5 research outputs found
Pangan Fungsional dari Produk Hasil Ternak untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan di Era Pandemi Covid-19
Radiati LE, Hati DL, Fardiaz D, Sari LRH. 2020. Functional food from animal products to improve health qualityin the era of the covid-19 Pandemic. In: Herlinda S et al. (Eds.), Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal ke-8 Tahun 2020, Palembang 20 Oktober 2020. pp. 1-11. Palembang: Penerbit & Percetakan Universitas Sriwijaya (UNSRI).Food functional from animal product, provide products important to everyday life, particularly in dietary patterns, to reduce the occurrence of chronic multifactorial diseases. Therefore, the food industry has developed food functional derived from milk and meat fermented products,  The products  have been the subject of intensive research due to the health benefits. Probiotics as bacterial culture and bioactive peptides as the metabolites in fermentation process. Bioactive peptides usually contain 2 to 20 amino acids residues and as the primary structure of animal proteins, requiring proteolysis for their release from the precursor protein. Release of peptides during fermentation occur in two ways: by the microbial proteolytic system and by endogenous proteolytic enzymes, both of them taking place during the fermentation. Probiotics promote gut health, increase the bio-accessibility of fats and proteins in foods, and bioactive peptides prevent chronic diseases. Bioactive peptides have been shown to antioxidant as radical scavenger and antimicrobial  lower the risk of the pathogenic bacteria in the gut. This paper discusses the potential role of bioactive peptide from  milk and meat fermented as a functional food acting against pathogenic bacteria in gut and inhibit adipogenesis in obesity.  Bioactive peptides exhibit natural resistance to gastrointestinal digestion. Once liberated and absorbed, bioactive peptides may exert a physiological affect on the various systems of the body
Efek Kefir Susu Kambing Pada Histopatologi Paru Tikus Wistar Model Fibrosis Paru Induksi Bleomisin
Fibrosis terjadi sebagai respon perbaikan jaringan rusak akibat adanya
injury. Bleomisin merupakan salah satu obat anti-kanker yang dapat menginduksi
fibrosis paru pada manusia dan hewan. Terbentuknya fibrosis tidak lepas dari
pengaruh imunitas tubuh terutama sitokin Th2 dalam meregulasi remodeling
jaringan dan fibrosis. Perubahan fibrosis dapat diamati secara histopatologi
menggunakan metode Masson’s Trichrome. Kefir susu kambing merupakan
bahan pangan fungsional yang mengandung bakteri asam laktat, khamir (yeast)
dan metabolitnya seperti peptida aktif, eksopolisakarida serta β-galaktosidase.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan kefir sebagai imunomodulator
terhadap penghambatan keparahan fibrosis paru subkronis pada tikus yang
diinduksi bleomisin. Penelitian eksperimental ini menggunakan 20 ekor tikus
wistar jantan, umur 10-12 minggu dengan berat badan 129,5 ± 17,34 g. Semua
kelompok tikus dipajan dengan bleomisin intranasal sebanyak 9 kali selama 9
hari. Percobaan terdiri atas 4 kelompok perlakuan: Kelompok (K-) tanpa pajanan
kefir, (P1) kelompok pajanan kefir 2,5 ml, (P2) kelompok pajanan kefir, 3,5 ml
dan (P3) kelompok pajanan kefir 4,5 ml. Kefir diberikan dengan dosis per berat
badan tikus per hari selama 30 hari. Pengamatan histopatologi dengan
pewarnaan Masson’s trichrome, untuk mengamati rata-rata ketebalan deposisi
matrik ekstraseluler (fibrosis) pada peribronkial. Hasil analisis menunjukkan
bahwa terdapat penurunan ekspresi ketebalan fibrosis peribronkial pada
kelompok P1, P2, dan P3. Ketebalan P1 tidak jauh berbeda dengan kelompok
kontrol, sementara itu pada P3 mengalami penebalan fibrosis yang paling tipis
namun secara statistik tidak signifikan. Kesimpulan bahwa kefir kemungkinan
memiliki aktivitas sebagai inhibitor fibrogenesis untuk mengurangi keparahan
fibrosis paru akibat aplikasi bleomisin pada tikus
Characterization and Production of Goat Milk Kefir-Peptide on Triglyceride Synthesis of Cell Model of 3T3-L1
Goat milk kefir (GMK) refers to fermented products, generated through fermenting milk with microbial culture called kefir grains. Prior studies have reported the changes in kefir quality properties during aging process in which fermentation continues, resulting in changes of the peptide content. This research aims to investigate the effect of aging time on GMK–peptide characteristics to inhibite triglyceride syntheses on cells model of 3T3-L1. In this study, GMK were stored at 4 ± 1 oC for 0, 2, 4, 6 and 8 weeks, respectively. The protein profile was characterizedby implementing SDS-PAGE. The result of experiment indicated no protein degradation during the 6 weeks of aging period particularly for high molecular weight at 84 kDa, 80 kDa and 65 kDa. The GMK-supernatant from 8 weeks storage was performed by applying ultrafiltration membrane cut off < 30 kDa (UFC8 030.08). GMK-filtrate fractions (GMK-peptide) was collected as peptides. After 8 weeks of aging period, kefir protein profile was found to consist of peptide fractions and amino acid. The proteolytic activity of kefir grain increased linearly along with aging time (0-8 weeks). During aging period, the proteolytic activity of grain kefir released peptides and amino acid. In particular, the antioxidant activities were found significantly different (p<0.05) during aging periods. The antioxidant activities of GMK-peptide increased along with the elevating peptide concentration, from 3.30 % to 55.73%, with derivate by GMK-peptides of 2.75 – 10.39 mg/ml. Obesity associated with adipocyte hypertrophy occurred when TG accumulation.GMK-peptide of 100 mg/ml indicated the lowest TG level (2.00 ± 0.03 mg/dl). This finding was in line with the inhibition of TG synthesis (61.14 ± 3.26 %). However, GMK-peptide contained antioxidant potency due to may be corelated with decreasing TG synthesis.The study thus suggested the important role of kefir to prolong aging in generating higher peptide bioactive as antioxidant and inhibition of TG synthesis of cell model of 3T3-L
Potensi Whey Kefir Susu Kambing (Whey-Ksk) Sebagai Anti Obesitas Melalui Penghambatan Sintesis Trigliserida, Kolesterol Dan Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (Pepck) Pada Model Sel Adiposit 3T3-L1
Obesitas merupakan masalah kesehatan kronik dikenal sebagai new world
syndrom epidemi global. Obesitas didefinisikan kelebihan energi dalam bentuk lemak
tubuh, berhubungan dengan sindrom metabolik dislipidemia yaitu perubahan konsentrasi
triasilgliserida, kolesterol dan aktivitas enzim PEPCK. Pemecahan masalah obesitas
dapat dilakukan melalui pendekatan adipogenesis sel model preadiposit 3T3-L1 yang
berdiferensiasi menjadi sel adiposit 3T3-L1. Proses diferensiasi sel preadiposit diinduksi
dengan DMI mengandung dexamethasone, IBMX dan insulin, sehingga sel menjadi sel
adiposit, yang mampu mengkonversi glukosa dan protein dari medium menjadi TG,
kolesterol yang disimpan didalam droplet lipid. Perubahan jumlah lipid intraselular diikuti
dengan aktivitas PEPCK pada adiposit yang dapat digunakan sebagai indikator obesitas.
Penggunaan obat untuk menurunkan obesitas mempunyai akibat buruk, oleh
karena itu dikembang komponen pangan yang dapat menurunkan obesitas. Whey-KSK
merupakan produk fermentasi susu mengandung komponen bioaktif peptida, asam
organik, eksopolisakarida, enzim β-galatosidase dan α-glukan. Komponen tersebut
berfungsi dalam meningkatkan kesehatan.
Tujuan penelitian adalah menganalisis pemberian whey-KSK terhadap
adipogenesis sel adiposit 3T3-L1. Tujuan khusus adalah (1) Menentukan dosis optimum
pemberian whey-KSK terhadap penghambatan sintesis TG, TC dan PEPCK pada sel
adiposit 3T3-L1. (2) Menganalisis pemberian dosis whey-KSK yang berbeda terhadap
perbedaan kadar TG, TC dan PEPCK pada sel adiposit 3T3-L1, (3) Menganalisis hubungan
pemberian dosisi whey-KSK yang berbeda terhadap penurunan kadar TG, TC dan
PEPCK pada sel adiposit 3T3-L1.
Metode penelitian adalah true eksperimental rancangan acak lengkap. Materi
ekperimen adalah sel model adiposit 3T3-L1 (Mouse Mus musculus embryonic fibroblast,
ditumbuhkan pada DMEM yang mengandung gk\lulosa, penicillin−streptomycin, FBS,
diinduksi dengan DMI (Biovision K579-100), setiap sampel mengandung sel adiposit 105
sel/sumur, 24 piring kultur. Kelompok KN (Kontrol - ), KP (Kontrol +), kelompok yang
diberi whey-KSK adalah P1, P2, P3, P4 berturut-turut 25, 50, 75 dan P4 100g/mL).
Variabel diukur adalah TG, TC dan aktivitas PEPCK yang masing-masing berdasarkan
uji kuantitatif colorimetric assay dengan kit Seri Biovision TG (K622-100), TC (K578-
100), aktivitas PEPCK (K603-100), pewarnaan lipid (Oil Red O K580-100), sel lisis (NP-
40 detergent surfac-Amp).
Hasil uji menunjukkan TG sel adiposit 3T3-L1 pada berturut-turut pada kelompok
KN, KP, P1, P2, P3 dan P4 adalah 1.19 0,03 nmol/L, 2,91 0,03 nmol/L, 1,88 0,08
nmol/L, 1,79 0,05 nmol/L, 1,56 0,06 nmol/L, 1,30±0,05 nmol/μL. Berdasarkan nilai
TG menunjukkan bahwa pemberian whey-KSK semakin tinggi mengakibatkan nilai TG
semakin rendah. Hasil regresi pemberian dosis whey-KSK berbeda pada sel adiposit
berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap TG. Berdasarkan uji statistika (t-
hitung 8,89 > t-tabel 2,10), pada (α <5%), dengan koefisien regresi -0,01, setiap
peningkatan satu angka variabel dosis whey-KSK dapat menurunkan TG sebesar 0,01
secara signifikan. Koefisien determinasi R square 0,82, menunjukkan besarnya kontribusi
pengaruh variabel dosis Whey-KSK terhadap variabel TG sebesar 82% dan pengaruh
variabel bebas lainnya sebesar 18%. Rata-rata kadar TG tertinggi pada perlakuan KP
sebesar 2,91±0,03 mnol/L, dan rata-rata angka TG terrendah pada perlakuan KN
sebesar 1,30±0,05 mmol/L. Pemberian whey-KSK 25–100 μg/mL dapat menurunkan
35,39–55,32% TG sel adiposit 3T3-L1.
Hasil uji kandungan TC sel adiposit 3T3-L1 pada kelompok perlakuan KN (1,11
0,01μg/
L), KP (4,99 0,09 μg/L), P1(3,47 0,09 μg /L), P2 (, 2,99 0,04 μg /L), P3
(2,11 0,09 μg/L), dan P4 (1,94±0,09 μg/μL). Berdasarkan nilai TC menunjukkan bahwa
pemberian whey-KSK semakin tinggi mengakibatkan nilai TC rendah. Hasil regresi
pemberian dosis Whey-KSK yang berbeda berpengaruh secara negatif dan signifikan
terhadap TC. Hasil uji statistika ( t-hitung 13,956 < t-tabel 2,101), pada (α<0,05).
Koefisien regresi -0,03 berarti setiap peningkatan satu angka variabel dosis whey-KSK
dapat menurunkan variabel TC sebesar 0,03 angka secara signifikan. Koefisien
determinasi dengan R square sebesar 0,92, menunjukkan besarnya kontribusi pengaruh
variabel dosis Whey-KSK terhadap variabel TC sebesar 92%, pengaruh variabel bebas
lainnya sebesar 8,5%. Rata-rata ninai TC tertinggi pada KP sebesar 4,99 0,09 μg/L,
dan terrendah pada KN sebesar 1,11 0,01μg/
L Pemberian whey-KSK 25-100 μg/mL
dapat menurunkan TC (10,42-61,12%),
Aktivitas PEPCK sel adiposit 3T3-L1 menunjukkan KN (0,03 0,01mU/μL), KP
(0,44 0,02mU/μL), P1 (0,32 0,00mU/μL), P2 (0,29 0,00 mU/μL), P3 (0,19 0,00
mU/μL), dan P4 (0,07±0,00 mU/μL). Aktivitas spesifik PEPCK adalah KN (0,08 0,00
mU/mg, KP(0,89 0,13 mU/mg), P1 (0,59 0,00 mU/mg), P2 (0,50 0,00 mU/mg), P3 (0,39
0,00 mU/mg), P4 (0,32±0,14 μg/mg). Berdasarkan aktivitas PEPCK menunjukkan
bahwa pemberian whey-KSK semakin tinggi mengakibatkan nilai aktivitas PEPCK
semakin rendah, sehingga pemberian whey-KSK dapat menurukan aktivitas PEPCK sel
adiposit dibanding dengan KP. Pemberian whey-KSK menunjukkan penghambatan
aktivitas PEPCK (56,81–84,09%) dan penghambatan aktivitas spesifik PEPCK (56,17-
64,04%) dibanding kontrol positif. Kontribusi variabel dosis Whey-KSK terhadap variabel
aktivitas PEPCK sebesar 72,2%, dan pengaruh variabel lain 27,8%. Kontribusi variabel
dosis whey-KSK terhadap variabel aktivitas spesifik PEPCK sebesar 43,0% dan
pengaruh variabel lainnya sebesar 57,0%.
Kesimpulan pemberian whey-KSK pada sel model obesitas dapat menghambat
sisntesis TG, TC dan aktivitas enzim PEPCK yang merupakan indikator obesitas. Whey-
KSK potinsial sebagai alternatif komponen diet anti obesitas
Potensi Whey Kefir Susu Kambing (Whey-Ksk) Sebagai Anti Obesitas Melalui Penghambatan Sintesis Trigliserida, Kolesterol Dan Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (Pepck) Pada Model Sel Adiposit 3t3-L1
Obesitas merupakan masalah kesehatan kronik dikenal sebagai new world
syndrom epidemi global. Obesitas didefinisikan kelebihan energi dalam bentuk lemak
tubuh, berhubungan dengan sindrom metabolik dislipidemia yaitu perubahan konsentrasi
triasilgliserida, kolesterol dan aktivitas enzim PEPCK. Pemecahan masalah obesitas
dapat dilakukan melalui pendekatan adipogenesis sel model preadiposit 3T3-L1 yang
berdiferensiasi menjadi sel adiposit 3T3-L1. Proses diferensiasi sel preadiposit diinduksi
dengan DMI mengandung dexamethasone, IBMX dan insulin, sehingga sel menjadi sel
adiposit, yang mampu mengkonversi glukosa dan protein dari medium menjadi TG,
kolesterol yang disimpan didalam droplet lipid. Perubahan jumlah lipid intraselular diikuti
dengan aktivitas PEPCK pada adiposit yang dapat digunakan sebagai indikator obesitas.
Penggunaan obat untuk menurunkan obesitas mempunyai akibat buruk, oleh
karena itu dikembang komponen pangan yang dapat menurunkan obesitas. Whey-KSK
merupakan produk fermentasi susu mengandung komponen bioaktif peptida, asam
organik, eksopolisakarida, enzim β-galatosidase dan α-glukan. Komponen tersebut
berfungsi dalam meningkatkan kesehatan.
Tujuan penelitian adalah menganalisis pemberian whey-KSK terhadap
adipogenesis sel adiposit 3T3-L1. Tujuan khusus adalah (1) Menentukan dosis optimum
pemberian whey-KSK terhadap penghambatan sintesis TG, TC dan PEPCK pada sel
adiposit 3T3-L1. (2) Menganalisis pemberian dosis whey-KSK yang berbeda terhadap
perbedaan kadar TG, TC dan PEPCK pada sel adiposit 3T3-L1, (3) Menganalisis hubungan
pemberian dosisi whey-KSK yang berbeda terhadap penurunan kadar TG, TC dan
PEPCK pada sel adiposit 3T3-L1.
Metode penelitian adalah true eksperimental rancangan acak lengkap. Materi
ekperimen adalah sel model adiposit 3T3-L1 (Mouse Mus musculus embryonic fibroblast,
ditumbuhkan pada DMEM yang mengandung gk\lulosa, penicillin−streptomycin, FBS,
diinduksi dengan DMI (Biovision K579-100), setiap sampel mengandung sel adiposit 105
sel/sumur, 24 piring kultur. Kelompok KN (Kontrol - ), KP (Kontrol +), kelompok yang
diberi whey-KSK adalah P1, P2, P3, P4 berturut-turut 25, 50, 75 dan P4 100g/mL).
Variabel diukur adalah TG, TC dan aktivitas PEPCK yang masing-masing berdasarkan
uji kuantitatif colorimetric assay dengan kit Seri Biovision TG (K622-100), TC (K578-
100), aktivitas PEPCK (K603-100), pewarnaan lipid (Oil Red O K580-100), sel lisis (NP-
40 detergent surfac-Amp).
Hasil uji menunjukkan TG sel adiposit 3T3-L1 pada berturut-turut pada kelompok
KN, KP, P1, P2, P3 dan P4 adalah 1.19 0,03 nmol/L, 2,91 0,03 nmol/L, 1,88 0,08
nmol/L, 1,79 0,05 nmol/L, 1,56 0,06 nmol/L, 1,30±0,05 nmol/μL. Berdasarkan nilai
TG menunjukkan bahwa pemberian whey-KSK semakin tinggi mengakibatkan nilai TG
semakin rendah. Hasil regresi pemberian dosis whey-KSK berbeda pada sel adiposit
berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap TG. Berdasarkan uji statistika (t-
hitung 8,89 > t-tabel 2,10), pada (α <5%), dengan koefisien regresi -0,01, setiap
peningkatan satu angka variabel dosis whey-KSK dapat menurunkan TG sebesar 0,01
secara signifikan. Koefisien determinasi R square 0,82, menunjukkan besarnya kontribusi
pengaruh variabel dosis Whey-KSK terhadap variabel TG sebesar 82% dan pengaruh
variabel bebas lainnya sebesar 18%. Rata-rata kadar TG tertinggi pada perlakuan KP
sebesar 2,91±0,03 mnol/L, dan rata-rata angka TG terrendah pada perlakuan KN
sebesar 1,30±0,05 mmol/L. Pemberian whey-KSK 25–100 μg/mL dapat menurunkan
35,39–55,32% TG sel adiposit 3T3-L1.
Hasil uji kandungan TC sel adiposit 3T3-L1 pada kelompok perlakuan KN (1,11
0,01μg/
L), KP (4,99 0,09 μg/L), P1(3,47 0,09 μg /L), P2 (, 2,99 0,04 μg /L), P3 ii
(2,11 0,09 μg/L), dan P4 (1,94±0,09 μg/μL). Berdasarkan nilai TC menunjukkan bahwa
pemberian whey-KSK semakin tinggi mengakibatkan nilai TC rendah. Hasil regresi
pemberian dosis Whey-KSK yang berbeda berpengaruh secara negatif dan signifikan
terhadap TC. Hasil uji statistika ( t-hitung 13,956 < t-tabel 2,101), pada (α<0,05).
Koefisien regresi -0,03 berarti setiap peningkatan satu angka variabel dosis whey-KSK
dapat menurunkan variabel TC sebesar 0,03 angka secara signifikan. Koefisien
determinasi dengan R square sebesar 0,92, menunjukkan besarnya kontribusi pengaruh
variabel dosis Whey-KSK terhadap variabel TC sebesar 92%, pengaruh variabel bebas
lainnya sebesar 8,5%. Rata-rata ninai TC tertinggi pada KP sebesar 4,99 0,09 μg/L,
dan terrendah pada KN sebesar 1,11 0,01μg/
L Pemberian whey-KSK 25-100 μg/mL
dapat menurunkan TC (10,42-61,12%),
Aktivitas PEPCK sel adiposit 3T3-L1 menunjukkan KN (0,03 0,01mU/μL), KP
(0,44 0,02mU/μL), P1 (0,32 0,00mU/μL), P2 (0,29 0,00 mU/μL), P3 (0,19 0,00
mU/μL), dan P4 (0,07±0,00 mU/μL). Aktivitas spesifik PEPCK adalah KN (0,08 0,00
mU/mg, KP(0,89 0,13 mU/mg), P1 (0,59 0,00 mU/mg), P2 (0,50 0,00 mU/mg), P3 (0,39
0,00 mU/mg), P4 (0,32±0,14 μg/mg). Berdasarkan aktivitas PEPCK menunjukkan
bahwa pemberian whey-KSK semakin tinggi mengakibatkan nilai aktivitas PEPCK
semakin rendah, sehingga pemberian whey-KSK dapat menurukan aktivitas PEPCK sel
adiposit dibanding dengan KP. Pemberian whey-KSK menunjukkan penghambatan
aktivitas PEPCK (56,81–84,09%) dan penghambatan aktivitas spesifik PEPCK (56,17-
64,04%) dibanding kontrol positif. Kontribusi variabel dosis Whey-KSK terhadap variabel
aktivitas PEPCK sebesar 72,2%, dan pengaruh variabel lain 27,8%. Kontribusi variabel
dosis whey-KSK terhadap variabel aktivitas spesifik PEPCK sebesar 43,0% dan
pengaruh variabel lainnya sebesar 57,0%.
Kesimpulan pemberian whey-KSK pada sel model obesitas dapat menghambat
sisntesis TG, TC dan aktivitas enzim PEPCK yang merupakan indikator obesitas. Whey-
KSK potinsial sebagai alternatif komponen diet anti obesitas