12 research outputs found

    ANALISIS UJI KEAUSAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA CARBON RENDAH MELALUI PROSES NITRIDING

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat mekanis baja karbon rendah dengan proses nitriding. Proses perlakuan panas dilakukan pada temperatur 925-950 oC, dengan penahanan waktu selama 10 menit, lalu didingan melalui udara selama 24 jam, dengan melakukan uji kekerasan untuk menganalisa keausan menghitung nilai ketahan aus, dan mikro menganalisa perubahan struktur mikro. Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil Volume keausan yang terjadi pada baja karbon rendah pada spesimen normal adalah 89,4 mm3, pada spesimen dengan proses nitriding 925 oC adalah 53.3 mm3 dan pada spesimen dengan proses nitriding 950 oC adalah 34.6 mm3. Laju keausan yang terjadi pada baja karbon rendah pada spesimen normal adalah 0.62 mm3, pada spesimen dengan proses nitriding 925 oC adalah 0.37 mm3 dan pada spesimen dengan proses nitriding 950 oC adalah 0.24 mm3. Struktur mikro material baja karbon rendah mengalami perubahan, dimana semakin tinggi temperatur proses nitriding yang diberikan unsur ferrite dan pearlite mengalami penurunan tetapi unsur austenitnya mengalami peningkatan dalam dimensi dan penyebarannya

    Comparison of Crossflow Turbine Performance through Nozzle Position Variations Using ANSYS Simulation

    Get PDF
    The performance comparison of Crossflow turbines is greatly influenced by the position of the nozzle in the conversion of water energy into mechanical energy that occurs through the blades, runners, and shafts of Crossflow turbines. The study aims to directly examine the visualization of water fluid dynamics across the turbine runner blade and enhance the performance of the Crossflow turbine by varying the nozzle position. This study intends to investigate the impact of water flow dynamics and emission on the performance of Crossflow turbines with a combined horizontal-vertical nozzle position, specifically focusing on the magnitude of the number of turbine blades driven and the size of the runner blade area. The objective of investigating nozzle position variations in Crossflow turbines is to determine the specific nozzle position at which the turbine blade may efficiently extract maximum energy from the water flow, hence optimizing turbine performance. The research method using models made using CAD software is AutoCAD by exporting to IGES or IGS format to be compatible with ANSYS. The simulation of this research is with post-processing. There are three, namely making animations, making contours, and taking data to compare cross-turbine performance using variations in nozzle position. Crossflow turbine performance with horizontal nozzle position torque and turbine power is lower, and there is an increase in a vertical position. Then, the horizontal and vertical nozzle position is very good because the nozzle is more effective with maximum turbine performance, namely 13.811-watt turbine power 1,099 turbine torque at 120 rpm

    ANALISIS VARIASI JUMLAH SUDU PADA KINCIR AIR ARUS BAWAH SEBAGAI TENAGA IRIGASI SKALA LABORATORIUM

    Get PDF
    ANALISIS VARIASI JUMLAH SUDU PADA KINCIR AIR ARUS BAWAH SEBAGAITENAGA IRIGASI SKALA LABORATORIU

    UNJUK KERJA KINCIR AIR UNDERSHOT SEBAGAI PEMBANGKIT LISTRIK MINIHIDRO DI LEMBANG PATONGLOAN

    Get PDF
    UNJUK KERJA KINCIR AIR UNDERSHOT SEBAGAI PEMBANGKIT LISTRIK MINIHIDRO DI LEMBANG PATONGLOA

    PKM PENDISTRIBUSIAN AIR BERSIH DENGAN METODE GRAVITASI DI DUSUN MAKULA’ DESA LEMBANG MESAKADA KABUPATEN PINRANG

    Get PDF
    PKM PENDISTRIBUSIAN AIR BERSIH DENGAN METODE GRAVITASI  DI DUSUN MAKULA’ DESA LEMBANG MESAKADA KABUPATEN PINRAN

    ANALISIS UNJUK KERJA KINCIR AIR UNDERSHOT DI DESA SALUPUTTI

    Get PDF
    ANALISIS UNJUK KERJA KINCIR AIR UNDERSHOT DI DESA SALUPUTT

    Karakteristik Batubara Cair Hasil Destilasi Dengan Menggunakan Batubara Muda (Lignit)

    No full text
    Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil yang terbentuk dari batuan sedimen yang dapat terbakar yang berasal dari endapan organik, bahan utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan yang terbentuk melalui proses pembatubaraan. Batubara memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks. Sifat fisika batubara terdiri dari nilai kalor, kadar air, mudah menguap dan mengandung abu. Sifat kimia dari batubara dapat digambarkan dari unsur yang terkandung di dalam batubara, antara lain: karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan sulfur. Batubara diklasifikasikan atas Antrasit, Bituminus, dan Lignit. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi berwarna hitam berkilauan (luster) metalik (86-98 %C, 8% kadar air), Bituminus (68-86% C, 8-10% kadar air) dan Lignit atau batubara coklat (60% C, 35- 75% kadar air). Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar pada pembangkit listrik tenaga uap. Untuk batubara muda pemanfaatannya pada pembakaran pada kiln semen, gasifikasi, arang batubara muda dapat dijadikan bahan pendukung, batubara cair. Batubara cair juga dapat diproses menjadi pyridine, benzen, toluen dan naphia. Pyridyne dapat dipakai untuk bahan baku karet, pewarna untuk tekstil dan kertas. Benzen untuk industri plastik dan bahan pembersih. Toluen untuk peledak TNT dan naphia untuk bahan dasar olefin. Selain itu tar batubara digunakan sebagai bahan baku untuk busa karbon. Terdapat dua metode untuk menganalisis batubara: analisis ultimate dan analisis proximate. Analisis ultimate digunakan untuk menganalisa semua elemen komponen batubara yang terdiri dari kandungan karbon (C), oksigen (O), hidrogen (H), nitrogen, (N), dan sulfur (S) yang dinyatakan dalam persen. Analisis proximate untuk menentukan jumlah volatile matters (VM), fixed carbon (FC), moisture dan ash batubara yang dinyatakan dalam satuan persen berat (wt. %). Pencairan batubara adalah proses konversi batubara padat menjadi suatu produk cair, pada suhu dan tekanan hidrogen yang cukup tinggi dengan bantuan katalis dan media pelarut. Pencairan batubara dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pencairan tidak langsung (indirect liquefaction) dan pencairan langsung (direct liquefaction). Kendala yang dihadapi pada proses pencairan batubara yaitu pengolahan tar yang memiliki kompleksitas senyawa, sehingga perlu dilakukan proses pemisahan awal agar memudahkan dalam pemanfaatan lebih lanjut. Pemisahan yang umum digunakan pada pengolahan tar yaitu dengan destilasi fraksinasi. Senyawa yang terdapat dalam batubara cair terdiri dari Naphthalene, Benzene, kelompok methyl. Kelompok senyawa ini merupakan kelompok senyawa organik, hidrokarbon aromatik yang terdapat dalam bahan bakar. Senyawa hidrokarbon terbagi atas hidrokarbon jenuh yaitu alkana dan hidrokarbon tak jenuh yaitu alkena dan alkuna. Senyawa alkana, alkena dan alkuna merupakan senyawa yang serupa. Ketika senyawasenyawa bereaksi pada pada suhu dan tekanan yang tinggi akan menimbulkan letupan. Letupan terjadi akibat dari reaksi eksoterm. Perubahan reaksi yang terjadi ditandai dengan adanya letupan yang berlangsung secara spontan. Letupan terjadi pada temperatur 163,53C dengan laju perpindahan kalor yang dilepaskan kelingkungan pada area -135.759 mJ dan nilai delta entalpi -13,5759 J/kg dan pada temperatur 187,88C dengan laju perpindahan kalor yang dilepaskan kelingkungan pada area 89.062 mJ dengan nilai delta entalpi -8,9062 J/kg, pada kondisi ini energi yang dilepaskan lebih besar dari energi yang diterima. Suhu memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pencairan batubara, karena apabila batubara cair diberi panas dengan tekanan yang tinggi rantai karbon akan terurai menjadi rantai-rantai kecil yang terdiri atas rantai aromatik, hidroaromatik, maupun alifatik. Hal ini kemudian memicu terjadi persaingan reaksi antara pembentukan minyak dan reaksi polimerisasi untuk membentuk padatan (char). laju pemanasan akan mempengaruhi bentuk kurva. Laju pemanasan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan fragmentasi termal batubara cair akan semakin lebar, akan tetapi bila digunakan laju pemanasan rendah maka pembebasan volatile matter juga akan ikut melambat dan mengakibatkan terjadinya reaksi sekunder pada produk dekomposisinya. Pada bilangan gelombang 2924,09 cm-1 diperoleh senyawa alkuna. Pada kodisi bilangan gelombang 28652,72 cm-1 senyawa yang terbentuk adalah Alkana dari metilen. Senyawa alkana, alkena dan alkuna jika direaksikan akan mengalami pembakaran sempuran. Senyawa alkana memiliki nilai karbon yang banyak maka titik didihnya tinggi. Pada bilangan gelombang 2358,94-1913,39 cm-1 senyawa hidrokarbon rangkap dua (C=C) dan pada bilangan 1602,85 cm-1 bilangan hidrokarbon rangkap tiga (CC). Hidrokarbon yang memiliki rangkap dua atau rangkap tiga merupakan senyawa tak jenuh. Pada senyawa tak jenuh ini memungkinkan adanya penambahan hidrogen. Apabilah senyawa tak jenuh direaksikan dengan hidrogen akan menghasilkan produk tunggal. Ikatan ganda tiga lebih kuat dari ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap dua lebih kuat daripada ikatan tunggal. Jarak obligasi atau panjang ikatan ganda tiga lebih pendek dari tiga ikatan ganda dua dan lebih pendek dibanding tunggal. Semakin pendek ikatan kimia, maka ikatan semakin kuat. Nilai karbon yang tertinggal dalam ampas batubara cair setelah proses destilasi yakni sebesar 69% dari total senyawa yang terdapat didalamnya, hal ini menunjukkan bahwa ampas dari hasil destilasi batubara cair masih memungkinkan untuk dijadikan energi baru seperti Briket. Pengaruh homogenitas senyawa hidrokarbon dalam ampas batubara cair sangat kuat karena memiliki kekuatan ionik yang tinggi dan memiliki sifat polar, titik leleh yang tinggi. hal ini diperkuat dengan komposisi senyawa diperkuat dengan komposisi senyawa hidrokarbon yang tersisa dalam ampas batubara cair lebih banyak dibanding dengan komposisi senyawa lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa ampas batubara masih dapat diproses menjadi bahan bakar baru

    COMPARISON OF THE TENSILE STRENGTH OF SMAW AND GTAW WELDING ON MILD STEEL

    No full text
    ABSTRACT This study aims to determine the effect of SMAW and GTAW welding results on mild steel on tensile strength. This study uses low carbon steel (mild steel), the material is welded using SMAW and GTAW welding. The type of electrode used is E7016 and ER70S-6 seam V with an angle of 60o. In the tensile test results, the highest value obtained at the maximum tensile stress from the SMAW welding results is a current of 105 Amperes, which is 46.06 kgf/mm2 while in GTAW welding the highest value is obtained at the maximum tensile stress is at a current of 105 Amperes, which is 50.04 kgf/mm2. The cause of GTAW welding being stronger is because GTAW welding uses argon gas as a protective welding fluid so that it is not contaminated by outside air and makes the welding fluid denser. Key words: Tensile Strength; SMAW; GTAW; Welding; Mild Steel Cite this Article: Baso, Atus Buku, Yoel Pasae, Kristiana Pasau and Andre Rantepasang, Comparison of the Tensile Strength of Smaw and GTAW Welding on Mild Steel, International Journal of Mechanical Engineering and Technology (IJMET), 14(04), 2023, pp. 1-9
    corecore