260 research outputs found
The Learning Theories Profile: A metacognitive tool for reflecting on professional practice
The Learning Theories Profile (LTP) supports professionals to locate various learning theories within four epistemological quadrants of the Matrix of Perspectives. Professionals can use this tool to identify some of the theories they hold and to reflect on the alignment between their espoused theories and theories-in-use. Forty-four Resource Teachers used the LTP and demonstrated that they were guided by a range of theories, most commonly interactive theories. A strong relationship was observed between espoused and in-use theories. Participants’ responses indicated the positive value of the LTP for supporting professionals to analyse and optimise interaction occurring in complex contexts of practice
Hydrophobic Polycationic Coatings Disinfect Poliovirus and Rotavirus Solutions
Coating surfaces with N-alkylated polyethylenimines (PEIs), namely branched N,N-hexyl,methyl-PEI via covalent attachment to glass or linear N,N-dodecyl,methyl-PEI by physical deposition (“painting”) onto polyethylene, enables the resultant materials to quickly and efficiently disinfect aqueous solutions of (non-enveloped) poliovirus and rotavirus.United States. Army Research Office. (Grant Number DAAD-19-02-D0002)Tata Chemicals Limite
KAJIAN KEBIJAKAN PENILAIAN KINERJA HAK PENGUSAHAAN HUTAN
Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi kriteria kinerja HPH yang dituangkan dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan (Ditjen PH) No. 573 tahun 1989. Metode Analitic Hierarchy Process (AHP) dlgunakan dalam kajian ini. Pengumpulan data lapangan dilakukan di Propinsi Riau pada lnstansi Kehutanan Daerah (IKD), dan Lima perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan penilaian alas bobot tiga elemen pokok yaitu pelestarian, pemanfaatan hutan, dan sosial serta tenaga kerja antara Ditjen PH, IKD dan pengusaha HPH walaupun ketiganya memandang penting elemen pelestarian, akan tetapi Ditjen PH memberi bobot yang lebih tinggi terhadap elemen tersebut dari pada IKD dan Pengusaha HPH. Sebaliknya, pengusaha HPH memberi bobot yang lebih tinggi pada elemen pemanfaatan hutan serta tenaga kerja dan sosial.
Pada elemen pelestarian, IKD dan pengusaha HPH memberi bobot yang lebih tinggi pada sub-elemen pengelolaan daripada sub-elemen pembinaan dan pelindungan hutan dibandingkan dengan ditjen PH. Dalam elemen pemanfaatan hutan IKD dan pengusaha HPH secara konsisten memberikan nilai yang tinggi pada sub-elemen produksi. Adanya perbedaan penilaian tersebut menunjukkan perlunya penyempurnaan kriteria dan penilaian kinerja yang dikeluarkan oleh ditjen PH, baik dalam hal pemilihan elemen maupun dalam penentuan bobot nilai setiap elemen dan sub-elemen
NILAI EKONOMI KAYU DARI HUTAN RAKYAT DI SUKABUMI JAWA BARAT
Pemanfaatan kayu rakyat oleh Industri pengolahan kayu di Sukabumi adalah untuk peti kemas, palet, mebel, gulungan kabel serta bahan bangunan. Kebutuhan bahan per bulan untuk semua produk adalah 1.313,7 m3. Jenis kayu yang digunakan adalali 70% sengon (Paraserianthes falcataria), 30% kayu rakyat lainnya. Pemanfaatan terbesar adalah untuk memproduksi peti kemas (43%). Rata-rata rendemen adalah 67,2%.
Nilai tamban untuk setiap m3 bahan baku adalah sebesar Rp 58.231,- setara dengan 83,2% dari harga bahan baku. Tambahan biaya pengolahan adalah sebesar Rp 197.611,- per m3 bahan baku. Tambahan laba industri pengolahan kayu rakyat adalah sebesar Rp 162.050,- per m3 bahan baku.
Tambahan biaya pengolahan bagi pedagang kayu adalah Rp 6.038.400,- per bulan atau Rp. 46.737,62 per m3. Dengan total volume penjualan 129,2 m3 usaha perdagangan kayu memberikan tambahan keuntungan sebesar Rp 3.063.500,- atau Rp 23.711,30 per m3. Secara keseluruhan pemanfaatan kayu rakyat bagi industri dan pedagang kayu dapat memberikan tambahan keuntungan yang cukup tinggi sebesar Rp 185.761,30 per m3. Dengan potensi hutan rakyat yang cukup besar di wilayah Sukabumi masih dimungkinkan untuk meningkatkan nilai tambah pemanfaatan kayu rakyat melalui usaha penganekaragaman jenis produk
Development and validation of the characteristics of resilience in sports teams inventory
This multi-study paper reports the development and initial validation of an inventory for the Characteristics of Resilience in Sports Teams (CREST). In four related studies, 1225 athletes from Belgium and the United Kingdom were sampled. The first study provided content validity for an initial item set. The second study explored the factor structure of the CREST, yielding initial evidence but no conclusive results. In contrast, the third and fourth study provided evidence for a two-factor measure, reflecting (a) the team’s ability to display resilient characteristics and (b) the vulnerabilities being displayed under pressure. Overall, the CREST was shown to be reliable at the between-players and the between-teams level, as well as over time. Moreover, its concurrent validity was verified by linking the characteristics of team resilience with various relevant team processes. Its discriminant validity was established by comparing the CREST measures with individual athletes’ resilient traits. In conclusion, the CREST was argued to be a usable state-like measure of team-level resilient characteristics and vulnerabilities. To gain further understanding of team resilience as a process, this measurement could be used in future process-oriented research examining adverse events and sports team’s pre- and post-adversity functioning
Introducing a new method for classifying skull shape abnormalities related to craniosynostosis
We present a novel technique for classification of skull deformities due to most common craniosynostosis. We included 5 children of every group of the common craniosynostoses (scaphocephaly, brachycephaly, trigonocephaly, and right- and left-sided anterior plagiocephaly) and additionally 5 controls. Our outline-based classification method is described, using the software programs OsiriX, MeVisLab, and Matlab. These programs were used to identify chosen landmarks (porion and exocanthion), create a base plane and a plane at 4 cm, segment outlines, and plot resulting graphs. We measured repeatability and reproducibility, and mean curves of groups were analyzed. All raters achieved excellent intraclass correlation scores (0.994–1.000) and interclass correlation scores (0.989–1.000) for identifying the external landmarks. Controls, scaphocephaly, trigonocephaly, and brachycephaly all have the peak of the forehead in the middle of the curve (180°). In contrary, in anterior plagiocephaly, the peak is shifted (to the left of graph in right-sided and vice versa). Additionally, controls, scaphocephaly, and trigonocephaly have a high peak of the forehead; scaphocephaly has the lowest troughs; in brachycephaly, the width/frontal peak ratio has the highest valu
Kajian Kebijakan Penilaian Kinerja Hak Pengusahaan Hutan
Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi kriteria kinerja HPH yang dituangkan dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan (Ditjen PH) No. 573 tahun 1989. Metode Analitic Hierarchy Process (AHP) dlgunakan dalam kajian ini. Pengumpulan data lapangan dilakukan di Propinsi Riau pada lnstansi Kehutanan Daerah (IKD), dan Lima Perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH).Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan penilaian alas bobot tiga elemen pokok yaitu pelestarian, pemanfaatan hutan, dan sosial serta tenaga kerja antara Ditjen PH, IKD dan pengusaha HPH walaupun ketiganya memandang penting elemen pelestarian, akan tetapi Ditjen PH memberi bobot yang lebih tinggi terhadap elemen tersebut dari pada IKD dan Pengusaha HPH. Sebaliknya, pengusaha HPH memberi bobot yang lebih tinggi pada elemen pemanfaatan hutan serta tenaga kerja dan sosial.Pada elemen pelestarian, IKD dan pengusaha HPH memberi bobot yang lebih tinggi pada sub-elemen pengelolaan daripada sub-elemen pembinaan dan pelindungan hutan dibandingkan dengan ditjen PH. Dalam elemen pemanfaatan hutan IKD dan pengusaha HPH secara konsisten memberikan nilai yang tinggi pada sub-elemen produksi. Adanya perbedaan penilaian tersebut menunjukkan perlunya penyempurnaan kriteria dan penilaian kinerja yang dikeluarkan oleh ditjen PH, baik dalam hal pemilihan elemen maupun dalam penentuan bobot nilai setiap elemen dan sub-elemen
Nilai Ekonomi Kayu dari Hutan Rakyat di Sukabumi Jawa Barat
Pemanfaatan kayu rakyat oleh Industri pengolahan kayu di Sukabumi adalah untuk peti kemas, palet, mebel, gulungan kabel serta bahan bangunan. Kebutuhan bahan per bulan untuk semua produk adalah 1.313,7 m3. Jenis kayu yang digunakan adalali 70% sengon (Paraserianthes falcataria), 30% kayu rakyat lainnya. Pemanfaatan terbesar adalah untuk memproduksi peti kemas (43%). Rata-rata rendemen adalah 67,2%.Nilai tamban untuk setiap m3 bahan baku adalah sebesar Rp 58.231,- setara dengan 83,2% dari harga bahan baku. Tambahan biaya pengolahan adalah sebesar Rp 197.611,- per m3 bahan baku. Tambahan laba industri pengolahan kayu rakyat adalah sebesar Rp 162.050,- per m3 bahan baku.Tambahan biaya pengolahan bagi pedagang kayu adalah Rp 6.038.400,- per bulan atau Rp. 46.737,62 per m3. Dengan total volume penjualan 129,2 m3 USAha perdagangan kayu memberikan tambahan keuntungan sebesar Rp 3.063.500,- atau Rp 23.711,30 per m3. Secara keseluruhan pemanfaatan kayu rakyat bagi industri dan pedagang kayu dapat memberikan tambahan keuntungan yang cukup tinggi sebesar Rp 185.761,30 per m3. Dengan potensi hutan rakyat yang cukup besar di wilayah Sukabumi masih dimungkinkan untuk meningkatkan nilai tambah pemanfaatan kayu rakyat melalui USAha penganekaragaman jenis produk
Decentralization and Forest Degradation at the Regency Paser of East Kalimantan, Indonesia
This study applies the framework of institutional development approach to analyze the increased rate of forest loss when Indonesia embarked the policy to decentralize management of natural resources in 1999. The analysis aims in exploring factors that affect the links between institutional dynamic and sustainability of natural resources. The Regency Paser of the East Kalimantan province was selected as the study site, due to its characteristics of forests, characters of forest users and characters of rules that guide the uses of forests. Applying combined methods of spatial and documentary analysis, the study explains that forest covers has changed into oil-palm plantation, fish-ponds establishment, and coal mining exploitation. Results from documentary analysis show three factors successively underlie the conversion of forest into other land uses. Firstly, situation of forests in 1990 that open access and in degraded condition stimulates transfer of forest rights and transfer of forest uses. Economical crises in 1996 invites the World Bank and IMF to stabilize economical situation by intervening the policy on forest land uses. Thirdly, political reform in 1999 re-arrange authority of the government to manage natural resources induce chaotic situation on forest management. The study concludes for institutional dynamic gives impact on forest condition. Decentralization that intends to sustain natural resources through participation of local people and accountable of local government were hindered by diverse interests of actor and conflicting interests of the government at central and local level. The study recommends the government to administer institutional dynamics for mobilizing information and organization into networks of collective action in order to sustain natural resources in general, and in particular of forest resources
Evaluation of the 2015 ATA Guidelines in Patients with Distant Metastatic Differentiated Thyroid Cancer
This is a placeholder record for the finished article. Supplemental Tables for review can be downloaded (see "__Free full text__" on the right
- …