61 research outputs found
GAMELAN SEMAR PEGULINGAN SAIH PITU: THE HEAVENLY ORCHESTRA OF BALI (Record Review)
Gamelan semar pegulingan saih pitu : the heavenly orchestra of bali. Produced by Kurt renker & Wlter Quintus, 1992.One compact disc (duration 63’32”),with notes by I Nyoman Wenten. Digital recording stereo, CD 3008 CMP records.
This CD was recorded by walter Quintus at pura bale batur, kamasan, klungkung,bali,Indonesia,in September 1991. It containts four gending(pieces) in three different saih (modes): gending lasem, saih selisir (23’28”); gending tembung, saih tembung(19’04) ;gending tabuh gari, saih selisir (10’42’) ;gending unduk, saih baro(10’18”). The performing group is sekaa semar pegulingan saih pitu from kamasan village, directed by I Wayan Sumendra .
The term semar pegulingan consists of two words:semar, the god of love, often called samara; and pegulingan , wich means “ bad chamber” in Balinese. Semar pegulingan, thus, mean” love music for the badroom.” Another understanding of the name is “ music for ecstasy.” Saih pitu means that this gamelan uses the seven-tone pelog scale, one of the tuning systems in traditional Balinese music
SCALE GENGGONG AND ITS RELATIONS TO THE FOUR TONE SLENDRO TUNING SYTEM IN BALI1
This research is designed to check the validity of the perception of the Balinese musicians concerning the relationship between scale of Genggong and Balinese four tone Slendro Gamelan Angklung. The data is analyzed using SEMPOD (Seeger Melograph Poly D), and the result supports that Genggong and Angklung scale are related
PERAN KESENIAN DALAM PEMBENTUKAN MENTALITAS ANAK BANGSA
Seni adalah ekspresi jiwa manusia yang diwujudkan dalam bentuk karya seni tertentu. Wujud dari karya seni itu disebut kesenian. Kesenian merupakan salah satu unsur penting dari kebudayaan serta berhubungan erat dengan unsur kebudayaan yang lain seperti sistem kepercayaan, sistem bahasa, sistem organisasi sosial, sistem perekonomian, sistem teknologi, dan sistem pengetahuan (lihat tujuh unsur kebudayaan, Koentjaraningrat). Pada dasarnya kesenian dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu : seni pertunjukan, seni rupa, dan seni media rekam
AKTUALISASI TANTRI DALAM AKTIFITAS SENI PERTUNJIKAN BALI
Tantri merupakan salah satu karya sastra yang sangat penting dan digemari mayarakiat bali .karya sastra ini berkembang dalam bentuk tradiksi tulisan(naskah) dan tradiksi lisan . teks tantri hadir dalam sejumblah naskah, daloam sebagai bentuk sastra (gendre),seperti tutur , stue dan kidung dengan berbagai judul .,antara lain :tantri kmandaka (tutur)ni dyah tantri (satua) ,tantri patalinagantun (kidung),tantri ptrayajna (kidung), tantri mandakaharana (kidung),tantri pisacaharana (kidung), tantri nandakaharana (kidung).(suarka, 1998L:2)
Sebagai sebuah karia sastra yng popular tantri merupakan salah satu sumber yang diaktualisasikan dalam tifitas seni pertunjukan bali. Buktinya dapat dijumpai masalahnya dalam dramatari, sendratari , pragmantari, kawaritan , dan wayang/teater
PEMBANGUNAN PARIWISATA : PERWUJUDAN INTERKONEKSITAS MULTI - DISIPLINER
Pembangunan Pariwisata memerlukan adanya interaksi dan koneksi multidisiplin dari bidang-bidang yang terkait. Oleh karena itu perlu adanya sinergi yang baik mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring. Interkonektisitas ini akan sangat dirasakan pentingnya terutama dengan diberlakukannya Undang Undang No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah.
Salah satu komponen pendukungnya yang sangat penting dalam pembangunan pariwisata adalah kesenian. Sebagai salah satu unsur kebudayaan kesenian dapat member identitas atau jati diri bagi suatu daerah atau bangsa. Selain itu seni budaya dapat juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar bangsa.
Dikaitkan dengan pembicaraan kita mengenai pembangunan pariwisata, maka pada kesempatan yang baik ini saya ingin berbicara secara singkat tentang dua hal yaitu : data base (peta) tentang kesenian daerah dan kemasa seni wisata. Hal ini dimaksudkan untuk dapat memberikan gambaran tentang peranan perguruan tinggi (seni) khususnya bersama dengan unsur-unsur terkait lainnya dalam pembangunan pariwisata
TRANSFORMASI BABAD DALAM SENI PERTUNJUKAN BALI
Babad merupakan sebuah karya sastra sejarah yang telah lama ditrasformasikan ke dalam seni pertunjukan bali.Adapun Ciri-Ciri dari Seni pertunjukan itu adalah sbb:
1.Ekspresinya dilakukan dengan jalan dipertunjukkan
2.Bergerak dalam ruang dan waktu
3.bersifat sesaat
4.Tidak Awet dan hilang setelah dipentaskan
Dramatari Topeng
Dramatari topeng sering disebut hanya dengan istilah topeng sajka,m erupakan sebuah bentuk seni pertunjukan bali yang telah lama menggunakan Babad sebagai salah satu sumber lakon.Lebih jauh penggunaan Babad yang berbeda sebagai lakon dramatari Topeng akan berpengaruh pula pada jenis-jenis topeng (tapel)yang dibutuhkan.Dramatari topeng diiringi dengan seperangkat gamelan bali.
Sendratari
Sendratari (singkatan dari Seni,Drama,dan Tari) merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan Bali yang masih hingga saat ini.Pesta kesenian Bali(PKB)yang dimulai 22 tahun yang lalu(1978)ternyata membawa angin segar terhadap perkembangan sendratari Bali.
Wayang Babad
Sepengetahuan penulis,Wayang Babad muncul untuk pertma kalinya pada akhir tahun 1988 yaitu ketika salah seorang mahasiswa jurusan Pedalangan STSI Denpasar yang bernama I Gusti Ngurah Seramasemadi menampilkan karya seni dalam rangka menempuh ujian Sarjana Seni.Dalam penyajian tersebut I Gusti Ngurah Seramasemadi menampilkan Wayang Babad dengan lakon”Gugurnya Dalem Bungkut”.Penggunaan Babad sebagai salah satu lakon wayang kulit Bali telah membangkitkan kreativitas para seniman kita.salah satu contoh dari dalang Wayang Babad yang telah mendahului kita,adalah rekaman Wayang Babad dengan judul “Babad Gianyar”oleh dalang I Ketut Klinik (alm).Pementasan ini dilakukan di desa Buruhan,Blahbatuh,Gianyar pada tanggal 3 Desember 1999 dalam rangka parade Wayang Babad se_bali(Rekaman ada di Archive STSI Denpasar).
Sebagai penutup dari uraian singkat ini dapat disimpulkan bahwa Babad merupakan sebuah karya yang telah ditransformasikan ke dalam seni pertunjukan Bali sejak mas yang lampau dan terus berlanjut hingga sekarang.Transformasi ini bisa terus berlanjut karena Babad merupakan salah satu sumber inspirasi,informasi,dan motivasi,serta menyimpan nilai-nilai luhur budaya bangsa
PROBELAMTIKA AKTUALISASI TEKS RAMAYANA DAN MAHABHARATA KE DALAM SENI PERTUNJUKAN DALAM RANGKA KONKRETISASI FILSAFAT HINDU
Pertama-tama ijinkan saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Panitia Seminar Itihasa atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk ikut berpartisipasi dalam Seminar yang penting ini. Panitia telah menyodorkan kepada saya sebuah tema “Problematika Aktualisasi Teks Ramayana dan Mahabharata ke dalam Seni Pertunjukan dalam rangka Konkretisasi Filsafat Hindu”.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Ramayana dan Mahabharata merupakan dua epos India yang dikelompokkan ke dalam Itihasa. Sejak masa yang lampau hingga sekarang Ramayana dan Mahabharata merupakan medium yang sangat penting dalam rangka aktualisasi filsafat agama Hindu. Untuk itu kedua epos ini telah banyak ditransformasikan khususnya ke dalam bentuk-bentuk seni pertunjukkan mulai dari yang klasik hingga kontemporer. Hal ini tidak saja dapat dijumpai di India tetapi telah merambah ke berbagai Negara di belahan bumi in
Terompong Beruk Bangkok 2015
Agriculture is a source of artistic creativity. Various types and forms of art have been created from the inspiration of agriculture, such as performing arts, visual arts, literary arts, and other arts. Terompong Beruk is a name of an instrument that can be found in Bali. The instrument is similar to the metalophone, with the blades made from bamboo and the resonators made from coconut shells (in Balinese : beruk). Terompong Beruk Bangkok 2015 (TBB 2015) is a contemporary performing arts which consists of three parts : Ngedes Lemah – the beginning, Uma Sadina – the main body of the piece, and Lelakut Ngigel – the last part. As a contemporary composition, TBB 2015 tries to bring the beauty through the “form and content” with local wisdom foundation in Bali such tri angga, rwa bhineda, menyama braya, desa-kala-patra, and tri hita karana.
Key Word : terompong Beruk, TBB 2015, instrumen
TABUH TELU PEGONGAN Dalam Karawitan Bali
Kata Pengantar
Puji syukur dipanjatkan kehadapan Ida Sanghyang
Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), karena atas Asung
Kertha Waranugraha-NYA, penyusunan buku berjudul
“Tabuh Telu Pegongan Dalam Karawitan Bali” ini berhasil kami
lakukan.
Buku ini merupakan hasil dari penelitian yang
dilakukan mulai tahun 1982 ketika penulis masih menjadi
mahasiswa Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bali.
Penelitian ini sempat tertunda cukup lama karena adanya
tugas dan beberapa kesibukan lainnya. Akhirnya penelitian ini
baru dapat dilanjutkan secara intensif sejak akhir tahun 2020.
Secara umum, buku ini bertujuan untuk
mendeskripsikan hasil kajian tentang gending-gending pegongan
dalam Karawitan Bali dengan fokus pada gending Tabuh Telu.
Gending pegongan adalah repertoar dari gamelan Gong Gede
yaitu salah satu barungan (ensambel) dalam Karawitan Bali
yang menggunakan laras pelog atut lima (lima nada). Gending
pegongan juga disebut gending lelambatan klasik karena
gending pegongan/lelambatan itu berasal dari masa lampau
dan merupakan warisan budaya yang adiluhung.
Pembahasan dalam buku ini dibagi menjadi delapan
(8) bab. Bab I berisi pendahuluan yang meliputi: latar belakang
permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, dan metode
penelitian. Pada Bab II dibahas tentang: Kajian Pustaka,
konsep, landasan teori, dan model penelitian.
Selanjutnya, pada Bab III dibahas tentang gamelan
Gong Gede yang merupakan barungan (ensambel) dari
gending-gending pegongan. Pembahasannya meliputi: latar belakang, instrumentasi, teknik permainannya, repertoar,
unsur musikal dan ekstra musikal, dan hakekat berkesenian.
Pada Bab IV dibahas secara spesifik tentang Tabuh
Telu Pegongan/Lelambatan dengan pokok bahasan meliputi:
sumber pokok Tabuh Telu, Uger-uger Tabuh Telu, Struktur
Tabuh Telu, dan jenis-jenis Tabuh Telu. Bab V, VI, dan VII
merupakan analisis dari ketiga jenis Tabuh Telu, yaitu Tabuh
Telu Pemungkah, Tabuh Telu Pekaad, dan Tabuh Telu
Sekatian. Selanjutnya Bab VIII merupakan bab penutup,
diuraikan simpulan dan saran umum dari seluruh materi yang
dibahas dalam buku ini.
Tersusunnya buku ini, tentu berkat adanya dukungan
dan bantuan yang luar biasa dari berbagai pihak, mulai dari
proses penggalian data di lapangan, sampai proses
penyusunan dan penerbitan buku ini. Untuk itu ijinkan kami
mengucapkan terimakasih kepada para Mpu Karawitan Bali,
diantaranya : bapak I Gusti Putu Made Geria (alm), bapak I
Nyoman Rembang (alm), bapak I Wayan Beratha (alm), bapak
I Wayan Sinti, MA. (alm), dan bapak Drs. I Wayan Madera
Aryasa, MA. Beliau-beliau ini adalah guru Karawitan sewaktu
penulis masih belajar di KOKAR Bali. Dalam konteks
penelitian ini para sesepuh Karawitan Bali tersebut merupakan
informan kunci dan informan ahli. Ucapan terimakasih juga
disampaikan kepada bapak I Wayan Suweca, S.Skar., M.Si. dan
Ni Ketut Suryatini, S.Sn. M.Sn., dari Kayumas Kaja, Denpasar,
bapak Anak Agung Raka Cameng (alm) dari Ubud, Gianyar;
bapak I Wayan Jebeg dari Batubulan, Gianyar, atas informasi
penting yang diberikan terkait gending pegongan/lelambatan.
Khusus mengenai masalah gamelan Gong Gede, penulis
mengucapkan terimakasih kepada bapak Drs. I Ketut Warsa,
seorang pande gong dan teman seperjuangan sewaktu belajar
di KOKAR Bali. Ucapan terimakasih disampaikan juga kepada
nanda tercinta, I Gde Agus Jaya Sadguna, SST.Par., M.Par., dan
I Gde Made Indra Sadguna, SSn., MSn., Ph.D., atas cambukan berupa pertanyaan “sumbangan apa yang bisa bapak berikan
kepada kampus?”. Selentingan singkat dan bermakna sangat
dalam itu telah membangkitkan semangat penulis untuk terus
belajar- belajar- belajar – berbuat, dan mengabdi sesuai
kemampuan. Thank you son.
Selanjutnya, penghargaan dan ucapan terimakasih
penulis sampaikan kepada I Putu Agus Eka Sattvika, S.Sn.,
M.Sn. yang telah banyak meluangkan waktunya untuk
membantu penulis dalam menotasi gending-gending pegongan
yang dipakai dalam penelitian ini. Bantuan yang luar biasa
juga datangnya dari Ni Putu Indah Sri Lestari, S.IKom., dan
Arya Pageh Wibawa, S.T., M.Ds. khususnya dalam hal teknis
penyusunan buku ini. Kepada Prof. Dr. Ni Made Ruastiti,
SST., MSi., disampaikan ucapan terimakasih atas masukan dan
editing tulisan ini.
Di Institut Seni Indonesia Denpasar kami
menyampaikan ucapan terimaksih kepada Bapak Rektor,
Bapak Dekan Fakultas Seni Pertunjukan, Korprodi Karawitan,
Korprodi Magister Seni, Kepala LP2MPP, UPT Penerbitan,
teman-teman dosen dan mahasiswa Karawitan, serta semua
pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Last, but not least, ucapan terimaksih disampaikan
kepada keluarga tercinta, the Sadguna’s (Nini Ceyi, Degus,
Dikla, Komang, Dekyu, Satya, Ajus, Ayu Dyah, dan Ayu Sri)
atas motivasi yang diberikan sekala-niskala. Semoga hasil
penelitian ini dan menjadi “setitik embun di tengah teriknya
panas matahari ilmu pengetahuan”.
Denpasar, September 202
- …