6 research outputs found
Kedudukan Akta Perubahan PT Perorangan Terhadap Akta Pendirian PT dan Implikasi Keberlangsungannya
Abstrak     “PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris.”Pemerintah melalui“UU No. 11/2020”menciptakan sebuah bentuk PT baru.“PT tersebut adalah PT Perorangan yang dapat didirikan oleh satu orang tanpa akta notaris.”PT“tersebut harus memenuhi kriteria sebagai UMK.”Dengan berkembangnya bisnis, memungkinkan PT Perorangan tersebut“tidak lagi memenuhi kriteria”sebagai“UMK,”dan“harus mengubah statusnya menjadi PT Persekutuan Modal dengan akta notaris.”Menjadi persoalan ketika PT Perorangan mengubah status badan hukumnya karena tidak adanya“akta pendirian PT dalam bentuk akta notaris.”Akta perubahan status berbeda dengan akta pendirian, meskipun di dalamnya terdapat anggaran dasar dan data PT. Oleh karena itu, PT Perorangan tidak dapat  merubah status badan hukumnya karena tidak memiliki akta pendirian dalam bentuk akta notaris sebagaimana yang disyaratkan. Dengan tidak terpenuhi syarat tersebut, maka PT tersebut tidak pernah didirikan.Kata Kunci:“PT, Akta Pendirian, PT Perorangan, Akta Perubahan Status” Abstract      Limited Liability Company (“LLC”) is established by 2 (two) or more persons with a notarial deed. The government through Law no. 11/2020 creates a new form of LLC. The LLC is“a Single-member Limited Company (“SLC”)”which can be established by one person without a notarial deed. The SLC must comply with the criteria as a“UMK.”With the development of the business, it is possible for the SLC to no longer comply”with the criteria as a“UMK,”and must change its status to a LLC by notarial deed. It becomes a problem when a SLC changes its legal entity status because there is no deed of establishment of LLC in the form of a notary deed. The change of legal entity deed is different from the deed of establishment, although it contains the articles of association and data of LLC. Therefore, SLC cannot change its legal entity status because it does not have a deed of establishment in the form of a notarial deed as required. By not fulfilling these requirements, the LLC was never established.”Keywords:”Limited Liability Company, Establisment Deed, Single-member Limited Company, Change of Legal Entity Deed.
Keabsahan dan Autentisitas Akta Perjanjian Sewa-Menyewa: Analisis Putusan Pengadilan Negeri Rantau Prapat No.26/Pdt.G/2020/Pn RAP
Penelitian ini membahas mengenai Putusan Pengadilan Negeri Rantau Prapat NO.26/PDT.G/2020/PN RAP sehubungan dengan keabsahan dan autentisitas akta perjanjian sewa-menyewa No. 05, tanggal 04 april 2019, yang dibuat dihadapan Notaris Elis Syahputra, SH., M.Kn. Dalam penelitian ini terdapat 2 (dua) pokok permasalahan, yaitu: (i) mengenai pertimbangan hakim sehubungan dengan keabsahan perjanjian, autentisitas akta notarial, dan asas kausalitas dalam putusan Pengadilan Negeri Rantau Prapat Nomor 26/Pdt.G/2020/PN Rap; (ii) mengenai analisis putusan Pengadilan Negeri Rantau Prapat Nomor 26/Pdt.G/2020/PN Rap dengan menggunakan metode interpretasi dan argumentasi. Untuk menjawab permasalahan tersebut, digunakan metode penelitian hukum yuridis-normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan alat pengumpulan data yaitu studi pustaka. Hasil penelitian ini adalah: (i) putusan hakim pada kasus Pengadilan Negeri Rantau Prapat No.26/Pdt.G/2020/PN RAP cenderung bersifat formalitas dalam prosedur pembuatan akta dan syarat sahnya perjanjian, namun ketidakhadiran saksi akta tidak menjadi pertimbangan hakim bahwa terhadap hal tersebut penggugat berpotensi dirugikan; (ii) pada kasus Putusan Pengadilan Negeri Rantau Prapat No.26/Pdt.G/2020/PN RAP, metode interpretasi dapat diterapkan. Majelis Hakim dalam mengambil keputusan harus senantiasa mempertimbangkan makna-makna atau interpretasi dari setiap peraturan perundang-undangan sehingga putusan hakim tidak terpaku pada teks yang tercantum pada peraturan perundang-undanga
ANALISIS PERJANJIAN PERKAWINAN SEBELUM DAN SESUDAH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XII/2015
Perjanjian antara seorang pria dan seorang wanita dikenal sebagai kontrak pernikahan yang mengatur tanggung jawab para pihak dalam sebuah pernikahan. Karena Undang-Undang Dasar Indonesia tidak memiliki ketentuan khusus, maka hanya diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang tidak menjelaskan sifat atau syarat kontraktual dari hubungan perkawinan. Berdasarkan struktur sejarahnya, akad nikah berdasarkan Pasal 29 UUP dianggap tidak sesuai dengan hukum asal Pasal 29 ayat 1 UUP, dan baik itu dibuat sebelum atau selama perkawinan, pengertiannya benar. Putusan MK Nomor 1. Menurut PUU-XIII/2015, 69/PUU-XIII/2015. Perjanjian dapat dibuat sebelum atau sesudah perkawinan, tetapi tidak selama perkawinan, menurut putusan Mahkamah Konstitusi saat ini (perjanjian pranikah).
Attitude of The Notary Public Towards The Request for The Cancelation of The Prenuptial Agreement Deed as A Result of The Marriage Annulment and The Consequences for Third Parties
The existence of an annulment of marriage raises the question on how the attitude of the Notary Public towards the request for the cancelation of the prenuptial agreement deed as a result of the marriage annulment and the consequences for third parties. This study aims to provide an understanding to the reader about how the regulation and consequences of marriage annulment on the prenuptial agreement deed in Indonesia. Based on the study that has been done, it can be concluded that the cancelation of the existing prenuptial agreement deed should be done through an application to the Court, not with a notarial deed of cancelation, so that if the cancelation is problematic or detrimental to a third party in the future, the third party cannot file a civil lawsuit or criminal charge against a Notary Public. The existence of an agreement made with a third party is still valid based on the making of the agreement itself, which is assumed to have fulfilled the requirements stipulated in the Civil Code, laws and regulations, and does not violate the law also the prenuptial agreement deed which remained valid when it became the basis for making the agreement with a third party. Therefore, the agreement remains valid and must be implemented so that third parties with good intentions are not harmed. Regarding who should be responsible later, by all means, is who makes the agreement with the third party
Peranan Notaris Dalam Kepastian Hukum Akta Kuasa Menjual Terhadap Objek Jual Beli Yang Pailitkan
The purpose of this study is to determine the role of the Notary in the legal certainty of the power of attorney to sell the object in bankruptcy and to be able to find out the legal consequences and legal liability. Decision on Declaration of Bankruptcy The debtor by law loses his right to control and manage the assets he owns. All debtor assets, both existing and future, are subject to general confiscation. This method of writing is qualitatively analytical and uses normative juridical research methods that are oriented to data sourced from literature and literature studies. The research method resulted in the conclusion that bankruptcy will end if you file a re-suit or other lawsuit to the commercial court on the object of the object can be transferred if another lawsuit is made to the court for the bankruptcy case. Deed of transfer of assets, binding of deed on material security, and making a notarial deed of sale under the hands of defecated goods in the process of settling bankrupt assets. In this case, the notary can be subject to criminal action if it is proven that the legal action he has done causes losses to creditors. The novelty of previous research, there are already studies that discuss this research, however, each study has its own characteristics. This study emphasizes the role of a notary and the legal certainty of the power of attorney to sell the object in bankruptcy and legal responsibility. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran Notaris dalam terkait kepastian hukum akta kuasa menjual terhadap objek yang di pailitkan dan untuk dapat mengetahui akibat hukum serta pertanggung jawaban hukum. Putusan pernyataan pailit debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang ia miliki. Seluruh Aset debitur, baik yang ada maupun yang akan ada dikenakan sita umum. Metode penulisan ini bersifat kualitatif analitif dan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang berorientasi pada data yang bersumber dar literatur maupun studi kepustakaan. Metode penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan kepailitan akan berakhir apabila mengajukan gugatan ulang atau lain ke pengadilan niaga atas objek benda tersebut dapat beralih bila dilakukan gugatan gugatan lain kepada pengadilan atas boedel pailit tersebut.hasil penelitian yang didapatkan dari penelitian ini bahwa peran Notaris dalam proses kepailitan ialah membuat akta terhadap pengalihan aset, membuat pengikatan akta terhadap jaminan kebendaan dan membuat akta notarial penjualan di bawah tangan dalam proses pemberesan harta pailit. Notaris dalam hal ini dapat dikenakan tidakan pidana apabila terbukti terhadap perbuatan hukum yang dilakukkannya menimbulkan kerugian bagi para kreditur. Kebaharuan penelitian sebelumnya sudah ada penelitian yang membahas penelitian ini namun, setiap penelitian memiliki karaketristik masing-masing. Penelitian ini lebih menekankan peran Notaris serta kepastian hukum akta kuasa menjual terhadap objek yang di pailitkan dan serta tanggung jawab hukum.Â
Analisis Perjanjian Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan Di Indonesia: (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015)
The protection of individual rights in marital relations according to positive Indonesian Law can be enforced by making a Prenuptial Agreement. Article 147 of the Civil Code states that a prenuptial agreement must be made before the marriage and must be in the form of a notarial deed which can apply to third parties since it registrates at the local District Court Registrar’s Office and has been recorded on Marriage Deed in the Civil Registry. In Indonesia, there has been unification in the field of Marriage Law, which has resulted in several changes to the provisions of prenuptial agreement. This study is aimed at obtaining answers to the following problems: (1) How is the binding force of the prenuptial agreement after the enactment of Law Number 1 of 1974? (2) What is the concept of making a prenuptial agreement after the decision of Constitutional Court Number 69/PUU-XIII/2015? Solving this problem is persued by empirical normative legal research methods using secondary data. The results of this study are: (1) A prenuptial agreement’s strength of binding after the enactment of the Marriage Law is after it is registered and ratified by a Marriage Registrar, and the content of prenuptial agreement is broader, not only coveting wealth; (2) The prenuptial agreement after the decision of Constitutional Court Number 69/PUU-XIII/2015 can be made after the marriage