Uji Coba Penggunaan Video Pembelajaran sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Menggambar Karikatur

Latar belakang penelitian yaitu membantu guru seni budaya SMAN 1 Prambon yang mengalami keterbatasan dalam hal menyampaikan materi tentang seni rupa murni terutama dalam materi menggambar karikatur. Tujuan pembelajaran yaitu untuk mengetahui kefektifan media video pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan menggambar karikatur siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi, angket, wawancara, dan penelitian dengan non tes. Teknik analisis data yang digunakan yaitu teknik analisa tes hasil belajar siswa, analisa hasil observasi dan respon siswa, penarikan kesimpulan berdasarkan permasalahan penelitian. Aktivitas guru tanpa menggunakan media video pembelajaran (pre-test) memperoleh prosentase 89%. Prosentase aktivitas guru pada saat menggunakan media video pembelajaran (post-test)  sebesar 90%. Aktivitas siswa tanpa media video pembelajaran (pre-test) memperoleh prosentase 67%. Sedangkan prosentase aktivitas siswa pada saat menggunakan video pembelajaran (post-test)  menjadi 92%. Rerata ketuntasan hasil belajar siswa dalam satu kelas adalah ≥ 70. Tanpa menggunakan media video pembelajaran rerata hasil belajar siswa yang diperoleh yaitu 60 (kriteria kurang). Setelah menggunakan media video pembelajaran rerata hasil belajar siswa menjadi 75 (kriteria tuntas). Kata Kunci: media, video, karikatur, hasil belajar.                                                                       The background of the research is to help the art and culture teachers of SMAN 1 Prambon who have problem to give materials of fine art, especially drawing caricature. The purpose of the research is to recognize the affectivity of video as the media in learning process, to increase the students’ ability in drawing caricature. The method applied in the research is observation method, questionnaire, interview and non-test research. The data technique analysis is analysis technique of students’ learning, observation result, students’ response and the conclusion based on research problems.  Teacher’s activity without video learning media (pre-test) got 89% prosentage and with video learning media (post-test) got 90%. The students’ activity without video learning media applied (pre-test) is 67 % and the activity of the students with video as learning media (post-test) is 92%. The completeness of learning of the students in the class is ≥ 70. The average of learning result without the video leaning media is 60 (less criteria) while applying the video learning media, the result is 75 (complete criteria). Keywords: media, video, caricatures, learning outcom

Kajian Penerapan Teknologi Produksi pada USAhatani Kopi Robusta di Lokasi Prima Tani Kabupaten Pasuruan

Assessment on Application of Technology in Farming Production of Robusta Coffee in PrimaTani Location in Pasuruan District. Coffee is main commodity in desa Tutur, Prima Tani location of kabupatenPasuruan, East Java. The low coffee productivity and high leaf rust severity are still coffee farming problems.Accordingly, on Prima Tani activity introduced a technology innovation formulated in an assessment. Theobjective of the assessment was to know the effect of recommended production technology towards leaf rustseverity and coffee productivity. Assessment was conducted since September 2007 till September 2008, usinga separate plot design with two treatments. The treatments assessed were recommended production technology(T1), and farmer's practices (T2). Each treatment was applied on Five farmer's Robusta coffee planting (2.5 haand 5-10 years age, 1,000 trees/ha) as a replicate, following 10 farmers participatory. Data of leaf rust severity,production and cost production were collected to be analyzed statistically and economically to identify thefarming profit. The result of the assessment showed that the recommended production technology decrease theleaf rust severity of 60%, increase the coffee productivity of 89,5%, and increase the farming profit of 120%.Key words: Production technology, coffee farming, leaf rust disease, productivityKopi adalah komoditas unggulan di lokasi Prima Tani Desa Tutur Kabupaten Pasuruan, Propinsi JawaTimur. Rendahnya produktivitas dan tingginya penyakit karat daun masih merupakan kendala pada budidaya kopi.Untuk itu pada kegiatan Prima Tani dilakukan introduksi inovasi teknologi dalam bentuk suatu pengkajian. Tujuanpengkajian adalah mengetahui kinerja teknologi produksi rekomendasi terhadap perkembangan penyakit karatdaun dan produktivitas tanaman kopi. Pengkajian dilaksanakan mulai September 2007 sampai dengan September2008, menggunakan rancangan petak terpisah, terdiri dari dua perlakuan yaitu: (1) penerapan teknologi produksisesuai rekomendasi (T1), dan (2) penerapan teknologi petani (T2). Masing-masing perlakuan diterapkan padalima kebun kopi Robusta (sebagai ulangan) seluas 2,5 ha, umur tanaman kopi 5-10 tahun, melibatkan 10 petanisecara partisipatif. Rata-rata populasi tanaman kopi 1.000 pohon/ha. Data yang dikumpulkan meliputi tingkatkerusakan tanaman oleh penyakit karat daun yang didasarkan pada skor kerusakan, produksi, dan biaya produksi.Data dianalisis secara statistik, dan ekonomis untuk mengetahui keuntungan USAhatani. Hasil kajian menujukkanbahwa kinerja teknologi produksi rekomendasi menurunkan tingkat kerusakan tanaman oleh penyakit karatdaun rata-rata 60%, serta meningkatkan produktivitas 89,5%, dan meningkatkan pendapatan USAhatani 120%

Penerapan Metode Six Sigma dan Perbaikan Kerja pada Pengendalian Kualitas Sepatu CV. Cir

CV. CIR adalah Perusahaan yang bergerak dalam produksi Sepatu. Kendala yang dihadapi oleh Perusahaan ini adalah Proses produksi yang dilakukan tiap harinya masih belum memenuhi standar, karena masih banyak ditemui variasi dalam proses produksi yang mengakibatkan produk repair dan rework. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan kualitas produk tersebut. Dalam hal ini metode yang digunakan yaitu dengan menggunakan metode six sigma sebagai alat perbaikan kualitasnya. Hasil pengumpulan data yang diperoleh menunjukkan rata-rata defect sebesar 1,7% setiap bulannya. Kemudian dari referensi data tersebut dilakukan analisa. Hasil analisa dengan Pareto Diagram diperoleh bahwa foxing bonding merupakan jenis cacat tertinggi dengan persentase sebesar 21,8%. Dan ada 4 unsur yang mempengaruhi jenis cacat tersebut yaitu: unsur man, machine, method dan material. Melalui analisa FMEA, didapatkan bahwa nilai Risk Priority Number (RPN) tertinggi yaitu 432. Penyebabnya operator kurang teliti dalam pengoperasian mesin. Nilai tersebut merupakan mode kegagalan paling kritis dan dijadikan sebagai prioritas utama sehingga perlu dilakukan perbaikan. Usulan perbaikan yang diajukan yaitu dengan memberikan pelatihan kepada Karyawan dan juga membuat standar operasi prosedur yang mudah dipahami oleh para karyawan. &nbsp

Single-Walled Carbon Nanotube–Metalloporphyrin Chemiresistive Gas Sensor Arrays for Volatile Organic Compounds

National Science Foundation (U.S.) (DMR-1410718)National Science Foundation (U.S.) (1122374)Massachusetts Institute of Technology. Institute for Soldier NanotechnologiesUnited States. Defense Advanced Research Projects Agency (W911NF-14-1-0087

Analisis Karakteristik Gelombang Dan Pasang Surut Pada Daerah Pantai Paal Kecamatan Likupang Timur Kabupaten Minahasa Utara

Pengelolaan wilayah pantai sangatlah penting dalam mempertahankan bentuknya dimana wilayah pantai berperan khusus dalam bidang rekreasi, pelabuhan, navigasi, dan lain sebagainya. Pantai Paal yang merupakan salah satu wilayah pantai yang berpotensi sebagai daerah wisata. Oleh sebab itu dalam pengembangan dan pengamanan daerah pesisir serta perlindungan penduduk maka perlu mengetahui karakteristik gelombang dan pasang surut yang terjadi di pantai tersebut. Dalam penelitian ini perlu dilakukan pendekatan teori dan analisis transformasi gelombang yang terjadi di kawasan pantai Paal. Peramalan gelombang dihitung dengan metode hindcasting gelombang berdasarkan data angin selama 10 tahun dari stasiun BMG Bitung untuk mendapatkan tinggi dan periode gelombang signifikan. Serta menentukan komponnen, tipe pasang surut, elevasi muka air laut yang terjadi Pantai Paal dengan Metode Admiralty dimana data pasang surut yang digunakan ialah data pengukuran yang dilakukakan selama 15 hari. Dari hasil perhitungan gelombang di perairan Bulo Rerer didominasi oleh gelombang arah Tenggara dengan gelombang maksimum terjadi pada bulan Juli 2006 dengan H = 1.230 m dan T = 4.698 det. Koefisien refraksi yang terjadi berkisar antara 0.997 sampai 1.446 dan koefisien shoaling yang terjadi berkisar pada 0.857 sampai 1.148. Tinggi gelombang yang didapat dari hasil perhitungan berkisar pada 1.051 sampai 1.220 m pada kedalaman 1 m sampai 25 m. memiliki pasang surut tipe Harian Ganda (semidiurnal) dengan elevasi muka air laut tinggi tertinggi (HHWL) terjadi sebesar 360 cm dan elevasi muka air laut rendah terendah (LLWL) terjadi sebesar 20 cm

Functional significance of the hepaCAM gene in bladder cancer

<p>Abstract</p> <p>Background</p> <p>The hepaCAM gene encodes a new immunoglobulin-like cell adhesion molecule, and its expression is suppressed in a variety of human cancers. Additionally, hepaCAM possesses properties often observed in tumor suppressor genes. However, the expression and biological function of hepaCAM has not been investigated in bladder cancer. Therefore we sought to examine hepaCAM expression and the relationship between its structure and function in human transitional cell carcinoma of bladder (TCCB).</p> <p>Materials and methods</p> <p>HepaCAM expression was evaluated in 28 normal and 34 TCCB bladder specimens and 2 TCCB cell lines using semi-quantitative RT-PCR. The wild-type hepaCAM and the extracellular domain-truncated mutant gene were transfected into the TCCB cell line T24, and the biological properties of both the wild-type gene and the domain-truncated mutant were then assessed.</p> <p>Results</p> <p>HepaCAM expression was down-regulated in 82% (28/34) of TCCB specimens and undetectable in the 2 TCCB cell lines tested. The localization of hepaCAM appeared to be dependent on cell density in T24 cells. In widely spread cells, hepaCAM accumulated on the perinuclear membrane and the cell surface protrusions, whereas in confluent cells, hepaCAM was predominantly localized at the sites of cell-cell contacts on the cell membrane. Functionally, hepaCAM expressed not only increased cell spreading, delayed cell detachment, enhanced wound healing and increased cell invasion; it also inhibited cell growth (P < 0.01). When the extracellular domain was deleted, the localization of hepaCAM was significantly altered, and it lost both its adhesive function and its influence on cell growth.</p> <p>Conclusions</p> <p>HepaCAM is involved in cell adhesion and growth control, and its expression is frequently silenced in TCCB. The extracellular domain of hepaCAM is essential to its physiological and biological functions.</p

Sistem Otomatisasi Pemberi Makan dan Pemantau Kondisi Kolam pada Budidaya Ikan Gurame Berbasis IoT

Pembudidayaan ikan merupakan salah satu bisnis yang menjanjikan, karena tingginya permintaan pasar pada perikanan. Ikan gurame merupakan ikan yang memiliki nilai jual yang tinggi selain itu ikan ini sangat disenangi oleh masyarakat karena rasanya yang lezat, diolah menjadi makanan apapun rasanya tetap enak. Namun minat untuk membudidayakan jenis ikan ini kurang karena kuatnya anggapan bahwa ikan gurame termasuk ikan yang pertumbuhannya lambat. Dalam budidaya ikan gurame permasalahan yang seringkali dihadapi oleh pemilik kolam yaitu dalam hal perawatan seperti memberi pakan ikan gurame secara teratur serta memantau suhu air dan pH air yang optimal untuk pertumbuhan ikan gurame. Dengan semakin berkembangnya teknologi, dapat dimanfaatkan dalam membantu perawatan ikan gurame dengan IoT, dimana pemilik kolam dapat mengatur pemberian makan manual dengan mengatur pada aplikasi mobile, mengetahui informasi suhu serta pH air pada kolam dan mengetahui kondisi pakan pada tempat pakan. Pada perangkat terdapat sensor untuk mendeteksi keadaan suhu serta pH air di kolam serta mendeteksi kondisi pakan pada tempat pakan dan mengirimkan datanya ke server dan dapat di lihat oleh user melalui aplikasi mobile.</p

Burying the 'refuse revolution': the rise of controlled tipping in Britain 1920-1960

The definitive, peer-reviewed and edited version of this article is published in Environment and Planning A, 42, 5, 1033-1048, 2010, 10.1068/a42120.This paper investigates the emergence of ‘controlled tipping’ as the dominant method of municipal waste disposal in Britain between 1920 and 1960. The triumph of controlled tipping, despite the availability of alternative disposal technologies, needs to be understood in the context of the contested meanings of ‘waste’ and ‘wasteland’, which helped to determine attitudes and approaches to disposal. Following the conclusion of the First World War there was an urgent requirement for a cheap means of disposing of increasing amounts of urban municipal waste. The obvious choice was tipping. Before the war, however, refuse tipping had been rejected as insanitary by the emerging waste disposal profession. Public cleansing professionals therefore had to recuperate tipping as a medically and environmentally benign mode of disposal that was reconcilable with the needs of sanitary science and landscape preservation. Controlled tipping, with its combined claims to scientific progress and the revalorization of refuse, enabled dumping to be successfully re-produced as the dominant mode of municipal refuse disposal in Britain. However, tipping faced further challenges after 1945 from changing popular understandings of the value of ‘derelict’ landscapes and from the politics of amenity. The ‘refuse revolution’ was a work in progress

A Trial of Early Antiretrovirals and Isoniazid Preventive Therapy in Africa

BACKGROUND: In sub-Saharan Africa, the burden of human immunodeficiency virus (HIV)-associated tuberculosis is high. We conducted a trial with a 2-by-2 factorial design to assess the benefits of early antiretroviral therapy (ART), 6-month isoniazid preventive therapy (IPT), or both among HIV-infected adults with high CD4+ cell counts in Ivory Coast. METHODS: We included participants who had HIV type 1 infection and a CD4+ count of less than 800 cells per cubic millimeter and who met no criteria for starting ART according to World Health Organization (WHO) guidelines. Participants were randomly assigned to one of four treatment groups: deferred ART (ART initiation according to WHO criteria), deferred ART plus IPT, early ART (immediate ART initiation), or early ART plus IPT. The primary end point was a composite of diseases included in the case definition of the acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), non-AIDS-defining cancer, non-AIDS-defining invasive bacterial disease, or death from any cause at 30 months. We used Cox proportional models to compare outcomes between the deferred-ART and early-ART strategies and between the IPT and no-IPT strategies. RESULTS: A total of 2056 patients (41% with a baseline CD4+ count of ≥500 cells per cubic millimeter) were followed for 4757 patient-years. A total of 204 primary end-point events were observed (3.8 events per 100 person-years; 95% confidence interval [CI], 3.3 to 4.4), including 68 in patients with a baseline CD4+ count of at least 500 cells per cubic millimeter (3.2 events per 100 person-years; 95% CI, 2.4 to 4.0). Tuberculosis and invasive bacterial diseases accounted for 42% and 27% of primary end-point events, respectively. The risk of death or severe HIV-related illness was lower with early ART than with deferred ART (adjusted hazard ratio, 0.56; 95% CI, 0.41 to 0.76; adjusted hazard ratio among patients with a baseline CD4+ count of ≥500 cells per cubic millimeter, 0.56; 95% CI, 0.33 to 0.94) and lower with IPT than with no IPT (adjusted hazard ratio, 0.65; 95% CI, 0.48 to 0.88; adjusted hazard ratio among patients with a baseline CD4+ count of ≥500 cells per cubic millimeter, 0.61; 95% CI, 0.36 to 1.01). The 30-month probability of grade 3 or 4 adverse events did not differ significantly among the strategies. CONCLUSIONS: In this African country, immediate ART and 6 months of IPT independently led to lower rates of severe illness than did deferred ART and no IPT, both overall and among patients with CD4+ counts of at least 500 cells per cubic millimeter. (Funded by the French National Agency for Research on AIDS and Viral Hepatitis; TEMPRANO ANRS 12136 ClinicalTrials.gov number, NCT00495651.)