15 research outputs found
KEANEKARAGAMAN PARASIT PADA KERANG HIJAU (Perna viridis) DI PERAIRAN PPP MORODEMAK KABUPATEN DEMAK
Kerang hijau (Perna viridis) sangat potensial untuk dibudidayakan, karena banyak
digemari masyarakat dan kandungan gizi yang sangat baik untuk dikonsumsi.Tahap awal
dari budidaya kerang hijau adalah domestikasi. Pengambilan benih dari alam
dikhawatirkan dapat mempengaruhi kualitas benih, seperti adanya infeksi parasit. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis parasit yang menginfeksi kerang hijau,
mengetahui nilai intensitas, prevalensi, dan dominasi parasit, serta untuk mengetahui
mikrohabitat parasit yang menginfeksi kerang hijau. Sampel kerang hijau yang digunakan
sebanyak 100 ekor dengan panjang rata-rata 4,19±0,41 cm dan berat rata-rata 6,05±1,25 g
yang diambil dari perairan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Morodemak. Metode pada
penelitian ini adalah metode survei dan pengambilan sampel menggunakan metode random
sampling. Pengamatan parasit dilakukan pada organ target (cangkang, insang, palp, saluran
pencernaan, kaki, dan mantel), yang selanjutnya diamati di bawah mikroskop. Hasil
penelitian diperoleh bahwa 84% sampel kerang hijau terinfeksi parasit yang terdiri atas
enam jenis parasit. Kerang hijau yang terinfeksi parasit menunjukkan gejala klinis secara
makroskopis adanya organisme penempel dan warna insang pucat, sedangkan secara
mikroskopis adanya kista pada insang dan insang kehilangan silia. Parasit yang ditemukan
dan prevalensinya adalah sebagai berikut, ciliata (62%), nematoda (1%), Balanus sp.
(41%), Perkinsus sp. (23%), kista (3%), dan parasit yang tidak teridentifikasi (6%). Nilai
intensitas (1), prevalensi (1%), dan dominasi (0,04%) terendah dimiliki oleh nematoda.
Ciliata, Perkinsus sp., dan parasit yang tidak teridentifikasi ditemukan di insang, nematoda
di saluran pencernaan, dan Balanus sp. di cangkang
ANALISA KELULUSHIDUPAN DAN PERTUMBUHAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus Burchell, 1822) DENGAN PERENDAMAN REKOMBINAN GROWTH HORMONE (rGH) DAN VAKSIN
Peningkatan produksi ikan lele secara intensif seringkali mengalami resiko timbulnya penyakit.
Pertumbuhan yang lambat menyebabkan lamanya waktu pemeliharaan dan biaya yang dikeluarkan
akan semakin besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pemberian rGH dan
vaksin melalui metode perendaman terhadap kelulushidupan dan pertumbuhan benih ikan lele
sangkuriang. Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan 3 ulangan. Hasil dari kelulushidupan (SR)
mempunyai rentang nilai antara 74,67±13,3-87,67±2,51. Hasil dari pertumbuhan spesifik bobot
(SGR) mempunyai rentang nilai antara 6,61±0,26-7,53±0,22. Hasil dari rasio konversi pakan
(FCR) mempunyai rentang nilai antara 0,69±0,05-0,94±0,07. Hasil dari kelulushidupan setelah uji
tantang injeksi bakteri A. Hydrophila dengan dosis 10
4
CFU/mL mempunyai rentang nilai antara
53,33±15,28-83,33±5,77. Perendaman rGH dan vaksin tidak memberikan pengaruh yang nyata
(P<0,05) terhadap SR ikan lele sangkuriang akan tetapi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap
kelulushidupan ikan lele sangkuriang setelah di uji tantang. Sementara perendaman rGH dan
vaksin memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap nilai SGR dan FCR ikan lele
sangkuriang.
Kata kunci: rGH, vaksin, aeromonas hydrophila, lele sangkurian
Evaluation of dietary supplementation of aqueous extract of brown algae Sargassum cristaefolium on growth performance and feed utilization of juvenile white shrimp Litopenaeus vannamei
A 42-day indoor feeding trial was conducted to evaluate the growth performance and feed
utilization of juvenile white shrimp Litopenaeus vannamei fed with diets containing different supplement
levels of hot-water extract of brown tropical macro algae Sargassum cristaefolium extract. The
commercial white shrimp feeds containing 36% crude protein were incorporated with graded levels of
brown algae S. cristaefolium extract (0, 200, 600, 1000 and 1400 mg kg-1) and used in the feeding trial.
Shrimp (mean initial weight, 2.65±0.11 g) were fed three times daily ad libitum at an initial feeding
allowance of 8% total body weight day-1. A completely randomized design was used in the study and
shrimp were stocked at a density of 10 animals 30 L-1 black round plastic tank in triplicates. Results
showed that the different levels of dietary brown algae extract supplement did not significatly affect (p >
0.05) on final body weight (10.6-11.3 g shrimp-1), survival (80-96.7%), and total moulting shrimp (36-
48 times). In terms of weight gain and average daily growth (ADG), the diets with no algae extract
supplement and the highest extract inclusion level of 1400 mg kg-1 diet seemed to have better
performance (p < 0.05) than other diets. However, the shrimp fed diets containing S. cristaefolium
extract at 200, 600 and 1000 mg kg-1 diet showed a better feed utilization (Feed Conversion Ratio (FCR)
1.8-2.0; Protein Efficiency Ratio (PER) 1.40-1.56) than those of shrimp fed the algae extract at levels of
0 mg and 1400 mg kg-1 diet (FCR 2.38-2.47; PER 1.13-1.17). The results indicated that dietary S.
cristaefolium extract supplementation had a significant influence (p < 0.05) on feed utilization. Shrimp
fed the 200-1000 mg algae extract kg-1 diet had a significantly better FCR and PER (p < 0.05) than the
shrimp fed the 0 mg and 1400 mg algae extract. These results suggest that supplementation of S.
cristaefolium extract at a dose of 200-1000 mg kg-1 can be used to get a better feed utilization
performance (reduce 22% FCR and enhance 27.8% PER) of juvenile white shrimp L. vannamei.
However, a dose of 600 mg S. cristaefolium extract kg-1 diet is recommeded to add in diet to get a better
FCR and PER performance of juvenile L. vanname
KEANEKARAGAMAN AGENSIA PENYEBAB PENYAKIT BAKTERI PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DARI DEMAK
Kematian akibat serangan penyakit bakteri adalah merupakan salah problem di sentral produksi ikan lele dumbo di Kabupaten Demak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekagaman agensia penyebab penyakit bakteri yang menyerang ikan lele (Clarias gariepinus) di sentral produksi Kabupaten Demak. Sebanyak 17 isolat berhasil diisolasi dari bagian luka maupun ginjal lele yang menunjukkan gejala serangan penyakit bakteri pada medium Na dan GSP dan TCBS. Uji postulat Koch dilakukan untuk menentukan isolat yang diuji selanjutnya. Selanjutnya isolat terpilih dilakukan dan karakterisasi secara molekuler dengan 16S rDNA (amplifikasi 16S DNA ribosom) dan sensitivitasnya terhadap obat - obatan yang beredar. Hasil uji postulat Koch diperoleh bahwa tiga isolat yaitu D2, D7 dan D12 mengakibatkan kematian 10 %, 20 % dan 30 % ikan uji, sedangkan 14 isolat lainnya tidak mengakibatkan ikan uji mati. Oleh karena itu, 3 isolat ini yang akan dilakukan uji selanjutnya. Berdasarkan hasil analisis sekuen gen 16S rDNA dari ketiga agensia penyebab penyakit bakteri pada lele dari kabupaten Demak diperoleh bahwa isolat D2 memiliki kekerabatan terdekat dengan Plesiomonas sp. (87%), D 7 dengan Aeromonas caviae (96%) dan D12 dengan Aeromonas sobria (97%).
Kata Kunci : Bakteri, Lele, Dema
EKTOPARASIT KEPITING BAKAU (SCYLLA SERRATA) DARI PERAIRAN DESA WONOSARI, KABUPATEN KENDAL
Desa Wonosari, Kecamatan Patebon, Kendal merupakan salah satu desa yang warganya
kebanyakan berprofesi sebagai nelayan dan juga pembudidaya kepiting bakau. Selama ini,
untuk membudidayakan kepiting bakau biasanya para petambak menggunakan benih hasil
tangkapan liar. Diduga, kepiting bakau hasil tangkapan tersebut sebelumnya sudah
terinfestasi penyakit dan parasit yang mengakibatkan para pembudidaya setempat sering
mengalami kegagalan panen. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui gejala klinis
kepiting bakau yang terserang ektoparasit (2) jenis ektoparasit yang menyerang kepiting
bakau dan (3) tingkat intensitas, prevalensi dan dominasi ektoparasit. Metode yang
digunakan adalah metode survei dengan menggunakan data primer dan data sekunder.Data
primer didapatkan dari pengamatan di Laboratorium dan data sekunder didapatkan dari
hasil wawancara. Materi yang digunakan yaitu 100 ekor kepiting bakau yang di ambil
secara acak dari perairan desa Wonosari, Kendal. Pengamatan ektoparasit dilakukan
dengan mengambil smear pada organ target (karapaks, kaki renang, kaki jalan, capit dan
insang) untuk selanjutnya diamati dibawah mikroskop. Ektoparasit yang ditemukan
kemudian diidentifikasi berdasarkan buku Kabata (1985), Willam dan Jones (1994) dan
Mcdermott et al. (2010). Hasil penelitian diperoleh bahwa 68 % sampeltelah terinfestasi
ektoparasit. Jenis ektoparasit yang telah ditemukan adalah Octolasmisangulata, Octolasmis
cor, larva cyprid Octolasmis, Vorticella sp., Carchesium sp., Epistylis sp., Zoothamnium
sp., Acineta sp., Aspidisca sp., Nematoda., Vaginicolidae dan Platyhelminthes.Gejala klinis
yang ditimbulkan pada S. serrata yang terinfestasi oleh ektoparasit adalah adanya struktur
seperti kecambah (Octolasmis sp.) pada bagian insang, bagian insang berwarna hitam,
terjadi kerusakan pada bagian karapaks dan munculnya serabut tipis seperti lumut yang
berwarna coklat keabuan pada karapaks. Berdasarkan analisis data diketahui bahwa
ektoparasit Carchesium sp. mempunyai nilai Intensitas (159), prevalensi (60%) dan
dominasi (71,1%) tertinggi. Sedangkan, nilai Intensitas (1), prevalensi (2%) dan dominasi
(0,01%) terendah dimiliki Platyhelminthes
PENGANTAR PARASIT DAN PENYAKIT IKAN
“ BUKU PENGANTAR PARASIT DAN PENYAKIT IKAN” ini berisi informasi meliputi jenis-jenis penyakit yang disebabkan oleh Parasit, Bakteri, Jamur maupun Virus yang menyerang ikan bersirip (Fin Fish). Pada buku ini dijelaskan mengenai jenis organisme penyebab penyakit, gejala klinis yang timbul yang disertai dengan foto dan gambar terjadinya serangan penyakit yang disebabkan oleh serangan parasit, bakteri, jamur maupun virus. Penyakit yang di jelaskan pada buku ini sebagian besar merupakan penyakit pada ikan bersirip (Fin Fish Disease) yang berada pada daerah tropis namun ada beberapa jenis penyakit yang berasal dari iklim subtropis.
Penyakit parasiter yang dijelaskan pada buku ini meliputi parasit pada ikan air tawar, Ektoparasit pada ikan laut dan Endoparasit pada ikan air tawar. Penyakit bakterial pada buku ini menjelaskan mengenai seluk beluk dari 16 jenis penyakit bakterial yang sering menjangkiti kultivan budidaya diantaranya adalah vibriosis, Psedomonas, penyakit cacar, penyakit ginjal dan sebagainya, pada buku ini juga dijelaskan menegnai 6 jenis penyakit yang disebabkan oleh jamur. Untuk penyakit virus pada buku ini menjelaskan mengenai 11 jenis virus yang sering menyerang ikan air tawar maupun laut dan diantaranya adalah Nervous Necrosis Virus (VNN), KOI Herpes Virus (KHV), Grouper Iridovirus Disease (GIV) dan sebagainya. Penyakit virus yang dipaparkan pada buku ini merupakan penyakit virus yang sering menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh kematian masal yang terjadi
PERKEMBANGAN Aeromonas Hydrophila PADA BERBAGAI MEDIA KULTUR
Bakteri A. hydrophila merupakan bakteri patogen fakultatif anaerob dan umum ada di setiap
perairan. Bersifat oportunistik atau tidak menjadi berbahaya jika dalam kondisi budidaya yang
baik, akan tetapi bila kondisi budidaya buruk maka akan dapat menyebabkan kematian massal
baik ukuran benih maupun induk dalam waktu yang relatif singkat sehingga mengakibatkan
kerugian yang cukup besar. Namun demikian keberadaan bakteri patogen ini pada berbagai
media hidup belum teramati dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
kepadatan A. hydrophila pada berbagai media hidup. Penelitian ini bersifat eksperimental
laboratoris yang dilakukan dalam tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah pengujian
perkembangan A. hydrophila secara in vitro pada berbagai media kultur agar/broth. Tahap
kedua adalah pengujian perkembangan A. hydophila pada media budidaya tanpa ada ikan dan
tahap ketiga adalah perkembangan A.hydrophila di media budidaya ikan mas (Cyprinus carpio).
Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah bahwa fase eksponensial A. hydrophila pada media kultur TSB terjadi pada jam ke-16 hingga jam ke-22 dengan peningkatan jumlah
mencapai puncaknya pada jam ke-22 dengan kepadatan bakteri mencapai 1.66x10
cfu/mL. Faktor yangmenyebabkan peningkatan kepadatan A. hydrophila disebabkan adanya nutrien
yang ada di media budidaya. Puncak perkembangan/ peningkatan kepadatan A.hydrophila
pada media budidaya ikan Mas (Cyprinus carpio) adalah hari ke-8 yakni mencapai 5x10
cfu/mL
dan mengakibatkan SR ikan Mas selama masa penelitan hanya 36,67%.
Kata kunci: Perkembangan Aeromonas hydrophila, media agar, media budiday
Kajian Peran polychaeta Dendronereis sp dalam epidemiologi penyakit white spot syndrome virus (WSSV) untuk pengendalian WSSV di tambak tradisional.
Kajian Peran polychaeta Dendronereis sp dalam epidemiologi penyakit white spot syndrome virus (WSSV) untuk pengendalian WSSV di tambak tradisional
CAUSATIVE AGENT VIBRIOSIS PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) YANG DIBUDIDAYAKAN DI KOLAM BERSALINITAS RENDAH
Budidaya lele dapat dilakukan di kolam yang bersalinitas rendah dalam rangka mengkonversi
tambak yang tidak produktif. Salah satu kendala yang sering terjadi pada budidaya ini adalah
serangan penyakit bakteri, termasuk pula vibriosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
keanekaragaman causative agent vibriosis yang berasosiasi dengan ikan lele dumbo (Clarias
gariepinus) yang dibudidayakan di kolam bersalinitas rendah (3 – 5 ppt) beserta gejala klinisnya.
Sebanyak 30 ikan sampel, ikan lele yang menunjukkan gejala penyakit bakterial diperoleh dari
kolam bersalinitas rendah di kabupaten Demak dan Pati. Sebanyak 38 isolat bakteri (SBA 01 –
SBA38 ) berhasil diisolasi dari ginjal, hati dan luka ikan lele dumbo pada medium Thiosulfate
Citrate Bile Salts Sucrose (TCBS). Berdasarkan perfomance morphologi dari ketiga puluh
delapan isolat (bentuk, warna dan karakter koloni) dipilih 7 isolat ( SBA 9; SBA 10; SBA 14; SBA
30; SBA 24; SBA 27 dan SBA 37) untuk uji selanjutnya yaitu karakterisasi secara morfologi dan
uji biokimia; uji postulat Koch, sedangkan uji sensitivitas terhadap obat yang beredar hanya
dilakukanpada tiga isolat terseleksi (SBA 10; SBA 11 dan SBA 14). Hasil uji postulat Koch
menunjukkan bahwa ketujuh isolat terpilih mampu mengakibatkan sakit dan mortalitas pada ikan
uji sebanyak 37 – 100 %. Oleh karena itu, ketujuh isolat tersebut berpotensi sebagai causative
agent vibriosis pada ikan lele dumbo. Hasil karakterisasi dengan pendekatan secara morfologi dan
biokimia diperoleh pula bahwa causative agent vibriosis yang berasosiasi dengan lele dumbo (C.
gariepinus) dari kolam yang bersalinitas rendah adalah Vibrio vulnificus (SBA14 dan SBA 37); V.
harveyi (SBA 27); V. logei (SBA11), V. furnishi (SBA 10) dan Vibrio sp. (SBA 24 dan SBA 30).
Hasil sensitivitas menunjukkan bahwa ketiga isolat terpilih (SBA 10; SBA 11 dan SBA 14) tidak
sensitif terhadap beberapa obat yang beredar.
Kata kunci: vibriosis, sensitifitas, salinitas, lele dumb
Survei Keberadaan virus white spot syndrome (WSS) pada cacing polychaeta di tambak udang: studi kasus di Kendal.
White Spot Syndrome (WSS) disease, caused by white Spot Syndrome Virus (WSSV), is an important shrimp disease in Kendal, one of many shrimp production area in central Java Province. It has been indicated that polychaetes may be one of many vectors of WSSV. The objective of this research is to determine the occurance and prevalence of WSSV infection in polychaetes obtained from shrimp pond with various culture condition. Pond A (semi intensive, monoculture P. Vannamei, pond size 2000m2; 2); Pond B (extensive, monoculture P. Vannamei, pond size 5000m2) and Size C (extensive, polyculture P. Vannamei and tilapia Tilapia nilotica pond size 6000m2). Sediment was obtained with PVC and sieved through a series of sieve shaker. Polychaetes found were counted and identified. Pholychaetes was tested for WSSV infection with 1-step nested PCR and Prevalence of infection was calculated. Polychaetes found consisted of 2 species namely Dendroneries sp and Nereis sp. Polychaetes density (individu/m2) for pond A, B and C are 102,1168 and 207 respectively. Prevalence of WSSV inection in Polychaetes from individual ponds is 29,4% (A); 20% (B); and 12,94% (C). This prevalence is considered low compare to other similar research