17 research outputs found

    Tracing the Earliest Settlements on Seram Island, as a Theoretical Framework for the Chronology of Human Occupation in the Maluku Archipelago

    Get PDF
    Pulau Seram merupakan pulau terbesar dalam kawasan Kepulauan Maluku bagian Selatan. Studi geologi juga secara umum menyimpulkan bahwa Seram merupakan salah satu pulau yang paling tua ditinjau dari usia geologi di Kepulauan Maluku. Tradisi lisan masyarakat asli Maluku mengenal Pulau Seram dengan sebutan ‘Nusa Ina’ atau ‘Pulau Ibu,’ serta diyakini sebagai lokasi legenda ‘Nunusaku’ atau asal-usul orang Maluku saat ini. Sejumlah riwayat penelitian yang pernah dilakukan oleh para ahli merekam berbagai data arkeologi yang tersebar di Pulau Seram sebagai bukti bekas hunian dan permukiman. Data arkeologi yang ditemukan di Pulau Seram cukup beragam yang berasal dari masa paleolitik, neolitik, hingga masa sejarah, menjadikan Pulau Seram sebagai lokasi yang memiliki data riwayat periodisasi hunian paling lengkap dan panjang. Informasi tradisi lisan juga laporan masyarakat relatif menjadi rujukan dalam penelusuran data arkeologi di lokasi yang  terindikasi sebagai hunian dan permukiman kuno. Penelitian ini mendeskripsikan jejak-jejak hunian dan permukiman paling awal di Pulau Seram serta Kepulauan Maluku bagian Selatan secara umum. Penelusuran data arkeologis dilakukan melalui observasi lapangan. Analisis penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif terhadap seluruh data arkeologis dan informasi tradisi lisan yang dikumpulkan dengan merujuk pada kajian referensi yang relevan. Penelitian ini membahas sejumlah riwayat penelusuran hunian dan permukiman pada masa prakolonial yang pernah diinisiasi selama ini, serta upaya penelusuran data arkeologis terbaru berdasarkan informasi tradisi lisan dan laporan masyarakat. Penelitian ini juga bertujuan untuk merangkum dan menelaah kembali sejumlah referensi termutakhir mengenai teori penghunian paling awal Kepulauan Maluku yang sejauh ini masih menjadi diskusi yang menarik, mengingat minimnya referensi data arkeologi serta uji kronologi absolut di wilayah ini. Penelitian ini menghasilkan rekonstruksi teori penghunian dan permukiman paling awal di Pulau Seram pada khususnya dan Kepulauan Maluku secara umum. Seram Island is the largest island in the Southern part of the Maluku Archipelago. Geological studies also generally conclude that Seram is one of the oldest islands in Maluku. The oral tradition of the indigenous people of Maluku knows Seram Island as 'Nusa Ina' or 'Mother Island.' Seram Island is the location of the legend of 'Nunusaku' or the origins of the Maluku People. Several historical studies by experts record various archaeological data scattered on Seram Island as evidence of early human dwellings and settlements. Archaeological data on Seram Island is quite varied from the Paleolithic Neolithic to historical periods. The data shows Seram Island as the most comprehensive location of periodization of human occupation. Information on oral traditions and community reports are relatively being a reference in tracing archaeological data in some areas indicated as ancient dwellings and settlements. This study describes the traces of the earliest dwellings and settlements on Seram Island and the Southern Maluku Islands in general. The archaeological data was collected through field observations. The analysis of this study used a qualitative descriptive method on all archaeological data and information on oral traditions collected by referring to relevant reference studies. This research discusses several references of early dwellings and settlements in the pre-colonial period that have been initiated so far and the latest archaeological data based on information on oral traditions and community reports. This study also aims to summarize and review a number of the most recent references to the theory of the earliest settlement of the Maluku Archipelago, which so far is still an interesting discussion, considering the lack of archaeological data references and absolute chronology tests in this region. This research delivers a reconstruction of the theory of the earliest dwellings and settlements on Seram Island and the Maluku Archipelago in general

    JEJAK KEDATANGAN UTUSAN MAJAPAHIT DI PULAU AMBON

    Get PDF
    Kakawin Nāgarakŗtāgama describes Majapahit's territory during its victorious day almost covering the current area of the Nusantara, including the Ambon Island in the region of the Maluku Islands. However, there are only small trace of physical evidence and literary data that can prove the existence of Majapahit influence in Ambon Island, or in other words, there is no absolute proof that can be accepted by academician. The people of Ambon Island who are illiterate have an oral tradition of telling the history. Ema village in Ambon Island has an oral tradition that tells the arrival of Majapahit. This study used oral tradition analysis method also by field observation to find related artefactual data and  supported by relevant literature review. Based on the results of oral tradition studies, it is known that the arrival of the delegates of Majapahit Kingdom in Ema Village is a real historical event occurred and supported by evidence of artefactual data found in the field. The results of this study became the first primary reference of historical events that occurred in the Ambon island after so long that the published literature earlier did not contain clear evidence of the interaction or the coming of the Majapahit Kingdom in Ambon Island. The result of this study is also sufficient to prove that Ambon Island is not the territory of Majapahit Kingdom

    Kejayaan Kesultanan Buton Abad Ke-17 & 18 Dalam Tinjauan Arkeologi Ekologi

    Full text link
    Buton Sultanate is a prosperous maritime sultanate in its heyday. Buton Sultanate land is not very fertile and does not produce a lot of commodities, but it is quite well known because of its location in the commercial lines, so that it becomes a stopover place for passing ships. This paper provides an overview of ecological archaeology towards the triumph case of Buton Sultanate in the 17th-18th century. The research method used in this paper is literature study and review of a theory through an observation of cultural ecology and environmental determinism. The results show that the ecological aspects affect the heyday of the Buton Sultanate. Buton Sultanate does not produce a lot of major commodities, but it is successfully adapt to environmental conditions and maximize the benefits derived from the ecological aspects by applying it to the structure of Sultanate society, a commercial network, and material culture. The profits are also applied to maintain its legitimacy in the great power of hegemony in the region. Success in 'conquering' the environment makes the Buton Sultanate victorious, even the identity of 'kebutonan' still embedded in Buton society until this day.Kesultanan Buton merupakan kesultanan bercorak maritim yang cukup besar pada masa jayanya. Daratan Kesultanan Buton tidak begitu subur dan tidak banyak menghasilkan komoditi namun cukup terkenal karena lokasinya terletak di jalur niaga, sehingga menjadi lokasi singgah bagi kapal-kapal yang melintas. Penelitian ini berisi tinjauan arkeologi ekologi terhadap kasus kejayaan kesultanan Buton abad ke-17-18. Metode penelitian menggunakan studi pustaka dan tinjauan teori melalui tinjauan model cultural ecology dan environmental determinism. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek-aspek ekologi berpengaruh terhadap kejayaan Kesultanan Buton. Kesultanan Buton tidak banyak menghasilkan komoditi utama, namun berhasil menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya dan sukses memaksimalkan keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari aspek ekologis. Dengan menerapkannya pada struktur masyarakat Kesultanan, jaringan perniagaan, budaya material, Kesultanan Buton mempertahankan legitimasi dalam hegemoni kekuatan besar di wilayahnya. Kesuksesan dalam ‘menaklukan' lingkungan menjadikan Kesultanan Buton berjaya, bahkan hingga saat ini identitas ‘kebutonan' masih melekat di dalam masyarakat Buton

    Simbolisme Kompleks Bangunan Situs Ki Buyut Trusmi Cirebon

    Get PDF
    Ki Buyut Trusmi Site is a burial site bounded by walls surrounding the complex site. In the complex area of the site, several buildings scattered in the barrier wall of the spatial division sites as many as 4 cemetery yard; West, East, Central, and North. The buildings are in the midst of hundreds of tombs in the complex area of the site. Based on the results of an overview of the physical form and position of the object of those buildings, it is understood that every buildings has its function and symbolic meaning. The position of the components of the building symbolically form a plan groove toward the main location of the most sanctified, the graves of Ki Gede Trusmi and Prince Trusmi in North yard site. Based on symbolic significance and hundred of tombs scattered in the area of the site, they are clearly show a blend of Islamic buildings affected by local culture which already existed, with the animism and Hindu-Buddhist. Those cultural blends form a pre-Islamic cultural treasures material which tangible on the architecture of the building full of symbolism outside the real Islamic law. Local culture become part of construction to the Islamization of local communities, Islam developed in the area Trusmi shows Islamic character integrative and accommodating to the local indigenous community. Situs Ki Buyut Trusmi merupakan situs pemakaman yang dibatasi oleh tembok keliling yang mengelilingi kompleks situs. Dalam area kompleks situs, berdiri sejumlah bangunan yang tersebar dalam sekat-sekat tembok pembagian halaman situs sebanyak 4 halaman, yaitu Halaman barat, Halaman timur, Halaman tengah, dan Halaman utara. Bangunan-bangunan tersebut berdiri ditengah-tengah ratusan makam di dalam area kompleks situs. Berdasarkan hasil tinjauan terhadap bentuk fisik dan keletakan dari objek bangunan-bangunan tersebut, diketahui memiliki fungsi dan makna simbolik tersendiri. Keletakan komponen-komponen bangunannya secara simbolis membentuk denah alur menuju lokasi utama yang paling disucikan, yaitu makam Ki Gede Trusmi dan Pangeran Trusmi di Halaman utara situs. Berdasarkan makna simbolik yang ditemukan, serta ratusan makam yang tersebar di dalam area situs tampak jelas menunjukkan percampuran antara bangunan Islam yang terbawa pengaruh budaya lokal yang sebelumnya telah ada, yaitu animisme dan Hindu-Budha. Percampuran tersebut membentuk khasanah budaya materi pra Islam berujud pada arsitektur bangunan yang sarat akan simbolisme di luar syariat Islam yang sesungguhnya. Budaya lokal menjadi bagian konstruksi ke Islaman masyarakat setempat, Islam yang berkembang pada khususnya di daerah Trusmi, Cirebon menunjukkan karakter Islam yang integratif dan akomodatif terhadap paham dan kepercayaan lokal masyarakat

    Babak Baru Jurnal Ilmiah Arkeologi Di Indonesia

    Full text link
    Indonesian archeological research institute has been more than a century, marked by the establishment of Oudheidkundige Dienst in 1913, now become Puslit Arkenas to supervise ten of Balai Arkeologi. So with this age, archeological research institute is required to make a real contribution to the nation based on the scientific publication. Scientific journal for decades using the paradigm of the printed journal, but now with many rules imposed by LIPI and Dikti are faced with a new paradigm, that is management of ejournal. The enactment of ejournal regulations positively impact on the dissemination of Indonesian scientific journals globally. Since 2016 counted ten media ejurnal developed by the Puslit Arkenas and Balai Arkeologi have been active online. The condition of Indonesian archaeology ejournals so far have not yet reached the ideal expectations as a level of national research institute, but based on the research result in this study shows that the Indonesian archaeology ejournals have a prospect to become International journal. The result of the study also reveals that there are still some obstacles either in technical or non technical. Puslit Arkenas and Balai Arkeologi are expected to run along to developing strategy towards national accreditation in the near and road to International journal in the long term. The highest contribution of national research institute to the nation is having the research published in scientific journals recognized by one of the two International indexer institutions of high repute, the Thomson Reuters / Web of Sciene and Scopus. Lembaga riset arkeologi Indonesia telah berusia lebih dari satu abad, sejak didirikannya Oudheidkundige Dienst oleh Pemerintah Kolonial di tahun 1913 hingga saat ini menjadi Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dengan membawahi sepuluh Balai Arkeologi. Maka dengan usia yang telah dewasa ini lembaga riset arkeologi dituntut untuk memberikan kontribusi nyata kepada bangsa sesuai marwah lembaga riset, yaitu publikasi ilmiah. Publikasi ilmiah dalam bentuk jurnal menjadi parameter kunci untuk menilai kinerja suatu lembaga riset. Jurnal ilmiah yang selama berpuluh tahun menggunakan paradigma jurnal tercetak kini dengan berbagai aturan yang diberlakukan oleh LIPI dan Dikti dihadapkan pada paradigma baru, yaitu pengelolaan jurnal elektronik. Pemberlakuan peraturan ejurnal berdampak positif terhadap diseminasi jurnal ilmiah arkeologi Indonesia secara global. Mulai tahun 2016 terhitung sepuluh media ejurnal yang dibangun oleh Puslit Arkenas dan Balai-Balai Arkeologi telah aktif secara daring. Kondisi ejurnal arkeologi Indonesia sejauh ini terbilang masih belum mencapai harapan ideal sebagai jurnal elektronik di kelas lembaga riset nasional, namun berdasarkan hasil kajian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa prospek ejurnal arkeologi Indonesia menuju jurnal Internasional cukup berpeluang. Namun hasil kajian penelitian ini juga mengungkapkan masih terdapat beberapa kendala baik secara teknis maupun non teknis. Puslit Arkenas dan Balai-Balai Arkeologi diharapkan dapat berjalan bersama dengan menyusun strategi pengembangan ejurnal menuju akreditasi nasional dalam waktu dekat dan menuju jurnal Internasional dalam jangka panjang. Kontribusi tertinggi lembaga riset nasional kepada bangsa adalah dengan memiliki hasil-hasil riset yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah yang diakui oleh salah satu dari dua lembaga pengindeks Internasional bereputasi tinggi, yaitu Thomson Reuters/Web of Sciene dan Scopus

    A Latest Discovery of Austronesian Rock Art in the North Peninsula of Buano Island, Maluku

    Get PDF
    Gambar cadas merupakan salah satu tradisi yang tertua dan paling banyak tersebar di penjuru dunia. Gambar cadas menjadi bagian dari data penting dalam mempelajari masa lalu, karena gambar cadas kemungkinan mengandung makna pada pemikiran simbolik manusia yang membuatnya. Gambar cadas di Indonesia merupakan budaya yang berlangsung berkesinambungan sejak periode awal gelombang migrasi manusia di Kepulauan Indonesia sekitar puluhan ribu tahun hingga kedatangan penutur budaya Austronesia yang membuka periode Neolitik sekitar ribuan tahun lalu. Gambar cadas di Kawasan Kepulauan Maluku Bagian Tengah pada khususnya secara umum dikenali berciri Tradisi Gambar Austronesia atau lebih dikenal dengan sebutan APT (Austronesian Painting Tradition). Penelitian ini melaporkan temuan baru gambar cadas di di Situs Tanjung Bintang, Pulau Pua, Pesisir Utara Pulau Buano. Penelitian ini menerapkan metode kualitatif dan analitis dalam mendeskripsikan objek motif gambar cadas berdasarkan kajian literatur terkait referensi-referensi yang merujuk pada kajian gambar cadas di Maluku. Penelitian ini mengenali bahwa gambar cadas di Situs Tanjung Bintang berciri Tradisi Gambar Austronesia. Kajian ini merupakan  yang pertama kali melaporkan keberadaan Situs Tanjung Bintang, gambar cadas di Pesisir Utara Pulau Buano, Kepulauan Maluku. Rock art is one of the oldest and most widespread traditions around the world. Rock art is part of essential data in studying the past because rock art has the potential to tell us something of the symbolic concerns of the people that created it. Rock art in Indonesia is a culture that has been ongoing since the early period of the wave of human migration in the Indonesian Archipelago for about tens of thousands of years until the arrival of the Austronesian speaker’s culture who opened the Neolithic period around thousands of years ago. Rock art in the Central Maluku Islands Region in particular, is generally recognized as characterized by the Austronesian Painting Tradition. This research reports new rock art findings at Tanjung Bintang Site, Pua Island, North Coast of Buano Island. This research applies qualitative and analytical methods in describing the object of rock art motifs based on a literature review related to references that refer to the study of rock art in Maluku. This research recognizes that the Tanjung Bintang Site is characterized by the Austronesian Painting Tradition. This study is the first record of the Tanjung Bintang Site rock art in the North Coast of Buano Island, Maluku

    Islamicization Strategies in Kao Ancient Village, North Halmahera

    Get PDF
    Situs permukiman Kampung kuno Kao terletak di pedalaman Halmahera Utara, berdiri di atas tanah yang relatif basah diapit oleh sungai Aer Kalak, Ake Ngoali, dan Ake Jodo dan dikelilingi oleh hutan sagu dan rawa. Kondisi permukiman di situs ini membuatnya memiliki keterbatasan ruang hunian, namun orang-orang yang menghuni Kampung kuno Kao bermukim di wilayah ini dalam jangka waktu yang relatif panjang, yaitu antara 100-200 tahun, dan bahkan tercatat dalam rekam sejarah bahwa wilayah Kao dahulu menjadi penyuplai makanan pokok Ternate. Penelitian ini bersifat deduktif, yaitu menyusun sebuah hipotesa yang kemudian diuji di lapangan. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi lapangan dan ekskavasi arkeologi. Ragam data arkeologi baik artefak maupun tradisi lisan yang diperoleh di lapangan kemudian dianalisa dengan merujuk pada sumber referensi yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Situs Kao merupakan permukiman yang cukup maju  dan memiliki peran cukup penting sebagai wilayah pusat Islamisasi di Halmahera. Orang-orang di Kampung kuno Kao tinggal dalam waktu lama di satu lokasi didukung oleh sumber air dan potensi tanah-tanah pertanian menjadikan wilayah Kao sebagai bagian dari jaringan perdagangan yang ramai. Kao menjadi bagian dari strategi dalam penyebaran Islam ke wilayah-wilayah pedalaman lainnya, juga daerah-daerah pesisir di Halmahera Utara.The Kao Ancient Village settlement site is located in the hinterland of North Halmahera, standing on relatively wet ground flanked by the river Aer Kalak, Ake Ngoali, and Ake Jodo and surrounded by sago and swamp forests. The settlement conditions on the site make it limited for residential space, but a community of Kao people settled in this area for a relatively long period of time between 100-200 years and even recorded in history that Kao region is the main food supplier for Ternate in the past. This research conducted surface surveys and limited excavations, then mapped the areas of artifactual findings, and identified patterns of spatial use by analyzing surface features and artifact scatters. Variety of archeological data both artifacts and oral traditions are then analyzed guided by relevant reference sources. The results show that Kao Site is an advanced settlement and has a significant role as the center of Islamicization in Halmahera. The Kao people settled for a long time in one location supported by water sources and the potential of farming lands making the Kao area a part of bustling trade networks. Kao became part of a strategy in spreading Islam to other inland areas, as well as coastal areas in North Halmahera

    Jejak Budaya Paleolitik Di Pulau Seram: Kajian Migrasi Manusia Awal Di Wilayah Indonesia Timur

    Full text link
    The province of Maluku is consists of number of islands (including Seram island) is served as of the areas in the eastern part of Indonesia that have a key role for study of life in the past. Geographically position as the bordered area between Australia and Irian island has played a strategic role as the routes for human and faunal migration. An indication for ancient human occupation in this areas has been shwoed by the presence of cultural remains of Palaeolithic tools. Palaeolithic culture (palaeo=ancient; lithic/lithos=stone) is stone tools used by Homo erectus from the Pleistocene period. The Palaeolithic cultural remains from Seram island is very limitedly known; and the results of archaeological researches by Puslit Arkenas (National Research Centre for Archaeology) in 2012 has been found of Palaeolithic tools on this areas. This fact proves that Seram island has interesting for migration routes of human ancient occupation and their culture in the eastern part of Indonesia. Study of palaeolithic culture used by comparative-exsplorative methods (contextual) and technologic overview. Provinsi Maluku yang terdiri beberapa kepulauan (salah satunya Pulau Seram) merupakan salah satu wilayah di Indonesia Timur yang mempunyai peranan penting dalam mengungkap sejarah kehidupan masa lalu. Secara geografis, posisi keletakannya yang sangat strategis di antara Pulau Irian dan benua Australia merupakan jalur lintasan migrasi bagi manusia dan fauna. Salah satu tujuan untuk mengetahui proses kedatangan awal manusia di wilayah ini adalah melalui tinggalan budayanya, yaitu alat-alat Paleolitik. Budaya Paleolitik (paleo = tua; litik/lithos = batu) adalah perkakas dari batu yang diduga digunakan oleh manusia awal (Homo erectus) sejak munculnya di muka bumi pada Kala Pleistosen. Tinggalan budaya Paleolitik di Pulau Seram selama ini sangat jarang sekali informasinya, namun hasil penelitian yang dilakukan oleh Puslit Arkenas pada tahun 2012 telah membuktikan adanya temuan alat-alat batu tua di wilayah ini. Bukti-bukti temuan ini menunjukkan bahwa Pulau Seram mempunyai peranan yang penting sebagai jalur migrasi manusia awal dan budayanya di wilayah Indonesia Timur. Kajian budaya paleolitik ini mempergunakan metode eksploratif-komparatif (kontekstual) dan pengamatan teknologis

    SITUS KAMPUNG TUA KAO: Identitas Asal Usul dan Jejak Peradaban Islam di Wilayah Pedalaman Halmahera Utara

    Get PDF
    Tanah Kao as part of Ternate’s Islamic rule is not mentioned in many historical literatures which is dominated by sources about Tobelo in relation to the history of Hibualamo and the Moro Kingdom. However, based on the people’s folklore, it is said that the identity of the origin of North Halmahera community  derives from Telaga Lina in Tanah Kao. Based on the folklore, this research was conducted in the Kampung Tua Kao (Old Settlement Site in Kao). This research reveals the identity of the people who inhabit the Kampung Tua Kao and the traces of Islamic civilization on Kampung Tua Kao by using literature study, field survey, and archaeological excavation. Based on the results of literature studies and previous research there are theories that explain the identity of the origin of the Kao people but entirely derived from Telaga Lina in the Tanah Kao. Based on archaeological survey and excavation in the Kampung Tua Kao, it was found a number of archaeological remains in the form of artifacts and features. The remaining artifacts were found in various fragments of earthenware and foreign ceramics, while the remaining features encountered including a number of ancient tombs, grave tombs, lutur, and mosque poles. Based on these data, this study proves the existence of the Muslim community who has lived and inhabited the Kampung Tua Kao in the past and there are various cultural interactions within the community. Abstrak: Hubungan Tanah Kao dengan kekuasaan Islam Ternate di Halmahera Utara tidak banyak disebutkan dalam berbagai literatur. Sebagian besar literatur menyebut tentang Tobelo dalam kaitannya dengan sejarah Hibualamo dan Kerajaan Moro. Namun, berdasarkan tradisi tutur masyarakat menyebutkan bahwa identitas asal-usul komunitas orang Halmahera Utara berasal dari Telaga Lina di Tanah Kao. Atas dasar tradisi tutur itulah yang menjadi dasar penelitian di Situs Kampung Tua Kao. Penelitian ini mengungkap penelusuran identitas komunitas yang mendiami situs Kampung Tua Kao pada masa lalu dan jejakjejak peradaban Islam di situs Kampung Tua Kao dengan menggunakan metode penelusuran kepustakaan, survei lapangan, dan ekskavasi arkeologi. Hasil penelitian ini mengungkapkan berdasarkan hasil penelusuran pustaka dan penelitian terdahulu terdapat sejumlah teori yang menjelaskan identitas asal-usul komunitas Kao. Namun, apabila dirunut ke belakang semuanya berasal dari Telaga Lina di Tanah Kao. Berdasarkan survei dan ekskavasi arkeologi di situs Kampung Tua Kao ditemukan sejumlah tinggalan arkeologis berupa artefak dan fitur. Tinggalan artefak yang ditemukan antara lain beragam fragmen gerabah dan keramik asing, sedangkan tinggalan fitur yang dijumpai antara lain sejumlah makam kuno, nisan makam, lutur, dan umpak-umpak masjid. Berdasarkan data-data tersebut, penelitian ini membuktikan keberadaan komunitas muslim pernah hidup dan mendiami situs Kampung Tua Kao di masa lalu dan terjadi berbagai interaksi budaya di dalam komunitas tersebut. Â

    Lingkungan dan Lansekap Situs Kampung Kuno Kao: Faktor Determinasi Permukiman dan Pusat Islamisasi di Halmahera Utara

    Get PDF
    Abstract. Kao Old Village Site, is a fairly developed settlement site during the early Islamization in the hinterland of North Halmahera. Environmental and landscape characteristics Watersheds, wetlands and agricultural lands are the reasons for the selection of past settlement sites, especially early in the development of Islam in the North Halmahera region. This study focuses on archaeological surveys to look at archeological data relationships both artefactual and features as well as the environment, which explains that the carrying capacity of the environment in the Old Kao Kampug Site is a factor determining the rapid progress of a region to live. The results showed that based on the distribution and density of archaeological remains, the Kao Old Village Site is a fairly dense settlement site, in addition to the environmental carrying capacity to be the source of production and economic resources, a factor that determines the development of the region as a residential area. Environmental data indicate the existence of a very advanced source of production and economic population, even part of the process of exchange and commerce with other outside areas in the chain of trade and network Islamization in the region of North Halmahera. In addition to landscape or landscape conditions, it is an environmental characteristic in the spatial distribution process, which shows the prevailing patterns and cultural systems of society, and this shows that the cultural traits of the community at that time were prosperous.Abstrak. Situs Kampung Tua Kao merupakan situs permukiman yang cukup berkembang pada masa awal Islamisasi di wilayah pedalaman Halmahera Utara. Karakteristik lingkungan dan lansekap Daerah Aliran Sungai, lahan basah, dan lahan pertanian merupakan alasan pemilihan lokasi permukiman penduduk pada masa lampau, terutama masa awal perkembangan Islam di wilayah Halmahera Utara. Kajian ini menitikberatkan pada survei arkeologi untuk melihat hubungan data arkeologi baik artefaktual maupun fitur serta lingkungan, yang menjelaskan bahwa daya dukung lingkungan di wilayah Situs Kampug Tua Kao merupakan faktor yang menentukan maju pesatnya suatu wilayah untuk bermukim. Hasil penelitian berdasarkan sebaran dan kepadatan temuan arkeologi menunjukkan Situs Kampung Tua Kao merupakan situs permukiman yang cukup padat. Selain itu, daya dukung lingkungan yang menjadi sumber produksi dan sumber ekonomi menjadi faktor yang sangat menentukan berkembangnya wilayah ini sebagai wilayah permukiman penduduk. Data lingkungan menunjukkan adanya sumber produksi dan ekonomi penduduk yang sangat maju, bahkan menjadi bagian dari proses pertukaran dan perniagaan dengan wilayah-wilayah lainnya dalam mata rantai perdagangan dan jaringan Islamisasi di wilayah Halmahera Utara. Kondisi bentang lahan atau lansekap yang merupakan karakteristik lingkungan dalam proses distribusi ruang menunjukkan pola dan sistem budaya masyarakat yang berlaku, dan hal ini menunjukkan ciri budaya masyarakat pada masa itu sudah sangat berkembang
    corecore