Cellulose-Modellverbindungen: Darstellung und Interaktion mit Boronsäuren

Selektive, effiziente und komplexe Modifizierungsschritte am Biopolymer Cellulose sind häufig nur nach Aktivierung oder einem gezielten Lösen vor der Umsetzung möglich. So werden bei industriellen Verfahren zur Hydroxyalkylierung und Carboxymethylierung von Zellstoff zur Gewinnung von wasserlöslichen Cellulosederivaten Borsäure und Borate als Aktivierungsreagenzien eingesetzt. Es existiert allerdings kein detailliertes Verständnis zum Aktivierungsprozess und den gebildeten Intermediaten. Ziel der Arbeit war es daher einen grundlegenden Beitrag zum Verständnis der Borsäureinteraktion mit Cellulose zu leisten. Dazu wurden auf der einen Seite sowohl reduzierende als auch nicht-reduzierende Cellulose-Modellverbindungen mit einem breiten Spektrum an durchschnittlichen Polymerisationsgraden dargestellt. Auf der anderen Seite untersuchte man die Wechselwirkung von Modellverbindungen mit Boronsäuren, die im Vergleich zu trivalenter Borsäure weniger zur Vernetzung der Celluloseketten neigen, um Hinweise auf mögliche Übergangsstrukturen am Polymergerüst zu bekommen. Eine Identifizierung von Intermediaten bzw. Boronat-Strukturen erfolgte einerseits mittels MALDI-TOF-Massenspektrometrie. Andererseits belegen selektive und mehrdimensionale NMR-Untersuchungen das Vorkommen verschiedener Ringssysteme an den Glucoseeinheiten der Cellulose-Modelle

Do relations individuate?

Peer Reviewedhttp://deepblue.lib.umich.edu/bitstream/2027.42/43375/1/11098_2004_Article_BF00398597.pd

A two-dimensional passage model of time for time travel

Peer Reviewedhttp://deepblue.lib.umich.edu/bitstream/2027.42/43379/1/11098_2004_Article_BF00398876.pd

BUDAYA MAHAR PERKAWINAN BAGI MASYARAKAT SORONG SELATAN

Penenelitian ini berjudul Budaya Mahar Perkawinan Bagi Masyarakat Sorong Selatan (Studi Deskriptif Kualitatif Budaya Mahar Perkawinan Bagi Masyarakat Sorong Selatan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembayaran mahar perkawinan yang terdapat dalam masyarakat Sorong Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Metode Penelitian Kualitatif dengan pendekatan deskriptif Kualitatif yaitu: peneliti menggambarkan, mendeskripsikan dan memaparkan tentang budaya mahar perkawinan yang tedapat pada masyarakat Sorong Selatan. Dengan indikator interaksi dari komunikasi verbal dan nonverbal yang digunakan dalam pembayaran mahar perkawinan, cara menjaga budaya mahar perkawinan agar menjadi identitas masyarakat Sorong Selatan, dan realitas strata sosial yang terjadi dalam pembayaran mahar perkawinan masyarakat Sorong Selatan. Teknik pengumpulan data yang diguanakan dalam penelitian ini melalui study kepustakaan, wawancara mendalam, Dokumentasi, dan Via telephone, Internet searching. Serta uji keabsahan data menggunakan Triangulasi Sumber dan Teori. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Pembayaran mahar perkawinan bagi masyarakat Sorong Selatan masih dilakukan hingga saat ini dan menjadi bagian penting dan wajib dilakukan dalam budaya perkawinan. Pembayaran mahar perkawinan masyarakat Sorong Selatan mengandung interaksi dari komunikasi verbal dan nonverbal yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada lawan bicara agar menyukseskan pembayaran mahar perkawinan, selain itu juga cara yang digunakan masyarakat agar menjaga budaya mahar perkawinan ini dengan memperkenalkan budaya mahar kepada generasi penerus mereka dan juga menyuruh anak-anak mereka untuk mencari pasangan hidup yang satu suku. Dalam pembayaran mahar perkawinan masyarakat Sorong Selatan terdapat perbedaan realitas strata sosial yang ditunjukan dengan perbedaan jumlah pembayaran mahar perkawinan. Kesimpulan penelitian, Budaya Mahar Perkawinan Bagi Masyarakat Sorong Selatan merupakan budaya atau tradisi yang sudah turun temurun dilakukan dan diwariskan oleh para pendahulu masyarakat Soroong Selatan. Akhirnya peneliti menyarankan agar masyarakat Sorong Selatan hendaknya menjaga budaya mahar perkawinan ini supaya terus dilakukan oleh generasi penerus mereka dan tidak hilang dizaman yang semakin modern ini agar budaya mahar perkawinan ini tetap menjadi salah satu identitas mereka

Factors of resilience in informal caregivers of people with dementia from integrative international data analysis

Background/Aims: Although caring for a person with dementia can be stressful, some caregivers appear to experience few negative consequences to their well-being. This study aimed to examine what proportion of caregivers demonstrates resilience under different challenging circumstances and to identify factors related to their resilience. Methods: Baseline data from 4 studies from the Netherlands and UK among informal caregivers of people with dementia were harmonized and integrated. Caregiver resilience was defined as high levels of psychological well-being despite different types of high caregiving demands. Multivariate regression analyses identified factors significantly related to caregiver resilience. Results: The integrated data set included 15 harmonized variables with data from 1,048 caregivers facing a high care demand. The prevalence of resilience varied between 35 and 43%, depending on the demand for high care. Being a male caregiver, caring for a female, living apart from your relative, and low caregiver burden were positively related to caregiver resilience. Conclusion: Caregivers have the capacity to demonstrate resilience despite significant challenges. This study demonstrates how harmonization of data from multiple existing studies can be used to increase power and explore the consistency of findings. This contributes to a better understanding of which factors are likely to facilitate caregiver resilience and offers insights for developing services

Escherichia coli bacteriuria in female adults is associated with the development of hypertension

AbstractObjectiveTo investigate whether Escherichia coli bacteriuria is associated with the development of hypertension during a long-term follow-up.MethodsA prospective cohort study was performed among the participants of two population-based studies. Between 1974 and 1986 all women aged 39 to 68 years old, who lived in Utrecht, the Netherlands, were invited to participate in a breast cancer screening program. The participants completed a questionnaire, underwent a medical examination, and collected a morning urine sample that remained stored. From 1993 to 1997 another population-based study was performed. We performed a full cohort analysis for 444 women who participated in both studies. E. coli bacteriuria was diagnosed by a real-time PCR. Hypertension was defined as the use of antihypertensive medication and/or a measured systolic blood pressure of at least 160 mmHg or a diastolic blood pressure of 95 mmHg or higher. The mean follow-up was 11.5±1.7 years.ResultsForty women (9%) had E. coli bacteriuria at baseline. Women who had bacteriuria at baseline had a mean blood pressure at study endpoint of 133±20 mmHg systolic and 78±11 mmHg diastolic, and women without bacteriuria had values of 129±20 and 78±11 mmHg, respectively (p-values for difference 0.33 and 0.88). Although E. coli bacteriuria was not associated with the blood pressure as a continuous variable, it was associated with the development of hypertension during follow-up (OR 2.8, 95% CI 1.4–5.5).ConclusionE. coli bacteriuria may increase the risk of future hypertension