3,218 research outputs found
D-bound and Bekenstein Bound for the Surrounded Vaidya Black Hole
We study the Vaidya black hole surrounded by the exotic quintessence-like,
phantom-like and cosmological constant-like fields by means of entropic
considerations. Explicitly, we show that for this thermodynamical system, the
requirement for the identification of D-bound and Bekenstein entropy bound can
be considered as a thermodynamical criterion by which one can rule out the
quintessence-like and phantom-like fields, and prefer the cosmological constant
as a vi{\th}able cosmological field.Comment: 12 pages, minor revisio
KANDANG TERNAK DAN LINGKUNGAN KAITANNYA DENGAN KEPADATAN VEKTOR Anopheles aconitus DI DAERAH ENDEMIS MALARIA (Studi Kasus Di Kabupaten Jepara)
KANDANG TERNAK DAN LINGKUNGAN
KAITANNYA DENGAN KEPADATAN
VEKTOR Anopheles aconitus
DI DAERAH ENDEMIS MALARIA
(Studi Kasus Di Kabupaten Jepara)
Bambang Hadi K., Suharyo Hadisaputro*, Henry Setyawan*
Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara
*Program Studi Magister Epidemiologi UNDIP Semarang
Abstrak. Malaria masih endemis di Kabupaten Jepara khususnya Puskesmas Mayong I (API = 2,7 β° pada
tahun 2002). Tingginya penularan malaria di daerah tersebut dapat disebabkan karena adanya : lingkungan
tempat perkembangan vektor, perilaku masyarakat yang mendukung peningkatan vektor, perilaku
menempatkan kandang ternak dan kurangnya kepatuhan minum obat. Tujuan penelitian ini untuk
memperoleh bukti bahwa letak kandang ternak dan lingkungan berpengaruh terhadap kepadatan vektor An.
aconitus di daerah endemis malaria di Kabupaten Jepara. Metode penelitian kasus kontrol. Pengambilan
data melalui survei entomologis, wawancara dan FGD. Hasil yang diperoleh faktor yang terbukti
berpengaruh terhadap peningkatan kepadatan vektor An. aconitus di dalam rumah yaitu letak kandang di
dalam rumah (OR=16,98, 95% CI=5,67-50,89, p=0,001), jarak perindukan vektor dekat (<50m)
(OR=4,864, 95%CI=1,21-19,61, p=0,026) dan kebiasaan menggantung baju (OR=4,47, 95%CI=1,34-14,94,
p=0,015) dan variabel yang mempengaruhi kepadatan vektor di luar rumah yaitu adanya tempat
peristirahatan berupa semak-semak (OR=4,68, 95%CI=1,32-16,60, p=0,017) dan letak tempat sampah akhir
pada jarak dekat (<5 m) OR=10,28, 95%CI=2,63-40,14, p=0,001). Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa
faktor letak kandang yang terbukti berpengaruh pada kepadatan vektor adalah letak kandang di dalam
rumah, faktor lingkungan dan perilaku yang terbukti berpengaruh adalah jarak perindukan vektor dekat dari
rumah dan kebiasaan menggantung baju di dalam rumah dan adanya tempat peristirahatan vektor berupa
semak-semak dan jarak pembuangan sampah dekat rumah. Saran yang bisa direkomendasikan adalah
penempatan kandang ternak harus terpisah dari rumah, minimal berjarak 10-20 m, perlu dilakukan
manajemen lingkungan terutama pada semak-semak, penyuluhan untuk tidak menggantung baju di dalam
rumah, lokasi pembuangan sampah minimal >5m dari rumah.
Kata kunci : Kepadatan vektor, kandang ternak, faktor risiko, Malaria.
Abstract. Malaria still endemis in District of Jepara specially Mayong I (API = 2,7β° in the year 2002).
Height infection of malaria in the area can be caused by the existence of : vector growth place environment,
behavioral of society supporting the make-up of vector, behavioral place livestock cage and lack of
compliance take medicine. Target of research is obtaining evidence that livestock cage situation and
environment have an effect on to density of Anopheles aconitus vector in malaria endemis area in District of
Jepara. Method of research of control case. Intake of data through entomologis survey, interview and FGD
Result of research, proven factor having an in with density within doors that is cage situation within doors
(OR=16,98, 95% CI=5,67-50,89, p=0,001), breeding places near (<50m) (OR=4,864, 95%CI=1,21-19,61,
p=0,026) and habit hang clothes (OR=4,47, 95%CI=1,34-14,94, p=0,015). Variabel having an in with
density of outdoors vector that is the existence of place take a rest vector in the from of brush wood
(OR=4,68, 95%CI=1,32-16,60, p=0,017), final garbage place of exile is near by house (<5 m) OR=10,28,
95%CI=2,63-40,14, p=0,001).Conclusion of research, proven factor situation cage have an in with density of
vector is cage situation within doors, proven environment factor have an effect on breeding place distance
near, place type take a rest vektor in the form of brush wood, habit hang clothes and final garbage place of
exile is near by house (<5 m). Suggestion for recommended, situation cage livestock there must be separated
from house minimal 10-20 m, environmental management specially of bamboo clump and brush wood,
counselling in order not to hang clothes in the house, location of final garbage place of exile minimal >5m)
from house.
Keyword : Density of vector, Livestock cage, Risk factor, Malaria
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pendahuluan
Di Indonesia, penyakit malaria masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
serius. Malaria masih sering menimbulkan
Kejadian Luar Biasa (KLB), dan merupakan
salah satu masalah kesehatan yang dapat
mempengaruhi tingginya angka kematian bayi,
anak balita, ibu hamil dan melahirkan yang
dampaknya dapat menurunkan produktivitas
tenaga kerja. Selama periode 1997 β 2000 angka
endemis malaria di seluruh tanah air cenderung
menunjukkan peningkatan. Insiden malaria di
Pulau Jawa dan Bali meningkat, dari 0,1 per 1000
penduduk pada tahun 1997 menjadi 0,47 per 1000
penduduk pada tahun 2002.1)
Beberapa faktor sebagai penyebab
tingginya angka kesakitan malaria di antaranya
adalah : 1) Faktor lingkungan tempat
perkembangbiakan vektor (tempat perindukan)
yang mendukung, yaitu adanya daerah galian
pasir di sekitar pantai dan sungai (sehingga
banyak lubang galian yang tergenang air), adanya
persawahan terasering dengan pola tanam yang
tidak serempak, yang mengakibatkan sawah selalu
tergenang air, serta adanya tambak / kolam ikan
yang tidak terawat. Adanya daerah pertanian
kangkung dan rumput yang tumbuh di pinggir
pematang sawah / sungai dan banyak aliran air
yang dibendung untuk keperluan ternak, 2) Faktor
perilaku masyarakat yang berkaitan dengan
pekerjaan maupun dalam hal pemeliharaan ternak
besar, yaitu penempatan ternak di dalam rumah
atau sekitar tempat tinggal penduduk, 3) Faktor
penatalaksanaan kasus dan pengobatan, hambatan
yang umumnya berkisar pada segi pengobatan,
yaitu penyampaian obat pada penderita dan
ketidakteraturan minum obat oleh penderita, 4)
Kebiasaan βkebiasaan yang berkaitan dengan
sosial budaya masyarakat, yaitu adanya aktivitas β
aktivitas masyarakat yang harus dilakukan di luar
rumah pada malam hari, kegiatan masyarakat
yang mengakibatkan perubahan lingkungan yang
sangat menguntungkan dalam penularan malaria
(man - made malaria), yaitu penebangan hutan /
hutan bakau. Adanya pandangan masyarakat
setempat tentang penyakit malaria sebagai
penyakit yang tidak berbahaya dan merupakan
berkah dari Tuhan.2,3)
Kabupaten Jepara, merupakan salah satu daerah
endemik malaria di Jawa Tengah, selain
Kabupaten Purworejo, Banjarnegara, Wonosobo,
Magelang, Pekalongan, Kebumen, Pati, Kendal,
Cilacap, Purbalingga, Banyumas. Angka kesakitan
malaria tahunan / API dan indikator β indikator
penyakit malaria lainnya, dari tahun 1996 sampai
tahun 2002, adalah sebagai berikut : 3,44 β° (tahun
1996), 3,42 β° (tahun 1997), 2,56 β° (tahun 1998),
1,12 β° (tahun 1999) dan 0,90 β° (tahun 2000),
0,73 β° (tahun 2001) serta tahun 2002 sebesar 0,26
β°. API Kabupaten Jepara, tahun 1996 sampai
2002,cenderung menurun, tetapi masih di atas API
Jawa Tengah, kecuali tahun 2000 sampai tahun
2002, yang sudah menurun dan berada dibawah
API Jawa Tengah.4,5,6)
Tingginya penularan malaria di
Kabupaten Jepara disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu : 1) lingkungan tempat
perkembangbiakan vektor ( tempat perindukan )
berupa sawah dan aliran sungai baik musim
penghujan maupun kemarau selalu tersedia, 2)
perilaku masyarakat setempat yang masih sering
melakukan aktifitas sosial pada malam hari, 3)
perilaku menempatkan kandang ternak (
sapi/kerbau) di dalam rumah sehingga akan
menarik nyamuk vektor untuk masuk ke dalam
rumah, 4) kepatuhan masyarakat untuk minum
obat anti malaria kurang pada umumnya tidak
cukup dosis sehingga pengobatan menjadi tidak
tuntas.6) Dengan kebiasaan penempatan kandang
ternak menjadi satu dengan tempat tinggal dan
banyaknya masyarakat yang memiliki ternak
daerah tersebut sangat berpotensi terhadap
kejadian malaria. Kandang ternak tersebut
berpengaruh pada kepadatan vektor An. aconitus
mengingat vektor tersebut adalah zoophilic.7)
sehingga penempatan dan syarat-syarat kandang
ternak harus dipenuhi supaya baik untuk
perkembangan hewan ternak dan untuk kesehatan
masyarakat disekitarnya.
Sebagai salah satu masalah belum
efektifnya upaya pemberantasan vektor malaria di
Kabupaten Jepara, karena masih banyak
penempatan kandang ternak yang menjadi satu
dengan tempat tinggal. Keadaan ini berpengaruh
terhadap kepadatan vektor Anopheles aconitus di
dalam rumah yang akan berakibat risiko
penularan penyakit malaria akan lebih tinggi.
Informasi tentang kandang ternak dan lingkungan
terhadap kepadatan vektor Anopheles aconitus
sangat diperlukan agar nantinya dapat dilakukan
intervensi yang tepat, sehingga dapat menunjang
dalam program pencegahan dan pemberantasan
penyakit malaria di Kabupaten Jepara.
Penelitian ini bertujuan untuk
membuktikan adanya hubungan antara kandang
ternak dan lingkungan terhadap kepadatan vektor
An. aconitus.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Bahan dan Cara
Bahan berupa data hasil survei entomologi,
wawancara, pengamatan faktor risiko lingkungan
dan kandang ternak serta FGD. Di Puskesmas
Mayong I Kabupaten Jepara mulai bulan April s/d
Juni 2005. Analisa data dengan menggunakan
program SPSS versi 11.5, dengan analisis bivariat
dan multivariat menggunakan regresi logistik
berganda, untuk mendapatkan model yang
terbaik.
Hasil Penelitian
Variabel β variabel faktor risiko yang diamati
adalah variabel letak kandang (kandang di dalam
rumah, menempel rumah dan jarak 10-20 m),
faktor risiko lingkungan (adanya tempat
perindukan vektor, peristirahatan vektor dan jarak
perindukan, peristirahatan vektor), faktor risiko
kondisi rumah dan perilaku (jarak rumah dengan
tetangga, jenis bangunan, kebiasaan buka pintu
pada malam hari, letak sumber air, penggunaan
obat nyamuk, jenis obat nyamuk, penggunaan
kelambu, dan letak tempat pembuangan sampah
akhir). Faktor risiko tersebut dilakukan analisis
bivariat dan yang mempunyai nilai pβ€0,25
dijadikan variabel untuk dilakukan analisis
multivariat. Variabel β variabel yang memenuhi
syarat tersebut selanjutnya dilakukan analisis
regresi logistik. Analisis multivariat dilakukan
untuk memilih model terbaik untuk menentukan
prediktor kepadatan vektor An. aconitus di dalam
rumah dan luar rumah. Model terbaik dapat
dipertimbangkan dengan memperhatikan nilai
signifikansi nilai probabilitas (p<0,05).
Tabel 1.
Faktor risiko kepadatan di dalam rumah
Variabel X2 Nilai p OR 95% CI
Letak kandang
- Di dalam rumah
39,67
0,001
10,04
4,05β24,88
Adanya tempat
perindukan
3,45 0,063 1,95 0,96β3,98
Jenis tempat
perindukan
- Sawah
- Parit
3,69
1,65
0,055
0,199
2,01
1,82
0,98β4,13
0,72β4,60
Jarak tempat
perindukan
-Dekat (<50m)
22,17
0,006
3,30
1,40β7,76
Adanya tempat
peristirahatan
vektor
2,65 0,104 2,82 0,77β 10,28
Jenis tempat
peristirahatan
1.Rembulung
2.Rumpun bambu
3.Semak-semak
1,37
1,96
3,42
0,242
0,162
0,065
1,77
1,70
1,96
0,68β4,62
0,81β3,60
0,96β4,00
Jarak tempat
peristirahatan
-Dekat (<50m)
15,59
0,062
3,54
0,94β13,34
Jenis obat
nyamuk
- Bakar
- Oles
3,66
3,18
0,056
0,074
2,07
0,28
0,98β4,37
0,06β1,23
Kebiasaan
menggantung
baju
5,48 0,019 2,67 1,15β 6,16
Penggunaan
kelambu
2,13 0,145 3,02 0,64β14,23
Tabel 1 menunjukkan bahwa letak
kandang di dalam rumah berhubungan dengan
kepadatan vektor An. aconitus di dalam rumah
(p=0,001) dengan risiko 10,04 kali lebih tinggi dari
yang tidak ada kandang. Jarak tempat perindukan
berhubungan dengan kepadatan vektor di dalam
rumah (p=0,006) dengan risiko 3,30 kali, dan
kebiasaan menggantung baju juga berhubungan
dengan kepadatan vektor di dalam rumah
(p=0,019) dengan risiko 2,67 kali dari masyarakat
yang tidak biasa menggantung baju di dalam
rumah. Faktor risiko yang termasuk dalam variabel
kandidat tetapi tidak berhubungan secara
signifikan adalah adanya tempat perindukan, jenis
tempat perindukan berupa sawah, parit, adanya
tempat peristirahatan vektor, jenis peristirahatan
vektor berupa rembulung, rumpun bambu dan
semak-semak, jarak tempat peristirahatan vektor
dekat dan jenis obat nyamuk yang digunakan serta
kebiasaan menggunakan kelambu.
Tabel 2.
Faktor risiko kepadatan di luar rumah
Variabel X2 Nilai p OR 95% CI
Letak kandang :
- Di dalam rumah
- Menempel rumah
58,89
17,86
0,087
0,081
2,31
0,39
0,89β6,00
0,14β1,12
Adanya tempat
perindukan
5,51 0,019 2,43 1,15β5,14
Jenis tempat
perindukan
1. sawah
2. lainnya
6,24
1,41
0,012
0,234
2,76
2,00
1,23β6,21
0,63β6,38
Jarak tempat
perindukan
- Dekat (<50 m)
48,06
0,002
10,33
2,30β46,44
Jenis tempat
peristirahatan
1.Rembulung
2.Rumpun bambu
3.Perkebunan
4.Semak-semak
1,41
1,57
1,77
5,29
0,234
0,210
0,184
0,021
2,00
1,59
0,22
2,35
0,63 β 6,38
0,77 β 3,29
0,02 β 2,51
1,13 β 4,90
Jarak tempat
peristirahatan
- Dekat (<50m)
45,95
0,234
2,00
0,64 β 6,26
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
- Jauh (> 100m) 4,63 0,037 1,23 0,06 β 1,92
Letak tempat
sampah
-Dekat < 5 m
-Sedang 5 β 10 m
43,65
4,31
0,001
0,081
10,01
2,18
3,56β28,60
0,91β 5,23
Pada tabel 2 menunjukkan bahwa faktor
risiko yang berhubungan dengan kepadatan vektor
An. aconitus di luar rumah adalah adanya tempat
perindukan vektor (p=0,019) dengan risiko 2,43,
jenis tempat perindukan berupa sawah (p=0,012)
dengan risiko 2,76, jarak tempat perindukan dekat
rumah (p=0,002) dengan risiko 10,33, jenis
peristirahatan vektor berupa perkebunan (p=0,021)
dengan risiko 2,35 dan jarak peristirahatan vektor
jauh (p=0,037) dengan risiko 1,23, serta letak
tempat pembuangan sampah akhir dekat rumah
(p=0,001) dengan risiko 10,01. Faktor risiko yang
tidak secara signifikan berhubungan dengan
kepadatan vektor adalah letak kandang, jenis
tempat perindukan yang lain, jenis tempat
peristirahatan vektor berupa rembulung, rumpun
bambu, perkebunan, jarak tempat peristirahatan
dekat rumah dan letak tempat sampah pada jarak
sedang.
Tabel 3.
Hasil analisis model akhir regresi logistik
variabel prediktor terhadap kepadatan vektor
An. aconitus di dalam rumah, dan
kepadatan di luar rumah Di Wilayah
Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara
Variabel Bebas B OR
(Exp B)
95%CI Nilaip
Variabel Prediktor kepadatan vektor di dalam rumah
Letak kandang di
dalam rumah
2,832 16,98 5,67β50,89 0,001
Jarak perindukan
dekat <50 m
1,582 4,86 1,21β19,61 0,026
Kebiasaan
menggantung baju
1,496 4,47 1,34β14,94 0,015
Variabel Prediktor Kepadatan vektor di Luar Rumah
Jenis peristirahatan
vektor berupa
semak-semak
1,542
4,68
1,32β16,60
0,017
Tempat
pembuangan
sampah akhir pada
jarak dekat (<5 m
dari rumah)
2,330
10,28
2,63β40,14
0,001
Letak kandang di dalam rumah terbukti
berpengaruh pada kepadatan vektor di dalam
rumah (p=0,001), jarak perindukan dekat rumah
(p=0,026) dan kebiasaan masyarakat menggantung
baju (p=0,015) terbukti berpengaruh pada
kepadatan vektor di dalam rumah. Faktor yang
terbukti berpengaruh pada kepadatan vektor An.
aconitus di luar rumah adalah jenis peristirahatan
vektor berupa semak-semak (p=0,017) dan tempat
pembuangan sampah akhir pada jarak dekat
(p=0,001).
Hasil survei entomologi diperoleh
kepadatan (MHD) kandang di dalam rumah ratarata
Β± SD (0,3093Β±0,3560) dan kepadatan di luar
rumah 0,4119Β±0,1872. Kepadatan An. aconitus
didalam rumah dengan kandang di dalam cukup
tinggi dibanding kandang menempel rumah.
Tabel 4.
Kepadatan An. aconitus berdasarkan letak
kandang di Wilayah Puskesmas Mayong I
Kabupaten Jepara
Rumah Perlakuan
Kepadatan (org/jam)
Di dalam
rumah
Di luar
Rumah
Tanpa kandang 0,16 0,39
Menempel rumah 0,34 0,30
Kandang di dalam
Rumah
0,78 0,49
Pembahasan
Praktek penempatan kandang ternak dapat
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat
khususnya penyakit-penyakit yang ditularkan oleh
serangga penular penyakit, salah satu penyakit
yang ditularkan oleh serangga adalah penyakit
malaria. Penyakit malaria ditularkan oleh vektor
penyakit yaitu nyamuk Anopheles yang bersifat
zoophilic.7)
Letak kandang ternak di dalam rumah
terbukti mempengaruhi kepadatan vektor di dalam
rumah (OR=16,98, 95%CI=5,67-50,89, p=0,001).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
lingkungan kandang ternak besar berpengaruh
terhadap peningkatan kepadatan vektor An.
aconitus di dalam rumah dan mempengaruhi
peningkatan kasus malaria. Hal ini sesuai dengan
penelitian Damar (1991) menyatakan bahwa rasio
nyamuk menggigit manusia dimana ada kandang
di dalam rumah, menempel rumah adalah masing
β masing 6,1 dan 3,7 kali lebih tinggi daripada
rumah tanpa kandang ternak. Di dalam rumah
dengan kandang ternak An. aconitus yang
menggigit manusia 3,52 org/jam dan istirahat
dalam rumah 11,40 org/jam, sedangkan rumah
dengan kandang ternak menempel rumah,
kepadatan An. aconitus yang menggigit manusia
3,52 org/jam dan istirahat dalam rumah 2,18
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
org/jam. Kandang ternak berjarak 20 m dari
tempat tinggal kepadatan vektor berkurang secara
signifikan.8) Begitu juga dengan hasil penelitian
dari Kirnowardoyo(1991) yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara cara meletakkan
kandang ternak yang menyebabkan kontak
dengan An. aconitus. Kandang ternak di dalam
rumah dan tertutup akan menyebabkan kontak
dengan An. aconitus lebih besar, akan tetapi
kandang ternak di luar dan terbuka akan
mengurangi terjadinya kontak antara manusia
dengan vektor An. aconitus.9) Barodji (1983)
menyatakan bahwa jumlah An. aconitus
menggigit orang di dalam rumah yang ada
ternaknya lebih tinggi daripada yang tidak ada
ternaknya.10)
Spesies yang dominan adalah jenis vektor
yang kontak dengan manusia cukup tinggi dan
menurut Joshi dkk (1977) jumlah An. aconitus
menggigit di dalam rumah lebih rendah (<5) di
bandingkan di luar rumah. Berdasarkan Malaria
Surveillance Program (MSP) Depkes 1995,
kepadatan vektor yang potensial untuk penularan
malaria di Jawa Tengah adalah untuk An. aconitus
kepadatan menggigit > 2 sedangkan An.
maculatus dan An. balabacensis > 0,08.11)
Kandang ternak yang dekat dengan
perindukan nyamuk akan mempengaruhi kejadian
penyakit malaria karena kandang tersebut akan
menjadi barier terhadap penularan penyakit
malaria. Penempatan kandang seharusnya
ditempatkan jauh dari pemukiman dan dekat
dengan tempat perindukan nyamuk malaria.3) Hal
ini sesuai dengan hasil FGD pada tokoh
masyarakat dan kader di Desa Buaran dan
Bandung, pada dasarnya mereka setuju bila
kandang terpisah dengan rumah, tetapi tidak
terlalu jauh dari rumah karena kendala segi
keamanan, susah dalam pengawasan bila
dilaksanakan kandang bersama di suatu tempat.
Dari hasil tersebut dianjurkan supaya kandang
ternak berjarak 10-20 m dari rumah.
Hasil analisis multivariat juga terbukti
bahwa jarak perindukan dekat <50 m
mempengaruhi kepadatan vektor di dalam rumah
(OR=4,86, 95%CI=1,21-19,61, p=0,026), adanya
tempat peristirahatan vektor berupa semak-semak
berpengaruh pada kepadatan vektor di luar rumah
(OR=4,68, 95%CI=1,32-16,60, p=0,017).
Nyamuk berkembang biak dengan baik
bila lingkungannya sesuai dengan keadaan yang
dibutuhkan oleh nyamuk untuk berkembangbiak,
An aconitus menyukai daerah persawahan, dengan
sawah non tehnis berteras β teras, terutama
apabila penanaman padi dilakukan terus menerus
sepanjang tahun dan tepi petakan sawah dan
saluran air banyak ditumbuhi rumput atau
tanaman air lainnya yang menghambat aliran
air.12)
Di Kecamatan Mayong, sungai banyak ditanami
kangkung yang mengakibatkan air tidak dapat
mengalir lancar, yang merupakan tempat yang
potensial untuk perindukan An. aconitus. Jauh
dekatnya tempat perindukan nyamuk / air yang
tergenang di sekitar rumah tinggal dapat
mempengaruhi tinggi atau rendahnya kontak
dengan nyamuk. Semakin dekat jarak tempat
perindukan dengan tempat tinggal maka kontak
dengan nyamuk akan semakin tinggi. Demikian
juga dengan adanya tempat istirahat nyamuk
setelah menggigit mangsa maka kontak dengan
nyamuk juga akan semakin tinggi.
Hal ini sejalan dengan penelitian oleh
CH2N-UGM (2001), yang menyatakan bahwa
orang yang tinggal di sekitar tempat peristirahatan
nyamuk mempunyai risiko sebesar 4,8 kali
daripada yang tidak (OR=4,8, 95%CI=2,6-8,6)
dengan mengendalikan faktor risiko sosial
ekonomi.3) Penelitian Gambiro (1998)
menyatakan jarak tempat perindukan 50 β 100 m
mempunyai risiko sebesar 2,08 kali (OR=2,08,
95%CI 1,97-4,42).13) Jarak tempat peristirahatan
atau perindukan ini berkaitan dengan jarak
terbang nyamuk Anopheles yang terbatas, dan
biasanya tidak lebih dari 2-3 km dari tempat
perindukan.14) Adanya tempat perindukan di
sekitar rumah, dapat diatasi dengan adanya
berbagai jenis ikan pemakan larva (nila, mujair,
gambusia) yang akan mengurangi populasi
nyamuk di daerah tersebut.14) Kegiatan penebaran
ikan (Biological Control) telah dilaksanakan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara. Spesies yang
tempat istirahatnya di luar rumah (eksofilik) lebih
berbahaya dari pada spesies yang tempat
istirahatnya di dalam rumah (endofilik), terutama
berhubungan dengan kemungkinan
pengendaliannya dengan penyemprotan rumah.15)
Menurut Yoga (1999) dilaporkan bahwa
keadaan kualitas rumah sangat berpengaruh
terhadap kemungkinan terjadinya penularan
malaria di dalam rumah. Penduduk dengan rumah
yang dindingnya banyak berlubang berisiko sakit
malaria 18 kali lipat, dibanding dengan rumah
penduduk yang mempunyai dinding rapat.16) Pada
penelitian ini faktor kondisi rumah tidak terbukti
berpengaruh pada kepadatan vektor di dalam
rumah.
Faktor yang juga mempunyai peranan
besar dalam kejadian malaria adalah perilaku
masyarakat. Diantaranya kebiasaan β kebiasaan
dan sosial budaya yang ada dan mobilitas
Tantangan Dan Strategi Implementasi Mp3ei Koridor Kalimantan
The development of Kalimantan corridor is one of key priorities in the economic masterplan (MP3EI). Kalimantan corridor plays a strategic function as a front line of Indonesia's border with Malaysia and Brunei. For many years, Indonesia has neglected the development of this corridor. As a consequence, Kalimantan becomes an underdeveloped region. There is urgent need for restoring the infrastructure and transportation facilities, which are badly damaged and have been constraining access to the corridor. This paper has three main focuses: (i) the challenges of implementation of MP3EI; (ii) the need to recognize and adopt the innovation of local policies; and (iii) the implementation strategy for developing Kalimantan corridor
Cloud Compute-and-Forward with Relay Cooperation
We study a cloud network with M distributed receiving antennas and L users,
which transmit their messages towards a centralized decoder (CD), where M>=L.
We consider that the cloud network applies the Compute-and-Forward (C&F)
protocol, where L antennas/relays are selected to decode integer equations of
the transmitted messages. In this work, we focus on the best relay selection
and the optimization of the Physical-Layer Network Coding (PNC) at the relays,
aiming at the throughput maximization of the network. Existing literature
optimizes PNC with respect to the maximization of the minimum rate among users.
The proposed strategy maximizes the sum rate of the users allowing nonsymmetric
rates, while the optimal solution is explored with the aid of the Pareto
frontier. The problem of relay selection is matched to a coalition formation
game, where the relays and the CD cooperate in order to maximize their profit.
Efficient coalition formation algorithms are proposed, which perform joint
relay selection and PNC optimization. Simulation results show that a
considerable improvement is achieved compared to existing results, both in
terms of the network sum rate and the players' profits.Comment: Submitted to IEEE Transactions on Wireless Communication
Parabolic Nonlinear Second Order Slip Reynolds Equation: Approximation and Existence
This work studies an initial boundary value problem for nonlinear degenerate parabolic equation issued from a lubrication slip model. Existence of solutions is established through a semi discrete scheme approximation combined with some a priori estimates
Overall Buckling and Wrinkling of Debonded Sandwich Beams: Finite Element and Experimental Results
Overall buckling and wrinkling of debonded sandwich beams under compressive loads were analyzed by both finite element and experimental methods. In the finite element method, a quarter and a half models of the specimens were analyzed. It shows that a quarter model is not adequate to analyze buckling of debonded sandwich beams, since it will disregard overall buckling mode that may occur in sandwich beams having compressive loads. At least a half model should be used to analyze buckling of sandwich beams. A finite element program UNA was used extensively to analyze the buckling loads. Experimental buckling of sandwich beams was carried out using a compression testing machine. Two LVDTs were used to measure deflections of the specimen during experimental loading. The loads were measured using load cells available in the machine. Specimens having core thickness of 45 and 75 mm were tested to represent overall and wrinkling modes respectively. The delamination lengths were 20, 60 and 80 mm, which represent 10, 30 and 40% of the beam length. The results show that the differences between experimental and finite element methods were less than 10%. Both overall buckling and wrinkling modes were shown in these specimens
Analisis Data Mining untuk Pemetaan Mahasiswa yang Membutuhkan Bimbingan dan Konseling Menggunakan Algoritma NaΓ―ve Bayes Classifier
Keberhasilan mahasiswa dalam menjalani proses pendidikan di Perguruan Tinggi dapat diukur melalui kinerja akademik dan masa penyelesaian studi. Namun, dalam perjalanan mahasiswa mengikuti proses pendidikan tidak bisa lepas dari berbagai permasalahan, baik yang bersumber dari lingkungan pendidikan maupun lingkungan keluarga dan pergaulan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh institusi pendidikan untuk mendorong peningkatan kinerja akademik mahasiswa yang rendah adalah dengan memberikan pelayanan Bimbingan dan Konseling (BK). Dengan Data Mining dapat dilakukan klasifikasi mahasiswa yang memiliki kinerja akademik yang baik dan buruk. Algoritma NaΓ―ve Bayes Classifier dipilih untuk melakukan klasifikasi mahasiswa yang berkinerja akademik rendah dan dinilai membutuhkan proses Bimbingan dan Konseling. Penelitian yang dilakukan terhadap 507 record set data akademik mahasiswa Tahun Masuk 2008 program Strata-1 Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang, algoritma NaΓ―ve Bayes mampu mengklasifikasi mahasiswa yang membutuhkan proses Bimbingan dan Konseling. Berdasarkan pengujian yang dilakukan terhadap mahasiswa Fakultas Teknik yang mewakili keseluruhan Program Studi diperoleh akurasi sebesar 81%. Sedangkan pengujian yang dilakukan terhadap mahasiswa setiap Program Studi diperoleh akurasi : Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan = 82.1429%, Pendidikan Teknik Elektro = 90.566%, Pendidikan Teknik Elektronika = 84.6154%, Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer = 82.9268%, Pendidikan Teknik Mesin = 79.1045%, Pendidikan Teknik Otomotif = 81.8182%, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga = 73.1343%
Perlindungan Hukum Terhadap Suami Sebagai Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang Dilakukan Oleh Istri
This research is a normative and prescriptive law research, determining in concreto law through case study approach and constitution approach. The data used in this research is secondary data which extracted from primary and secondary law materials. Data gathering technique used in this research is literature study. The analysis in this research is conducted through drawing conclusion from general matters which include various verdict on legal forms on husbands who happen to be domestic violence victims committed by their wives. deductive syllogism is conducted in order to answer the research question that appears. Based on the research conducted, it can be concluded that the legal forms given to the husbands who happen to be domestic violence victims based on Act No.23 year 2004 on the Abolition of Domestic Violence, Act No. 31 year 2014 on the Revision of Act No.13 year 2006 on Victim and Witness Protection and Government Regulation No. 04 year 2006 on Recovery of Domestic Violence Victim, husbands who happen to be victim of domestic violence have rights to get protection from families, police, judiciary, courts, advocates, social institution or other institutions, either for temporary or based on verdict issued by courts
Bending and Deformation of Sandwich Panels Due to Localized Pressure
Bending and deformation of sandwich panels due to localized pressure were analyzed using both Rayleigh-Ritz and finite element methods. The faces were made of laminated composite plates, while the core was a honeycomb material. Carbon fiber and glass fiber reinforced plastics were used for composite plate faces. In the case of Rayleigh-Ritz method, first the total energy of the system was calculated and then taking the variations of the total energy, the sandwich panel deflections could be computed. The deflections were assumed by means of Fourier series. A finite element code NASTRAN was exploited extensively in the finite element method. 3-dimensional 8-node brick elements were used to model sandwich panels, for both the faces sheets and the core. The results were then compared to each other and in general they are in good agreements. Dimple phenomena were found in these cases. It shows that localized pressure on sandwich structures will produce dimple on the pressurize region with little effects on the rest of the structures
- β¦