28 research outputs found

    Fosfolipida: Biosurfaktan

    Get PDF

    Coconut Phospholipid Species: Isolation, Characterization and Application as Drug Delivery System

    Get PDF
    The purpose of this study was to isolate the ethanolamine species of coconut phospholipid and to investigate their potency as drug delivery system by using it to encapsulate vitamin C. The study consisted of two stages: the first stage was isolation and characterization of coconut phosphatidylethanolamine species; and the second stage was utilization of coconut phosphatidylethanolamine liposomes to encapsulate vitamin C. A dark brown gel of coconut phosphatidylethanolamine species (CocoPEs) was isolated from dried coconut meat (9.3×10−3%, w/w). At least 15 species were found in coconut phosphatidylethanolamine. The fatty acyl chains of the species were capric, linoleic, oleic, stearic and arachidic acyl chains. At least four different phases were identified on CocoPEs i.e. planar-shape gel phase, rippling phase, liquid crystal phase and hexagonal phase. The temperature (Tp) was at 25.29°C for changing from planar-shaped gel to rippling phase, 32.62°C (Tm) for major transition from gel to liquid crystal, and 65.53°C (Th) from liquid crystal to hexagonal phase. All of CocoPEs liposomes encapsulation efficiency with cholesterol concentration up to 30% were above 80%. CocoPEs showed great potency as encapsulation material. It had high encapsulation efficiency and addition of cholesterol to the liposome membrane only slightly reduced the efficiency

    Evaluation of pH Effect on Conformation of Protein Interaction E-Cadherin…ADTC5 Complex: Molecular Dynamic Simulation

    Get PDF
    Abstract. Blood Brain Barrier (BBB) is a barrier located in the brain that controls the delivery of peptide drug to the brain. The difficulties of delivering drugs through BBB is because of E-Cadherin…E-Cadherin interaction that prevent drugs to pass through. ADTC5 has shown positive results to improve drug delivery through the BBB by modulating E-Cadherin…E-Cadherin interaction. Conformation are one of the factors that can affect the modulation stability between E-Cadherin…ADTC5. To analyze the conformation and stability of E-Cadherin…ADTC5 complex throughout the simulation time with pH effect, Molecular Dynamic (MD) method was used to simulate the conformational changes. The results indicate that pH 7.4, E-Cadherin…ADTC5 is the most stable conformation, with the lowest maximum radius gyration value 28.906 Å and the lowest ΔG Binding -168.244 kJ/mol. In the other hand, the most unstable conformation can be seen at pH 2.4, indicated by the positive ΔG Binding values 51,802 kJ/mol, high RMSD average at 2.8 Å and high RMSF fluctuations on residues.

    ISOLASI DAN KARAKTERISASI LESITIN KELAPA DAN WIJEN

    Get PDF
    Lesitin merupakan senyawa ampifil alam yang mempunyai struktur unik. Molekul-molekullesitin dapat beragregasi membentuk suatu struktur sistem pembawa yang disebut liposom dan berguna pada penghantaran bahan-bahan aktif pada obat, makanan dan kosmetika. Lesitin yang selama ini digunakan pada umumnya berasal dari kedelai dan telur. Upaya penelitian telah dilakukan untuk mencari altematif sumber lesitin baru yang berasal dari kelapa dan wijen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter lesitin tumbuhan yang berasal dari kelapa dan wijen. Isolasi lesitin dilakukan dengan cara ekstraksi solven menggunakan campuran kloroform-metanol (2:1). Sedangkan karakterisasi meliputi pengujian dengan TLC, FTIR dan GCMS. Hasil menunjukkan bahwa lesitin kelapa dan wijen adalah lesitin dari golongan sefalin dengan gugus hidrofilnya berupa etanolamin. Bagian lipofil untuk lesitin kelapa adalah Cl2 dan C8, dan untuk lesitin wijen bagian lipofilnya adalah C18:1 dan CI8:0

    Isolasi Dan Karakterisasi Lesitin Kelapa Dan Wijen

    Get PDF
    Lecithin is a natural amphiphilic substance which has unique structures. Lecithin molecules are able to aggregate to form a carrier structure known as liposom which is useful for carrying active substances in drug, food and cosmetics. Lecithin is generally derived from soybeans and eggs. Research efforts have been made to seek new sources of lecithin such as from coconut and sesame seeds. This study aimed to determine the character of plant lecithin derived from coconut and sesame seeds. Isolation of lecithin was done by solvent extraction using a mixture of chloroform-methanol (2:1) and characterization was conducted using TLC, FTIR and GCMS. The results indicated that lecithins from coconut and sesame seeds were from cephalin class with hydrophilic group consisted of ethanolamin. The lipophilic parts of coconut lecithin were C12 and C8 and those of sesame seeds lecithin were C18:1 and C18:0

    Sintesis Senyawa C18H26O9 Dari Hiptolida Hasil Isolasi Daun Hyptis Pectinata

    Get PDF
    SYNTHESIS OF C18H26O9 COMPOUNDS FROM HYPTOLIDE ISOLATED FROM HYPTIS PECTINATA LEAVES. Isolation of hyptolide has been done from Hyptis pectinata, and alkene group transformation through oxidation reactions using H3B: OEt2 to the isolated compound was also conducted. Product analyses were carried out using TLC, UV spectrometry, IR, and LC-MS. Pure crystal with melting point of 86-87oC was isolated. The yield was 1.75% (w/w). After analysing and compilating of spectroscopic data it was confirmed as hyptolide compound. Hydroboration of this compound (followed by hydrolysis using H2O2 under alkaline conditions) produce its alcohol derivatives, with 28.9% the percentage of transformation, it was demonstrated by LCMS data. IR spectrum at 3600cm-1, confirming the replacement of hydroxyl bond by alkene. Regioselectivity of addition reaction is proposed through simulation with Chem Office. The reaction product was suspected as 6-hydroxy-7-(6-oxo-3,6-dihydro-2H-pyran-2-yl) heptane-2,3,5-tryil triacetate. Extension of reaction time to 24 hours, has increase hydroboration product to 78.3%. This research has opened other studies of natural materials in accordance to the roadmap set.  Telah dilakukan isolasi hiptolida dari bahan alam Hyptis pectinata, dan transformasinya melalui reaksi oksidasi menggunakan H3B:OEt2 terhadap gugus alkena pada senyawa hasil isolasi. Analisis produk dilakukan menggunakan KLT, spektrometri UV, IR, dan LC-MS. Kristal murni dengan titik leleh 86-87oC berhasil diisolasi dengan rendemen 1,75 % (b/b), dirujuk sebagai senyawa hiptolida setelah melalui analisis dan kompilasi data-data spektroskopi. Hidroborasi terhadap senyawa hiptolida (yang diikuti hidrolisis menggunakan H2O2 dalam suasana basa) menghasilkan senyawa alkohol turunannya, dengan persentase transformasi sebesar 28,9%, dapat ditunjukkan melalui data LCMS. Data spectrum IR menunjukkan adanya puncak pada 3600cm-1, memperkuat dugaan  adanya ikatan hidroksil menggantikan gugus alkena. Regioselektivitas reaksi adisi diusulkan melalui simulasi dengan Chem Office, produk reaksi diduga mempunyai struktur  sebagai 6-hydroxy-7-(6-oxo-3,6-dihydro-2H-pyran-2-yl)heptane-2,3,5-tryil triacetate. Perpanjangan waktu reaksi selama 24 jam, telah dapat menaikkan produk hidroborasi menjadi 78,3%. Data penelitian ini telah membuka jalan bagi penelitian-penelitian bahan alam lain sesuai dengan roadmap penelitian yang telah ditetapkan. </p

    PROFIL SPEKTRA IR, NMR, DAN BERAT MOLEKUL BIO-SELULOSA NATA DE COCO PADA BERBAGAI WAKTU POLIMERISASI

    Get PDF
    Sifat makroskopik polimer sangat tergantung pada besar dan distribusi berat molekulnya. Selulosa kapas dan kayu biasanya diambil dari tanaman yang sudah tua dan umtunnya mempunyai berat molekul antara 300 rihu - 1 juta. Permasalahannya adalah apakah hal ini diperoleh untuk bio-polimerisasi yang hanya berlangsung kurang dari 1 bulan. Semakin besar dan seragam distribusi berat molekulnya, maka semakin kuat interaksi antar molekul polimer. Berat molekul polimer dan distribusinya dipengaruhi oleh waktu polimerisasi. Semakin besar waktu polimerisasi maka berm molekul semakin besar dan seragam. Permasalahannya adalah apakah berat molekul bio-selulosa lebih kecil dan tidak seragam dengan waktu bio-polimerisasi kurang dari 1 bulan. Bila berat molekul dan distribusinya tidak jamb berbeda dengan selulosa kapas dan kayu, maka waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan selulosa dapat diperpendek. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah pada bio-polimerisasi bio¬selulosa dengan waktu reaksi kurang dari I bulan, khususnya nata de coco, bahwa struktur molekul, berm molekul dan distribusinya sama atau hampir sama dengan selulosa kapas atau kayu dengan waktu reaksi yang lebih lama. Penelitian ini dilakukan dalam tahapan sebagai berikut . [I] Pembuatan bio-selulosa nata de coco, [2] Analisa porositas, kekuatan tank dan kristalinitas, [3] Pembuatan spektra FUR, FT-NMR dua-dimensi, [4] Analisis data spektra FTIR, FT-NMR dua-dimensi dan berat molekul. Variabel penelitian ineliputi : [1] yang dikonstankan : temperatur reaksi, berat sampel. [2] Varibel berubah : waktu reaksi polimerisasi. Reaksi bio-polimerisasi limbah air kelapa menjadi bio-selulosa nata the coco sudah optimal pada lama fermentasi 10 had. Bio-selulosa nata de coco mempunyai sifat kristalin serta berpori dan kuat. The effort to prepare the more pure compounds of celluloce can be done by fermentation of "waste of the coconat water". The objective of this research is that to compare the physical and chemical properties of cellulose from fermentation of "waste of the coconat water" that can be sintesized less that one month with celluloce from cotton and tree. There are three steps in this research is that preparation of bio-celluloce "nata de coco", 121 analysis of porositas, mechanical strenght, and crystallinity of bio-celluloce "nata de coco", [3] preparatiron and analysis of NMR spectra. The result of research shows that the optimally bio-polymerization proces is 10 days. The bio-celluloce of "nata de coco" has physical and chemical properties like celluloce from cotton anf tree

    UPAYA PENINGKATAN DAYA EMULSI ALGINAT DARI Sargassum sp.

    Get PDF
    Alginat merupakan salah satu jenis polisakarida yang banyak ditemultan dalam rumput laut, kelas alga coklat seperti Sargassum sp. Senyawa ini dapat dirnanfaatkan sebagai zat pengemulsi, namun kernarnpuan pengernulsinya terbatas pada konsentrasi zat teremulsi yang rendah. Hal ini karena alginat hanya mempunyal gugus hidrofilik, dan sifat pengemulsinya Kama kemarnpuan pengentalannya. Daya emulsi alginat dapat ditingkatkan jika kedalam struktur kintianya dimasukkan senyawa yang mengandung gugus hidrofobik Prosesnya dikerial sebagai reaksi esterifikasi yang dapat dilakukan ketika alginat berada dalam bentuk ekstrak rumput laut, maupun dalam keadaan algnat murni. Esterifikasi alginat dengan propilen oksida dilakukan pada suasana asam dan dihasilkan propilen glikol alginat. Kondisi optimal proses esterifikasi dipelajari melalui telaah pengaruh keasamaan (pH) dan suhu terhadap derajat estenfikasi dan claya emulsi. Pada penelitian ini, alginat multi diisolasi dah rurnput laut Sa assum sp. yang diperoleh dah Pantai Teluk Awur, Jepara Jawa Tengah. Isolat al inat thkarakterisasi menggunakan spektrofometer inframerah dan 1H NMR. Be dasarkan spektra inframerah diketahui bahwa isolat alginat memberikan serap n pada bilangan gelombang 1624,0 cm-1 (regangan C=0); 3428,3 cm-1 (regangan —OH); 2929,7 crn-1 (C-H alkana); 1419,5 cm-1 (lenturan C-H) dan 1028,0 cre (regangan C-0). Profil spektra ini merupakan ciri dari spektra standar alginat. Berdasarkan spektra NMR diketahui bahwa alginat dad Sargassum sp. mengandung monad G; diad MM, MG, GM dan Triad GGM, GGG. Reaksi esterifikasi alginat berlangsung beberapa tahap. Tahap pertama, pembentukan propilen glikol dan propilen oksida yang berada bersama dengan air dalam suasana asam Tahap kedua, reaksi esterifikasi melalui proses protonasi, deprotonasi dan eliminasi air. Tahap ketiga, pernisahan propilen glikol alginatsisa dan hasil samping reaksi esterifikasi. Rendemen reaksi ini berkisar 3,8 % hingga 19,6%. Nilai rendemen ini sangat bergantung kepada kondisl reaksi, sepenti pH dan suhu. Rendemen terbesar dicapai jika esterifikasi dilangsungkan pada suhu 40 °C dan pH = 3. Identifikasi keberhasilan reaksi esterifikasi dipantau dengan menggunakan spektrometer inframerah. Munculnya serapan pada 1153,4 cm-1 Merupakan indikasi terbentuknya ester propilen glikol alginat. Sedangkan derajat asterifikasi dihitung dengan metode rasio atau baseline pada 1153,4 cm-1clail spektra ihframerahnya. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa derajat esterifikasi cenderung meningkat seiring dengan kenaikan pH dart 2 hingga 4. Pada pH lebih tinggi derajat esterifikasi leblh kecil karena pada pH leblh clan 4, asam alginat banyak be ada dalarn bentuk garamnya sehingga mernperlambat reaksi esterifikasi. Suhu reaksi juga mempengaruhi derajat esterifikasi, pada suhu kamar reaksi berjalan lambat. NaMun kenaikan suhu akan mempercepat reaksi dan meningkatkan derajat esterifikasi. Viskositas alginat lebih besar film berada dalam bentuk esternya. Demikian pula daya emulsi alginat cenderung malt'n baik jika berada dalam bentuk esternya. Peningkatan daya emulsi ini sehing dengan konaikan derajat esterifikasi. Daya alginat lebih balk jika dairy" bentuk estemya. Propilen glikol algmat yang disin esis pada suhu 40 °C, pH = 2 dan T = 30 °C, pH 4 mempunyai daya emulsi lab.) rendah dah soya lesihn (cmc = 14 rng/L). Hal ini menunjukkan bahwa produk sin esis propilen glikol alginat mempunyai daya emulsi lobih balk dad path pengemulsi soya lesitin

    PENGGUNAAN EUGENOL DARI MINYAK CENGKEH UNTUK MEMPERBAIKI DAYA EMULSI ALGINAT

    Get PDF
    Alginat merupakan salah satu jenis polisakarida yang banyak ditemukan dalam rumput laut, kelas alga coklat seperti Sargassum sp. Senyawa ini dapat dimanfaatkan sebagai zat pengemulsi, namun kemampuan pengemulsinya terbatas pada konsentrasi za+ teremulsi yang rendah. Hal ini karena alginat hanya mempunyai gugus hidrofilik, dan sifat pengemulsinya karena kemampuan pengentalannya. Daya emulsi alginat dapat ditingkatkan jika kedalam struktur kimianya dimasukkan senyawa yang mengandung gugus hidrofobik. Prosesnya dikenal sebagai reaksi esterifikasi yang dapat dilakukan ketika alginat berada dalam bentuk ekstrak rumput laut, maupun dalam keadaan alginat murni. Eugenol dari minyak cengkeh dapat digunakan untuk menambah gugus hidrofobik pada alginat melalui reaksi esterifikasi. Senyawa ini harus dibuat turunannya agar mudah bereaksi dengan gugus-gugus kimia pada struktur alginat. Esterifikasi alginat dengan turunan eugenol dilakukan pada suasana asam dan dihasilkan ester alginat. Kondisi optimal proses esterifikasi dipelajari melalui telaah pengaruh keasamaan (pH) dan suhu terhadap derajat esterifikasi. Pada penelitian ini, alginat murni diisolasi dari rumput laut Sargassum sp. yang diperoleh dari Pantai Teluk Awur, Jepara Jawa Tengah. lsolat alginat dikarakterisasi menggunakan spektrofometer inframerah dan 1H NMR. Berdasarkan spektra inframerah diketahui bahwa isolat alginat memberikan serapan pada bilangan gelombang 1624,0 cm-1 (regangan C=0); 3428,3 cm-1 (regangan —OH); 2929,7 cm-1 (C-H alkana); 1419,5 cm"' (lenturan C-H) dan 1028,0 cm"1 (regangan C-0). Profil spektra ini merupakan ciri dari spektr

    PENENTUAN KONSENTRASI MISELISASI KRITIS LIPIDA DARI EMULSI SANTAN KELAPA SEBAGAI ZAT PENGEMULSI ALTERNATIF UNTUK INDUSTRI PANGAN

    Get PDF
    Peranan zat pengemulsi pada industri pangan sangadah panting karena substansi tersebut menentukan kestabilan dari suatu produk pangan yang dihasilkan. Kemampuan suatu zat untuk digunakan sebagai zat pengemulsi sangat ditentukan clef) harga konsentrasi miselisasi kritisnya. Zat pengemulsi dalam santan kelapa merupakan zat pengemulsi yang potensial untuk dimanfaatkan dalam industri pangan, oleh karena itu maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kemampuannya sebagai zat pengemulsi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi miselisasi kritis lipida dari santan kelapa. Penelitian terdiri dari dua tahap. Tahap satu adalah isolasi phospholipida dari santan kelapa dan identifikasi komponen-komponennya. Pada isolasi, phospholipida diendapkan terlebih dulu dengan aseton dingin, T = 10,5 °C, kemudian diekstraksi dengan campuran heksana-isopropanol (3:2) pada T = 40 °C. Ektrak yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator, T = 45 °C, lalu diuji dengan TLC. Identifikasi komponen-komponen zat pengemulsi, phospholipida (phosphogliserida), dilakukan dengan memisahkan komponen-komponen asam lemaknya dengan cara penyabunan dengan NaOH metanolik 0,5 M. Setelah itu asam-asam lemak yang diperoleh diesterifikasi sehingga terbentuk metil esternya. Proses tersebut dilakukan dengan refluks. Senyawa metil ester dari asam lemak ini yang kemudian diidentifikasi dengan GC-MS dan FT-IR. Tahap ke dua adalah pengukuran kekeruhan dengan turbidirneter pada konsentrasi yang bervariasi sehingga dapat dibuat grafik kekeruhan vs konsentrasi. Harga c.m.c.ditentukan dari perubahan kemiringan garis yang tiba-tiba pada grafik itu. Dad hasil penelitian diperoleh bahwa phospholipida pada santan kelapa kemungkinan terdiri dari lebih dari satu senyawa yang pada bagian polarnya memiliki gugus amina dan fosfat; dan pada bagian non polarnya (R1 dan R2) merupakan residu asam lemak laurat, miristat, kaprilat, kaprat, dan palmitat. Senyawa tersebut mempunyai harga c.m.c. berkisar pada 5,25 %v/v. Untuk mendapatkan hasil yang lebih representatif terdapat beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti diantaranya adalah : isolasi yang lebih efektif lagi menggunakan kolom kromatografi, penggunaan parameter-parameter lain untuk menentukan c.m.c sehingga akan dapat diperoleh data yang lebih akurat. Emulsifier agents in food industry is very important since these substances determine the stability of the products. The ability of any substance to perform as emulsifier depends on it's critical micellization concentration. Emulsifier agent in coconut milk is a potential emulsifier agent to be used in food industry. So it is essencial to determine it's ability as emulsifier. The purpose of this research is to determine the critical micellization concentration of lipid from coconut milk emulsion. Experiment was done in two steps, that is : isolation of phospholipid from coconut milk and identification of its components. In isolation, the phospholipid was precipitated using cold acetone, T = 10,5 °C, then it was extracted by hexane¬isopropanol mixture (3 : 2) at T = 40 °C. The extract was concentrated using rotary evaporator, T = 45 °C, then was investigated by TLC. Identification of its components was done by breaking its fatty acids with NaOH methanolic 0,5 M, saponification process. After that they were ssterified so they would form their methyl ester. The process was done by reflux. These methyl ester compounds from the fatty acids then were analysed by GC-MS and FT-IR. Second was measurement of turbidity in variated concentration so that data be plotted. The critical micellization concentration was determined from the abrupt change of slop. Result showed that emulsifier agent in coconut milk emulsion might be consist of more than one phospholipid compound which were amphiphilic. The polar part had amine and phosphat groups while the non polar part were residu of fatty acids caprilic acid (octanoic, C8), capric acid (decanoic, C13 ), Lauric acid (dodecanoic, C12), myristic acid (tetradecanoic, C14) and palmitic (hexadecanoic, C16). The critical micellization concentration was about 5.25 % v/v. In order to obtaine better result, it is suggested to use colom chromatography after extraction so purest substance can be collected and consider other parameters to determine the critical micellization concentration in order to get more accurate result
    corecore