6 research outputs found

    Dialektika Tradisi Keilmuan dalam Islam

    Get PDF
    Diskursus keilmuan Mesir nampaknya bisa dianggap letupan awal dan menjadi acuan perkembangan pemikiran modern abad 20. Hal itu bermula dari dialektika inteligensia Muslim di Mesir pada kurun abad 17-19 yang mendapat tantangan hebat dari penetrasi Eropa. Di sinilah lempengan sejarah menarik yang menyedot perhatian dunia Islam. Ini merupakan massa di mana Mesir memasuki perubahan dan konstruksi sosial yang dinamis. Konstruksi ilmu yang membentuk wilayah itu berhasil mewarnai dan membuka berbagai akses dinamika sosial di Mesir. Kajian ini menggunakan pendekatan sosiologi ilmu dan analisis dialektis. Beberapa tokoh dan pemikiran utamanya diurai. Tujuannya memberikan potret sosial dinamika pemikiran para inteligensia Muslim Mesir sebagai pengalaman dan bagian menarik dari tradisi keilmuan Islam. Hal penting yang menjadi pengalaman bagi dunia Islam adalah bahwa tradisi keilmuan dalam Islam yang membawa konstruksi ilmu di tengah masyarakat mesti berbuah amal. Pengalaman inteligensia Muslim Mesir selain memberikan traidisi dialogis juga mengajak kepada dunia Islam secara umum bahwa hegemoni industrialisasi dan modernisasi Barat perlu mendapat respon yang rasional agar aktivisme Islam berkembang dialektis, tidak statis. Mengedepankan rasionalisasi daripada stagnasi

    KONSEP UMMAH DALAM PIAGAM MADINAH

    Get PDF
    Piagam Madinah adalah salah satu konstruksi sosial yang pernah terbangun dalam sejarah awal Islam di bawah kontrol Nabi Muhammad Saw. Ia adalah şahifah paling berharga yang menjadi bukti kongkrit praktek politik Islam paling egaliter yang menghargai setiap jenis manusia; suku, ras dan agama untuk hidup bermasyarakat dengan prinsip tanggung jawab dan amanah. Dari şahifah ini kemudian dapat diambil banyak hal tentang bagaimana hak dan kewajiban setiap individu dan kelompok sosial mesti benar-benar terpelihara. Siapapun dia dan darimanapun dia apabila mentaati perjanjian ini akan mendapat keuntungannya. Begitu pula sebaliknya, siapapun dia dan dari manapun dia bila mengingkarinya tidak akan luput dari konsekuensinya. Kaum Muslim jauh hari telah mampu hidup berdampingan dalam keberagaman dan keberagamaan, tanpa harus mempelajari demokrasi, pluralisme danhumanisme seperti yang akhir-akhir ini dipropagandakan; seolah kaumMuslim tidak demokratis, tidak menghargai adanya pluralitas, dan tidak humanis. Namun demikian, di tengah kompleksitas kesan yang terbangun bagaimana keadaan kaum Muslimin saat ini, sisi optimisme untuk selalu berbuat baik dan berjuang di jalan Allah demi kesejahteraan umat manusia adalah hal yang harus selalu terpatri di benak kaum Muslimin. Dan Piagam Madinah merupakan salah satu cermin berharga bagaimana upaya yang demikian itu selalu menjadi cita-cita kaum Muslimin untuk bisa menjadi payung bagi seluruh lapisan masyarakat dan manusia padaumumnya

    Application of the Precautionary Principle in Judge's Legal Considerations for Pollution Cases in Islamic Law Perspectives

    Get PDF
    In industrial activities, the precautionary principle in protecting the environment is very important. This research examines how judges use the precautionary principle in making legal decisions in cases of environmental pollution. This research is a doctrinal qualitative with a normative juridical approach. Based on the research findings, the Panel of Judges in the decision of the North Jakarta District Court Number: 735/PDT.G-LH/2018/PN.Jkt.Utr determined that PT. HAYI has carelessly disposed of B3 waste from textile industry activities. In that decision, the Panel of Judges expanded the understanding of the Precautionary Principle, from the level of management and preventive policies to the level of repressive dispute resolution. The judge has also changed the Rio Declaration which is only morally binding to a hard law which is directly used as a source of law in deciding a case. This development is a paradigm shift in environmental justice from homocentric to ecocentric. In Islamic Law, the precautionary principle is related to the concept ofĀ ihtiyāth(prudence) and correlates withĀ sadd al-dzarÄ«'ah, namely the maximum effort to suppress everything that can be a means of prohibited things to avoid the amount of damage. Within the framework of Usul Fiqh, avoiding damage is a priority step rather than reaping benefits

    Kuntowijoyoā€™s Prophetic Social Science (Chalenges and Consequences)

    No full text
    The dynamics of social science in Indonesia today is likely looking for the ideal form. Kuntowijoyo, in this case, becomes one of the Indonesian Muslim figures who brings fresh air for the social sciences by integrating Islamic paradigm that is transcendental/divine (prophetic). The working device is expected to be applicable in the future in order to look at the social dynamics of the Muslims; its culture, its history of the social and political movements. Thus, the purpose of this study was to see the importance of the Islamic paradigm in the social sciences and also to assure that the application of the scientific framework (that is called by Kuntowijoyo) Prophetic Social Sciences should be started as soon as possible. Therefore, this study is descriptive-comparative. Kuntowijoyo ideas provide a comparison among the opinions of other social scientists to see the relevance of his thoughts within the dynamics of value-laden social science. This study presents that the social observation of the Muslim society so far is not only always value-laden, but also full of certain messages and also unwittingly spread the used paradigm, it is not only pure interpretation. Thus, the working device of developing social science today does not only need critical examination, but also need to be improved to scrape a variety of Muslim social problems; culture, history, social movements, and political. The prophetic values require provocative motion (da'wah), professionalism (jihad), and strong integrity (amanah)

    Menakar Rekonstruksi Maqashid Syariah: (Telaah Genealogis Pendekatan System Jasser Auda)

    No full text
    Maqashid Syariah sebenarnya bukanlah hal baru dalam tradisi keilmuan Islam. Umumnya, formula ini kerap kali dianggap baku dan tidak perlu dipersoalkan ulang seiring dengan perkembangan dan perubahan zaman, sehingga tidak mudah untuk mengkritisi dan merumuskannya kembali. Di era perkembangan ilmu yang pesat ini, Jasser Auda hadir mengulas kembali dan mengelaborasi Maqashid Syariah dengan gagasan dan fenomena terkini dengan  menyuguhkan ā€œpendekatan sistemā€ (system approach). Tulisan ini mengkaji secara kritis rekonstruksi Jasser Auda dalam Maqashid Syariah; menggali mata rantai keilmuan system approach. Maka, pendekatan yang digunakan adalah genealogis. Secara ringkas, walaupun antusiasme masyarakat intelektual muslim di Indonesia terhadap system approach Jasser Auda tinggi, namun secara genalogi keilmuan upaya semacam ini bukan hal baru yang belum pernah terjadi dalam tradisi keilmuan Islam. Kuatnya mata rantai bercorak Eurosentris dalam Pendekatan Sistem terutama pada konsep Cognitive Nature of the System of Islamic Law, menunjukkan bahwa masifnya gelombang diskursus soal pentingnya mengedepankan atau menerapkan Maqashid Syariah dapat mengarah pada delegitimasi otoritas (ulama) dan mengakibatkan tercerabutnya tradisi mata rantai panjang keilmuan klasik. Apalagi menganggap agama di era kontemporer sebatas luapan emosi dan perangkat ilusi, sehingga alih-alih menebar toleransi malah menyuburkan resistensi. Wacana intelektual berwajah dekonstruktif dan ikonoklastik yang hegemonik semacam ini menyiratkan pesan intelektual; perlu penguatan antisipasi epistemologis yang sistematis

    Islamic Civil Society and Constitutionalism Issues in Indonesia: Observing the Expressions of the Banyumas Muslim Community in Responding to the Dynamics of State Problems in Post-Reformation

    No full text
    This research seeks to map out the expressions of the Banyumas Muslim community in responding to the dynamics of state problems in post-reformation with the Big Five theory (Openness, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, and Neurotism). This research not only maps the potential involvement of Islamic civil society, but also contributes an important perspective as an effort to stabilize society and its various social groups. The method of collecting data was by distributing purposive questionnaires collecting 165 people. All of them consisted of various Islamic community organizations. The reliability used test-retest reliability, based on Friedman's theory with the lowest limitation of 0.90. The validity used direct validity, which is based on the development of the Big Five theory by Kathrin Ackermann, with moderate adjustments and concrete adaptations, thus it can be used operationally. The results of the study show that on the one hand, they have the character of extraversion (E) which has a more conservative attitude, encourages acceptance of hierarchy, and has more high trust in institutionalized matters. But on the other hand, they tend to be openness to experience (O) characters who have a critical attitude towards political, social values, norms and authority
    corecore