18 research outputs found

    Sinensetin-Rich Fraction Solid Dispersion Inhibits Cancer Cell Cycle

    Get PDF
    Drug development efforts to find new selective and safe drugs for cancer from natural resources are promising ones. The natural products are obtained in the multiple or single compounds. One of them is a sinensetin found in ethanol extract of Orthosiphon stamineus Benth. Sinensetin could inhibit cancer cell proliferation. However, it has a poor solubility so the absorption is low and then it impacts on the low bioavailability. The solubility problem in conventional drug could be solved by pharmaceutical manipulation. In the previous research, the manipulation was tried although there was no single compound found in the material tested. We found an optimal formula of a manipulation using solid disperse system of polyethylene glycol (PEG 6000) 15 times higher than sinensetin weight. This research was focused on observing the effect of the optimal formula of solid disperse system to inhibit cancer cell cycle. The cell lines used were T47D cells. The method used was flow cytometry. The result showed that the optimum formula has a consistent effect on the concentration of 40 and 60µg/mL. The sinensetin increase cell accumulation on S phase at the percentage of 18.80% (40µg/mL) and 22.21% (60µg/mL) compared to T47D normal cells. It reflects the S phase as the longest time experienced by the cells. Inhibition on S phase (S arrest) resulted from a DNA elongation. It causes an inhibition of DNA synthesis process. It could be concluded that the solid disperse of sinensetin was active to inhibit cancer cells proliferation on phase S.  Keywords: cell cycle; sinensetin; solid disperse; poor solubilit

    Komposisi Fitosom Ekstrak Rimpang Kencur (Kaemferia galangal) Sebagai Antitusif

    Get PDF
    Invensi ini adalah merupakan pengembangan dari invensi sebelumnya yang telah diberi paten yaitu permohonan P00201200110 yang mengungkapkan tentang suatu formula analgesik topikal yang berbasis ekstrak rimpang kencur terstandart dan yang telah diubah sistem penghantarannya menjadi bentuk liposomnya sehingga mempunyai aktivitas analgesik topical sebesar 39,8% - 64,9%. Kasus penyalahgunaan obat batuk dengan kandungan dekstrometorfan kerap terjadi. Obat batuk dekstrometorfan sering disalahgunakan karena dapat menyebabkan euforia dan rasa tenang (seperti halnya psikotropika) ketika digunakan dalam dosis besar. Selain itu, obat ini juga dapat dibeli secara bebas sehingga “dianggap” obat yang aman. Dekstrometorfan (DXM) adalah zat aktif dalam bentuk serbuk berwarna putih, yang berkhasiat sebagai antitusif atau penekan batuk. Zat aktif ini selain banyak digunakan pada obat batuk tunggal juga digunakan pada obat flu kombinasi dengan zat aktif lain seperti fenilefrin, paracetamol, dan klorfeniramin maleat. Obat yang mengandung dekstrometorfan tersedia di pasar dalam berbagai bentuk sediaan seperti sirup, tablet, spray, dan lozenges. Status penggolongan Dekstrometorfan adalah Obat Bebas Terbatas jadi walaupun Dekstrometorfan banyak dijual diberbagai tempat, namun dosis penggunaannya memang telah dibatasi dan tidak tepat jika digunakan melebihi dosis yang dianjurkan. Statusnya juga pernah sebagai Obat Keras, maka tetap perlu kehati-hatian dan tidak serta merta menganggapnya aman. Obat antitusif yang ada seperti codein yang diisolasi dari tanaman, sehingga pencarian senyawa antitusif baru juga dilakukan dari potensi tanaman obat di Indonesia

    Gas chromatography-mass spectrometry analysis of ether extracts from tissue cultures of curcuma zedoaria = Analisis spektrometri massa - khromatografi gas sari eter dari kultur jaringan curcuma zedoaria

    Get PDF
    ABSTRACT: Untuk meneliti pengaruh derajat deferensiasi sel terhadap kandungan terpenoid pada tanaman Curcuma zedoaria, maka dilakukan analisis GC-MS pada ekstrak eter dari beberapa jenis kultur jaringan tanaman tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa derajat deferensiasi dari sel dapat mempengaruhi kandungan senyawa terpenoidnya. Kultur organ (kultur pucuk, akar dan planlet) dapat memproduksi senyawa terpenoid lebih ban yak bila dibandingkan dengan kultur kalusnya. Sebagian besar senyawa terpenoid yang berhasil teridentifikasi dari kultur in vitro tanaman ini berada dalam bentuk teroksigenasi Key words: Curcuma zedoaria, tissue, callus and organ cultures, terpenoids, GC-MS analysi

    Interaksi Metabolisme INH & Rifampisin Menggunakan Hepatosit Tikus

    Get PDF
    Research on the interaction isoniazid metabolism and rifampicin using rat hepatocytes suspension has been done. As the system metabolism. hepatocytes suspension was prepared by perfusion in the calcium binding media containing EDTA, citrate and glycine was used. Treatment at the hepatocytes suspension devided into two groups. One group research on the influence of isoniazid on rifampicin metabolism. Second research on the influence of rifampicin on isoniazid metabolism. Each group devided into five subgroups. Result calculated on the base of variation of rifampicin AUC-value beginning from 0 up to 180 minutes showed that isoniazid wilh concentration 5 µg, 10 µg, 15 µg, and 20 µg, did not influence metabolism of rifampicin (10 µg/ml) as showed by no significant changes of AVC values of rifampicin for α= 0.005 on the otherhand result calculated on the based variation of isoniazid AUC-value beginning from 0 up to 180minutes showed that rifampicin with concentration 5 µg, 10 µg, 15 µg, and 20 µg did influence the mctabolism of isoniazid ( 10 µg/ml) as showed by significant changes of AVC values of isoniazid for α=0.005. Showed that isoniazid mctabolism decrease used as combination of rifampici

    Uji Aktivitas Anti Mutagenik Senyawa Pinocembrin Dari Rimpang Kaempferia Pandurata Roxb. Dengan Metoda Unscheduled Dna Synthesis Pada Kultur Hepatosit Tikus

    Get PDF
    Penanganan masalah kanker pada saat ini lebih banyak ditujukan pada tindakan pengobatan. Padahal peran perke!11bangan pengobatan kanker masih jauh dan apa yang diharapkan oleh seluruh umat manusia. Hal ini disebabkan penderita kanker banyak ditemukan dalam keadaan fase lanjut, sehingga pengobatan hampir tidak bermanfaat. Oleh karena itu tindakan pencegahan merupakan pilihan yang terbaik untuk peningkatan kasus baru penderita kanker, sesuai dengan paradigma kesehatan di Indonesia yang didengungkan oleh pemerintah, yaitu paradigma preventip. Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh senyawa yang dapat mencegah te~adinya kanker. Untuk tujuan tersebut dipilih pinooembnn dan nmpang temu kunci sebagai bahan uji penelitian. Dengan mengukur kemampuan pinooembnn mencegah terjadinya mutasi pada kultur sal hepatosit. Dari studi yang telah dilakukan, diperoleh beberapa konsep yang telat: dicapai hingga saat ini yang akan digunakan untuk memecahkan masalah penelitian. Pinocembrin memiliki aktivitas sitotoksik dengan uji bnne shrimp lethality test (Mulyadi, 1995). Pinocembrin juga menghambat EROD (Ethoxy Resorufin O-Diethylase), suatu enzym yang digunakan untuk menyatakan aktivasi karsinogenesis isoenzim P450 (M.H. Seiess, 1995). Hal ini menunjukkan bahwa pinocembrin memiliki kemungkinan sebagai anti mutagenik. Pinocembrin terbukti menghambat karsinogenesis benzo(a)pyrene pada sel embrio hamster (Y.L., Liu,1992). Hal ini juga menunjukkan bahwa pinocembrin memiliki kemungkinan sebagai anti mutagenik

    METABOLISME METABOLIT SEKUNDER TUMBUHAN OBAT INDONESIA PADA KULTUR SEL HEPATOSIT TIKUS TERISOLASI : PENELITIAN METABOLISME ETIL-PARAMETOKSI-SINAMAT (KOMPONEN UTAMA RlMPANG KENCURIKAEMPFERIA GALANG L) DAN PENGARUHNYA PADA GLUKONEOGENEIS DENGAN PREKURSOR NATRIUM PIRUVAT PADA KULTUR SUSPENSI SEL HEPATOSIT TIKUS TERJSOLASI

    Get PDF
    Pemanfaatan tumbuhan untuk pengobatan mencakup juga prospeknya sebagai sumber bahan baku obat, yaitu sesuai dengan kandungan komponen aktipnya yang terdapat dalam jumlah besar dan sesuai pula dengan efisiensi cara isolasinya. Rimpang Kencur ( Kaempferia galanga L.) telah diketahui mengandung Etil-parametoksi-sinamat (EPMS) yang mempunyai prospek untuk dikembangkan menjadi obat. Riset aspek fitokimia dan riset untuk mengetahui bioaktivitas dan toksisitas EPMS telah cukup banyak dilaporkan, namun riset aspek biofarmasinya belum dilaporkan, terutama mengenai metabolismenya. Riset metabolisme dalam pengembangan obat penting dalam mengumpulkan informasi perubahan yang dapat terjadi dalam sistem biologis dalam kaitanya dengan aspek bioaktivitas dan kemananannya. Riset metabolisme dalam tingkat pengetahuan dasar dapat dilakukan pada tingkat seluler sebagai awal percobaan dan data dasar I sebelum dilanjutkan pada tingkat molekuler dan tingkat in vivo. Dalam penelitian ini dilakukan percobaan metabolisme EPMS menggunakan sistem kultur suspensi sel hepatosit tikus terisolasi untuk mengetahui perubahan konsentrasi EPMS sebagai prekursor dan mengetahui bentuk perubahannya (metabolitnya) berdasarkan data analisis kromatografi lapis tipis densitometri terhadap fraksi media kultur. Analisis dilakukan pada setiap interval waktu tertentu dengan mengambil cuplikan sistem inkubasi (kultur) sejumlah tertentu kemudian dilakukan sentrifugasi untuk mendapatkan fraksi sejumlah tertentu kemudian dilakukan sentrifugasi untuk mendapatkan fraksi media. Analisis densitometri dibuat untuk pembuatan profil kromatogram, pembuatan spektra UV setiap komponen serta analisis kadar relatip EPMS dan metabolitnya berdasarkan luas puncak kromatogramnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama inkubasi EPMS sejumlah 100 ppm dalam sistem kultur suspensi selama 60 menit, terjadi penurunan konsentrasi relatip EPMS. Demikian juga selama inkubasi dapat terdeteksi adanya dua metabolit, yaitu Asam-parametoksi-sinamat (APMS) dan metabolit minor lain yang belurn teridentifikasi secara densitometri. Jumlah APMS yang terbentuk meningkat selama waktu inkubasi. Dua hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa EPMS paling sedikit termetabolisme menjadi bentuk asamnya berdasarkan reaksi sederhana, yaitu hidrolisis ikatan (gugus) esternya. Pada percobaan lanjutan terkait, yaitu metabolisme APMS dapat teramati bahwa dalam sistem inkubasi tersebut, tidak terjadi metabolisme APMS yang berari, yaitu berdasarkan jumlah AMPS selama inkubasi relatip tidak berubah dan tidak nampak adanya metabolit lain. Dalam penelitian diperoleh pula hasil percobaan melihat pengaruh EPMS terhadap glukoneogenesis dengan kesimpulan bahwa EPMS tidak memberikan pengaruh yang berarti pada biosintesis glukosa. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa EPMS termetabolisme dalam sistem kultur suspensi sel hepatosit tikus terisolasi, terhidrolisis rnenjadi APMS dan metabolit lain yang belum teridentifikasi. Dengan penelitian ini disarankan bahwa perlu dilakukan penelitian lanjutan, yaitu riset mengarah pada aspek kaitan metabilisme dalam bidang ikatan EPMS dengan serum dan reaksi konyugasi yang mungkin terjadi

    Influence of isoniazid on the metabolism of rifampicin on rat hepatocytes

    No full text
    Research on the influence of isoniazid on rifampicin metabolism using rat hepatocytes has been done. As the system metabolism, hepatocytes suspension was prepared by perfusion in the calcium binding media containing EDTA, citrate and glycine was used. In the experiment, combination of rifampicin and INH on various doses was incubated in those metabolism system at 30oC from 0 and up to 180 minutes duration. Then, analysis was done by thin layer chromathography and densitomeric method for each incubation intervals. Result calculated on the base of variation of rifampicin AUC-value beginning from 0 up to 180 minutes showed that isoniazid with concentration 5 µl, 10 µl, 15 µl, and 20 µl did not influence the metabolism of rifampicin (10 µl/ml) as showed by no significance changes of AUC value of rifampicin for α = 0.05

    Pengembangan dan Pemanfaatan Tanaman Obat Indonesia menjadi Produk Fitofarmaka dengan Teknologi Fitosom untuk Terapi Tuberculosis

    Get PDF
    Pengembangan dan pemanfaatan obat bahan alam Indonesia merupakan suatu rangkaian proses yang panjang secara bersama-sama mulai hulu sampai ke hilir dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang berkembang pesat saat ini. Center for Phytopharmaceutical Development (CPPD), suatu pusat studi pengembangan obat fitofarmaka dari tanaman obat Indonesia yang merupakan suatu pusat riset hasil dari Implementasi Program Hibah Kompetisi B (PHK-B) Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, bekerjasama dengan berbagai instansi terkait dan industry obat yang merupakan Mitra. (stakeholder) untuk pengembangan obat fitofarmaka dari hulu ke hilir berbasis teknologi. Dimulai dengan penelitian di tingkat akademisi, CPPD bersama-sama dengan Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga dan RSUD Dr. Soetomo serta Balai Besar Laboratorium Kesehatan Daerah, Surabaya, mengenai peningkatan potensi suatu obat berbal yang selama ini digunakan secara empiris menjadi suatu obat fitofarmaka yang telah terbukti kualitasnya sehingga dapat menjamin keamanan dan khasiat penggunaannya. Kemudian bersama-sama dengan Industri obat, PT. Indofarma melakukan scale-up sehingga potensi obat fitofarmaka ini dapat diproduksi dan digunakan dalam pelayanan kesehatan pada masyarakat Di samping itu untuk mencegah eksploitasi sumber daya alam Indonesia, bersama dengan BALITRO, Departemen Pertanian, melakukan pengembangan budidaya obat herbal yang terstandard yang nantinya dapat dijadikan suatu komoditi pertanian pilihan bagi masyarakat petani

    STUDI EFEK MUTAGENIK HASIL PEMANASAN MONOSODIUM GLUTAMAT DENGAN MENGGUNAKAN UJI UNSCHEDULED DNA SYNTHESIS

    No full text
    Penggunaan monosodium glutamat yang meluas pada masyarakat Indonesia khususnya. banyak menimbu1kan tanggapan yang simpang siur. Beberapa kelompok menyatakan bahwa penggunaannya sebagai penyedap rasa tidak berbahaya meskipun dikonsumsi tiap hari. Pemerintah sendiri me1a1ui PERMENKES No.722/MENKES/PER/IX/88 memperbo1ehkan penggunaannya dengan batasan secukupnya. Sedangkan kelompok lain mengatakan bahwa penggunaan monosodium glutamat setiap hari dapat menyebabkan kanker. Diantara kesimpang siuran pendapat tentang penggunaan monosodium glutamat ini, Sugimura dan Sato (2) pada tahun 1982 te1ah melaporkan adanya hasil pir~lisa dari monosodium glutamat yaitu Glu-P1 dan Glu-P2 yaitu suatu senyawa amin heterosiklik yang memiliki inti cincin imidazol. Senyawa ini masing-masing memiliki nama kimia 2-amino-6 metil-dipirido[l.2-a:3.2-d]imidazol dan 2aminodipirido(l,2-a:3,2-d]imidazo1. Senyawa amin heterosiklik ini dalam metabolismenya akan dirubah menjadi hidroksi1amin heterosiklik oleh enzim-enzim pada jaringan mamalia. Derivat N-hidroksi amino inilah yang akan berikatan kuat dengan DNA sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel

    Pengembangan produk obat herbal terstandar sebagai obat antimalaris dari ekstrak kulit batang cempedak (Artocarpus champeden Spreng)

    No full text
    Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang tersebar di seluruh dunia. Tingkat resistensi yang tinggi dari obat-obatan antimalaria yang ada sekarang ini terhadap Plasmodium falciparum mempersulit pemberantasan penyakit ini. Salah satu bahan alam yang potensial dikembangkan menjadi obat malaria adalah kulit batang cempedak (Artocarpus champeden Spreng), suku Moraceae. Ekstrak etanol 80% aktif menghambat sampai 80% pertumbuhan parasit malaria pada dosis 100 mg/kg BB mencit. Mengingat potensinya sebagai obat antimalaria, maka dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan ekstrak kulit batang cempedak ini sebagai produk obat malaria baru. Maka pada penelitian ini dikembangkan produk herbal terstandar dari ekstrak kulit batang cempedak. Pada penelitian ini, telah dilakukan ekstraksi kulit batang cempedak dengan pelarut etanol 80% dan diperoleh ekstrak kental dengan warna coklat kemerahan dan telah dilakukan standarisasi pada ekstrak cempedak tersebut. Sediaan kapsul ekstrak kulit batang cempedak telah diproduksi dengan metode granulasi basah. Sediaan mengandung 15 mg ekstrak kulit batang cempedak dalam 300 mg bobot granul per kapsul. Penetapan kadar ekstrak kulit batang cempedak dalam granul dengan metode KCKT Agilent 1100, kolom Lichrosphere 100 RP18 5 mikron, 4,6 x 250 mm, suhu kolom 30 o C, dengan fase gerak metanol-air (65:35 v/v), pada panjang gelombang 385 nm, menunjukkan bahwa kadar ekstrak cempedak dalam granul adalah 0,049 mg/ mg granul. Hasil uji aktivitas antimalaria in vivo menunjukkan bahwa granul cempedak pada dosis ganda 10 mg/kg BB dengan pemberian dua kali sehari selama empat hari dapat menghambat pertumbuhan P.berghei sebesar 68,79%. Pada uji toksisitas akut digunakan dosis yang tertinggi untuk bahan yang tergolong reletif tidak berbahaya yaitu 21 g/kg BB mencit dan diamati selama 7 hari. Hasil uji toksisitas akut menunjukkan bahwa tidak ada mencit yang mati sehingga granul cempedak termasuk dalam bahan yang relatif tidak berbahaya. Hasil uji toksisitas sub akut menunjukkan bahwa pemberian granul cempedak dengan dosis 10, 50, 100 mg/kg BB selama 14 hari tidak berpengaruh pada peningkatan kadar SGOT, SGPT, BUN dan kreatinin. Pada pemeriksaan perubahan histopatologi organ hati menunjukkan bahwa pemberian granul cempedak dengan dosis 100 mg/kg BB selama 14 hari dapat menyebabkan terjadinya degenerasi dan dengan dosis 10 mg/kg BB selama 14 hari menunjukkan adanya nekrosis pada hewan coba. Mengingat dosis terapi antimalaria hanya diberikan selama 4 hari (dosis ganda, 2x sehari) sehingga total pemberian adalah 2 mg granul cempedak, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian granul cempedak untuk terapi antimalaria relatif aman
    corecore