23 research outputs found

    Analisis Produktivitas Tenaga Kerja Anggota Kelompok Ternak Sapi Perah Tirta Jaya Usaha Di Kecamatan Pujon

    Get PDF
    Kesimpulan 1. Curahan waktu tenaga kerja peternakan sapi perah per jam/hari pada strata I, II dan III yaitu sebesar 3,696/jam/HKSP/hari, 5,75/jam/HKSP/hari dan 2,17/jam/HKSP /hari untuk tenaga kerja keluarga. Sedangkan untuk tenaga kerja luar keluarga hanya terdapat pada strata III yaitu sebesar 8,91/jam/HKSP/hari. 2. Penggunaan tenaga kerja pada usaha peternakan anggota UD. Tirta Jaya Usaha sudah sangat efisien. 3. Faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja teknis yaitu skala usaha, sedangkan produktivitas tenaga kerja ekonomis yang mempengaruhi adalah pendapatan usaha peternakan. 5.2 Saran Sebaiknya pada usaha peternakan sapi perah ini memanfaatkan dengan baik bantuan yang sudah diberikan oleh PT. Indolakto dan lebih meningkatkan hubungan antara pengurus UD. Tirta Jaya Usaha dengan anggotanya, agar dapat mewujudkan peternak yang sejahter

    Analisis Yuridis Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Pasal 1angka 2 Tentang Keberadaan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara

    Get PDF
    Menurut pasal 1 ayat 2 PP 37/1998 PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. Nyatanya di kota-kota besar tetap terdapat camat yang merupakan pejabat pemerintah yang ditunjuk sebagai PPAT Sementara, padahal di kota tersebut telah tersebar PPAT yang dapat membantu masyarakat dalam mengurus akta-akta tanah. Pada pasal 1 ayat 2 PP 37/1998 dan PP 24/2016, kata cukup dalam peraturan tersebut masih dipertanyakan pula parameternya. Mengingat bahwa setiap orang yang berada di kota besar yang daerah-daerahnya sebagian besar tanahnya telah terdaftar atau bersertifikat dapat mengurus tanahnya pada PPAT tidak lagi kepada PPAT Sementara, karena berbeda halnya dengan daerah-daerah pelosok yang tanahnya belum terdaftar atau bersertifikat masih memerlukan peran camat sebagai PPAT Sementara. Isi pasal 1 ayat 2 PP tersebut dan kata cukup yang terdapat di dalamnya dikatakan masih terdapat kekaburan norma, karena tidak ditemukan parameter yang pasti cukup yang seperti apa yang dikehendaki oleh Badan Pertanahan Nasional yang menjadi pertimbangannya untuk mengangkat Camat di daerah tertentu menjadi PPAT Sementara. Tidak terdapat jumlah yang pasti batas pengangkatan PPAT dalam suatu daerah sehingga daerah tersebut dikatakan cukup atau belum cukup PPAT. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan kasus. Kemudian bahan-bahan hukum yang diperoleh melalui bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan sekunder berupa wawancara akan dianalisis dan dikaji keterkaitannya satu sama lain, selain itu dalam pengolahan data digunakan menggunakan teori penafsiran hukum autentik dan gramatikal serta teori kepastian hukum. Tidak terdapat kriteria yang pasti dari kata ā€œbelum cukup terdapat PPATā€ dikarenakan tidak ada peraturan yang secara baku tertulis mengenai formasi PPAT di tiap-tiap daerah dan kriteria kata ā€œtelah cukup terdapat PPATā€ terletak pada banyaknya PPAT yang menjabat di suatu daerah yang lokasinya telah tersebar di semua kecamatan yang ada di daerah tersebut, dengan begitu maka dapat dikatakan bahwa daerah tersebut telah cukup terdapat PPAT

    Histone deacetylase controls adult stem cell aging by balancing the expression of polycomb genes and jumonji domain containing 3

    Get PDF
    Aging is linked to loss of the self-renewal capacity of adult stem cells. Here, we observed that human multipotent stem cells (MSCs) underwent cellular senescence in vitro. Decreased expression of histone deacetylases (HDACs), followed by downregulation of polycomb group genes (PcGs), such as BMI1, EZH2 and SUZ12, and by upregulation of jumonji domain containing 3 (JMJD3), was observed in senescent MSCs. Similarly, HDAC inhibitors induced cellular senescence through downregulation of PcGs and upregulation of JMJD3. Regulation of PcGs was associated with HDAC inhibitor-induced hypophosphorylation of RB, which causes RB to bind to and decrease the transcriptional activity of E2F. JMJD3 expression regulation was dependant on histone acetylation status at its promoter regions. A histone acetyltransferase (HAT) inhibitor prevented replicative senescence of MSCs. These results suggest that HDAC activity might be important for MSC self-renewal by balancing PcGs and JMJD3 expression, which govern cellular senescence by p16INK4A regulation

    A conscious mouse model of gastric ileus using clinically relevant endpoints

    Get PDF
    BACKGROUND: Gastric ileus is an unsolved clinical problem and current treatment is limited to supportive measures. Models of ileus using anesthetized animals, muscle strips or isolated smooth muscle cells do not adequately reproduce the clinical situation. Thus, previous studies using these techniques have not led to a clear understanding of the pathophysiology of ileus. The feasibility of using food intake and fecal output as simple, clinically relevant endpoints for monitoring ileus in a conscious mouse model was evaluated by assessing the severity and time course of various insults known to cause ileus. METHODS: Delayed food intake and fecal output associated with ileus was monitored after intraperitoneal injection of endotoxin, laparotomy with bowel manipulation, thermal injury or cerulein induced acute pancreatitis. The correlation of decreased food intake after endotoxin injection with gastric ileus was validated by measuring gastric emptying. The effect of endotoxin on general activity level and feeding behavior was also determined. Small bowel transit was measured using a phenol red marker. RESULTS: Each insult resulted in a transient and comparable decrease in food intake and fecal output consistent with the clinical picture of ileus. The endpoints were highly sensitive to small changes in low doses of endotoxin, the extent of bowel manipulation, and cerulein dose. The delay in food intake directly correlated with delayed gastric emptying. Changes in general activity and feeding behavior were insufficient to explain decreased food intake. Intestinal transit remained unchanged at the times measured. CONCLUSION: Food intake and fecal output are sensitive markers of gastric dysfunction in four experimental models of ileus. In the mouse, delayed gastric emptying appears to be the major cause of the anorexic effect associated with ileus. Gastric dysfunction is more important than small bowel dysfunction in this model. Recovery of stomach function appears to be simultaneous to colonic recovery

    PENGEMBANGAN MODEL CREDIT SCORING UNTUK PROSES ANALISA KELAYAKAN FASILITAS KREDIT PEMILIKAN RUMAH (STUDI KASUS DI BANK BUKOPIN)

    No full text
    Analysis of the parameters used in the model skoring E-Flow, which has 14 parameters, namely the interest rate, the amount of insurance, age / age, type of work, penghasilkan per month, the average balance, savings in the bank, the percentage of money face, the type of collateral, documents of ownership, broad building, Burden debt ratio, bad debts in the information and the position of BI / debtor position. In addition to design a credit scoring model application, a skoring system will have a very full prepayment behavior scoring and scoring. Accordingly at this time until a new stage in the application of determining the credit scoring model, to further research can be done model behavior prepayment scoring and scoring on the credit facility

    Karakterisasi Morfologi Pisang di Kabupaten Kampar Provinsi Riau

    No full text
    Pisang (Musa spp.) merupakan buah paling penting di hampir setiap negara termasuk Indonesia. PisangĀ  juga merupakan tanaman penting di dunia dan sumber pendapatan di banyak negara berkembang. Keanekaragaman pisang setiap daerahnya memiliki keunggulan masing-masing. Informasi terkait keragaman genetik tanaman sangat penting karena keragaman genetik yang tinggi merupakan salah satu kunci sukses dalam pengembangan tanaman. Terutama dalam penyediaan informasi pemuliaan tanaman. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 6 aksesi pisang. Setiap spesies terdiri atas 3 individu yang diperoleh dari hasil eksplorasi di Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah stapler, alat tulis, kertas label, kamera, dan penggaris. Pengamatan dan pertelaan morfologi mengikuti Musa Descriptor List. Deskripsi morfologi karakter kualitatif dari 6 populasi pisang telah berhasil didapatkan dan telah disajikan di dalam pembahasan. Hubungan kekerabatan berdasarkan penanda morfologi menggunakan 30 karakter kualitatif menunjukkan koefisien kemiripan genetiknya berkisar antara 0,28-0,60 yang terbagi dua yaitu Klaster A (A1; Pisang 40 Hari, Barangan Medan, Cavendish, Lilit, A2; Ambon) dan B (Pisang Kepok Taiwan). Perbedaan jenis pisang yang tumbuh menunjukkan pisang di Kabupaten Kampar memiliki keragaman morfologis yang cukup tinggi. Pengelompokan pisang pada penelitian ini dipengaruhi oleh persamaan karakter yang dimiliki oleh setiap aksesi yang pada akhirnya mengelompok berdasar persamaan spesiesnya. Dari penelitian ini, diharapkan dapat mengetahui keanekaragaman genetik dan hubungan kekerabatan pisang yang tumbuh di Kabupaten Kampar untuk nantinya akan didapatkan tetua pisang yang bagus sebagai bahan persilangan dan menghasilkan pisang yang potensial di masa mendatang

    Pengembangan Model Credit Scoring untuk Proses Analisa Kelayakan Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (Studi Kasus di Bank Bukopin)

    Full text link
    Analysis of the parameters used in the model skoring E-Flow, which has 14 parameters, namely the interest rate, the amount of insurance, age / age, type of work, penghasilkan per month, the average balance, savings in the bank, the percentage of money face, the type of collateral, documents of ownership, broad building, Burden debt ratio, bad debts in the information and the position of BI / debtor position. In addition to design a credit scoring model application, a skoring system will have a very full prepayment behavior scoring and scoring. Accordingly at this time until a new stage in the application of determining the credit scoring model, to further research can be done model behavior prepayment scoring and scoring on the credit facility

    Uji Mutu Benih F2 Pada Tanaman Melon (Cucumis melo L.).

    No full text
    Tanaman Melon (Cucumis melo L.) memiliki potensi ekonomi dan telah dibudidayakan di beberapa wilayah di Indonesia. Budidaya melon tidak mudah dan perlu penanganan intensif karena tanaman melon peka terhadap perubahan lingkungan dan rentan terserang penyakit. Hal tersebut akan menurunkan produktivitas dan kualitas buah melon, menurunkan nilai jual buah melon, bahkan menyebabkan gagal panen (Daryono dan Qurrohman 2009). Oleh karena itu, untuk meningkatkan produksi sesuai kebutuhan masyarakat perlu adanya benih yang tersedia dengan kualitas dan kuantitas yang memadai. Benih merupakan sebuah simbol dari suatu permulaan kehidupan tanaman. Dalam konteks agronomi, benih dituntut untuk bermutu tinggi, sebab benih harus mampu menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang maju. Oleh sebab itu, dilakukan penelitian uji mutu benih untuk mendapatkan informasi benih yang berkualitas, sehingga petani dapat menghindari dari berbagai hal yang menimbulkan kerugian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2022 di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran dan Kebun Percobaan Jatimulyo, Malang, Jawa Timur.. Alat yang digunakan dalam penelitian ialah timbagan analitik, jangka sorong, tray, botol sprayer, germinator, oven, desikator, cawan, alat tulis dan kamera. Bahan yang digunakan dalam penelitian ialah benih F2 tanaman melon disertai dengan kertas label, kertas merang, plastic mika, spidol permanen, karet gelang, dan plastik klip. Data dari seluruh variabel hasil pengamatan bobot 100 benih, ukuran benih dan kadar air benih di analisa menggunakan uji statistika deskriptif, sedangkan uji viabilitas benih dan pertumbuhan tanaman yang diperoleh di analisis dengan menggunakan analisis ragam atau Analysis of Variance (ANOVA). Viabilitas yang tinggi ditandai dengan daya berkecambah benih yang tinggi dan nilai laju perkecambahan yang rendah. Galur A memiliki viabilitas tinggi diantara galur lainnya hal ini ditunjukkan dengan memiliki nilai kecepatan tumbuh sebesar 3,9 hari dengan laju perkecambahan 1 hari, daya kecambah 95,5%, potensi tumbuh maksimum 96,0% dan indeks vigor 94,0%. Pada pengamatan pertumbuhan tanaman galur A memiliki presentase tumbuh tanaman sebesar 79%, panjang tanaman pada 28 hst sebesar 53,1 cm dengan jumlah daun pada 28 hst sebesar 6,5 helai dan memiliki bobot kering tanaman sebesar 2,2 g. Nilai viabilitas benih dapat didukung oleh adanya karakter-karater pengujian mutu fisik berupa bobot 100 butir benih, ukuran benih dan kadar air benih. Galur A memiliki rerata bobot 100 benih sebesar 3,2 g dengan standar deviasi 0,2 g, ukuran benih 7,8 mm sampai 9,1 mm dan kadar air optimal sebesar 8,9%. Semakin kecil nilai standar deviasi menujukkan bobot benih semakin seragam. Viabilitas benih yang bernilai tinggi didukung dengan adanya nilai bobot 100 benih yang tinggi dan ukuran benih yang seragam sedangkan nilai kadar airnya rendah
    corecore