5 research outputs found
Kandungan Magnetit dan Distribusi Sedimen pada Pantai Anoi Itam, Pulau Weh
Keberadaan pasir besi dalam suatu wilayah memiliki peran ekonomis penting, umumnya dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk industri. Di sisi lain, kandungan mineral dan magnetit dalam sedimen dapat digunakan sebagai bahan penjejak untuk menelusuri proses transport sedimen dalam suatu lingkungan perairan. Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran pola distribusi magnetit di lingkungan Pantai Anoi Itam (PAI) yang berada di bagian timur Pulau weh, Kota Sabang. Analisis komposisi magnetit bersama dengan parameter ukuran butiran rata-rata, digunakan untuk mendeskripsikan pola sebaran pasir besi yang terbentuk pada kawasan PAI. Sampel sedimen diambil pada bulan Februari 2017 menggunakan coring pada 20 stasiun di sepanjang pantai (alongshore). Parameter ukuran butiran rata-rata diperoleh menggunakan metode ayak basah, sedangkan kandungan magnetit dihasilkan dari separasi menggunakan magnet kuat Neodynium tipe n-35. Sedimen PAI dicirikan memiliki tekstur yang agak kasar, dimana tipe pasiran dengan sedikit kerikil (Slightly Gravelly Sand) umum ditemukan. Diperoleh nilai ukuran butiran rata-rata sedimen antara 0,30 mm hingga 1,72 mm, dengan rerata (average) 0,74 mm. Magnetit memiliki nilai ukuran butiran rata-rata antara 0,31 mm hingga 1,82 mm, dan diperoleh rerata sebesar 0,76 mm. Keterdapatan magnetit ditemukan dalam persentase yang tinggi pada bagian utara PAI dan menjadi lebih rendah menuju bagian selatan, sehingga disimpulkan bahwa pola sebaran magnetit berasal dari bagian utara PAI
Contribution of Heat Fluxes on Cyclone Narelle as Simulated by a Mesoscale Model
- Heat fluxes from oceanic evaporation particularly latent heat is important to drive the formation and intensification of Cyclone Narelle. The research was carried out by introducing a mesoscale model, namely Weather and Research Forecasting (WRF). One domain with spatial resolution at 10 km was utilized in the model. The model involved significant physical parameters, e.g., Kain-Fritsch in the cumulus scheme, Yonsei University in the Planetary Boundary Layer scheme, and WRF Single-Moment 3-class in the microphysics scheme. The analysis focused on January 8th to 14th upon all stages of Narelle. The result showed that Sea Surface Temperatures (SST) higher than 26°C was a favorable environment for Cylone Narelle to form. Surface sensible and latent heat fluxes have strong positive correlation with wind speed and SST. It can be concluded that these variables were highly correlated with surface heat flux that further lead to the formation and intensification of Cyclone Narelle in early January 2013 over South Indian Ocean. The tracks and stages of the model are nearly similar to the observations, the differences are found in late phases of Narelle