66 research outputs found

    Hubungan Kadar Albumin dan Enrofloksasin dalam Plasma Anjing yang Diterapi Enrofloksasin

    Get PDF
    Ikatan protein plasma terutama albumin dengan obat merupakan faktor penting yang harus dipertimbangan dalam terapi pada hewan. Hewan sakit umumnya mengalami hipoalbuminemia yang diakibatkan oleh kurangnya asupan nutrisi atau gangguan metabolisme protein pembentukan albumin akibat agen penyakit. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan kadar albumin pada pasien anjing yang sedang diterapi enrofloksasin dengan kadar enrofloksasin dalam plasma, untuk mengetahui seberapa besar persentase obat bebas yang memiliki nilai terapetik. Sampel darah diambil dari 10 pasien anjing dewasa berbagai ras satu jam setelah injeksi intra muskuler enrofloksasin dosis terapi (10 mg/kg berat badan) dan dimasukkan ke dalam tabung mengandung heparin. Sebagai pembanding juga dilakukan sampling darah terhadap 5 ekor anjing dewasa sehat berbagai ras untuk melihat kadar albumin dan kadar obat secara in vitro. Plasma diperoleh setelah proses sentrifugasi dan albumin diukur dengan metode bromcresolgreen serta kadar enrofloksasin diukur secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Hasil pengukuran kadar albumin menunjukkan perbedaan yang signifikan antara anjing sehat dan sakit yaitu 3,10 : 2,24 g/dL (P<0,05). Hasil pengukuran kadar enrofloksasin plasma anjing sakit menunjukkan rerata kadar 1,10 ÎĽg/mL, atau setara pada kadar albumin 1,7-2,6 g/dL pada uji kadar obat secara in vitro. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin rendah kadar albumin maka kadar enrofloksasin yang terukur semakin tinggi, yang menunjukkan semakin rendah persentase ikatan albumin-obat

    PENAMBAHAN SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi) PADA PAKAN UNTUK MENGOBATI IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp.) YANG DIINFEKSI Aeromonas hydrophila

    Get PDF
    ABSTRACT Motile Aerhomonas Septicemia (MAS) is one of bacteria diseases which is often attack freshwater fish. Motile Aerhomonas Septicemia (MAS) or hemmorage septicemia caused by bacteria A. hydrophila. The aim of this reserch examine Averrhoa bilimbi juice mixed on feed in order to effect sangkuriang catfish by A. hydrophila. The research was conducted at September until October 2016 in Laboratorium Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya and Laboraturium UPT Klinik Universitas Sriwijaya. Method of the research uses Completely Ranomized Design with six treatments and three replications. This research was conducted for 25 days of rearing. The catfish given feed mixed A. b          ilimbi juice about 150 mL.kg-1 (P1), 200 mL.kg-1 (P2), 250 mL.kg-1 (P3) dan 300 mL.kg-1 (P4) with frequency was three times a day. The parameters of this reserch is wound diameter, the percentage of cured fish, hematocrit, growth, food convertion ratio, survival rate, and chemical properties (temperature, pH, DO and ammonia). The results showed that the addition of A. bilimbi juice at P1 be obtained the percentage of cured fish was 64.47% and survival rate was 71.11%. P2 be obtained the percentage of cured fish was 68.89% and survival rate was 73.33%. P3 be obtained the percentage of cured fish was 72.53% and survival rate was 80.00%. P4 be obtained the percentage of cured fish was 95.40% and survival rate was 95.56%. P4 with dose 300 mL.kg-1 feed is the best treatment bacterial A. hydrophila infection of hematocrit was 32%, the percentage of cured fish was 95.40%, and survival rate was 95.56%. Water quality parameters during maintenance is still in a state of optimum range. Keywords: Aeromonas hydrophila, Sangkuriang catfish, Averrhoa bilimbi juice

    PROFIL FARMAKOKINETIK OKSITETRASIKLIN HIDROKLORID DALAM BERBAGAI JARINGAN TIKUS SPRAGUE DAWLEY

    Get PDF
    Telah dilakukan penelitian mengenai kadar oksitetrasiklin hidroklorida dalam hati, ginjal dan otot tikus Sprague Dawley jantan untuk mendapatkan profil farmakokinetik dalam jaringan tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi oksitetrasiklin hidroklorida pada berbagaai jaringan tubuh yang berbeda. Metode penelitian yang digunakan adalah pengambilan sampel jaringan setelah tikus disuntik senyawa oksitetrasiklin secara intravena dengan dosist unggal 20 mg/kg berat badan. Organ hati, ginjal dan otot diambil setelah t kus dietanasi menggunakan eter pada menit ke 1, 5, 15, 20, 30, 60, 120 dan 240. Selanjutnya semua sampel jaringan disimpan dalam freezer(-20'C) kemudian diekstraksi dan dianalisis serta diukur kadarnya menggunakan High Performance Liquid Chromatograph(HPLC). Parameter farmakokinetik obat ditentukan menggunakan model non kompartemen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar, profil dan parameter farmakokinetik oksitetrasiklin hidroklorida pada hati, ginjal dan otot yang menunjukkan perbedaan sifat distribusi, metabolisme dan ekskresi obat.Kata kunci: oksitetrasiklin hidroklorida, profil farmakokinetik, jaringan

    POTENSI ANESTETIKA KET-A-XYL® PADA KUCING JANTAN DOMESTIK DI YOGYAKARTA INDONESIA

    Get PDF
    Ket-A-Xyl® (Ket-A-Xyl® 20 ml, AgroVet, Peru) merupakan sediaan anastetika jadi yang telah banyak dipasarkan di Indonesia untuk induksi anastesi pada anjing. Studi ini menguji penggunaan obat Ket-A-Xyl® untuk kastrasi pada kucing. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian Ket-A-Xyl® terhadap parameter fisiologis kucing jantan domestik. Sebanyak 53 ekor kucing jantan domestik dengan berat badan berkisar 1,5 – 5,68 kg dipuasakan selama 8 jam kemudian ditimbang untuk menentukan dosis anestesi. Kucing diinjeksikan sediaan Ket-A-Xyl® secara intramuskular, kemudian diamati dan dicatat perubahan fisiologisnya. Demikian juga untuk onset dan durasi obat dicatat saat kucing memasuki stadium anestesi I hingga tahap recovery. Analisis data parameter fisiologis dilakukan menggunakan aplikasi SPSS dengan uji paired sample t-test. Kelompok yang dibandingkan dalam uji paired sample t-test tersebut adalah kelompok data fisiologis kucing pada tahap stadium III dengan tahap recovery. Hasil analisis data menunjukkan bahwa sediaan Ket-A-Xyl® menimbulkan efek yang signifikan terhadap frekuensi napas (p<0,05), tetapi tidak pada suhu dan frekuensi pulsus. Rata-rata onset dan durasi obat Ket-A-Xyl® menunjukkan waktu yang lebih singkat dibanding studi sebelumnya yang menggunakan obat atropin-ketamin-xylazin. Sediaan anastesi Ket-A-Xyl®  berpotensi  sebagai  obat anestetika yang baik  pada  kucing  domestik  karena  lebih  efisien,  onset dan durasi singkat, serta tidak menimbulkan respon fisiologis yang fatal selama penggunaannya

    Efek Pemaparan Deltamethrin pada Broiler Terhadap Aktivitas Enzim Alanin Aminotransferase, Aspartat Aminotransferase dan Gambaran Histopatologi Hepar

    Get PDF
    The purpose of this study is to determine the effects of deltamethrin exposure on the Broiler’s liver histopathological feature, alanine aminotransferase (ALT) and aspartate aminotransferase (AST) enzyme activity. Fourty DOC Broilers strain New Loghman are divided into four group of ten and they were adapted for 5 days prior to the treatment. Group I (KI) is a control group, group II were given 20 mg/L deltamethrin, group III were given 10 mg/L deltamethrin and exposure deltamethrin concentration 10 mg/L and group IV were given 5 mg/L delthametrin. Deltamethrin was mixed with drinking water and then was given to the treatment group for 30 days. Blood samples were taken on day 0, day 15 and day 30 of treatment to determine of ALT and AST enzyme activity. On day 35, all animal were sacrificed, liver were taken out and fixed in 10% of buffer formalin for microscopic examination. Results of the AST enzyme activity shows that exposure to 20 mg/L and 10 mg/L deltamethrin for 30 days resulted in the histopathological changes of the liver, such as, fatty degeneration, necrosis on liver cells, inflamation of the liver, and necrosis on liver cells without the infiltration of inflamation cells. It is conclude that exposure to 20 mg/L deltamethrin for 30 days resulted in an increase in AST enzyme activity which is supported liver histopathological changes: fatty degeneration, necrosis, inflamation, and necrosis on liver cells without the infiltration of inflamation cells

    PERBANDINGAN PROFIL FARMAKOKINETIK DOKSISIKLIN APLIKASI INTRAVENA DAN INTRAMUSKULER PADA ULAR SANCA ( PHYTON RETICULATUS )

    Get PDF
    Penelitian farmakokinetik doksisiklin pada ular sanca (Phyton reticulatus) ini dilakukan untuk mengetahui profil fannakokinetik obat pemberian intravena dan intramuskuler serta untuk mengetahui tingkat efektivitasnya melalui perbandingan kadar dengan nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration) beberapa agen infeksi yang penting.Hewan yang digunakan adalah 6 ekor ular sanca dewasa yang dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan. Kelompok 1 diberi doksisiklin dosis 25 mg/kg bb lewat vena palatina dorsalis dan kelompok 2 melalui muskulus bagian sepertiga anterior.Darah diambil secara intrakardia pada menit ke 30,jam ke-I, 2, 4, 8, 24, 48, 72, 96 dan 120 setelahpemberianobat. Plasma dikoleksi secara sentrifugasi dan diekstraksi menggunakan asam trikloroasetat. Selanjutnya plasma dianalisis dan dilakukan pengukuran kadar obat secara HPLC (High Peiformance Liquid Chromatography), menggunakan fase gerak larutan asam oxalat : metanol: asetonitril (6:3:I) dan kolom C18. Parameter farmakokinetikyang dihasilkan untuk intravena adalah AUC 7135,155 uglmL.menit, Clearence 3,5 mLimenit/kg, Cmax 95,465 uglmL,Tmax 30menit,Tl/2 44,42 jam dan Vd 13477,1mL/kg bb dan untuk intramuskuler AUC 1185,56f.lglmL.menit, Clearence 3,49mL/menit/kg, Tmax 24 jam, Cmax 0,191 ug, T1/220,6 jam, Vd 62500 mL /kg bb. Kadar rata-rata obathinggajam ke 120 (5 hari) masih di atas minimum inhibory concentration (MIC) beberapa agen infeksi yang penting pada reptilia.Untuk selanjutnya, diperlukan penelitian untuk mengetahui MIC agen-agen infeksi pada ular sanca untuk dapat secara tepat mengetahui efikasi doksisiklin.Kata kunci: profil farmakokinetik, doksisiklin, ular sanc

    Toksisitas Akut Ekstrak Sembukan (Paederia scandens (Lour.) Merr. pada Mencit (Mus musculus L.) Galur Swiss

    Get PDF
    Sembukan (Paederia scandens (Lour.) Merr. belonging to Rubiaceae family that grows wild, sometimes was used as animal feed and traditional herbal medicine. Therefore, it is important to determine the safety of sembukan when consumed or used as a herbal medicine. This study aimed to determine the potential acute toxicity of the extract of sembukan using Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) 423 method which measured the clinical symptoms caused, and histopathologic of liver, kidney, and heart disease due to oral administration. Fifteen female Swiss Webster mouse weighing 25-35 gram used in this study. The procedure of this study followed the OECD method 423 using an initial dose of 300 mg/kg BW sembukan extract. Histopathological examination was done hematoxylin-eosin staining. The observation of histopathology and clinical toxicity symptoms were analyzed descriptively, while data changes on body weight of animals, organ weights, and the amount of feed intake was analyzed statistically. The results showed sembukan extract is safe to use. According to the Globally Harmonized System Classification (GHS), the potential for acute oral toxicity of the extract sembukan included in category 5 (not clarified) with LD50 cut-off &gt; 2000-5000 mg/kg BW. Giving the test preparation did not affect body weight, feed intake, clinical symptoms of toxicity,and there was no pathological changes in the heart organ.Sembukan (Paederia scandens (Lour.) Merr. termasuk familia Rubiaceae yang tumbuh liar, dapat dikonsumsi sebagai pakan ternak dan obat herbal tradisional. Oleh karena itu perlu diketahui keamanan penggunaan sembukan. Uji ini bertujuan untuk mengetahui potensi ketoksikan akut dari ekstrak sembukan dengan&nbsp; menggunakan metode Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) 423, gejala klinis yang ditimbulkan, serta gambaran histopatologis organ hati, ginjal, dan jantung akibat pemberian oral. Lima belas ekor mencit betina galur swiss dengan berat 25-35 gram digunakan dalam penelitian ini. Prosedur penelitian mengikuti metode OECD 423 dengan menggunakan dosis awal 300 mg/kg BB ekstrak sembukan. Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin. Hasil pengamatan histopatologi dan gejala ketoksikan klinis dianalisa secara deskriptif, sedangkan data perubahan BB hewan uji, bobot organ, dan jumlah asupan pakan dianalisis statistik. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak sembukan aman digunakan. Menurut Globally Harmonized Classification System(GHS),potensi ketoksikan akut oral ekstrak sembukan termasuk dalam kategori 5 (tidak terklarifikasi) dengan LD50 cut off &gt; 2000 – 5000 mg/kg BB. Pemberian sediaan uji tidak mempengaruhi berat badan, asupan pakan, gejala ketoksikan klinis, dan tidak ada perubahan patologi pada organ jantung

    PERBANDINGAN PROFIL FARMAKOKINETIK DOKSISIKLIN APLIKASI INTRAVENA DAN INTRAMUSKULER PADA ULAR SANCA ( PHYTON RETICULATUS )

    Get PDF
    Penelitian farmakokinetik doksisiklin pada ular sanca (Phyton reticulatus) ini dilakukan untuk mengetahui profil fannakokinetik obat pemberian intravena dan intramuskuler serta untuk mengetahui tingkat efektivitasnya melalui perbandingan kadar dengan nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration) beberapa agen infeksi yang penting. Hewan yang digunakan adalah 6 ekor ular sanca dewasa yang dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan. Kelompok 1 diberi doksisiklin dosis 25 mg/kg bb lewat vena palatina dorsalis dan kelompok 2 melalui muskulus bagian sepertiga anterior.Darah diambil secara intrakardia pada menit ke 30,jam ke-I, 2, 4, 8, 24, 48, 72, 96 dan 120setelahpemberian obat. Plasma dikoleksi secara sentrifugasi dan diekstraksi menggunakan asam trikloroasetat. Selanjutnya plasma dianalisis dan dilakukan pengukuran kadar obat secara HPLC (High Peiformance Liquid Chromatography), menggunakan fase gerak larutan asam oxalat : metanol: asetonitril (6:3:I) dan kolom C18. Parameter farmakokinetik yang dihasilkan untuk intravena adalah AUC 7135,155 uglmL.menit, Clearence 3,5 mLimenit/kg, Cmax 95,465 uglmL,Tmax 30menit,Tl/2 44,42jamdan Vd 13477,1mL/kgbbdan untuk intramuskulerAUC 1185,56f.lglmL.menit, Clearence 3,49mL/menit/kg, Tmax 24 jam, Cmax 0,191 ug, T1/220,6jam, Vd 62500 mL /kg bb. Kadar rata-rata obat hinggajam ke 120 (5 hari) masih di atas minimum inhibory concentration (MIC) beberapa agen infeksi yang penting pada reptilia.Untuk selanjutnya, diperlukan penelitian untuk mengetahui MIC agen-agen infeksi pada ular sanca untuk dapat secara tepat mengetahui efikasi doksisiklin

    Efektivitas Fluoroquinolon Terhadap Isolat Bakteri Saluran Pencernaan Ular Sanca Batik (Python reticulatus)

    Get PDF
    Telah dilakukan penelitian tentang efektivitas antibiotika golongan fluoroquinolon (flumequin dan enrofloksasin) terhadap Salmonella dan E. coli yang diisolasi dari saluran pencernaan ular sanca batik (Python reticulatus). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas fluoroquinolon terhadap infeksi saluran pencernaan pada ular dan reptil pada umumnya. Penelitian dilakukan dengan menggunakan 8 ekor sanca batik dewasa yang menderita gangguan pencernaan dengan lesi klinis berupa mouthrot. Sampel ulas kloaka dan mulut serta sampel darah diambil dari semua ular, untuk selanjutnya dilakukan uji mikrobiologis berupa isolasi dan identifikasi bakteri melalui media Brilliant Green Agar (BGA), Mc Conkay Agar (MCA), Triple Sugar Iron (TSI) dan media biakan murni. Isolat murni yang didapatkan adalah Salmonella spp. dan E. coli dan selanjutnya dilakukan uji sensitivitas bakteri terhadap flumequin dan enrofloksasin serta penentuan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) untuk enrofloksasin. Hasilnya adalah kedua antibiotika efektif terhadap Salmonella dan intermediet terhadap E. coli. Nilai MIC enrofloksasin terhadap Salmonella adalah 2,5 ÎĽg/ml

    Case Report: The Successful Treatment of Toxocariasis in a Domestic Cat using Pyrantel Pamoate

    Get PDF
    Toxocariasis is an infectious disease caused by Toxocara sp. in cats that lead to deterioration of the condition and can even cause death, especially in kittens. Pyrantel pamoate is an anthelmintic that is currently being abandoned for toxocariasis. The purpose of this paper is to report the success of toxocariasis treatment in a cat using pyrantel pamoate. Female domestic cat, 3 months old, weighing 1.3 kg suffering diarrhea was used in this study. The cat examined including a physical examination, followed by laboratory examination of fecal and blood samples. The results showed the cat's body condition was thin, eye was dirty, anemic mucous membranes, dull hair/loss, and diarrhea with watery stool consistency. The cat examination revealed the presence of Toxocara sp. egg as much as 2,400 EPG in fecal sample, and the results of blood tests found that the cat had normochromic normocytic anemia. The cat was diagnosed toxocariasis with dubious prognosis. A cat treated with kaolin-pectin with 1-2 ml/kg BW orally 2 times a day for 3 days, multivitamin injection at a dose of 0.5 ml intramuscularly, and the anthelmintic pyrantel pamoate at a dose of 20mg/kg BW orally once. After 28 days of treatment, the cat was declared healthy based on better physical conditions, no diarrhea, no worm eggs in the fecal sample, and did not anemia. It concluded that cats with toxocariasis successfully cured by administering the anthelmintic pyrantel pamoate, so this drug is still recommended for the treatment of toxocariasis in cats
    • …
    corecore