36 research outputs found

    Legal Protection for Children Victims of Narcotics Abuse in Riau Province

    Get PDF
    Narcotics abuse can be categorized as a criminal act as regulated in Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics. The method used in this research is socio-legal research. In Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics, there is no distinction between the abuse committed by children who are already drug addicts and children who are victims of narcotics abuse and are taking narcotics for the first time, so that these children are combined at the time of the crime. It is hoped that there will be political will from the Government of the Republic of Indonesia to revise Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics in order to provide legal protection for children who are victims of narcotics abuse. One of the obstacles faced by the Riau Regional Police in eradicating narcotics abuse by children is the minimal role of parents who are willing to report their children. Therefore, the Riau Regional Police should cooperate with religious leaders from MUI, traditional leaders from LAM Riau, as well as community leaders in order to provide enlightenment to the public about the dangers of narcotics abuse for the future of children

    Kepastian Hukum Atas Tanah Dengan Surat SKGR Sebagai Jaminan Utang Pada Perbankan di Kota Pekanbaru

    Get PDF
    Tanah merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan manusia, semakin banyak jumlah manusia, maka akan semakin berkurang lingkungan hidup bagi manusia dan juga mahluk hidup lainnya seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan.  Apalagi tanah pada masa sekarang sudah mempunyai nilai ekonomis yang nilainya semakin tinggi.Keberadaan dan fungsi tanah berkurang, karena tanah diperjual belikan dan dijadikan sebagai jaminan dalam proses hutang piutang diperbankan. Tanah merupakan jaminan benda tidak bergerak yang diikat dengan mengunakan hak tanggungan. Jaminan yang ada diperbankan ada dua yaitu jaminan untuk benda bergerak berupa hak jaminan fidusia dan jaminan terhadap benda tetap berupa tanah dan rumah biasanya  dikiat dengan pemasangan hak tanggungan. Tanah di Indonesia diatur dalam UUPA No.5 Tahun 1960 tentang  Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang di dalamnya menyerap hukum adat, yaitu diakuinya hak ulayat sebagaimana yang tertuang dalam pasal 5 UUPA yang menyatakan “Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruan gangkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa,dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur- unsure yang bersandar pada hukum agama”. Salah satu jaminan yang digunakan untuk hutang piutang diperbankan adalah tanah. Jaminan merupakan bagian dari perjanjian tambahan atau acesoir yang biasanya dibuat beserta dengan perjanjian kredit perbankan. Tanah digunakan sebagai jaminan apabila platform pinjaman bernilai lebih dari 50 juta, walaupun biasanya sudah ada jaminan berupa sk pekerjaan yang dijadikan jaminan

    Analisa Yuridis Mediasi Pada Kasus Perceraian Karena Adanya Pihak Ketiga Berdasarkan Kaidah Fiqhiyah dan Hukum Positif di Indonesia: Studi Kasus Virgoun dan Inara

    Get PDF
    Media di tanah air dipenuhi dengan berita perselingkuhan pasangan artis Virgoun dan isterinya Inara Rusli. Kasus yang juga dibarengi isu dugaan perselingkuhan dan perzinahan Virgoun dengan Tenri Anisa terus bergulir sampai di kepolisian. Kasus ini akhirnya masuk ke ranah Pengadilan Agama dan saat ini dalam tahapan Mediasi atau perdamaian (islah). Tulisan ini khusus menganalisa Mediasi pada kasus perceraian karena adanya pihak ketiga berdasarkan Kaidah Fiqhiyah dan hukum positif di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif serta pendekatan Ushul Fikih dan hukum positif. Hasil penelitian melihat beberapa kendala yang dihadapi dalam proses penyelesaian Mediasi pada kasus perceraian karena adanya pihak ketiga di Pengadilan Agama di antaranya: 1) Karena adanya permasalahan internal dalam kehidupan pernikahan; 2) Rendahnya pendidikan; 3) Rendahnya akal dan pemahaman agama; 4) Sulit untuk bekerja sama; 5) Tidak hadirnya salah satu pihak; 6) Sudah memiliki pasangan masing-masing. Adapun Kaidah Fiqhiyah tentang Mediasi pada kasus perceraian karena adanya pihak ketiga di antaranya: 1) Kebijakan pemimpin atas rakyat bergantung pada maslahat; 2) Sesuatu yang telah ditetapkan berdasarkan bukti sepadan dengan yang telah ditetapkan berdasarkan kenyataan; 3) Perintah mengerjakan sesuatu berarti juga perintah mengerjakan sarananya; 4) Penetapan suatu hukum diperlukan adanya dalil; 5) Kesulitan harus dihilangkan dan kaidah yang berbunyi kemudharatan harus dihindarkan selama memungkinkan; 6) Tidak dapat diingkari adanya perubahan hukum karena perubahan zaman karena perubahan hukum itu berdasarkan perubahan zaman, tempat, dan keadaan; 7) Perbuatan yang mencakup kepentingan orang lain lebih utama daripada yang hanya sebatas kepentingan sendiri; 8) Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang paling banyak; 9) Setiap perulangan kemaslahatan karena perulangan perbuatan maka disyariatkan atas setiap orang untuk memperbanyak kemaslahatan dengan perulangan perbuatan itu, namun ada juga kemaslahatan yang tidak disyariatkan atas perulangan; 10) Apabila tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya, maka sarana yang menyempurnakan kewajiban itu menjadi wajib diadakan; 11) Kaum muslimin harus memenuhi syarat-syarat yang telah mereka sepakati, kecuali syarat yang mengharamkan suatu yang halal atau menghalalkan suatu yang haram

    Tinjauan Hukum terhadap Cyber Pornografi di Indonesia

    Get PDF
    Pengaturan tindak pidana pornografi dalam sistem hukum di Indonesia diawali pada pengaturan tindak pidana, diikuti dengan tindak pidana pornografi, dan diakhiri dengan hakikat pengaturan tindak pidana pornografi. Tindak pidana pornografi dalam sistem hukum pidana Indonesia antara lain diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai kejahatan terhadap kesusilaan yang telah diatur dalam Pasal 281 dan Pasal 282. Secara khusus pornografi diatur dalam Undang-Undang Pornografi Nomor 44 Tahun 2008 yang mengatur tentang tindak pidana pornografi yang merupakan tindak pidana kejahatan. UndangUndang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi (UU ITE), khususnya dalam penggunaan internet menyinggung masalah pornografi tapi terkait pada muatan yang melanggar kesusilaan. Terdapat sanksi terhadap tindak pidana pornografi baik pidana pokok maupun pidana tambahan sesuai dengan ketentuan yang berlak

    Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Pidana Khusus (Peranan Dan Kedudukan)

    Get PDF
    Salah satu tuntutan utama masyarakat internasional pasca berakhirnya perang dunia ke dua adalah pengauan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). HAM menjadi salah satu isu penting internasional yang bahas pasca perang dunia ke dua. Masyarakat internasional menuntut agar adanya jaminan atas perlindungan dan pengakuan terhadap HAM. Indonesia sebagai suatu negara juga harus menjamin demikian. Telah banyak terjadi dinamika terhadap penegakan HAM di Indonesia. Khususnya pasca masa Orde Baru (ORBA), telah banyak perubahan-perubahan fundamental yang dilakukan terhadap UUD 1945 demi mewujudkan perlindungan HAM yang tegas bagi rakyat Indonesia. Ini tidak terlepas dari adanya kejahatan-kejahatan kemanusiaan yang melanggar HAM yang terjadi di masa lampau di Indonesia. Keadaan demikian mendorong dibentuknya pengadilan HAM di Indonesia. Pengadilan HAM di Indonesia dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Upaya demikian bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan HAM yang pernah terjadi pada masa ORBA. Pembentukan pengadilan HAM tersebut juga sejalan dengan 28D ayat (1) UUD 1945. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif yuridis dengan mengaitkan pokok pembahasan terhadap topik utama di dalam penelitian ini yakni eksistensi pengadilan HAM di Indonesia dalam perspektif hukum pidana khusus. Hasil penelitian ini akan memperlihatkan bagaimana keduduan dan peranan dari pengadilan HAM di Indonesi

    Dasar Hukum Pengembalian Berkas Perkara Oleh Jaksa Terhadap Penyidik

    Get PDF
    Kejaksaan merupakan lembaga yang mempunyai kewenangan di bidang penuntutan. Sedangkan Jaksa dalam menjalankan fungsinya bekerja atas nama rakyat dalam melakukan tugasnya menuntut seseorang yang diduga melakukan tindak pidana. Proses prapenuntutan sering terjadi, sehingga berkas perkara bolak balik dari penyidik ke Jaksa Penuntut Umum, kurang lengkapnya berkas perkara akan membawa dampak dalam proses prapenuntutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengembalian berkas perkara oleh Jaksa Penuntut Umum dalam prapenuntutan. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan kasus, perundangan, dan analisis. Hasil penelitian diperoleh sebagai berikut, karena tidak adanya satu ketentuan yang memberikan pembatasan berapa kali berkas perkara dapat dikembalikan, hal ini dapat dikaitkan dengan tujuan hukum terhadap hak asasi seseorang, serta demi kepastian hukum bagi pencari keadilan, maka pengembalian hasil penyidikan ataupun hasil penyidik tambahan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada penyidik, haruslah memiliki kriteria pembatasan yang tegas. Akibat yang ditimbulkan bila berkas perkara tidak dikembalikan dari pihak Jaksa Penuntut Umum apabila dalam tujuh hari tidak mengembalikan berkas perkara maka berkas perkara penyidikan dianggap selesai

    Pelaksanaan Eksekusi Uang Pengganti Terpidana Tindak Pidana Korupsi oleh Kejaksaan Negeri Pekanbaru

    Get PDF
    AbstrakUang Pengganti merupakan pidana tambahan yang dijatuhkan bersama pidana pokok sesuai dengan Undang-Undang Tindak pidana korupsi. Pembayaran uang pengganti merupakan upaya untuk memulihkan kondisi keuangan negara atas kerugian negara akibat tindak pidana korupsi. Penulisan jurnal ini difokuskan terhadap pelaksanaan eksekusi uang pengganti terhadap terpidana tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Pekanbaru, serta melihat bagaimana kendala dan hambatan dalam pelaksanaannya. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum sosiologis. Hasil penelitian ini adalah Pelaksanaaan Eksekusi Uang pengganti terhadap terpidana tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Pekanbaru dilaksanakan setelah putusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht. Hambatan yang dihadapi yaitu: terpidana tidak membayar uang pengganti yang dibebankan kepadanya, Belum ada sinergitas antara Kementerian Keuangan dengan Kejaksaan Negeri Pekanbaru apabila terpidana tidak membayar Uang Pengganti. Upaya nya yaitu:  Jaksa wajib melakukan penyitaan dan pelelangan terhadap harta benda yang dimiliki terpidana, dan menyetorkan hasil pelelangan ke Kas Negara; kemudian terhadap terpidana yang tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka pelunasan tunggakan uang penggantinya dilakukan melalui tuntutan subsider pidana penjara, atau hukuman badan yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokok dan sudah ditentukan dalam putusan pengadilan (subsidair uang pengganti; Meningkatkan Sinergitas antara Kejari, Kejati, Kejagung dengan Kementerian Keuangan dalam Pelaporan Uang Pengganti. Kata Kunci: Eksekusi Uang Pengganti, Terpidana, Korupsi        

    Analisis Hukuman Mati Sebagai Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Prespektif Efektivitas Hukum

    Get PDF
    Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang merugikan negara dan masyarakat secara luas. Dan Tindak pidana korupsi merupakan tindakan ilegal yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok yang memiliki wewenang atau pengaruh di dalam suatu lembaga atau institusi untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara-cara yang tidak sah atau melanggar hukum. Tindak pidana korupsi sering kali terjadi dalam bentuk suap, penggelapan, penyalahgunaan wewenang, atau pencucian uang. Oleh karena itu, pemerintah dan lembaga hukum di seluruh dunia telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan menghukum pelaku tindak pidana korupsi. Pemberantasan tindak pidana korupsi didasarkan pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dan hukuman bagi koruptor diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Salah satu hukuman yang dikenakan adalah hukuman mati. Namun, efektifitas hukuman mati dalam mencegah tindak pidana korupsi masih diperdebatkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas hukuman mati sebagai upaya pencegahan tindak pidana korupsi dari perspektif efektivitas hukum dan Penerapan Hukuman Mati Terhadap Pelaku Korupsi Di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Sumber data yang digunakan adalah bahan pustaka, yaitu peraturan perundang-undangan, dokumen dan jurnal terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hukuman Mati Sebagai Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Prespektif  Efektivitas Hukum, pada dasarnya hukuman mati akan memberikan efek jera kepada para pelaku tindak pidana korupsi, dan hukuman mati kepada pelaku tindak pidana korupsi dapat menjadi satu salah cara mencegah perbuatan korupsi semakin banyak dan meminimalisir perbuatan korupsi. Penerapan Hukuman Mati Terhadap Pelaku Korupsi Di Indonesia telah menjadi topik yang kontroversial selama beberapa tahun terakhir. Banyak orang percaya bahwa hukuman mati adalah bentuk keadilan yang tepat bagi para koruptor yang telah merugikan negara dan masyarakat dengan tindakan mereka yang tidak bermoral. Dan Penerapan Hukuman Mati Terhadap Pelaku Korupsi belum pernah dilaksanakan oleh negara Indonesia, karena beberapa hal yang menjadi kontroversi terkait penerapan hukuman mati. Pertama, ada kemungkinan terjadinya kesalahan yang tidak dapat diperbaiki jika seseorang dihukum mati. Kedua, hukuman mati dapat dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia karena merampas hak hidup seseorang. Oleh karena itu, penerapan hukuman mati harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan hanya dalam kasus-kasus yang sangat serius dan terbukti secara kuat. Kesimpulan dari jurnal ini adalah bahwa meskipun hukuman mati merupakan hukuman yang sangat berat dan kontroversial, namun dapat menjadi alat yang efektif dalam mencegah tindak pidana korupsi. Namun, kita harus memperhatikan hal-hal yang menjadi kontroversi dan menerapkan hukuman mati dengan sangat hati-hati

    Analisis Yuridis terhadap Faktor Penegak Hukum dalam Praktik Hukum Acara Pidana

    Get PDF
    The criminal justice system is the process of enforcing material criminal law. In enforcing the criminal material law in a criminal justice system, it must be through the role of law enforcers. Law enforcement is an important part because without law enforcement, the law that has been agreed upon by the community will not be implemented. One part of the law in question is criminal procedural law. The law enforcers contained in the criminal procedural law are the Police, Advocates, Prosecutors (Public Prosecutors) and Judges. In this study, the role of law enforcers in criminal procedural law will be examined, which in this study consist of the Police, Advocates, Prosecutors (Public Prosecutors) and Judges. This research uses normative juridical research by linking the subject matter to the main topic in this study, namely the role of law enforcement factors in the practice of criminal procedural law. The results of this study will explain the role of relevant law enforcers in criminal procedural law and the role of law enforcers

    Kedudukan Dan Peranan Pengadilan Hak Asasi Manusia Di Indonesia

    Get PDF
    Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan salah satu bagian yang mendasar bagi setiap manusia sejak diciptakan. asyarakat internasional pasca berakhirnya perang dunia ke dua menuntut agar HAM umat manusia memiliki tempat dan benar-benar diakui. HAM menjadi salah satu isu penting internasional yang bahas pasca perang dunia ke dua. Masyarakat internasional menuntut agar adanya jaminan atas perlindungan dan pengakuan terhadap HAM. Indonesia sebagai suatu negara juga harus menjamin demikian. Telah banyak terjadi dinamika terhadap penegakan HAM di Indonesia. Khususnya pasca masa Orde Baru (ORBA), telah banyak perubahan-perubahan fundamental yang dilakukan terhadap UUD 1945 demi mewujudkan perlindungan HAM yang tegas bagi rakyat Indonesia. Ini tidak terlepas dari adanya kejahatan-kejahatan kemanusiaan yang melanggar HAM yang terjadi di masa lampau di Indonesia. Keadaan demikian mendorong dibentuknya pengadilan HAM di Indonesia. Pengadilan HAM di Indonesia dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Upaya demikian bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan HAM yang pernah terjadi pada masa ORBA. Pembentukan pengadilan HAM tersebut juga sejalan dengan 28D ayat (1) UUD 1945. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif yuridis dengan mengaitkan pokok pembahasan terhadap topik utama di dalam penelitian ini yakni eksistensi pengadilan HAM di Indonesia dalam perspektif hukum pidana khusus. Hasil penelitian ini akan memperlihatkan bagaimana keduduan dan peranan dari pengadilan HAM di Indonesia
    corecore