511 research outputs found
Penerapan Model Pembelajaran Jig Saw Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Pkn Pada Siswa SMA Negeri 1 Gubug Kabupaten Grobogan
The focus in this study is whether the application of learning models jig saw can improve motivation and learning outcomes in the material Civics Political System in Indonesia . This study aimed to describe the increase in motivation and learning outcomes Civics at SMA Negeri 1 Gubug the academic year 2014 / 2015. The method used was classroom action research . The results showed that the application of learning models jig saw can improve: 1 ) motivation to learn from the average 73.52 % ( first cycle ) and 85.29 % ( second cycle ) ; 2 ) the learning outcomes of a mean of 77.50 ( first cycle ) and 82.82 ( second cycle )
Dampak Revolusi Budaya Terhadap Pendidikan Anak Dalam Perspektif Islam
Banyak Perubahan atau revolusi budaya yang menghebohkan dan dinilai oleh banyak pihak, telah melanggar norma kesusilaan atau norma-norma agama sebenarnya merupakan potret lain dari kondisi masyarakat kita atau diri kita yang sedang retak, sedang terjerumus dalam desakralisasi agama dan pengabaian komitmen edukasi, khususnya terhadap anak. Anak tidak ubahnya sebagai obyek yang secara terus menerus menjadi korban para produsen budaya yang berwatak rakus dalam mengejar keuntungan ekonomi dan populeritas
DAMPAK LIMBAH CAIR PABRIK TEKSTIL PT KENARIA TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI WINONG SEBAGAI IRIGASI PERTANIAN DI DESA PURWOSUMAN KECAMATAN SIDOHARJO KABUPATEN SRAGEN 2010
Air merupakan salah satu kebutuhan yang mutlak bagi kehidupan
manusia baik untuk kebutuhan domestik pertanian maupun industri. Air adalah
sumberdaya yang amat penting akan tetapi ketersediaan baik kualitas maupun
kuantitasnya terbatas, sehingga perlu di pikirkan kelestariannya. Air juga
merupakan sumberdaya alam yang memenuhi kebutuhan hidup orang banyak
sehingga perlu dilindungi agar tetap bermanfaat bagi kehidupan manusia serta
makhluk hidup lainnya
(
PP No. 20, Tahun1990
)
.
Penggunaan air di Indonesia meningkat sejalan dengan perkembangan
penduduk dan perkembangan usaha-usaha yang memerlukan air. Biasanya
peningkatan jumlah kebutuhan air disertai peningkatan jumlah pencemaran karena
sebagian air yang dibutuhkan dipakai untuk usaha buangan air berupa air kotor
(
tercemar
)
. Air dikatakan tercemar, bila pembebasan akan bahan buangan
(
kontaminan
)
sampai pada suatu tingkat keadaan tertentu dapat membahayakan
fungsi dari badan air tersebut
(
Slamet Ryadi, 1984: 10
)
Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan
mengakibatkan kondisi lingkungan hidup menjadi buruk sehingga akan
mempengaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta kehidupan
makhluk hidup lainnya. Dari penduduk dunia dewasa ini, hanya 30% yang
memperoleh air bersih, 70% sisanya tergantung pada sumur dan sumber air yang
sudah tercemar
(
Anonim, dalam Susanto, 2004:1
)
.
Pada dasarnya pencemaran lingkungan perairan telah terjadi bertahuntahun.
Namun kondisi tersebut belum menjadi persoalan yang serius, karena
tingkatnya dianggap belum membahayakan. Bahkan sebagian orang menganggap
hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari pembangunan. Namun dengan
semakin meningkatnya kebutuhan manusia akan air bersih menjadikan
pencemaran tersebut sebagai persoalan yang semakin serius dan memerlukan penanganan secara tepat dan cepat,karena ketersediaan sumberdaya alam
termasuk air jumlahnya terbatas dan tidak merata, baik dalamkualitas maupun
kuantitiasnya. Apabila pemanfaatan sumberdaya alam yang ada tidak seimbang
dengan ketersediaanya menyebabkan pencemaran lingkungan hidup. Pencemaran
lingkungan membawa dampak rusaknya struktur dan fungsi dasar sebagai
penunjang kehidupan
(
Hadi, 2001:1
)
Banyak pabrik yang didirikan di sekitar sumber air berkaitan dengan
pemanfaatan air dalam proses produksi. Di Indonesia masih banyak pabrik yang
membuang limbah baik yang sudah diolah atau belum, secara langsung atau tidak
langsung ke perairan. Limbah yang dibuang ke dalam lingkungan perairan inilah
yang menyebabkan pencemaran air atau perairan yang selanjutnya akan
menimbulkan banyak masalah yang berkenaan dengan kesehatan, pada
kenyataanya masyarakat Indonesia yang bermukim di sekitar sungai
memanfaatkan air tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Air dalam industri digunakan untuk proses produksi maupun sebagai
sarana pengangkut limbah yang dihasilkan. Menurut Walton
(
1970
)
dalam
(
Toni
Kurniawan 2004: 2
)
, bahwa penggunaan air dalam industri selama proses
produksi dapat sebagai pendingin, media pengolahan, pencuci, penguapan
maupun sanitasi. Pada pasca produksi air digunakan sebagai sarana pengangkut
sisa-sisa produksi atau disebut limbah.
Pencemaran sungai terjadi karena perubahan kualitas air sungai sebagai
akibat masuknya limbah secara berlebihan oleh berbagai kegiatan pada daerah
pengalirannya. Salah satu limbah yang dihasilkan oleh industri adalah logamlogam
yang
berbahaya
bila
mencemari
lingkungan
air
adalah
logam
berat.
Logam
berat yaitu logam yang mempunyai massa atom diatas 40 seperti besi
(
Fe
)
, nikel
(
Ni
)
, timbal
(
Pb
)
, seng
(
Zn
)
, tembaga
(
Cu
)
, cadmium
(
Cd
)
, air raksa
(
Hg
)
, dan
krom
(
Cr
)
. Kelarutan logam-logam tersebut dalam air limbah cukup besar, lebih
besar dibandingkan dengan kelarutan logam tersebut secara normal
(
Anonim,
dalam Susanto, 2004:3
)
Penyebab logam berat menjadi bahan pencemar yang berbahaya karena
logam berat tidak dapat dihancurkan
(
nondegradable
)
oleh organisme hidup dan terakumulasi ke lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan membantu
senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik secara absorbsi dan
kombinasi. Logam-logam berat tersebut akan menimbulkan masalah lingkungan
karena unsur-unsur itu tidak terurai selamanya
(
Syarifah, dalam Susanto, 2004:2
)
.
Air tercemar ditandai dengan adanya perubahan suhu air, pH, warna, bau
air dan rasa air, timbulnya endapan, koloidal dan bahan terlarut. Adanya
mikroorganisme, dan meningkatnya radioaktifitas lingkungan air
(
Wardhana,
2001:74
)
.lmbah yang dibuang ke sungai telah menimbulkan pencemaran air dan
mengganggu kehidupan akuatik. Pencemaran oleh limbah industri tekstil tersebut
tampak pada kondisi fisik disekitar air permukaan, berupa perubahan warna,
kekeruhan air, bau yang kurang sedap, rusaknya tanah pertanian serta menurunnya
hasil pertaniandi sekitar daerah aliran sungai.
Pencemaran oleh limbah industri tekstil yang berupa perubahan warna
dapat diamati dari warna merah kecoklatan, kelabu, dan biru kehitaman di
lingkungan air sungai. Perubahan warna tersebut berganti-ganti sesuai dengan
waktu pembuangan limbah. Selain perubahan warna juga terjadi kekeruhan pada
air sungai. Kekeruhan tersebut disebabkan limbah mnegandung endapan kelabu
sehingga membuat air menjadi tampak keruh. Kondisi fisik selanjutnya yang
dsitimbulkan dari limbah industri tekstil yaitu bau. Bau tercium menyengat pada
puncak musim kemarau. Hal tersebut terjadi karena air sungai sabagaian besar
mndapat aliran dari limbah. Dampak selanjutnya yaitu mengganggu kehidupan
organisme akuatik. Kehidupan akuatik semakin jarang ditemui di lingkungan
perairan. Hal ini ditandai dengan jarangnya komunitas ikan-ikan kecil maupn
organisme akuatik lainnya. Hal ini ditandai denggan jarangnya komunitas ikanikan
kecil
maupun
organism
akuatik
lainnya.
Dampak
yang
lain
yaitu
menurunnya
produksi
pertanian.
Penurunan
produksi
pertanian
disebabkan
oleh
penggunaan
air
sungai
yang
telah
tercemar
oleh
limbah
industri
tekstil.
Kualitas air sungai pada umumnya memenuhi syarat untuk irigasi
kecuali sungai-sungai yang telah melewati daerah industri dimana yang sering
terpolusi oleh limbah industri yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman.
Pemberian air irigasi dengan kualitas yang baik dapat memperbaiki tanah, karena kandungan kalsium dalam air dan keuntungan dari proses pencucian kelebihan
garam dalam tanah
(
Toni Kurniawan, 2004: 2
)
.
Di Desa Purwosuman terdapat beberapa industri tekstil antara lain PT.
BATI, PT. Kenaria, PT. Sabatek, PT. Sulismatek. Dari berbagai industri tersebut
yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah industri Tekstil PT. Kenaria.
Areal yang industri yang cukup luas dan berkapasitas produksi yang cukup besar
sehingga memerlukan kebutuhan air yang cukup besar pula untuk proses
produksinya. Buangan yang dihasilkan berupa limbah padat, cair dan gas. Hasil
buangan yang utama yaitu limbah cair. Hal tersebut disebabkan kegiatan produksi
menggunakan air cukup besar untuk air proses, air pendingin, air pemanas dan air
sanitasi.
Keberadaan industri tekstil PT. Kenaria membawa dampak positif dan
dampak negatif. Dampak positif yaitu tersedianya lapangan pekerjaan bagi
masyarakat sekitar sedang dampak negatifnya yaitu menimbulkan pencemaran air.
Limbah yang dibuang ke air permukaan
(
Sungai Winong
)
dapat mencemari dan
menurunkna kualitas air. Limbah yang dibuang ke air permukaan tersebut dalam
jumlah sedikit itdak akan mengganggu lingkungan. Hal tersebut disebabkan oleh
kemampuan air sungai menetralisir limbah dalam jumlah sedikit. Limbah yang
berkualitas banyak dan kontinyu dapat mengakibatkan menurunnya kualitas
lingkungan, karena keterbatasan kemampuan air sungai untuk memperbaiki
sendiri/self purification.
Industri tekstil PT. Kenaria telah membuang limbahnya ke Sungai
Winong yang berada di belakang pabrik. Limbah industri tekstil tersebut sebelum
di buang ke Sungai Winong diolah dahulu di instalasi pengolahan air limbah
(
IPAL
)
kemudian disalurkan melalui saluran semi permanen menuju ke kolam
pengendapan setelah proses tersebut air limbah di buang ke Sungai Winong.
Sungai Winong yang telah tercemar limbah industri tekstil PT Kenaria
merupakan salah satu anak Bengawan Solo yang melintasi Desa Purwosuman.
Sungai Winong menurut kontinuitas alirannya termasuk jenis sungai perennial
yaitu sungai yang selalu mengalirkan air pada musim penghujan maupun musim
kemarau dengan debit yang lebih tinggi pada musim penghujan, sungai ini mempunyai penampang yang relatif sempit dan debit air yang kecil, sehingga
meskipun Sungai Winong secara alami mempunyai daya purifikasi
(
Self
purification
)
namun daya tersebut dapat menurun atau bahkan hilang apabila
limbah industri yang masuk terlampau banyak dan belum diolah secara baik.
Dengan masuknya air limbah industri tersebut membuat kualitas air
sungai mengalami penurunan. Hal ini ditandai dengan berubahnya warna fisik air
sungai menjadi keruh, terdapat kotoran yang mengambang dan adanya lapisan
minyak di permukaan air sungai Winong itu, padahal sungai tersebut telah
dimanfaatkan penduduk untuk air irigasi pertanian di Desa Purwosuman. Dengan
kondisi sungai tersebut menimbulkan gangguan-gangguan pada tanaman pertanian
berupa pertumbuhan yang terhambat dan berdaun sempit dan ada beberapa yang
gagal panen
A Study of Reconnection Poleward of the Cusp: Cluster and Polar
Asymmetries in plasma density and the presence of a guide field significantly alter the structure of the ion diffusion region (IDR) in symmetric, collisionless reconnection. These features have been shown by numerical simulations under moderate density asymmetries (~10), and theoretical analyses. However, very few studies have addressed these issues with in-situ observations, particularly at high magnetic latitudes. By the structure of the IDR we refer to features such as the non-colocation of the X-line and stagnation line, the distortion of the Hall magnetic and electric fields, outflow speed, outflow density etc. We have compiled a collection of Cluster crossings of the high-latitude magnetopause poleward of the cusp under northward interplanetary magnetic field in the years 2001−2008. We identified 18 events that fulfilled the criteria that was used as plausible evidence for an IDR crossing. A wide range of guide fields (6 to 74%) and very high density asymmetries (over three orders of magnitude) were present in this event list. The total DC electric field ranged from 10 mV/m-72 mV/m. We compared theoretical predictions for ion outflow speed and density against measured values for events with least magnetic shear and found good agreement. Peak values of both measured quantities agreed better than the average values. The separation between the X and S-lines were measured for two events. The separation was in the order of ~2 ion inertial lengths.
We presented a detailed analysis of a current sheet crossing hallmarked by a density asymmetry of 2 orders of magnitude (~140) [Muzamil et al., 2014, JGR]. This event was measured by the Polar spacecraft, also at high latitudes poleward of the cusp. Data agreed well with simulation results, especially the observation of density cavities together with isolated electric fields in the normal direction at both separatrices. This has not been observed in previous observational studies. Effect of the guide field on both sides of the X-line was examined using two events with jet reversals and similar guide fields. A sunward-tailward asymmetry in the Hall magnetic field structure was observed due to the guide field in the two outflow regions. The Hall field was weakened and changed polarity in the vicinity of the X-line due to an electron velocity shear layer. Using three other crossings with high guide fields, we measured a 40-60% enhancement in the Hall magnetic field showing consistency with simulations. We then presented a case study of large episodic magnetic field depressions in the magnetosheath boundary layer region near the magnetic separatrix. We identified specific characteristics and compared them to possible generating mechanisms. The most plausible one was kinetic Alfvén waves. Thus, we have provided observational evidence for the structure of the IDR in poleward of the cusp under several different asymmetric conditions and guide fields
Upregulated TRPC3 and Downregulated TRPC1 Channel Expression during Hypertension is Associated with Increased Vascular Contractility in Rat
Transient receptor potential (TRP) C1 and C3 (TRPC1 and TRPC3) are expressed in vascular smooth muscle cells and are thought to be involved in vascular contractility. In the present study, we determined the effect of systemic hypertension on TRPC1/TRPC3 channel expression and vascular contractility in rat carotid artery (CA). CA were studied from male spontaneously hypertensive rats (SHR), Wistar-Kyoto (WKY), and Long Evans (LE) rats. TRPC1/3 expression was determined by RT-PCR and Western blot. TRP channel function was evaluated by whole-cell patch clamp, using UTP (60 μM) to stimulate TRPC1/3 channels. Contractions of endothelium-denuded CA segments to UTP (1–300 μM) and phenylephrine (Phe; 0.1 nM–10 μM) were measured in an isometric tension bath. TRPC1 and TRPC3 mRNA was present in CA of both WKY and SHR. Western blot demonstrated 3.1 ± 1.2 times greater TRPC3 expression and 0.5 ± 0.2 times TRPC1 in SHR versus WKY CA. Isolated CA showed potentiated contraction to UTP in the SHR versus WKY. Activation of voltage-dependent Ca2+ channels (VDCC) in UTP-mediated constriction only occurred in SHR CA. Contraction to Phe was unaltered between WKY and SHR CA and involved equal significant VDCC activation in both groups. Patch clamp demonstrated that the UTP-stimulated current (Iutp) was greater in SHR compared to the normotensive WKY and LE rats with peak Iutp (at −110 mV) of −63 ± 24 pA compared to −25 ± 4 pA, respectively. We demonstrate that UTP-mediated but not Phe-mediated constrictions are potentiated in the CA during hypertension. Expression of TRPC1 is decreased whereas TRPC3 is increased in SHR CA. Interestingly, VDCC activation only contributes to UTP-mediated contraction of SHR CAs whereas it contributes substantially and equally in Phe-mediated contraction. We speculate that the alteration of TRPC channel expression in hypertension leads to greater smooth muscle depolarization, VDCC activation, and vascular contractility in the UTP (but not Phe) signaling pathway
Side effect profile of hepatitis C treatment with peginterferon alpha-2b and ribavarin
Background: The major types of side effects include fatigue, influenza-like symptoms, gastrointestinal disturbances, neuropsychiatric symptoms and hematologic abnormalities. These side effects may be treatment limiting and require dose reduction or drug discontinuation objectives of the study was to assess the side effect profile of hepatitis C treatment (peginterferon alpha-2b and ribavarin) in Kashmiri patients attending the Department of Gastroenterology skims.Methods: In this study, all consecutive patients of hepatitis C infection on peginterfron and ribavarin treatment were enrolled after written consent. The patients underwent intervention treatment taking pegylated interferon α-2b (Viraferon, Schering Plough Corp., Kenilworth, NJ) and ribavirin in accordance with the standard protocol. Patients were monitored through weekly referrals while taking the medications. A detailed history was taken and complete physical examination done each time the patient presented to the hospital necessary blood sampling was taken.Results: During the study period of 2 years,105 Patients were enrolled 55 (52.4%) were males with a male:female ratio of 1.1:1.0. and mean age 37.6 years with a range of 13-75 years 7 patients (6.6) had a history of needle pricks, 4 patients (2.2%) of sharing same razors at barber’s shop. 4 (3.8%) patients of drug abuse; out of which 3 (2.8%) were intravenous drug abusers, Anemia occurred in 17 (16.2%) patients with requirement of dose modification w in 11 (10.4%) patients and dose stoppage in 1 (0.95%) patient in whom Hb dropped to less than 7, thrombocytopenia occurred in 27 (25.7%) patients with requirement of dose modification in 13 (12.3%) patients and dose stoppage in 1 (0.95%) patients due to platelet count decreasing to less than 30,000. Neutropenia as defined by ANC less than 1500 occurred in 22 (20.9%) patients.Conclusions: Dose modification was required in 48 (45.7%) patients, 30 (28.5%) patients required dose modifications due to labortory abnormalities and 18 (17.1%) due to other side effects. In 8 (7.6%) patients dose was discontinued due to adverse events (including psychosis in 1, severe flu like symptoms in 3, dermatitis in 1, depression in 3)
Association of lipoprotein lipase gene with coronary heart disease in Sudanese population
AbstractCardiovascular disease is stabilizing in high-income countries and has continued to rise in low-to-middle-income countries. Association of lipid profile with lipoprotein lipase gene was studied in case and control subject. The family history, hypertension, diabetes mellitus, smoking and alcohol consumption were the most risk factors for early-onset of coronary heart disease (CHD). Sudanese patients had significantly (P<0.05) lower TC and LDL-C levels compared to controls. Allele frequency of LPL D9N, N291S and S447X carrier genotype was 4.2%, 30.7% and 7.1%, respectively. We conclude that lipoprotein lipase polymorphism was not associated with the incidence of CHD in Sudan
Recommended from our members
Prevalence of glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency (G6PDd) CareStart qualitative rapid diagnostic test performance, and genetic variants in two malaria-endemic areas in Sudan
Glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency (G6PDd) is the most common enzymopathy globally, and deficient individuals may experience severe hemolysis following treatment with 8-aminoquinolines. With increasing evidence of Plasmodium vivax infections throughout sub-Saharan Africa, there is a pressing need for population-level data at on the prevalence of G6PDd. Such evidence-based data will guide the expansion of primaquine and potentially tafenoquine for radical cure of P. vivax infections. This study aimed to quantify G6PDd prevalence in two geographically distinct areas in Sudan, and evaluating the performance of a qualitative CareStart rapid diagnostic test as a point-of-care test. Blood samples were analyzed from 491 unrelated healthy persons in two malaria-endemic sites in eastern and central Sudan. A pre-structured questionnaire was used which included demographic data, risk factors and treatment history. G6PD levels were measured using spectrophotometry (SPINREACT) and first-generation qualitative CareStart rapid tests. G6PD variants (202 G\u3eA; 376 A\u3eG) were determined by PCR/RFLP, with a subset confirmed by Sanger sequencing. The prevalence of G6PDd by spectrophotometry was 5.5% (27/491; at 30% of adjusted male median, AMM); 27.3% (134/491; at 70% of AMM); and 13.1% (64/490) by qualitative CareStart rapid diagnostic test. The first-generation CareStart rapid diagnostic test had an overall sensitivity of 81.5% (95%CI: 61.9 to 93.7) and negative predictive value of 98.8% (97.3 to 99.6). All persons genotyped across both study sites were wild type for the G6PD G202 variant. For G6PD A376G all participants in New Halfa had wild type AA (100%), while in Khartoum the AA polymorphism was found in 90.7%; AG in 2.5%; and GG in 6.8%. Phenotypic G6PD B was detected in 100% of tested participants in New Halfa while in Khartoum, the phenotypes observed were B (96.2%), A (2.8%), and AB (1%). The African A- phenotype was not detected in this study population. Overall, G6PDd prevalence in Sudan is low-to-moderate but highly heterogeneous. Point-of-care testing with the qualitative CareStart rapid diagnostic test demonstrated moderate performance with moderate sensitivity and specificity but high negative predicative value. The two sites harbored primarily the African B phenotype. A country-wide survey is recommended to understand GP6PD deficiencies more comprehensively in Sudan
- …