kerinci Seblat Kecamatan Topos, Kabupaten Lebong serta mengetahui bagaimana bentuk pemanfaatannya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2022- Januari 2023. Terdapat 5 jenis rotan yang terdiri dari 3 marga, yaitu 1. Calamus (3 jenis) yang terdiri dari Calamus manan Miq dengan jumlah individu 21 batang, Calamus scipionum Loureiro jumlah individu 6 batang, dan Calamus  javensis Blume 43 batang dari 22 rumpun, 2. Korthalsia (1 jenis), yaitu Korthalsia rigida Blume dengan jumlah individu 25 dari 10 rumpun, 3. Daemonorops (1 jenis) yaitu Deamonorops longifer Griff jumlah individu 133 dari 39 rumpun. Berdasarkan indeks nilai penting Deamonorops longifer Griff (76,531%) dan Calamus  javensis Blume (44,898%) merupakan rotan yang paling melimpah di 8 grid pengamatan di zona tradisional. Masyarakat memiliki persepsi setuju bahwa keberadaan rotan sebagai salah satu HHBK di zona tradisional memiliki banyak manfaat dan berpotensi untuk dikembangkan yang keberadaannya di zona tradisional harus tetap dijaga dengan upaya budidaya. Pemanfaatan rotan di Desa Suka Negeri masih kurang maksimal karena pemanfaatannya oleh sebagian masyarakat hanya sebatas rotan dijual mentah dan mayoritas dimanfaatkan untuk keperluan pribadi sebagai alat rumah tangga dalam skala kecil. Masyarakat memanfaatkan rotan sebagai tali temali, tali pengikat rakit, tali jemuran, pengait pinggiran beronang, pengait anyaman sekam, penyangga pinggiran tangguk, pengait teleng dan tampah, tongkat kujua, tongkat sapu, bahan membuat ginjar dan bahan membuat sangkar layang. Kata kunci : rotan, pemanfaatan rotan, sebaran spasial, perseps

    TINGKAT KETAHANAN BATANG BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper Backer) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Homgren) DAN RAYAP KAYU KERING (Cryptotermes cynocephalus Light)

    Get PDF
    Bambu merupakan salah satu bahan yang dapat dijadikan alternatif penggunaan kayu karena memiliki daur yang relatif pendek (3-4 tahun). Bambu betung (Dendrocalamus asper Backer) adalah salah satu jenis bambu yang memiliki karakter batang yang tergolong kuat dan keras, oleh sebab itu bambu betung sering digunakan untuk bahan kontruksi dan bangunan. Bambu memiliki kelemahan pada tingkat ketahanan terhadap serangan rayap tanah dan rayap kayu kering. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa bagian batang bambu yang rentan dan mengidentifikasi tingkat ketahanan ruas batang bambu terhadap serangan rayap tanah dan rayap kayu kering. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2017 sampai dengan bulan Oktober 2017 di laboratorium jurusan Kehutanan (untuk pengujian ketahanan bambu terhadap serangan rayap kayu kering) dan disekitar GB II Universitas Bengkulu (untuk pengujian ketahanan bambu terhadap serangan rayap tanah). Bambu betung diambil di Desa Babakan Bogor Kabupateng Kepahiang. Variabel yang diamati yaitu kehilangan berat (rayap tanah dan rayap kayu kering), tingkat kerusakan serangan rayap tanah, dan mortalitas rayap kayu kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketahanan rayap tanah dan rayap kayu kering berbeda. Ketahanan bambu betung terhadap serangan rayap tanah dikategorikan sangat buruk (kelas ketahanan V) dan pada serangan rayap kayu kering dikategorikan sedang (kelas ketahanan III). Selanjutnya ditinjau dari serangan rayap tanah pada berbagai posisi ruas di batang tidak terdapat perbedaan nyata yang artinya rayap tanah menyerang seluruh bagian posisi ruas di batang dan ketahanan bambu betung terhadap rayap kayu kering dari posisi ruas 14 menuju posisi ruas 38 cenderung menurun, dimana pada posisi ruas 14 dan 17 dikategorikan ketahanan kelas II (Tahan) dan pada posisi ruas 20 sampai 38 dikategorikan ketahanan kelas III (Sedang), Ditinjau dari serangan rayap kayu kering pada berbagai posisi ruas di batang terdapat perbedaan nyata yang artinya posisi ruas mempengaruhi tingkat serangan rayap kayu kering

    KEMUNGKINAN PEMANFAATAN BEBERAPA JENIS BAMBU TERTENTU, BERDASARKAN POLA PENYUSUNAN BERKAS PEMBULUH, SEBAGAI BAHAN BAKU PULP DAN KERTAS

    No full text
    Ketersediaan bahan baku bambu yang berlimpah di Indonesia telah mendorong kemungkinan penggunaan bambu sebagai bahan baku untuk pulp dan kertas. Hal ini diharapkan untuk menggantikan bahan baku konvensional (dalam hal ini kayu) yang mana sekarang cenderung menurun, langka dan terbatas. Terkait dengan hal ini, penelitian bertujuan untuk menilai kesesuaian batang bambu dari spesies tertentu untuk hal trsebut diatas. Pengelompokan spesies bambu menetapkan hasil yaitu Arundinaria hundsii dan Arundinaria javonica sebagai pola 1,Cephalostachyum pergracile dan Melocanna baccifera sebagai pola 2, Dendrocalamus strictus dan Dendrocalamus giganteus sebagai pola 3, Dendrocalamus asper dan Gigantochloa apus sebagai pola 3 dan 4. Dalam penilaian kesesuaian bambu untuk pulp dan kertas, sebuah pendekatan diambil dengan cara spesies-spesies bambu dalam pola tertentu diamati dimensi serabutnya (yaitu panjang serabut, fleksibilitas serabut, koefisien kekakuan, nisbah Runkel dan nisbah muhlstep). Untuk mengevaluasi apakah ada perbedaan signifikan dalam pengamatan/ penentuan hasil diantara ke-4 pola, analisis keragaman berpola acak lengkap satu factor diterapkan yang diikuti oleh uji perbedaan rata-rata hasil tersebut (prosedur Tuckey). Dan sebagai factor adalah 4 pola. Hasilnya menyatakan bahwa setiap pola berdasarkan panjang serabut dan daya tenun termasuk ke dalam kelas I, menunjukkan sebagai bahan terbaik untuk pulp dan kertas. Sementara pencermatan berdasarkan fleksibilitas serabut, koefisien kekakuan, nisbah Runkel, dan nisbah Muhlstep seluruhnya termasuk ke dalam kelas III. Lebih lanjut, spesies bambu dikatagorikan sebagai pola I menunjukkan karakter spesies seperti menghasilkan fleksibilitas serabut tertinggj dan koefisien kekakuan dan nisbah Runkel terendah dibandingkan dengan pola-pola lain. Sementara itu spesies bambu dalam pola 4 memiliki panjang serabut dan daya tenun tertinggi. Pada akhirnya, pencermatan pada seluruh dimensi serabut dan nilai turunannya menyatakan bahwa seluruh 4 pola bambu termasuk ke dalam kelas III sebagai indikasi mutu dari pulp dan kertas yang dihasilkan. Bahkan untuk menjamin apakah indiksi ini benar, memerlukan riset mendalam pada proses pembuatan pulp dan kertas dari seluruh bambu (pola 1 sampai 4) yang sebaiknya dikerjakan

    Korelasi antara Pola Ikatan Pembuluh dengan Sifat Fisis dan Mekanis Tiga Jenis Bambu (Correlation of Vascular Bundle Pattern with Physical and Mechanical Properties of Three Bamboo Species)

    No full text
    The physical and mechanical properties of three species of bamboo, namely Dendrocalamus giganteus, Dendrocalamus asper, and Gigantochloa apus were investigated in relation to its vascular bundle pattern. As physical and mechanical properties, specific gravity, modulus of rupture (MOR), modulus of elasticity (MOE), compressive strength parallel to grain and tension strength parallel to grain were determined, and the vascular bundle pattern was evaluated by method according to Grosser and Liese (1971). The relationship between physical and mechanical properties with the vessel bundle pattern was analyzed by regression with dummy variables. Pattern combination of vessel bundle was found on G. apus and D. asper, while D. giganteus has a single pattern of vessel bundle type. The difference of vascular bundle pattern did not contributed to the physical and mechanical properties of bamboo investigated, except for MOR. The difference species of bamboo and vertical position of samples contribute to the different value of compressive strength parallel to grain, whereas tension strength was only affected by bamboo specie

    DIMENSI PORI DAN SERAT DALAM DAN ANTAR LINGKARAN TUMBUH KAYU SURIAN (Toona sureni)

    No full text
    Pemanfaatan kayu digunakan untuk memenuhi kebutuhan mulai dari pemanfaatan untuk pertukangan, perkakas yang berasal kayu gergajian (saw timber) sampai pada pemanfaatan yang menggunakan teknologi tinggi. Tumbuhan penghasil kayu mengalami pertumbuhan, salah satunya melalui penebalan sekunder atau dengan kata lain penambahan diameter batang kambium sebagai penghasil pembuluh angkut yaitu xilem dan floem. Kegiatan kambium menyebabkan tubuh tumbuhan semakin bertambah besar dan membentuk lingkaran tumbuh. Tidak semua jenis pohon di daerah tropis menghasilkan lingkaran tumbuh. Hal ini disebabkan karena musim di daerah tropis lebih seragam sepanjang tahun dan tidak memperlihatkan perbedaan yang tajam antara periode curah hujan tinggi dengan pergantian periode curah hujan rendah. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi terkait dimensi pori dan dimensi serat dalam dan antar lingkaran tumbuh sehingga tujuan penggunaannya dapat maksimal, baik sebagai komplemen (pelengkap) maupun pengganti kayu. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Penelitian dilakukan di Laboraturium Kehutanan UNIB dengan menduga umur pohon dengan menghitung jumlah lingkaran tumbuh didukung dengan data curah hujan selama kayu surian tumbuh dan mengetahui dimensi pori melalui pengamatan melalui USB Digital Microskop serta dimensi serat melalui proses maserasi. Berdasarkan hasil penelitian ukuran pori dan dimensi serat dalam lingkaran tumbuh bervariasi antar pohon, sementara ukuran pori dan dimensi serat (kecuali panjang serat, diameter serat dan diameter lumen) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Adapun nilai rata-rata diameter pori berkisar antara 92-114 µm, panjang serat 755-791µm, diameter serat 25-26 µm , diameter lumen 16-18 µm dan tebal dinding serat 4,2-4,7 µm. Berdasarkan antar lingkaran tumbuh, ukuran pori dan dimensi serat (kecuali diameter lumen dan tebal dinding serat) menunjukkan hasil yang bervariasi antara pohon satu dan pohon lainnya. Dimensi serat menunjukkan hasil yang berbeda nyata, sedangkan ukuran pori menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Nilai rata-rata diameter pori berkisar antara 92-118 µm, panjang serat 732-813µm, diameter serat 25-27 µm , diameter lumen 16-18 µm dan tebal dinding serat 4,2-5,0 µm. Kayu dengan ukuran pori yang besar dapat menyerap air lebih banyak sehingga lebar lingkaran tumbuh melebar mengakibatkan diameter pohon meningkat sedangkan serat yang lebih tebal memiliki kekuatan yang lebih tinggi. Dengan demikian walaupun jenis dan tempat tumbuh yang sama menunjukkan dimensi pori dan serat yang berbeda. (Program Studi Kehutanan, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu

    Korelasi Antara Pola Ikatan Pembuluh Dengan Sifat Fisis Dan Mekanis Tiga Jenis Bambu (Correlation of Vascular Bundle Pattern with Physical and Mechanical Properties of Three Bamboo Species)

    Full text link
    The physical and mechanical properties of three species of bamboo, namely Dendrocalamus giganteus, Dendrocalamus asper, and Gigantochloa apus were investigated in relation to its vascular bundle pattern. As physical and mechanical properties, specific gravity, modulus of rupture (MOR), modulus of elasticity (MOE), compressive strength parallel to grain and tension strength parallel to grain were determined, and the vascular bundle pattern was evaluated by method according to Grosser and Liese (1971). The relationship between physical and mechanical properties with the vessel bundle pattern was analyzed by regression with dummy variables. Pattern combination of vessel bundle was found on G. apus and D. asper, while D. giganteus has a single pattern of vessel bundle type. The difference of vascular bundle pattern did not contributed to the physical and mechanical properties of bamboo investigated, except for MOR. The difference species of bamboo and vertical position of samples contribute to the different value of compressive strength parallel to grain, whereas tension strength was only affected by bamboo specie

    Tingkat Ketahanan Batang Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer) terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Homgren) dan Rayap Kayu Kering (Cryptotermes cynocephalus Light)

    No full text
    Bambu merupakan salah satu bahan yang dapat dijadikan alternatif penggunaan kayu karena memiliki daur yang relatif pendek (3-4 tahun) dan pertumbuhannya lebih cepat. Bambu betung (Dendrocalamus asper Backer) adalah salah satu jenis bambu yang memiliki karakter batang yang tergolong kuat dan keras, oleh sebab itu bambu betung sering digunakan untuk bahan kontruksi dan bangunan. Bambu memiliki kelemahan pada tingkat ketahanan terhadap serangan rayap tanah dan rayap kayu kering. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa bagian batang bambu yang rentan dan mengidentifikasi tingkat ketahanan ruas batang bambu terhadap serangan rayap tanah dan rayap kayu kering Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2017 sampai dengan bulan Oktober 2017 di laboratorium jurusan Kehutanan (untuk pengujian ketahanan bambu terhadap serangan rayap kayu kering) dan di belakang GB II Universitas Bengkulu (untuk pengujian ketahanan bambu terhadap serangan rayap tanah). Bambu betung diambil di Desa Babakan Bogor Kabupateng Kepahiang. Variabel yang diamati yaitu kehilangan berat (rayap tanah dan rayap kayu kering), tingkat kerusakan serangan rayap tanah, dan mortalitas rayap kayu kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketahanan rayap tanah dan rayap kayu kering berbeda. Ketahanan bambu betung terhadap serangan rayap tanah dikategorikan sangat buruk (kelas ketahanan V) dan pada serangan rayap kayu kering dikategorikan sedang (kelas ketahanan III). Selanjutnya ketahanan bambu betung terhadap rayap tanah cenderung sama pada berbagai posisi ruas di batang, ditinjau dari serangan rayap tanah pada berbagai posisi ruas di batang tidak terdapat perbedaan nyata yang artinya rayap tanah menyerang seluruh bagian posisi ruas di batang dan ketahanan bambu betung terhadap rayap kayu kering dari posisi ruas 14 menuju posisi ruas 38 cenderung menurun, dimana pada posisi ruas 14 dan 17 dikategorikan ketahanan kelas II (Tahan) dan pada posisi ruas 20 sampai 38 dikategorikan ketahanan kelas III (Sedang), Ditinjau dari serangan rayap kayu kering pada berbagai posisi ruas di batang terdapat perbedaan nyata yang artinya posisi ruas mempengaruhi tingkat serangan rayap kayu kering
    corecore