14 research outputs found

    HAK CERAI PEREMPUAN DALAM HUKUM KELUARGA ISLAM MAROKO

    Get PDF
    This paper examines the women’s right to divorce under Moroccan Islamic family law. This article relies on a statutory approach, accompanied by interviews. Most of the data were taken from Moroccan regulations on marriage. The data were also collected from books and journals on women and divorce in Moroccan Law. Additionally, interviews are conducted to enrich information. The result of this study shows that Morocco recognizes the right of woman to divorce (her husband) in two terms: tatliq li al-syiqaq and khulu'. Of these two rights, Moroccan women share an equal position with men in the chance to end marital ties. Following the divorce, Moroccan family law stipulates that joint property belongs to the wife, except for immovable assets in the husband's name. Due to this provision, Moroccan women's bargaining position is arguably strong, because they have the legal ‘power’ to negotiate whether the marriage should be continued or ended. This should encourage husbands to behave carefully of their wives during the marriage. Theoretically, Moroccan family law can be said progressive in terms of protecting the rights of women (and their child/s). Tulisan ini mengkaji hak bercerai bagi perempuan dalam undang-undang keluarga yang diterapkan di negara muslim Maroko. Artikel ini ditulis dengan pendekatan perundang-undangan (statue approach) yang dilengkapi dengan wawancara. Data dikumpulkan dari peraturan-peraturan perkawinan di Maroko. Data juga didapatkan dari buku-buku dan jurnal yang membahas hak perempuan untuk bercerai. Di samping itu, data juga diperkaya melalui wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Maroko mengakui hak perempuan untuk menceraikan (suaminya) dengan dua jalan, yaitu: tatliq li al-syiqaq dan khulu’. Dari kedua hak menceraikan ini, perempuan Maroko mempunyai kedudukan yang cukup imbang dengan laki-laki dalam kemampuan memutuskan ikatan perkawinan. Pasca perceraian, hukum keluarga Maroko menetapkan harta bersama jatuh kepada istri, kecuali harta tidak bergerak yang atas nama suami. Dengan ketentuan ini, posisi tawar perempuan Maroko dapat dikatakan cukup kuat karena mereka memiliki modal negosiasi apakah pernikahan dilanjutkan atau tidak. Ini menjadi isyarat bagi para suami untuk berprilaku hati-hati kepada istrinya dalam berumah tangga. Secara teoretis, hukum keluarga Maroko dapat disebut progresif dalam memberikan perlindungan kepada hak-hak perempuan, termasuk hak-hak anak-anak

    Asal Penciptaan Perempuan Hingga Dunia Mode dan Praktek Ibadah: Pentafsiran Ulang Tulang Bengkok dan Mitos Menstrual Taboo

    Get PDF
    Artikel ini menelaah asal penciptaan perempuan dan mitos menstrual taboo, di mana merupakan akar historis pemahaman misoginis dalam Islam. Metode penelitian ini menggunakan kajian pustaka dengan pendekatan kajian tematik tafsif bi ar-ra’yi dalam perspektif gender dan analisis deskriptif-eksploratif. Hasil penelitian menunjukkan pemahaman tentang mitos-mitos di luar Islam pada era Jahiliyyah yang berpengaruh pada penafsiran ulama klasik yang terkesan misoginis terhadap perempuan. Kajian teks suci ini menunjukkan perempuan tidak diciptakan dari tulang rusuk bengkok. Hal ini melihat makna نفس (nafs) dalam berbagai konjugasi kata yang terulang 295 kali dalam al-Qur’an. Kata tersebut tidak hanya memiliki makna Adam secara spesifik, tetapi punya arti luas sebagai bangsa (ras). Sementara, mitos menstrual taboo memunculkan pemahaman menstrual creations. Hal ini dulu nampak tabu dan mendiskriditkan perempuan, berbeda dengan masa kini yang menjadikan bagian dari mode dan gaya hidup sehingga living ibadah sebagai bagian dari menstrual taboo. [The article talks the creation of women and the menstrual taboo myth that is the misogynistic understanding in al-Qur’an and Hadis interpretation. The method uses a library document with a gender issue and descriptive-exploratory analysis on tafsir bi al-ra’yi. The paper finds the history of pre-Islamic myths era in taking effect for classical scholars on exegeses of Misogynist perspective. The study of exegeses for al-Qur’an and hadis is not talking about the creation women from a crooked rib. It puts the meaning of the word ‘نفس’ (nafs) in 295 various conjugations. The word is not in meaning man “Adam” on specifically but has a big meaning in people generally sex. Meanwhile, the menstrual taboo myth sees for living menstrual creation. The era took the menstrual taboo for discrimination issue. Today the menstrual taboo changes for living religion practices with live style mode.

    Tradisi Manganan dalam Tinjauan Sosiologi Hukum Islam: Studi di Desa Rayung, Senori, Kabupaten Tuban

    Get PDF
    This study focusses on the manganan tradition in Rayung Village, Senori District, Tuban Regency. The manganan tradition is a tradition that is identical to the thanksgiving ceremony namely, food alms, tahlil, and the sequence of processions that contain moral values ​​or coveyment for the community. This research is a qualitative-field research. At the field, researcher collects data from the informants and then compares the sources with each other. Data analysis in this study used the triangulation method in which collected interview, observations and documentation data were combined and compared with each other. This study concludes, that according to a examination of Islamic law sociology, the manganan tradition in Rayung Village is classified as 'urf sahih because it does not collide with Islamic law and even contains Islamic and society values. The manganan tradition reflects the reciprocal relationship between Islamic law (religion) and people's behavior (tradition/custom) as a constructive relationship for social integration. [Penelitian ini mengkaji tradisi manganan di Desa Rayung Kecamatan Senori Kabupaten Tuban. Tradisi manganan adalah suatu tradisi yang identik dengan upacara syukuran berupa sedekah makanan, tahlil, dan runtutan prosesi acara yang mengandung nilai-nilai moral ataupun nasehat untuk masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif-lapangan (field research). Di lapangan, penulis mengumpulkan data dari narasumber kemudian membandingkan antara narasumber satu dengan narasumber yang lainnya. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode triangulasi yang mana data diperoleh dari observasi wawancara dan dokumentasi digabungkan dan dibandingkan satu sama lain. Penelitian ini menyimpulkan, menurut tinjauan sosiologi hukum Islam, tradisi manganan di Desa Rayung tergolong dalam ‘urf shahih karena tidak bertentangan dengan syari’at Islam dan bahkan mengandung nilai-nilai islami dan kemasyarakatan. Tradisi manganan mencerminkan hubungan yang resiprokal antara hukum Islam (agama) dengan tingkah laku masyarakat (tradisi/adat) sebagai hubungan yang konstruktif bagi integrasi sosial.

    PERLINDUNGAN HAK-HAK PEREMPUAN DALAM FATWA MUI BIDANG MUNÂKAḤAT PERSPEKTIF MAŞLAḤAH

    Get PDF
    Tulisan ini membahas tentang fatwa MUI dalam bidang hukum keluarga, ditinjau dalam perspektif maslahah. Apakah fatwa-fatwa MUI selama ini sudah mencerminkan maslahah bagi masyarakat, bukan hanya adil bagi lelaki, tetapi juga adil bagi perempuan? Selain itu, kajian ini bertujuan untuk meneliti fatwa MUI adakah telah terpengaruh dengan hukum-hukum global terkait Hak Asasi Manusia (HAM). Namun, tulisan ini hanya terbatas membahas tema nikah mut’ah, nikah nikah wisata dan nikah di bawah tangan. Metode kajian ini adalah studi literature (library research) dengan perspektif maṣlaḥah. Kajian ini menemukan bahwa fatwa MUI dalam hukum nikah mut’ah dan nikah wisata adalah haram, fatwa tersebut telah memperhatikan konsep maṣlaḥah dalam menetapkan fatwanya juga telah memenuhi perspektif gender. Namun dalam hukum nikah di bawah tangan, MUI terkesan tidak tegas dengan menfatwakan bahwa nikah sirri itu sah, artinya dibenarkan menurut agama, dengan catatan tidak terjadi pelanggaran (madarat). Apabila terjadi madarat, maka hukumnya haram. Padahal realitanya nikah di bawah tangan itu rentan terhadap penyelewengan dan sering membawa dampat buruk, terutama kepada perempuan dan anak-anaknya. Di sini MUI dalam berfatwa masih dipengaruhi fiqh klasik, meskipun memberi perhatian kepada kemaslahatan, tetapi tidak serta merta terpengaruh kepada kondisi kontekstual atau pengaruh global dimana perempuan masih banyak yang dirugikan dari pasca pernikahan sirri

    JILBAB, HIJAB DAN AURAT PEREMPUAN (Antara Tafsir Klasik, Tafsir Kontemporer dan Pandangan Muslim Feminis)

    Get PDF
    Jilbab, either as fashion or term, new known in Indonesia in the 1980s. Before that the Indonesian people already know the "kerudung" (as the head cover loosely), which is used in a limited circle. Problems arise in line with the swift on the jilbab wearers in this country, which of course wearing the jilbab has been no longer simply becoming a demand of syariah, but more than that. Jilbab just as a fashion, privacy, sometimes as a resistance and strength, as imaging or even to attract public sympathy. Here the jilbab loaded with meaning and importance. On the other side, the veil is also seen as patriarchal culture biased, or vice versa seen as a liberation. At this point, jilbab has entered the arena of contestation-a play of meaning and interpretation. Power relations played and the mutual attraction between the normative theologians and Muslim feminists. For that reason this paper attempts to outline some of the differences between the views of classical scholars, contemporary scholars till explain how Muslim feminists have done a reinterpretation and deconstruction toward the classical commentators about the veil, including the hijab and ‘awrat’ of women

    Feminisme islam di indonesia: antara gerakan modernisme pemikiran islam dan gerakan perjuangan isu gender

    No full text
    Feminisme islam di indonesia: antara gerakan modernisme pemikiran islam dan gerakan perjuangan isu gende

    METODE ISTINBATH NAHDLATUL ULAMA (NU): Kajian atas Strategi Fatwa dalam Tradisi Bahts al-Masail di Indonesia

    No full text
    Bahts al-Masail is a scientific forum held by NU and its participants are NU kiai and scholars to provide legal certainty to dynamic people's problems. This study aims to examine the istinbath method in Bahts al-Masail Nahdlatul Ulama (NU). The study uses the library research method as data mining. The results of this study indicate that the settlement of masail diniyyah waqi'iyyah in the NU environment and tradition can be ordered as follows: [1] generally taken by qawly schooling, [2] taqrir jama'I, or [3] ilhaq. NU still shows and prioritizes the polar opinion of al-mu'tabarah to be used as a reference. This shows that NU's respect for past scholars is very high. [4] Unless the legal explanation is not found in the classical books, the new manhajy method is used. With this manhajy method, the Bahts al-Masail methodology underwent a paradigm shift and NU's fatwas were then seen as more modern and sometimes liberal than before.&nbsp
    corecore