10 research outputs found

    Sintesis Membran Komposit Berbahan Dasar Kitosan dengan Metoda Sol-Gel sebagai Membran Fuel Cell Pada Suhu Tinggi

    Get PDF
    Kitosan adalah polisakarida kationik yang terdiri dari residu glukosamin dan N-asetil glukosamin yang terikat oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Keberadaan gugus alkohol bebas pada kerangka kitosan dapat dimanfaatkan sebagai gugus pembentuk matrik dengan atom lainnya, dalam penelitian ini adalah silika (Si). Kondisi ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar sintesis membran sel bahan bakar (Fuel Cell). Sintesis kitosan dilakukan dengan mendeasetilasi kitin yang bersumber dari limbah kulit udang. Membran komposit kitosan-TEOS (Tetraetilortosilikat) telah berhasil disintesis dengan menggunakan variasi nilai konsentrasi kitosan terhadap jumlah TEOS. Membran komposit kitosan-TEOS disintesis dengan menggunakan metoda sol-gel dan pembalikan fasa. Kitosan dan membran komposit yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi sifat kimia dan fisika nya yaitu penentuan derajat deasetilasi, penentuan berat molekul rata-rata (Mv), persen kelarutan, analisis struktur dengan menggunakan FTIR, uji ketahanan suhu, analisis morfologi dengan menggunakan SEM, dan kapasitas pertukaran ion (KPI). Hasil karakterisasi menunjukkan derajat deasetilasi kitosan sebesar 79,31% dengan nilai berat molekul rata-rata (Mv) 1,16 x 107 g/mol dan persen kelarutan 1% (v/v) asam asetat. Hasil pengukuran FTIR membran menunjukkan terdapat puncak 1377 cm-1 yang merupakan puncak dari eter siklik, puncak 3454 cm-1 yang merupakan puncak dari O-H, puncak pada 1662-1666 cm-1 yang merupakan puncak dari C=O asetamida, dan 3454-3500 cm-1 yang merupakan puncak N-H, sedangkan puncak 904 cm-1 dan 1091,7 cm-1 menunjukkan adanya ikatan silang antara Si-OH dan Si-O-C (alifatik). Uji ketahanan membran terhadap suhu sebesar 120oC sedangkan nilai konduktivitas ionik terbesar dimiliki oleh tipe membran CTSN-1,5 dengan nilai 0,114 meq/g. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa membran mempunyai struktur yang rapat

    Synthesis of Chitosan-Lignin using Mannich Reaction and Its Characterization

    Get PDF
    Senyawa lignin dan kitosan merupakan biopolimer melimpah yang berada di alam. Akan tetapi aspek penggunaan dari biopolimer ini masih sangat minim dan hanya menjadi limbah di lingkungan. Sintesis lignin-kitosan dengan reaksi Mannich ini bisa menjadi salah satu alternatif untuk dapat menggunakan limbah tersebut hingga menjadi bahan yang berguna ke depannya. Kitosan yang digunakan merupakan kitosan komersil dengan %DD (persen deasetilisasi) sebesar 71,57%.  Karakterisasi yang digunakan ialah FTIR serta TGA. Keberhasilan sintesis lignin-kitosan ditandai dengan munculnya peak pada spektrum FTIR pada bilangan gelombang 3300 – 3500 cm-1. Analisis TGA digunakan untuk mengetahui sifat degradasi termal dari senyawa lignin-kitosan yang diduga dapat menjadi senyawa biopolimer baru.   Kata kunci: Kitosan, Lignin, Reaksi MannichLignin and chitosan compounds are abundant biopolymers that occur in nature. However, the use aspect of this biopolymer is still very minimal and only becomes waste in the environment. The synthesis of lignin-chitosan using the Mannich reaction can be an alternative to be able to use this waste to become useful material in the future. The chitosan used was commercial chitosan with% DD (percent deacetylation) of 71.57%. The characterization used is FTIR and TGA. The success of lignin-chitosan synthesis is indicated by the appearance of peaks in the FTIR spectrum at wavenumbers 3300 - 3500 cm-1. TGA analysis is used to determine the thermal degradation properties of lignin-chitosan compounds which are thought to be new biopolymer compounds.   Keywords: Chitosan, Lignin, Mannich Reactio

    Pemanfaatan Limbah Biji Alpukat (Persea americana) sebagai Bahan Baku Biodiesel

    Get PDF
    Biji alpukat merupakan limbah pangan yang mengandung minyak nabati. Salah satu pemanfaatan minyak nabati adalah biodiesel. Biodiesel dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dikarenakan dapat menurunkan emisi jika dibandingkan dengan minyak diesel. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan biji alpukat sebagai bahan baku sintesis biodiesel serta karakterisasinya. Sintesis biodiesel dilakukan melalui reaksi esterifikasi minyak biji alpukat menggunakan pelarut metanol dengan perbandingan massa 1:20 disertai dengan penambahan katalis asam dan melalui reaksi transesterifikasi menggunakan pelarut metanol dengan perbandingan massa 1:6 dan disertai katalis basa, dengan konsentrasi katalis yang digunakan sebesar 2,5% dari bobot minyak. Karakterisasi dilakukan dengan analisis spektrofotometer FTIR yang menunjukkan adanya gugus fungsi ester yang merupakan karakteristik dari biodiesel hasil sintesis dengan melihat adanya ikatan C-O pada pada bilangan gelombang 1244,09 cm-1 dan ikatan C=O pada bilangan gelombang 1737,86 cm-1. Selain itu dilakukan juga analisis gas chromatography (GC) yang menunjukkan kandungan minyak terbanyak yang berhasil terekstrak dari biji alpukat, yaitu senyawa metil ester oleat dengan waktu retensi 20,618 menit. Pada tahap akhir dilakukan pengujian spesifikasi terhadap biodiesel yang dihasilkan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 04-7182-2006 yang telah ditetapkan, yang menunjukkan angka asam sebesar 0,4 mg NaOH/g, massa jenis sebesar 679,335 kg/m3 dan viskositas kinematik sebesar 4,980 mm2/s pada 40ºC, dan warna nyala api biru kemerahan dan tidak berasap yang lebih baik dibandingkan dengan solar

    Bio-Hand Sanitizer Based on Peel of Lime (Citrus aurantifolia S) and Leaves Betel (Piper betle L)

    Get PDF
    The large number of antiseptic products on the market provide choices for people to choose alcoholic or non-alcoholic hand sanitizers. Most commercial hand sanitizers are 70% to 90% alcohol-based. For some people, the use of alcohol-based hand sanitizers is not friendly for sensitive skin. Therefore, in this study efforts were made to minimize the use of alcohol as an antiseptic agent in hand sanitizers by using lime peel extract and betel leaf extract. Betel leaves contain chemicals that are useful as antiseptic, antibacterial, and antioxidant substances. The lime peel contains flavonoid compounds that are useful as antioxidants, antiseptics, anticancer, anti-inflammatory, and antibacterial. The results showed that the extraction of lime peel was dark brown and betel leaves were blackish brown. Lime peel extraction was carried out for 5 hours using the maceration method while lime peel extraction used the reflux method. The results of the inhibition test using the Disk Diffusion Test method showed that the growth of bacteria in the sample area grew less compared to the eco-enzyme and water. While the results of the organoleptic test showed that bio-hand sanitizer products made from the lime peel and betel leaf were quite attractive to respondents.

    Bioplastic from Cassava peel and eggshell waste

    Get PDF
    The accumulation of plastic waste and excessive use of plastic is a common environmental issue in Indonesia. Plastics are synthetic polymers that are stable, water-resistant, light, flexible, and firm but very difficult to break down by microorganisms. Decomposition of plastic waste by burning can cause other environmental issues and, during the combustion process can produce dioxin compounds that are harmful to health. An available and affordable alternative to reduce the use of plastic is by using bioplastics. Bioplastics are plastics made from natural materials that microorganisms can break down, so they are more environmentally friendly than commercial plastics. Generally, the main ingredients for making bioplastics are starch or chitosan. The source of starch used in this project comes from cassava peel waste. In this project, researchers also utilize waste from chicken eggshells. The function of adding eggshell waste is to give biodegradable plastic complex characteristics. The ratio between cassava peel and eggshell used was 1:0, 1:1, 1:3, and 1:5. With a 1:1 ratio is the most optimal. The addition of eggshells with the correct ratio (1:1) increased the ability of biodegradation of bioplastics. The results of the Tensile Strength Test of Bioplastic Samples with a ratio of 1:0, 1:1, 1:3, and 1:5 are 9.2 x10-3kgf/cm2, 4.4 x10-3 kgf/cm2, 2 x10-3 kgf/cm2, and 2 x10-3 kgf/cm2.©2022 JNSMR UIN Walisongo. All rights reserved

    Bioplastic from Cassava peel and eggshell waste

    Get PDF
    The accumulation of plastic waste and excessive use of plastic is a common environmental issue in Indonesia. Plastics are synthetic polymers that are stable, water-resistant, light, flexible, and firm but very difficult to break down by microorganisms. Decomposition of plastic waste by burning can cause other environmental issues and, during the combustion process can produce dioxin compounds that are harmful to health. An available and affordable alternative to reduce the use of plastic is by using bioplastics. Bioplastics are plastics made from natural materials that microorganisms can break down, so they are more environmentally friendly than commercial plastics. Generally, the main ingredients for making bioplastics are starch or chitosan. The source of starch used in this project comes from cassava peel waste. In this project, researchers also utilize waste from chicken eggshells. The function of adding eggshell waste is to give biodegradable plastic complex characteristics. The ratio between cassava peel and eggshell used was 1:0, 1:1, 1:3, and 1:5. With a 1:1 ratio is the most optimal. The addition of eggshells with the correct ratio (1:1) increased the ability of biodegradation of bioplastics. The results of the Tensile Strength Test of Bioplastic Samples with a ratio of 1:0, 1:1, 1:3, and 1:5 are 9.2 x10-3kgf/cm2, 4.4 x10-3 kgf/cm2, 2 x10-3 kgf/cm2, and 2 x10-3 kgf/cm2.©2022 JNSMR UIN Walisongo. All rights reserved

    Bioplastic from Cassava peel and eggshell waste

    Get PDF
    The accumulation of plastic waste and excessive use of plastic is a common environmental issue in Indonesia. Plastics are synthetic polymers that are stable, water-resistant, light, flexible, and firm but very difficult to break down by microorganisms. Decomposition of plastic waste by burning can cause other environmental issues and, during the combustion process can produce dioxin compounds that are harmful to health. An available and affordable alternative to reduce the use of plastic is by using bioplastics. Bioplastics are plastics made from natural materials that microorganisms can break down, so they are more environmentally friendly than commercial plastics. Generally, the main ingredients for making bioplastics are starch or chitosan. The source of starch used in this project comes from cassava peel waste. In this project, researchers also utilize waste from chicken eggshells. The function of adding eggshell waste is to give biodegradable plastic complex characteristics. The ratio between cassava peel and eggshell used was 1:0, 1:1, 1:3, and 1:5. With a 1:1 ratio is the most optimal. The addition of eggshells with the correct ratio (1:1) increased the ability of biodegradation of bioplastics. The results of the Tensile Strength Test of Bioplastic Samples with a ratio of 1:0, 1:1, 1:3, and 1:5 are 9.2 x10-3kgf/cm2, 4.4 x10-3 kgf/cm2, 2 x10-3 kgf/cm2, and 2 x10-3 kgf/cm2.©2022 JNSMR UIN Walisongo. All rights reserved

    Adsorption Ability of Bagasse Lignin (LB), Bagasse Lignin Carbon (LBF), and Amination Lignin (LA) for Chrome (III)

    No full text
    Analyzing the Cr(III) adsorption properties of bagasse lignin (LB), bagasse lignin carbon (LBF), and lignin amine (LA). Variable adsorption studies were performed, including variations in mass, contact time, and pH. The adsorption ability test was carried out first by varying the mass of the adsorbent to determine the optimum mass of each adsorbent LB, LBF, and LA for the Cr(III) adsorbate. The ability of lignin adsorbents (LB, LBF, and LA) to adsorb Cr(III) was optimum at 0.015 g adsorbent mass contact time of 90 minutes, and the adsorbate solution had a pH of 6. The adsorption capacity (Qm) value for bagasse lignin adsorbent (LB) was 8.6050 mg/g at 30°C, bagasse carbon lignin (LBF) was 9.8717 mg/g (30°C), and ammine lignin (LA) with the highest value is 9.9800 mg/g (35 °C)

    Sintesis dan Karakterisasi Surfaktan Lignosulfonat dari Lignin Alkali Standar dan Lignosulfonat Teraminasi dari Lignosulfonat Standar

    Get PDF
    Ketersediaan lignin yang melimpah dan efisiensi biaya, lignosulfonat dapat digunakan sebagai stabilisasi surfaktan. Penelitian ini melakukan sintesis surfaktan lignosulfonat dan lignosulfonat teraminasi dengan tujuan untuk menghasilkan gugus sulfonat pada lignin alkali standar dan gugus amina pada lignosulfonat standar serta mengetahui nilai tegangan antarmuka lignosulfonat teraminasi hasil sintesis. Metode yang digunakan adalah sulfonasi lignin alkali standar  menggunakan reaksi substitusi elektrofilik dan aminasi lignosulfonat standar menggunakan reaksi Mannich. Lignosulfonat hasil sintesis akan dikarakterisasi menggunakan FTIR (Fourier Transform Infrared) dan lignosulfonat teraminasi hasil sintesis akan dikarakterisasi menggunakan FTIR dan IFT (Interfacial Tension) tensiometer. Karakterisasi lignosulfonat hasil sintesis menggunakan FTIR menunjukkan adanya perbedaan kemunculan vibrasi ikatan dengan lignin alkali standar. Perbedaan dapat terlihat dengan adanya vibrasi ikatan S=O sulfat pada bilangan gelombang 1420,78 cm-1 dan C-S-O pada bilangan gelombang 623,37 cm-1 pada lignosulfonat hasil sintesis. Karakterisasi FTIR lignosulfonat teraminasi hasil sintesis menunjukkan adanya vibrasi ikatan N-H pada bilangan gelombang 3258,62 cm-1 dan vibrasi ikatan C-N pada bilangan gelombang 1214,45 cm-1. Kedua vibrasi ikatan tersebut tidak dapat ditemukan pada hasil analisis FTIR lignosulfonat standar. Hasil pengukuran IFT menunjukkan nilai tegangan antarmuka lignosulfonat teraminasi hasil sintesis sebesar 2,124 mN/M. Nilai tegangan antarmuka lignosulfonat teraminasi hasil sintesis yang lebih rendah dari lignin alkali hasil isolasi tandan kosong kelapa sawit dan lignosulfonat standar menunjukkan bahwa penggunaan amina primer berupa etilendiamin dapat mempengaruhi lipofilisitas lignosulfonat teraminasi sebagai surfaktan

    Valorization of Banana Stumps with Polyol and Chitosan as Bioplastic Raw Materials

    No full text
    Bonggol pisang yang melimpah namun masih kurang dimanfaatkan merupakan salah satu limbah dari proses pemanenan pisang. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa bonggol pisang mengandung hingga 76%  pati. Untuk mengatasi masalah lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan plastik sekali pakai, kami menggunakan pati dari bonggol pisang sebagai bahan baku bioplastik. Untuk meningkatkan kinerja bioplastik, dilakukan percobaan dengan penambahan gliserol, sorbitol, dan kitosan. Spektrum FTIR dari kedua film bioplastik menunjukkan bahwa aditif tidak mengubah gugus fungsi bioplastik karena memberikan daerah serapan yang sama dengan intensitas yang bervariasi. Hasil analisis termogravimetri menunjukkan bioplastik gliserol lebih cepat hancur (231,85oC) dibandingkan bioplastik sorbitol (278,75oC). Tes penyerapan air mengungkapkan bahwa bioplastik gliserol lebih tahan air daripada bioplastik sorbitol. Berdasarkan hasil uji biodegradasi, bioplastik sorbitol lebih cepat terurai dibandingkan bioplastik gliserol. Uji kuat tarik bioplastik berbasis sorbitol menghasilkan nilai 2,233 N/m2, lebih besar dari nilai bioplastik berbasis gliserol sebesar 1,830 N/m2. Hasil ini menunjukkan potensi bonggol pisang sebagai bahan baku pembuatan bioplastik.  Banana stumps, which are plentiful yet still underutilized, are one of the waste products of the banana harvesting process. Recent research indicates that banana stumps contain up to 76 percent starch. To address environmental issues brought on by the use of disposable plastics, we used starch from banana stumps as bioplastics feedstock. To enhance the performance of bioplastics, experiments with the addition of glycerol, sorbitol, and chitosan were conducted. FTIR spectra of the two bioplastic films indicate that additives do not alter the functional groups of bioplastics because they give equal absorption areas with just varying intensities. The result of the thermogravimetric analysis showed glycerol bioplastics disintegrated more quickly (231.85oC) than sorbitol bioplastics (278.75oC). The water absorption test reveals that glycerol bioplastics are more water-resistant than sorbitol bioplastics. According to the results of the biodegradation test, sorbitol bioplastics break down more quickly than glycerol bioplastics. The tensile strength test of sorbitol-based bioplastics yielded a value of 2.233 N/m2, which is greater than the glycerol-based bioplastics' value of 1.830 N/m2. These results show the banana stump's potential as a feedstock for the manufacturing of bioplastics
    corecore