88 research outputs found

    Kemampuan Kelenjar Saliva Untuk Mengkonsentrasikan Fosfat Pada Kambing.

    Get PDF
    INTISARI Penelitian bertujuan untuk mengetahui kemampuan kelenjar saliva untuk mengkonsentrasikan fosfat (Pi). Hewan yang digunakan adalah kambing betina dewasa kering dan tidak bunting. Untuk memperoleh kadar fosfat dalam plasma yang bervariasi maka setiap hewan percobaan diinfus dengan larutan fosfat isotonis (pH 7,4107 mmol/1 Pi) dan NaCi fisiologis. Sebelum dan setiap 60 menit selama pemberian infus sampel darah dan saliva diambil secara simultan. Pada penelitian ini diketahui bahwa kadar Pi dalam plasma sekitar 2 mmol/l kelenjar saliva mampu menghasilkan sekret dengan kadar 41 mmol/l. Pemngkatan kadar Pi dalam plasma menyebabkan terjadinya peningkatan kadar dalam saliva. Meskipun demikian hubungan antara keduanya bersifat kurvilinear sehingga pada kadar Pi plasma yang tinggi (di atas 6 mmol/l) dapat mencapai nilai maksimal. Hasil penelitian ini menggarisbawahi adanya kemampuan kelenjar saliva yang sangat tinggi untuk mengkonsentrasikan fosfat dalam sekretnya dan adanya keterbatasan kemampuan mengkonsentrasikan fosfat pada keadaan hiperfostatemi yang sangat berat pada kambing. (Kata Kunci: Kambing, Kelenjar Saliva, Fosfat Anorganik.

    Kemampuan Kelenjar Saliva untuk Mengkonsentrasikan Fosfat pada Kambing

    Full text link
    Artikel dalam bentuk PD

    PENGARUH KONSUMSI IKAN TERI TERHADAP MINERALISASI TULANG PADA TIMIS PUTIH (Rattus norvegicus albinus) = EFFECT OF "TERI" FISH CONSUMPTION ON BONEMINERALIZATION IN RATS (Railus nonvgicus albinus)

    Get PDF
    Pengaruh konsumsi ikan teri terhadap mineralisasi tulang telah diteliti pada tikus dewasa normal (sehat) dan penderita osteodistrofia umur 4 bulan. Osteodisatrofia pada hewan penelitian ini diinduksi dengan pemberian pakan yang mengandung fosfor (P) tinggi dan kalsium (Ca) cukup. Pakan perlakuan (pakan teri) dibuat dari tepung jaeune._ tepung kedelai dan tepung teri yang memiliki kandungan Ca dan P sebanyak masing-masing 0,5% dan 0,65%. Kandungan ikan ten dalam pakan tersebut adalah 20% (b/b). Sebagai pakan kontrol adalah pakan yang tersusun dari tepung jaeuna_ tepune kedelai, CaCO3 dan NaH2PO4 dan mempunyai kandungan Ca dan P yang sama dengan pakan ten. Perlalcuan pakan berlangsung selama 2 bulan secara terus menerus. Pada minggu terakhir dilakukan studi balms Ca dan P. Pada hari terakhir penelitian dilakukan pengambilan sampel darah. Selanjutnya hewan dietanasi dan dilakukan koieksi tulang femur. Hasil pemeriksaan kimia darah, berat badan dan tulang femur (panjang, berat kering, densitas abu, mineralisasi tulang, kandungan Ca dan P) menunjukkan bahwa semua parameter dalam batasan normal dan tidak menunjukkan adanya perbedaan diantara kelompok perlalcuan pakan tersebut. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsumsi ikan teri menimbulkan efek negatif terhadap metabolisme Ca dan P serta mineralisasi tulang, baik pada individu normal (sehat) maupun yang mengalami gangguan patologik tulang (osteodistrofia). Kata kunci: fosfat, ikan teri, kalsium, mineralisasi tulang, tiku

    DAMPAK SUPLEMENTASI 1,25-DIHIDROKSIVITAMIN DJTERHADAP EKSKRESI KALSIUM URIN DAN AKUMULASI KALSIUM TULANG TIKUS WISTAR PANHISTEREKTOMI YANG MENGKONSUMSI TERI TAWAR

    Get PDF
    The obyectives of the research were to study the impact of 1.25-dihydroxyvitamin DJ suplementation on urinary Ca excretion and Ca accumulation in panhisterectomized Wistarrats fed with unsalted anchovy. Fifteen female Wistar rats, 8 weeks of age, were divided into three groups (control, panhisterectomy, and panhisterectomy+ I,25-dihydroxyvitamin DJ supplement) of five each. At 19 weeks of age, they were placed into individual metabolic cages for a balance study.From day 4 to II ofthe balance study, every day,the feed left over, urine, and feces were collected and recorded for Ca analyses. The results ofthe research showed that Ca comsumption in panhisterectomized rats consuming I,25-dihydroxyvitamin DJsupplement are not significantly different from the panhisterectomized rats not consuming I,25-dihydroxyvitamin D)supplement. The fecal Ca excretion was significantly higher (

    Aktivitas Beberapa Enzim Serum pada Kambing Ettawa

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan mengkaji aktivitas enzim alanine aminotransferase (ALT), aspartate aminotransferase (AST), alkaline phosphatase (ALP), dan creatinine kinase (CK) pada kambing peranakan Ettawa. Sebanyak 43 ekor kambing peranakan Ettawa dari berbagai kelompok status fisiologis (jantan muda, betina muda, jantan dewasa, betina dewasa, betina bunting, dan betina laktasi) yang secara klinis sehat dan tidak cacat digunakan dalam penelitian ini. Pemeriksaan klinis dan pengambilan sampel darah dilakukan sesuai dengan skedul pemeriksaan dan pengambilan sampel sesuai dengan standard klinik yang diuraikan Baumgartner (1999). Pengambilan sampel darah dilakukan pada jam 7.00-8.00 wib. Pemeriksaan enzim di dalam serum diperiksa dengan menggunakan metode standar sebagaimana diuraikan oleh Kraft dan Duer (1999). Aktivitas AST, ALT, ALP di dalam serum memiliki level yang sebanding dengan level pada ruminansia lain. Sementara itu, aktivitas CK lebih tinggi dibanding nilai yang dinyatakan di dalam literatur untuk ruminansia kecil lainnya

    Pengaruh Pemberian Teri Asin Terhadap Ekskresi Kalsium Urin dan Mineralisasi Tulang Femur Tikus Penderita Osteodistrofia Fibrosa = The effect of salted teri fish on urinary calcium and the Mineralization of femur bone...

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsumsi ikan teri asin terhadap ekskresi Ca urin dan mineralisasi tulang femur pada tikus penderita osteodistrofia fibrosa. Duapuluh ekor tikus betina umur 6 minggu secara acak dibagi dalam 4 kelompok (A, B, C dan D) masing-masing 5 ekor tikus. Setiap ekor tikus ditempatkan dalam kandang individu dan diberi pakan tikus standar (Ca:P=1,5:1) serta air minum secara ad libitum. Pada umur 7 minggu, tikus kelompok B, C, dan D diberi pakan yang mengandung Ca dan P dengan rasio Ca:P = 1,5:6. Untuk peneguhan status osteodistrofia fibrosa, pada umur 15 minggu, tikus kelompok A dan B dieuthanasi, tulang femur kiri tikus diambil untuk pemeriksaan histopatologik. Sementara tikus kelompok C dan D masing-masing diberi pakan yang mengandung teri tawar dan teri asin (rasio Ca:P = 1,5:1). Pada umur 19 minggu tikus dipindah dalam kandang metabolik untuk studi balans. Pada hari ke 3-7 masa studi balans, setiap pagi, dilakukan koleksi dan pengukuran urin dan air minum yang tersisa guna pemeriksaan mineral Ca dan Na. Pada umur 20 minggu, setelah dilakukan pengambilan darah melalui cantus orbitalis medialis, semua tikus dieuthanasi, tulang femur kiri untuk pemeriksaan histopatologik, tulang femur kanan untuk pemeriksaan kimia tulang. Kalsium darah, kalsium urin dan tulang diperiksa dengan metoda o-kresophtheleinkomplekson. Data hasil pemeriksaan dianalisis dengan uji t, sedangkan gambaran histopatologik tulang femur dianalisis secara diskriptif. Hasil pemeriksaan terhadap status kimiawi tulang femur antara tikus kelompok C dengan kelompok D tidak berbeda siginifikan, sedangkan kadar Ca dalam urin tikus kelompok D meningkat dan berbeda signifikan (

    Pemberdayaan Peternak Marginal: Studi Kasus di Wilayah Banguntapan Bantul

    Get PDF
    Over the recent years, villagers in the countryside havefaced the problem of limited resources for livestock and crop productions. Decreased land quality and agricultural land areawith respect to the increased need for housing landhas resulted in economic and environmental problems for livestock farmers in this area. Most livestock farmers have poor standard of education, limited ownership of land and livestock, and  are not capable of managing the natural resources in sustainable ways. The present services for small livestock farmersare aimed to transform the unintegrated livestock and agricultural farming into  a sustainable integrated system in the marginal community. Some efforts were conducted to improve knowledge and skills in zero waste system in livestock and agricultural farming by livestock farmers in marginal areas. The present community development programs were conducted using farmer-centered learning methods (participative learning) and mentoring by professionals on the implementation of sustainable integrated farming system (learning by practice). Furthermore, institutional development and cooperative networking with related parties were carried out. Results showed that the livestock farmerswere able to adopt integrated farming practices and the community was capable of independently producing organic fertilizer from livestock wastes and converting agricultural byproducts into animal feed. Both farmers and villagers have come together to cultivate fruit and vegetable plantations in vacant lands and back yards which were previously unused. The farmers’ group has successfully networked with the related partners to ensure sustainability of environmental conservation efforts and improvement of livelihood. In conclusion, active participation of farmersin the marginal area throughout the development process and mentored-practice are key factors for successful agricultural transformation in the marginal community. Implementation of the sustainable integrated farming system will ensure food security, environmental protection and safety, conservation of natural resources, and better quality of life

    The Efficacy Study of Duramectin, Oxfendazole, Piperazine, and Pyrantel pamoate Against Gastrointestinal Worms In Horses In Yogyakarta Special Region*)

    Get PDF
    This research aimed at determining the efficacy of duramectin, oxfendazole, piperazine, and pyrantelpamoate against gastrointestinal worms in horses in Yogyakarta Special Region and Central Java. The object of research involved 40 horses diagnosed with gastrointestinal worm infection. Prior to the research, all of the horses were subjected to examination for clinical symptoms and parasitology laboratory checkup for signs of worm eggs in their feces, and they were pronounced positive for experiment animals with at least 150 eggs per gram of feces per horse. The research horses were weighed to determine the dose of worm medication to be used. The research horses are divided into four treatment groups, each group consists of ten horses. Group I was given duramectin with a dose of 0.2 mg/kg of body weight. Group II was given oxfendazole with a dose of 7.5 mg/kg of body weight, Group III was given 125 mg Piperazin treatment per kilogram of body weight and Group IV was given pyrantelpamoate with a dose of 20 mg/kg of body weight. After receiving themedication, the horses were observed to document the progress in terms of clinical symptoms and the amount and type of worm eggs in their feces every three days for four times in a row. The research data results were tabulated and were descriptive-comparatively analyzed.The research result showed varying efficacy level of worm medication for horses. Oxfendazole kills Strongylus and Parascaris worms. Duramectin kills Strongylus worms and reduce some of the Parascaris worms. Piperazineandpyrantelpamoate kills the Strongylus wormsand reduce some of the Parascaris.

    DAMPAK SUPLEMENTASI 1,25-DIHIDROKSIVITAMIN D3 TERHADAP EKSKRESI KALSIUM URIN DAN AKUMULASI KALSIUM TULANG TIKUS WISTAR PANHISTEREKTOMI YANG MENGKONSUMSI TERI TAWAR

    Get PDF
    Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji dampak suplementasi 1,25-dihidroksivitami D3, terhadap ekskresi kalsium(Ca) dalam urin dalam akumulas Ca pada tikus Wistar panhisterektomi yang mengkonsumsi teri tawar. Lima belas tikus Wistar betina umur 8 minggu, dibagi 3 kelompok (kontrol, panhisterektomi dan panhisterektom+suplemen 1,25-dihidroksivitan D3) masing-masing 5 tikus. Ketika berumur 19 minggu, masing-masing tikus dimasukkan kandang metabolikin dividu untuk studi balan. Selama studi balan(hari 4 -11 studi balan), setiap pagi dilakukan pengumpulan feses urin dan sisa pakan untuk pemeriksaan Ca. Hasil analisis menunjukkan konsumsi Ca tikus panhisterektomi yang mengkonsumsi 1,25-dihidroksivitami D3 lebih rendah meskipun  tidak berbeda signifikan dibandingkan tikus panhisterektomi yang tidak mengkonsumsi 1,25-dihidroksivitamin D3, ekskresi Ca dalam feses lebih tinggi dan berbeda sangat signifikan (p<0,01), ekskresi Ca dalam urin lebih tinggi dan berbeda signifikan (P<0,05), retensi Ca lebih rendah dan berbeda signifikan (p<0,05)dengan tikus panhisterektorni yang tidak mengkonsumsi 1,25-dihidroksivitaminD3. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa suplemen 1,25-dihidroksivitamin D3, menyebabkan hiperkalsiuria menurunkan retensi Ca dengan demikian menurunkan akumulasi Ca pada tikus Wistar panhisterektomi.Kata kunci: kalsium, 1,25-dihidroksivitamin D3, hiperkalsiuri

    Pemberian Gliserol secara Oral dengan Dosis 2-4 Ml/Kg Berat Badan Meningkatkan Kadar Fisiologik Glukosa Darah: Kajian pada Kambing Kacang (Capra Aegagrus Hircus)

    Get PDF
    Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh aplikasi gliserol secara oral drenching terhadap kadar glukosa darah pada kambing Kacang (Capra aegagrus hircus). Sebanyak 7 ekor kambing Kacang betina, umur ± 2 tahun, bobot badan 26 kg, kondisi tubuh BCS (2,5–3), tidak bunting, dan secara klinis sehat. Hewan dibagi menjadi 2 kelompok yakni kelompok perlakuan dengan larutan gliserol (G) dan kelompok perlakuan dengan air (A) sebagai kontrol. Larutan gliserol dibuat dengan melarutkan gliserol dalam air dengan perbandingan 1:1. Setelah melampaui masa adaptasi sekitar satu bulan, setiap hewan pada kelompok G diberi 2 kali perlakuan oral drenching larutan gliserol dengan dosis 4 ml/kg BB (G2) dan 8 ml/kg BB (G4), sedang setiap hewan kelompok A diberi air dengan dosis 4 ml/kg BB (A4) dan 8 ml/kg BB (A8). Pelaksanaan kedua perlakuan pada setiap hewan berselang 3 pekan. Sampel darah diambil sebelum (pada menit ke-0) dan pada menit ke-60, 120, dan 180 menit setelah oral drencing. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA. P0,05). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwan pemberian gliserol secara oral drenching dengan dosis sampai 2-4 ml/kg BB pada kambing Kacang potensial meningkatkan kadar glukosa darah secara cepat dan bertahan tidak kurang dari 3 jam setelah pemberian
    • …
    corecore