10 research outputs found

    Students and Teachers’ Perception of Using CBT Seagull Training Lab for Learning Maritime English in PIP Semarang

    Get PDF
    This study attempts to explore how students and teacher perceive the usefulness of Computer Based Training (CBT) Seagull Training Lab software for teaching, and learning Maritime English in PIP Semarang. This software is used by Marine Navigation, Marine Engineering and Port and Shipping Department’s students. The study adopted the Technology Acceptance Model (TAM) by Davis (1989) focusing on the perceived acceptance of the software. This study employed the survey research design with simple random sampling as the sampling technique. The questionnaires and interviews were used as the method of data collection. The population participated are 374 students and 3 teachers. The data were analyzed and interpreted descriptively. The analysis was done under 4 headings: perceived of ease, perceived usefulness, attitude towards using, and behavior intention to use. The results show that students and teachers perceived the software both positively and negatively. It also reveals that a positive impact of the usage has a positive impact on teaching. Moreover, the negative perception is also uncovered

    Soy milk and ginger (Sulehe) increase PPAR-γ expression in a rat model of insulin resistance

    Get PDF
    Background: Diabetes mellitus type 2 is metabolic disease characterized by hyperglycemia due to a defect in insulin secretion resulting in insulin resistance. This disease leads to dysfunction of various organs including eyes, kidneys, and heart. One of the alternative diets which can be consumed is a mixture of soy milk and ginger (Indonesian: Susu kedelai dan jahe (Sulehe)). Sulehe contains isoflavones, PUFAs, and gingerols that are affected by insulin resistance. Aim: This study was aimed to discover the effect of Sulehe on peroxisome expression proliferator-activated receptor gamma (PPAR-) in a rat model of insulin resistance. Methods: Twenty-four rats were divided into six study groups: (1) negative control, (2) positive control, (3) soy milk 5 g/kg BB diet, (4) ginger 500 mg/kg BB diet, (5) Sulehe (soy milk 2500 mg/kg BB + ginger 250 mg/kg BB) diet, (6) Sulehe (soy milk 5000 mg/kg BB + ginger 500 mg/kg BB) diet. This research belonged to experimental in vivo laboratory study with all replications of each treatment across all subjects is completely randomized, and data retrieval with a post-test only control group design. Results: The mean PPAR- activity in normal (control) rats was 578 82.02. Sulehe (soy milk 5000 g + ginger 500 mg) diet can increase rat PPAR- activity up to 1158 53.74. The significant different result achieved when p-value on ANOVA analysis is less than 0.05 (p0.05). According to the ANOVA analysis, there was a significant difference in PPAR- in the combination of soy milk + ginger 500 mg, with a difference of 345.5, compared with control. Conclusion: In summary, Sulehe may be a potential agent to influence PPAR- expression

    Pengaruh Makanan Siap Saji Internasional Dan Makanan Siap Saji Khas Indonesia Terhadap Perubahan Kadar Ghrelin Plasma Dan Skor Visual Analogue Scale Satiety Pada Laki- Laki Dewasa Dengan Obesitas

    Get PDF
    Obesitas merupakan kondisi dimana lemak tubuh terakumulasi dan juga faktor risiko terjadinya penyakit kronis seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes mellitus, dan kanker. Pada awalnya, masalah ini menjadi fokus hanya di negara-negara maju tetapi masalah ini juga menjadi fokus berbagai negara berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, prevalensi obesitas terus meningkat dari tahun ke tahun. Persentase jumlah laki-laki maupun wanita dewasa lebih dari 18 tahun dengan obesitas meningkat cukup signifikan, yakni pada laki-laki dari 13,8% menjadi 19,7% sementara pada wanita dari 14,8% menjadi 32,9% pada tahun 2013. Obesitas diakibatkan oleh bergesernya homeostasis energi ke arah positif. Otak manusia berperan penting dalam proses pengaturan homeostasis energi, salah satunya melalui mekanisme stimulasi rasa lapar, kenyang, keinginan untuk makan, dan keinginan untuk makan dalam jumlah besar dimana hal tersebut dikendalikan oleh berbagai hormon pada sistem endokrin. Hormon yang ikut mengatur keseimbangan energi ini adalah ghrelin. Ghrelin adalah hormon endogen yang diproduksi oleh duodenum, jejunum dan paling banyak oleh kelenjar oksintik yang berada di lambung bagian fundus yakni sel X/A. Ghrelin dihasilkan melalui proses transkripsi, translasi, dan modifikasi post translasi dari gen ghrelin, dimana hasil akhirnya berupa dua bentuk hormon yang tersirkulasi di dalam plasma, yakni des-acylated ghrelin (DAG) dan acylated ghrelin (AG) yang merupakan hasil dari katalisasi DAG oleh enzim ghrelin o-acyl-transferase (GOAT). Kedua hormon ini berfungsi dalam pengaturan jalur homeostasis energi yang berbeda. Acylated ghrelin bekerja di jalur sentral menembus sawar darah otak menuju ke hipotalamus dan perifer melalui nervus vagus. Di hipotalamus, ghrelin mengaktivasi nukleus arkuata (ARC) dan nukleus paraventrikel. Nukleus yang terekspresi AG mengirim sinyal balik melalui ARC, akan meningkatkan rasa lapar, keinginan untuk makan, dan keinginan untuk makan dalam jumlah besar, dan akan menekan rasa lapar melalui serangkaian mekanisme. Di sisi lain, mekanisme kerja hormon DAG berkebalikan dengan AG dan berfungsi sebagai antagonis dari hormon AG. Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang melihat perbedaan antara kadar AG pada laki-laki dewasa dengan obesitas yang diberi makanan siap saji internasional dengan khas Indonesia dan diukur melalui pengambilan plasma darah pada preprandial, 30, 60, dan 120 menit post prandrial. Kemudian, dilakukan juga peniliaian secara subjektif dengan menggunakan skor visual analogue scale (VAS) satiety untuk melihat hubungannya dengan kadar hormon ghrelin untuk menilai hunger, fullness, desire to eat, dan prospective food consumption. Penelitian ini menggunakan 16 orang responden laki-laki dewasa dengan status gizi obesitas. Desain penelitian ini menggunakan desain true experimental dimana dua kelompok responden akan dibandingkan kadar hormon ghrelin dan skor visual analogue scale sebelum dan setelah mengkonsumsi makanan siap saji internasional dan khas Indonesia. Responden akan diminta untuk makan terakhir pada pukul 21.00 dimana menu tersebut mengandung 25% kebutuhan energi dan dipuasakan. Lalu, pada pagi harinya, responden diambil darahnya dan mengisi form VAS satiety pada menit ke 0, 30, 60, dan 120 menit. Hal tersebut dilakukan pada kedua kelompok responden. Data yang diperoleh (kadar ghrelin, skor VAS Q1 (hunger), Q2 (fullness), Q3 (desire to eat), dan Q4 (prospective food consumption) dianalisis dengan uji beda, uji T tidak berpasangan dan Mann-Whitney, dan uji korelasi, Pearson dan Spearman. Analisis penelitian menunjukkan perbedaan bermakna pada menit ke-0, 30, dan 60 pada ghrelin plasma dimana kadar ghrelin plasma mencapai puncak pada menit ke-30 (p<0.01). Tidak terdapat perbedaan skor VAS satiety pada semua rentang waktu dan pada vii dua kelompok responden (p>0.05). Tidak didapatkan korelasi antara kadar ghrelin plasma dan skor VAS satiety kecuali pada responden yang mengonsumsi makanan siap saji internasional di menit ke-30. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kadar ghrelin plasma pada responden dengan obesitas berbeda bermakna bila diberi jenis makanan dengan kandungan zat gizi yang berbeda. Lemak dan karbohidrat akan menekan kadar ghrelin plasma sementara protein justru akan meningkatkan kadar ghrelin plasma. Di sisi lain, skor VAS tidak berbeda bermakna pada dua kelompok responden. Hal ini dikarenakan skor VAS merupakan skala pengukuran yang bersifat subjektif dan dipengaruhi berbagai faktor seperti densitas energi makanan yang rendah. Sejalan dengan hal ini, kadar ghrelin plasma tidak berhubungan dengan skor VAS satiety. Kondisi ini kemungkinan terjadi karena adanya mekanisme resistensi leptin yang mempengaruhi kinerja hormon ghrelin dan skor VAS sehingga pemberian dua makanan siap saji yang berbeda kandungan zat gizi makronya tidak memberikan efek kenyang pada kedua kelompok responde

    Students and Teachers' Perception of Using CBT Seagull Training Lab for Learning Maritime English in PIP Semarang

    Full text link
    This study attempts to explore how students and teacher perceive the usefulness of Computer Based Training (CBT) Seagull Training Lab software for teaching, and learning Maritime English in PIP Semarang. This software is used by Marine Navigation, Marine Engineering and Port and Shipping Department's students. The study adopted the Technology Acceptance Model (TAM) by Davis (1989) focusing on the perceived acceptance of the software. This study employed the survey research design with simple random sampling as the sampling technique. The questionnaires and interviews were used as the method of data collection. The population participated are 374 students and 3 teachers. The data were analyzed and interpreted descriptively. The analysis was done under 4 headings: perceived of ease, perceived usefulness, attitude towards using, and behavior intention to use. The results show that students and teachers perceived the software both positively and negatively. It also reveals that a positive impact of the usage has a positive impact on teaching. Moreover, the negative perception is also uncovered

    Sensitivity of plasma cholecystokinin and peptide YY in obese and normal weight men

    Get PDF
    Introduction: Cholecystokinin (CCK) and peptide YY (PYY) are satiety-stimulating hormones that are released during eating. As such, their levels may be used useful in obesity intervention. The aims of this study were to determine the optimal cutoff values, sensitivity and specificity of plasma CCK and PYY in adult men, in order to determine hormonal dysfunction in obesity. Methods: We investigated 16 obese [body mass index (BMI) ≥25.1)] and 16 normal weight (BMI 18.5–22.9) men. They ate isocaloric fast-food for breakfast. Blood for the determination of the hormones was collected at 0 (before), 30, 60, and 120 minutes after consumption. The data that was obtained were analysed using an independent t-test or the Mann– Whitney U-test. The receiver operating characteristic (ROC) curve was drawn and the trapezoidal rule analysis was performed to determine the area under the curve, to determine the optimal cut-off values, sensitivity and specificity. Results: In obese subjects, CCK was lower compared with normal weight subjects at any time (p\u3c0.05). There were no major differences in PYY among subject groups. ROC curve analysis demonstrated that the plasma CCK had an optimal cut-off of 6,310 pg/ ml at 120 minutes after eating, with 0.97 area under curve (AUC), sensitivity was 94%, and specificity was 94%. The cut-off for optimal PYY was an average of 294.5 pg/ml at 120 minutes after eating (AUC 0.74; sensitivity 75%; specificity 75%). Conclusion: Our findings suggest that the plasma CCK level is a better potential predictor of obesity and constantly decreased over time compared to PYY

    Characterization and Production of Goat Milk Kefir-Peptide on Triglyceride Synthesis of Cell Model of 3T3-L1

    Get PDF
    Goat milk kefir (GMK) refers to fermented products, generated through fermenting milk with microbial culture called kefir grains. Prior studies have reported the changes in kefir quality properties during aging process in which fermentation continues, resulting in changes of the peptide content. This research aims to investigate the effect of aging time on GMK–peptide characteristics to inhibite triglyceride syntheses on cells model of 3T3-L1. In this study, GMK were stored at 4 ± 1 oC for 0, 2, 4, 6 and 8 weeks, respectively. The protein profile was characterizedby implementing SDS-PAGE. The result of experiment indicated no protein degradation during the 6 weeks of aging period particularly for high molecular weight at 84 kDa, 80 kDa and 65 kDa. The GMK-supernatant from 8 weeks storage was performed by applying ultrafiltration membrane cut off < 30 kDa (UFC8 030.08). GMK-filtrate fractions (GMK-peptide) was collected as peptides. After 8 weeks of aging period, kefir protein profile was found to consist of peptide fractions and amino acid. The proteolytic activity of kefir grain increased linearly along with aging time (0-8 weeks). During aging period, the proteolytic activity of grain kefir released peptides and amino acid. In particular, the antioxidant activities were found significantly different (p<0.05) during aging periods. The antioxidant activities of GMK-peptide increased along with the elevating peptide concentration, from 3.30 % to 55.73%, with derivate by GMK-peptides of 2.75 – 10.39 mg/ml. Obesity associated with adipocyte hypertrophy occurred when TG accumulation.GMK-peptide of 100 mg/ml indicated the lowest TG level (2.00 ± 0.03 mg/dl). This finding was in line with the inhibition of TG synthesis (61.14 ± 3.26 %). However, GMK-peptide contained antioxidant potency due to may be corelated with decreasing TG synthesis.The study thus suggested the important role of kefir to prolong aging in generating higher peptide bioactive as antioxidant and inhibition of TG synthesis of cell model of 3T3-L

    Potensi Whey Kefir Susu Kambing (Whey-Ksk) Sebagai Anti Obesitas Melalui Penghambatan Sintesis Trigliserida, Kolesterol Dan Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (Pepck) Pada Model Sel Adiposit 3t3-L1

    No full text
    Obesitas merupakan masalah kesehatan kronik dikenal sebagai new world syndrom epidemi global. Obesitas didefinisikan kelebihan energi dalam bentuk lemak tubuh, berhubungan dengan sindrom metabolik dislipidemia yaitu perubahan konsentrasi triasilgliserida, kolesterol dan aktivitas enzim PEPCK. Pemecahan masalah obesitas dapat dilakukan melalui pendekatan adipogenesis sel model preadiposit 3T3-L1 yang berdiferensiasi menjadi sel adiposit 3T3-L1. Proses diferensiasi sel preadiposit diinduksi dengan DMI mengandung dexamethasone, IBMX dan insulin, sehingga sel menjadi sel adiposit, yang mampu mengkonversi glukosa dan protein dari medium menjadi TG, kolesterol yang disimpan didalam droplet lipid. Perubahan jumlah lipid intraselular diikuti dengan aktivitas PEPCK pada adiposit yang dapat digunakan sebagai indikator obesitas. Penggunaan obat untuk menurunkan obesitas mempunyai akibat buruk, oleh karena itu dikembang komponen pangan yang dapat menurunkan obesitas. Whey-KSK merupakan produk fermentasi susu mengandung komponen bioaktif peptida, asam organik, eksopolisakarida, enzim β-galatosidase dan α-glukan. Komponen tersebut berfungsi dalam meningkatkan kesehatan. Tujuan penelitian adalah menganalisis pemberian whey-KSK terhadap adipogenesis sel adiposit 3T3-L1. Tujuan khusus adalah (1) Menentukan dosis optimum pemberian whey-KSK terhadap penghambatan sintesis TG, TC dan PEPCK pada sel adiposit 3T3-L1. (2) Menganalisis pemberian dosis whey-KSK yang berbeda terhadap perbedaan kadar TG, TC dan PEPCK pada sel adiposit 3T3-L1, (3) Menganalisis hubungan pemberian dosisi whey-KSK yang berbeda terhadap penurunan kadar TG, TC dan PEPCK pada sel adiposit 3T3-L1. Metode penelitian adalah true eksperimental rancangan acak lengkap. Materi ekperimen adalah sel model adiposit 3T3-L1 (Mouse Mus musculus embryonic fibroblast, ditumbuhkan pada DMEM yang mengandung gk\lulosa, penicillin−streptomycin, FBS, diinduksi dengan DMI (Biovision K579-100), setiap sampel mengandung sel adiposit 105 sel/sumur, 24 piring kultur. Kelompok KN (Kontrol - ), KP (Kontrol +), kelompok yang diberi whey-KSK adalah P1, P2, P3, P4 berturut-turut 25, 50, 75 dan P4 100g/mL). Variabel diukur adalah TG, TC dan aktivitas PEPCK yang masing-masing berdasarkan uji kuantitatif colorimetric assay dengan kit Seri Biovision TG (K622-100), TC (K578- 100), aktivitas PEPCK (K603-100), pewarnaan lipid (Oil Red O K580-100), sel lisis (NP- 40 detergent surfac-Amp). Hasil uji menunjukkan TG sel adiposit 3T3-L1 pada berturut-turut pada kelompok KN, KP, P1, P2, P3 dan P4 adalah 1.19 0,03 nmol/L, 2,91 0,03 nmol/L, 1,88 0,08 nmol/L, 1,79 0,05 nmol/L, 1,56 0,06 nmol/L, 1,30±0,05 nmol/μL. Berdasarkan nilai TG menunjukkan bahwa pemberian whey-KSK semakin tinggi mengakibatkan nilai TG semakin rendah. Hasil regresi pemberian dosis whey-KSK berbeda pada sel adiposit berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap TG. Berdasarkan uji statistika (t- hitung 8,89 > t-tabel 2,10), pada (α <5%), dengan koefisien regresi -0,01, setiap peningkatan satu angka variabel dosis whey-KSK dapat menurunkan TG sebesar 0,01 secara signifikan. Koefisien determinasi R square 0,82, menunjukkan besarnya kontribusi pengaruh variabel dosis Whey-KSK terhadap variabel TG sebesar 82% dan pengaruh variabel bebas lainnya sebesar 18%. Rata-rata kadar TG tertinggi pada perlakuan KP sebesar 2,91±0,03 mnol/L, dan rata-rata angka TG terrendah pada perlakuan KN sebesar 1,30±0,05 mmol/L. Pemberian whey-KSK 25–100 μg/mL dapat menurunkan 35,39–55,32% TG sel adiposit 3T3-L1. Hasil uji kandungan TC sel adiposit 3T3-L1 pada kelompok perlakuan KN (1,11 0,01μg/ L), KP (4,99 0,09 μg/L), P1(3,47 0,09 μg /L), P2 (, 2,99 0,04 μg /L), P3 ii (2,11 0,09 μg/L), dan P4 (1,94±0,09 μg/μL). Berdasarkan nilai TC menunjukkan bahwa pemberian whey-KSK semakin tinggi mengakibatkan nilai TC rendah. Hasil regresi pemberian dosis Whey-KSK yang berbeda berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap TC. Hasil uji statistika ( t-hitung 13,956 < t-tabel 2,101), pada (α<0,05). Koefisien regresi -0,03 berarti setiap peningkatan satu angka variabel dosis whey-KSK dapat menurunkan variabel TC sebesar 0,03 angka secara signifikan. Koefisien determinasi dengan R square sebesar 0,92, menunjukkan besarnya kontribusi pengaruh variabel dosis Whey-KSK terhadap variabel TC sebesar 92%, pengaruh variabel bebas lainnya sebesar 8,5%. Rata-rata ninai TC tertinggi pada KP sebesar 4,99 0,09 μg/L, dan terrendah pada KN sebesar 1,11 0,01μg/ L Pemberian whey-KSK 25-100 μg/mL dapat menurunkan TC (10,42-61,12%), Aktivitas PEPCK sel adiposit 3T3-L1 menunjukkan KN (0,03 0,01mU/μL), KP (0,44 0,02mU/μL), P1 (0,32 0,00mU/μL), P2 (0,29 0,00 mU/μL), P3 (0,19 0,00 mU/μL), dan P4 (0,07±0,00 mU/μL). Aktivitas spesifik PEPCK adalah KN (0,08 0,00 mU/mg, KP(0,89 0,13 mU/mg), P1 (0,59 0,00 mU/mg), P2 (0,50 0,00 mU/mg), P3 (0,39 0,00 mU/mg), P4 (0,32±0,14 μg/mg). Berdasarkan aktivitas PEPCK menunjukkan bahwa pemberian whey-KSK semakin tinggi mengakibatkan nilai aktivitas PEPCK semakin rendah, sehingga pemberian whey-KSK dapat menurukan aktivitas PEPCK sel adiposit dibanding dengan KP. Pemberian whey-KSK menunjukkan penghambatan aktivitas PEPCK (56,81–84,09%) dan penghambatan aktivitas spesifik PEPCK (56,17- 64,04%) dibanding kontrol positif. Kontribusi variabel dosis Whey-KSK terhadap variabel aktivitas PEPCK sebesar 72,2%, dan pengaruh variabel lain 27,8%. Kontribusi variabel dosis whey-KSK terhadap variabel aktivitas spesifik PEPCK sebesar 43,0% dan pengaruh variabel lainnya sebesar 57,0%. Kesimpulan pemberian whey-KSK pada sel model obesitas dapat menghambat sisntesis TG, TC dan aktivitas enzim PEPCK yang merupakan indikator obesitas. Whey- KSK potinsial sebagai alternatif komponen diet anti obesitas

    Potensi Whey Kefir Susu Kambing (Whey-Ksk) Sebagai Anti Obesitas Melalui Penghambatan Sintesis Trigliserida, Kolesterol Dan Phosphoenolpyruvate Carboxykinase (Pepck) Pada Model Sel Adiposit 3T3-L1

    No full text
    Obesitas merupakan masalah kesehatan kronik dikenal sebagai new world syndrom epidemi global. Obesitas didefinisikan kelebihan energi dalam bentuk lemak tubuh, berhubungan dengan sindrom metabolik dislipidemia yaitu perubahan konsentrasi triasilgliserida, kolesterol dan aktivitas enzim PEPCK. Pemecahan masalah obesitas dapat dilakukan melalui pendekatan adipogenesis sel model preadiposit 3T3-L1 yang berdiferensiasi menjadi sel adiposit 3T3-L1. Proses diferensiasi sel preadiposit diinduksi dengan DMI mengandung dexamethasone, IBMX dan insulin, sehingga sel menjadi sel adiposit, yang mampu mengkonversi glukosa dan protein dari medium menjadi TG, kolesterol yang disimpan didalam droplet lipid. Perubahan jumlah lipid intraselular diikuti dengan aktivitas PEPCK pada adiposit yang dapat digunakan sebagai indikator obesitas. Penggunaan obat untuk menurunkan obesitas mempunyai akibat buruk, oleh karena itu dikembang komponen pangan yang dapat menurunkan obesitas. Whey-KSK merupakan produk fermentasi susu mengandung komponen bioaktif peptida, asam organik, eksopolisakarida, enzim β-galatosidase dan α-glukan. Komponen tersebut berfungsi dalam meningkatkan kesehatan. Tujuan penelitian adalah menganalisis pemberian whey-KSK terhadap adipogenesis sel adiposit 3T3-L1. Tujuan khusus adalah (1) Menentukan dosis optimum pemberian whey-KSK terhadap penghambatan sintesis TG, TC dan PEPCK pada sel adiposit 3T3-L1. (2) Menganalisis pemberian dosis whey-KSK yang berbeda terhadap perbedaan kadar TG, TC dan PEPCK pada sel adiposit 3T3-L1, (3) Menganalisis hubungan pemberian dosisi whey-KSK yang berbeda terhadap penurunan kadar TG, TC dan PEPCK pada sel adiposit 3T3-L1. Metode penelitian adalah true eksperimental rancangan acak lengkap. Materi ekperimen adalah sel model adiposit 3T3-L1 (Mouse Mus musculus embryonic fibroblast, ditumbuhkan pada DMEM yang mengandung gk\lulosa, penicillin−streptomycin, FBS, diinduksi dengan DMI (Biovision K579-100), setiap sampel mengandung sel adiposit 105 sel/sumur, 24 piring kultur. Kelompok KN (Kontrol - ), KP (Kontrol +), kelompok yang diberi whey-KSK adalah P1, P2, P3, P4 berturut-turut 25, 50, 75 dan P4 100g/mL). Variabel diukur adalah TG, TC dan aktivitas PEPCK yang masing-masing berdasarkan uji kuantitatif colorimetric assay dengan kit Seri Biovision TG (K622-100), TC (K578- 100), aktivitas PEPCK (K603-100), pewarnaan lipid (Oil Red O K580-100), sel lisis (NP- 40 detergent surfac-Amp). Hasil uji menunjukkan TG sel adiposit 3T3-L1 pada berturut-turut pada kelompok KN, KP, P1, P2, P3 dan P4 adalah 1.19 0,03 nmol/L, 2,91 0,03 nmol/L, 1,88 0,08 nmol/L, 1,79 0,05 nmol/L, 1,56 0,06 nmol/L, 1,30±0,05 nmol/μL. Berdasarkan nilai TG menunjukkan bahwa pemberian whey-KSK semakin tinggi mengakibatkan nilai TG semakin rendah. Hasil regresi pemberian dosis whey-KSK berbeda pada sel adiposit berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap TG. Berdasarkan uji statistika (t- hitung 8,89 > t-tabel 2,10), pada (α <5%), dengan koefisien regresi -0,01, setiap peningkatan satu angka variabel dosis whey-KSK dapat menurunkan TG sebesar 0,01 secara signifikan. Koefisien determinasi R square 0,82, menunjukkan besarnya kontribusi pengaruh variabel dosis Whey-KSK terhadap variabel TG sebesar 82% dan pengaruh variabel bebas lainnya sebesar 18%. Rata-rata kadar TG tertinggi pada perlakuan KP sebesar 2,91±0,03 mnol/L, dan rata-rata angka TG terrendah pada perlakuan KN sebesar 1,30±0,05 mmol/L. Pemberian whey-KSK 25–100 μg/mL dapat menurunkan 35,39–55,32% TG sel adiposit 3T3-L1. Hasil uji kandungan TC sel adiposit 3T3-L1 pada kelompok perlakuan KN (1,11 0,01μg/ L), KP (4,99 0,09 μg/L), P1(3,47 0,09 μg /L), P2 (, 2,99 0,04 μg /L), P3 (2,11 0,09 μg/L), dan P4 (1,94±0,09 μg/μL). Berdasarkan nilai TC menunjukkan bahwa pemberian whey-KSK semakin tinggi mengakibatkan nilai TC rendah. Hasil regresi pemberian dosis Whey-KSK yang berbeda berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap TC. Hasil uji statistika ( t-hitung 13,956 < t-tabel 2,101), pada (α<0,05). Koefisien regresi -0,03 berarti setiap peningkatan satu angka variabel dosis whey-KSK dapat menurunkan variabel TC sebesar 0,03 angka secara signifikan. Koefisien determinasi dengan R square sebesar 0,92, menunjukkan besarnya kontribusi pengaruh variabel dosis Whey-KSK terhadap variabel TC sebesar 92%, pengaruh variabel bebas lainnya sebesar 8,5%. Rata-rata ninai TC tertinggi pada KP sebesar 4,99 0,09 μg/L, dan terrendah pada KN sebesar 1,11 0,01μg/ L Pemberian whey-KSK 25-100 μg/mL dapat menurunkan TC (10,42-61,12%), Aktivitas PEPCK sel adiposit 3T3-L1 menunjukkan KN (0,03 0,01mU/μL), KP (0,44 0,02mU/μL), P1 (0,32 0,00mU/μL), P2 (0,29 0,00 mU/μL), P3 (0,19 0,00 mU/μL), dan P4 (0,07±0,00 mU/μL). Aktivitas spesifik PEPCK adalah KN (0,08 0,00 mU/mg, KP(0,89 0,13 mU/mg), P1 (0,59 0,00 mU/mg), P2 (0,50 0,00 mU/mg), P3 (0,39 0,00 mU/mg), P4 (0,32±0,14 μg/mg). Berdasarkan aktivitas PEPCK menunjukkan bahwa pemberian whey-KSK semakin tinggi mengakibatkan nilai aktivitas PEPCK semakin rendah, sehingga pemberian whey-KSK dapat menurukan aktivitas PEPCK sel adiposit dibanding dengan KP. Pemberian whey-KSK menunjukkan penghambatan aktivitas PEPCK (56,81–84,09%) dan penghambatan aktivitas spesifik PEPCK (56,17- 64,04%) dibanding kontrol positif. Kontribusi variabel dosis Whey-KSK terhadap variabel aktivitas PEPCK sebesar 72,2%, dan pengaruh variabel lain 27,8%. Kontribusi variabel dosis whey-KSK terhadap variabel aktivitas spesifik PEPCK sebesar 43,0% dan pengaruh variabel lainnya sebesar 57,0%. Kesimpulan pemberian whey-KSK pada sel model obesitas dapat menghambat sisntesis TG, TC dan aktivitas enzim PEPCK yang merupakan indikator obesitas. Whey- KSK potinsial sebagai alternatif komponen diet anti obesitas
    corecore