31 research outputs found

    ANALISIS BIAYA SAKIT PERSPEKTIF MASYARAKAT PADA PENDERITA DRESS (Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic Symptoms) DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

    Get PDF
    Penyakit akibat induksi obat merupakan suatu efek yang tidak diinginkan  yang dapat menyebabkan mortalitas maupun morbiditas. Reaksi pada kulit yang mungkin muncul dapat berupa efek ringan hingga berat seperti Severe Cutaneous Adverse Reaction (SCAR) sehingga memerlukan perhatian khusus. SCAR bukan hanya masalah kesehatan tetapi juga menjadi beban keuangan yang signifikan untuk individu yang terkena dampak. Salah satu variasi SCAR yang memiliki periode latensi yang panjang adalah DRESS (Drug Reaction With Eosinophilia and Systemic Symptom). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rata-rata biaya medis langsung, biaya non medis langsung dan biaya tidak langsung pada pasien DRESS. Pengambilan data dalam penelitian ini secara cohort retrospective di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2015-2018 pada pasien DRESS akibat induksi NSAID, antibiotik, antikonvulsan, antiretroviral, antituberkulosis berdasarkan data rekam medis, data akuntansi serta CRF. Hasil data dianalisis secara deskriptif dengan Microsoft office excel. Rata-rata biaya medis langsung rawat inap sebesar Rp. 11.643.405 dengan komponen biaya tertinggi adalah biaya obat (31%),  biaya tindakan medis (27%), biaya laboratorium (24%), biaya akomodasi (15%) dan biaya lainnya (3%). Biaya rawat jalan  sebesar Rp. 1.027.894 dengan komponen tertinggi yaitu biaya tindakan medis (39%), biaya laboratorium (36%), biaya obat (14%), biaya lainnya (6%) dan terendah adalah biaya transportasi (5%). Rata-rata biaya non medis langsung sebesar Rp 491.035 dan biaya tidak langsung adalah sebesar Rp. 1.675.369 yang merupakan biaya loss income.. Biaya medis langsung merupakan biaya tertinggi dibandingkan biaya non medis langsung dan biaya tidak langsung

    Community Engagement Program Odapus (People with Lupus) ‘My Lupus’ Support Group Based in Wedomartani

    Get PDF
    Lupus is one of the autoimmune rheumatic diseases that require long-term treatment, can potentially be life-threatening, but is still unknown to the general public. However, there are various problems encountered by odapus (orang dengan lupus = people with lupus) and their companions during treatments. This program is established to create a support group for odapus, their companions, and associated medical professionals by organizing counseling and focus group discussion (FGD) during March until November 2018 in Wedomartani, as well as providing information regarding Lupus and its problems on www.jogjalupuscare.com and Lupus bulletin. Simultaneously, several studies were conducted to evaluate psychological factors of lupus survivors. Pre-test and post-test scores were used as evaluations of counseling and FGD, the results were analyzed using paired t-test or Wilcoxon test, whereas the research used Pearson or Spearman correlation test. The pre-test score increased from 86.81 to 100. There was a significant relationship between disease activity and depression scores, quality of life and insomnia scores, as well as anxiety and depression levels with the quality of life (p <0.05). There was no correlation between disease activity and anxiety scores. Education and counseling are some of the main pillars in lupus treatment, while psychological factors faced by odapus during treatments cannot be ignored

    The facial measurements in health workers at Dr. Sardjito General Hospital, Yogyakarta

    Get PDF
    The appropriate mask is based on facial anthropometric measurements that may be affected by sex, race, age, and body mass index (BMI). This study aimed to determine the difference and relationship between the bizygomatic width (BW) and nasion-menton height (NMH) with sex and BMI in health workers. This descriptive-analytical study used a cross-sectional method. The subjects were 39 health workers (nurses and doctors) at Dr. Sardjito General Hospital, Yogyakarta consisting of 15 male subjects and 24 female subjects, aged between 25-55 years old. Anthropometric measurements were performed on the subjects, including body weight, height, NW, and NMH. The data were analyzed using the Shapiro-Wilk test, independent t-test, and Pearson’s test. There was a significant difference in the BW between male and female subjects (p0.05). The Pearson’s test results showed no significant relationship between the BW with BMI in both the male subjects (r=0.351; p=0.199) and the female subjects (r=0.349; p=0.094), and between the nasion-menton height with BMI in both the male subjects (r=0.101; p=0.721) and the female subjects (r=0.390, p=0.060). In conclusion, the males’ BW was larger than the female health workers. It is necessary to consider facial anthropometric measurements in face mask manufacturing to provide comfort and good protection

    ANALISIS COST OF ILLNESS DAN LAMA RAWAT INAP PADA PASIEN STEVENS JOHNSON SYNDROME DAN TOXIC EPIDERMAL NECROLYSIS DARI PERSPEKTIF RUMAH SAKIT DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

    Get PDF
    Stevens-Johnson Syndrom (SJS) dan Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) merupakan suatu reaksi hipesensitivitas akut ditandai dengan nekrosis kutaneus dan masuk 10 besar efek samping terbanyak yang dilaporkan di Indonesia sebesar 3%. Banyaknya terapi dan lama perawatan diRumah sakit berdampak pada meningkatnya morbiditas, mortalitas dan biaya kesehatan. Tujuan dari penelitian inia adalah mengetahui cost of illness dan perbandingan lama rawat inap pada pasien SJS dan TEN akibat penggunaan obat dari perspektif rumah sakit. Design penelitian iniadalah cross sectional study dengan pengambilan data retrospektif. Data yang diambil adalah pasien yang terdiagnosa SJS dan TEN akibat penggunaan obat dan menjalani rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta selama periode tahun 2014-2018 sesuai kreteria inklusi daneksklusi. Sebanyak 48 pasien dilibatkan dengan diagnosa SJS sebanyak 41 pasien dan TEN sebanyak 7 pasien. Rata-rata total biaya pasien SJS sebesar Rp. 16.546.233,0224±16.091.819,01889, sedangkan untuk pasien TEN sebesar 14.356.586,2086 ± 6.645.740,75924. Rata-rata lama rawat inap pasien SJS (12,66±5,77 hari) dan TEN (13,29±3,03 hari). Tidak terdapat perbedaan signifikan rata-rata total biaya dan lama rawat inap antar pasien SJS dan TEN dimana nilai p &gt; 0,05. SJS dan TEN tidak terdapat perbedaaan signifikan tetapi dapat menjadi beban biaya cukup tinggi dan peningkatan durasi lama rawat inap bagi pasien

    Efektivitas Penambahan Terapi Klindamisin dengan Peeling Asam Laktat dan Iontoforesis Natrium Bikarbonat pada Akne Vulgaris

    Get PDF
    Latar Belakang: Akne vulgaris merupakan masalah jangka panjang, sehingga memerlukan waktu terapi yang lama. Terapi tambahan diperlukan untuk mencegah resistensi antibiotik topikal. Peeling asam laktat dan iontoforesis natrium bikarbonat merupakan modalitas terapi yang dapat digunakan sebagai terapi tambahan.Tujuan: Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas terapi klindamisin gel 1% dengan penambahan peeling asam laktat 40% dan iontoforesis natrium bikarbonat 8,4% pada akne vulgaris derajat ringan sampai sedang. Metode: Penelitian ini merupakan single blind randomized controlled trial, subjek siswa laki-laki Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 3 Yogyakarta dengan akne vulgaris derajat ringan-sedang berusia 18-19 tahun. Subjek dibagi dalam 3 kelompok (masing-masing 23 orang) secara acak, yaitu (A) terapi peeling asam laktat 40% dan klindamisin gel 1%; (B) terapi iontoforesis natrium bikarbonat 8,4% dan klindamisin gel 1%; dan (C) kontrol dengan terapi standar klindamisin gel 1%.  Efektivitas terapi dinilai berdasarkan penurunan jumlah lesi akne pada pengamatan selama 4 minggu. Hasil: Penambahan terapi klindamisin dengan peeling asam laktat dan iontoforesis natrium bikarbonat pada akne vulgaris derajat ringan-sedang efektif menurunkan lesi komedo tertutup (p0,05). Simpulan: Penambahan terapi  klindamisin dengan peeling asam laktat dan iontoforesis natrium bikarbonat efektif menurunkan lesi akne vulgaris derajat ringan-sedang. Tidak terdapat perbedaan efektivitas peeling asam laktat dibandingkan iontoforesis natrium bikarbonat sebagai terapi tambahan topikal klindamisin gel untuk akne vulgaris derajat ringan-sedang
    corecore