63 research outputs found

    PENGEMBANGAN PAKAN BUATAN BERBASIS BAHAN BAKU LOKAL DAN LIMBAH DENGAN SUBTITUSI TEPUNG CACING TANAH UNTUK MENDUKUNG PRODUKSI IKAN BANDENG UKURAN EKSPOR

    Get PDF
    Permintaan ikan bandeng untuk kebutuhan restoran, daerah lain seperti Jakarta dan Papua, serta ekspor umumnya mensyaratkan ukuran minimal 500 g. Ukuran ini sulit dicapai tanpa pemberian pakan tambahan. Harga pakan buatan yang relatif mahal, membuat petambak mencari alternatif dengan memberikan limbah mie instan, yang sekarang mulai sukar diperoleh karena jumlahnya yang terbatas. Oleh karena itu, perlu dikembangkan formulasi pakan buatan yang murah dan ramah lingkungan, tetapi dengan kualitas gizi yang dapat menjamin pertumbuhan ikan bandeng, sehingga tidak kalah dengan kualitas pakan ikan komersil. Hal ini dapat tercapai dengan memanfaatkan bahan baku pakan berbasis lokal dan limbah, serta pemanfaatan tepung cacing tanah sebagai sumber protein untuk mensubtitusi tepung ikan. Untuk mewujudkan pengembangan pakan buatan untuk ikan bandeng ini perlu dilakukan penelitian yang dirancang dalam periode waktu 3 tahun. Tahun 1 adalah uji coba formulasi pakan dengan memanfaatkan tepung cacing tanah sebagai sumber protein untuk mensubtitusi tepung ikan, serta memanfaatkan bahan baku lokal dari produk perikanan dan pertanian ataupun limbahnya, serta limbah pabrik pengolahan pangan yang ada di Sulawesi Selatan sebagai bahan baku untuk pembuatan pakan buatan bagi ikan bandeng. Tahun 2 adalah ujicoba modifikasi formulasi pakan yang idial untuk protein sparing effect, yaitu dengan menyeimbangkan sumber energi pakan (protein, karbohidrat, dan lemak) dilengkapi dengan kadar vitamin dan mineral yang optimal. Tahun 3 adalah aplikasi bioteknologi untuk meningkatkan nilai tambah bahan baku pakan dan pakan buatan, seperti penggunaan mikroorganisme untuk proses fermentasi bahan baku pakan, probiotik dan enzim pencernaan sebagai biodegradator pakan buatan, serta pengaturan persentase dan time schedule pemberian pakan. Pada penelitian tahun I telah dilakukan percobaan dengan memformulasi pakan dari berbagai jenis bahan baku lokal dan limbah, yang dibagi dalam 2 percobaan. Percobaan 1 : memformulasi 4 formula pakan buatan dengan mensubtitusi tepung ikan dengan tepung cacing tanah (Lumbricus sp.), yaitu pakan A = 0%; pakan B = 34,62%; pakan C = 65,38%; dan pakan D = 100%; dan Percobaan 2 : memformulasi 4 formula pakan buatan dengan mensubtitusi tepung kacang kedelai dengan tepung kacang merah, yaitu pakan A = 0%; pakan B = 33,33%; pakan C = 66,67%; dan pakan D = 100%. Berdasarkan pengujian kualitas organoliptik dan fisik ke-8 formula pakan yang dibuat dapat memenuhi kriteria pakan untuk ikan bandeng. Pengujian kimiawi menunjukkan ke-8 jenis pakan tersebut memenuhi syarat nutrisi yang dibutuhkan ikan bandeng. Ditemukan juga teknologi pembuatan pakan buatan untuk ikan bandeng yang efisien. Pengujian lebih lanjut dengan uji biologis, memperlihatkan bahwa tepung cacing tanah (Lumbricus sp.) dapat mensubtitusi tepung ikan sampai 100% dan kacang merah dapat mensubtitusi kacang kedelai 66.67-100% pada pakan buatan untuk ikan bandeng dengan kualitas gizi yang dapat menjamin pertumbuhan ikan bandeng. Ditemukan pula bahwa pakan buatan yang digunakan sebaiknya mempunyai kadar nutrien yang seimbang dan merupakan campuran berbagai bahan baku pakan agar kandungan nutriennya saling melengkapi

    Laju Pengosongan Lambung, Komposisi Kimia Tubuh, Glikogen Hati dan Otot, Molting, dan Pertumbuhan Kepiting bakau pada Berbagai Persentase Pemberian Pakan dalam Budidaya Kepiting Cangkang Lunak

    Get PDF
    Abstrak\ud Efisiensi dalam budidaya kepiting cangkang lunak sangat ditentukan oleh jumlah pakan yang tepat. Penelitian ini bertujuan menentukan persentase pakan buatan yang tepat dalam budidaya kepiting cangkang lunak berdasarkan laju pengosongan lambung, komposisi kimia tubuh, kadar glikogen hati dan otot, persentase molting dan pertumbuhan kepiting bakau. Desain penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan tiga perlakuan persentase pemberian pakan (2, 4, dan 6% bobot badan per hari). Pakan diberikan dengan komposisi protein 30,86%, lemak 7,2%, BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) 48,89%, serat kasar 5,7% diperkaya dengan 0,10415 mg vitomolt/g pakan untuk dosis standar dan 0,4166 mg vitomolt/g pakan untuk dosis tinggi atau setara dengan 700 ng vitomolt/g kepiting. Kepiting uji Scylla sp. dipelihara dalam crabs box secara individu dan diletakkan di tambak. Berdasarkan parameter laju pengosongan lambung, komposisi kimia tubuh, meliputi protein, lemak, serat kadar, BETN, abu, dan energi, kadar glikogen hati dan otot, persentase molting, dan pertumbuhan pemberian pakan dalam budidaya kepiting cangkang lunak dapat dilakukan dengan persentase 2-4% bobot badan perhari.\ud \ud \ud Abstract\ud Efficiency in the soft shell crabs cultivation is determined by the number of correct feed. This study aims to determine the exact percentage of artificial feeding in the soft shell crabs cultivation based on the rate of gastric evacuation, chemical body composition, liver and muscle glycogen levels, the percentage of molting and growth of mud crabs. Research design using a completely randomized design with three treatments percentage feeding (2, 4, and 6% of body weight per day) feed is given to the composition of 30.86% protein, 7.2% fat, NFE (Nitrogen Free Extract) 48.89%, crude fiber 5,7% enriched with vitomolt 0.10415 mg / g of feed to the standard dose vitomolt and 0.4166 mg / g of feed for high-dose or vitomolt equivalent to 700 ng / g crab. Tests crabs Scylla sp. reared in individual box and placed in the pond. Based on the rate of gastric evacuation parameters, the chemical body composition, including protein, fat, fiber content, NFE, ash, and energy, liver and muscle glycogen levels, the percentage of molting, and growth feeding in soft shell crabs cultivation can done with the percentage of 2-4% of body weight per day

    Aplikasi Pakan Murah, Berkualitas dan Ramah Lingkungan terhadap Peningkatan Produksi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di Sulawesi Selatan

    Get PDF
    Untuk menghasilkan pertumbuhan yang maksimal, udang membutuhkan pakan dengan kandungan protein yang cukup tinggi. Pada umumnya pertumbuhan optimal udang akan tercapai bila kadar protein pakan mencapai 40 ??? 50%. Namun demikian kandungan protein yang terlalu tinggi di dalam pakan sangat berpotensi menurunkan kualitas air media budidaya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meminimalkan kadar protein pakan dan menggatinya dengan karbohidrat dalam kadar yang lebih tinggi (protein-sparring effect by carbohydrates), sehingga energi yang diperoleh udang dari sumber protein hanya dipergunakan untuk memaksimalkan pertumbuhan sedangkan energi untuk metabolisme dan aktivitas diperoleh dari karbohidrat. Melalui pemanfaatan pakan dengan kadar protein rendah diharapkan selain menghasilkan pakan yang berharga murah juga menghindari pencemaran dari buangan nitrogen. Hasil penelitian tahun pertama diperoleh peta daerah penghasil sumber bahan baku karbohidrat pakan. Berdasarkan hasil penelitian terdapat lima kabupaten tertinggi penghasil karbohidrat yang berasal dari padi sawah, padi ladang, ubi jalar dan ubi kayu yakni Bone, Wajo, Gowa, Pinrang dan Sidrap, sedangkan untuk jagung tertinggi berasal dari kabupaten Jeneponto, Gowa dan Bantaeng. Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur dan Palopo merupakan kabupaten penghasil sagu sumber karbohidrat di Sulawesi Selatan.Hasil uji laboratorium menunjukkan tepung ubi jalar memiliki kandungan glukosa dan fruktosa tertinggi masing-masing sebesar 4,49% dan 4,23%. Kandungan pati tertinggi diperoleh pada tepung jagung halus sebesar 59,81% diikuti oleh tepung beras 57,58% dan tepung tapioka sebesar 57,06%

    The Effectiveness of Lactic Acid Bacteria on the Immune System of Vannamei Shrimp Infected with Bacteria Vibrio Parahaemolyticus

    Get PDF
    Diseases are a major obstacle in shrimp farming because they can cause relatively high mortality and decrease the quality of the aquaculture environment. One dangerous shrimp disease is caused by Vibrio bacteria. Today, people are turning to biological control methods by utilizing lactic acid bacteria that live as microflora in the digestive tract of aquaculture animals. This study aimed to analyze the potential of lactic acid bacteria isolates from the gut of vannamei shrimp as probiotic candidates and to analyze selected lactic acid bacteria isolates that were effective in increasing the immune response and survival of vannamei shrimp infected with Vibrio parahaemolyticus bacteria. Four BAL isolates were isolated, designated as 8A, 11B, F1, and G2. BAL isolates showed antibacterial activity against Vibrio parahaemolyticus bacteria with an inhibition zone of up to 11.5 mm, capable of living at acidic to alkaline pH (1.5-7.2), bile salts (3000 ppm) and negative catalase. The characterization of several tests such as gram-positive, inhibition test and sugar fermentation test and comparison of LAB characterization showed that LAB isolates (G2) from the intestine of vannamei shrimp were classified as Pediococcus acidilactici. The application of probiotics, namely LAB (G2) to vannamei shrimp through feed can stimulate the vaname shrimp immune system after being challenged with V. parahaemolyticus, as indicated by an increase in the number of hemocytes (THC), phagocytosis activity, and suppressing the population of V. parahaemolyticus in vannamei shrimp

    KUALITAS LINGKUNGAN DAN AKTIVITAS ENZIM PENCERNAAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PROBIOTIK BIOREMEDIASI-Bacillus sp.

    Get PDF
    Bioremediation-Bacillus sp. probiotics with the composition of the beneficial bacteria, as well as working synergistically on aquaculture and environment in the host gastrointestinal tract. In addition, it can improve the quality of the environment can also increase the activity of digestive enzymes shrimp. Ultimately lead to increased growth and minimize the risk of disease of shrimp. The purpose of this study to determine the optimum concentration of applications Bioremediation-Bacillussp. probiotics vannamei shrimp culture in the media. The study was designed in a Completely Randomized Design (CRD) with 4 treatment concentration of bioremediation-Bacillus sp. probiotics the control (without probiotic), 0.5; 1.0, 1.5 ppmper week, with three replications each. During the study, the test shrimp rearing in glass aquaria with a capacity of 30 L with a density of 4 fish / L and fed the form of powder with 52% protein content as much as 70-100% of total biomass. Watermedium used ± 30 ppt salinity as much as 25 L. The results showed improvement of environmental quality cultivation occurs in the probiotic treatment applications, particularly ammonia levels lower than controls. Digestive enzyme levels of Į-amylase and protease also increased significantly compared to controls. This condition which cause the vannamei shrimp survival and growth were receiving higher than controls of probiotic treatment, while various concentrations of probiotic did not produce differences in response. Application of Bioremediation-Bacillus sp.probiotics can be concluded with a concentration of 0.5 ppm per week in culturemedia can improve the quality of the environment cultivation and the activity ofdigestive enzymes Į-amylase and protease, thus increasing the survival and growthof vannamei shrimp

    The Utilization of Sweet Potatoes as Prebiotics on The Performance of Lactobacillus sp. in The Vanamei Shrimp Digestion (Litopenaeus vannamei)

    Get PDF
    The use of probiotics (Lactobacillus  sp.) in feed is one alternative that is done to improve immunostimulants, growth stimulants, and can be used as a balance of microorganisms in digestion. This study aimed to evaluate the growth performance of vanamei shrimp fed with the addition of Lactobacillus  sp. with sweet potatoes in feed. This study used a completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 3 replications. The treatment was by feeding with different sweet potato concentrations: A) The dose of sweet potato in feed was 0% (as control); B) The dose of sweet potato in feed was 10%; C) 1The dose of sweet potato in feed was 15%; and D) The dose of sweet potato in feed was 20%. Data were analyzed using variance analysis (ANOVA) and continued with W-Tuckey's further test. The research parameters were digestive enzyme activity, nutrient digestibility, and growth. The results of the variance analysis showed the addition of various sweet potato concentrations with Lactobacillus sp. has no significant effect (p> 0.05) of the growth rate. The specific growth rate of vannamei shrimp ranges from 3.06 to 3.23% / day. Based on the results of the analysis on the utilization of sweet potatoes as a prebiotic on the performance of Lactobacillus sp. in the vannamei shrimps (Litopenaeus vannamei) digestive tract can be concluded that the growth performance does not have a significant effect after being fed with the addition of Lactobacillus sp. and sweet potatoes in feed. Keywords: Enzymes, Digestion, Growth, Lactobacillus sp., Prebiotic, Probiotic

    Retensi Nutrien Pakan pada Berbagai Dosis Ubi Jalar (Ipomea batatas) dalam Pakan Sebagai Prebiotik bagi Lactobacillus sp. pada Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)

    Get PDF
    Ubi jalar sebagai prebiotik secara optimal akan meningkatkan populasi bakteri Lactobacillus sp.sehingga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pakan, yang akan meningkatkan penyerapannutrisi yang lebih baik. Penyerapan nutrisi yang lebih baik akan meningkatkan nutrien yangtersedia untuk diserap oleh tubuh yang disebut retensi nutrien. Tujuan penelitian ini adalahmenentukan dosis ubi jalar (Ipomoea batatas) dalam pakan sebagai prebiotik dari Lactobacillussp. terhadap retensi nutrien pada pemeliharaan udang vaname (Litopenaeus vannamei). Wadahyang digunakan adalah box kontainer sebanyak 12 buah, ditempatkan di dalam ruangan (in-door)dengan aerasi bersumber dari blower. Hewan uji adalah juvenil udang vaname (Litopenaeusvannamei) dengan bobot 1,1 g/ekor, yang dipelihara selama 49 hari dengan padat penebaran 1ekor/L dan 50 ekor/wadah. Pemberian pakan uji dengan frekuensi pemberian 5 kali seharisebanyak 5% dari bobot tubuh pada pukul 06.00, 10.00, 14.00, 18.00, dan 23.00 WITA. Penelitiandilakuan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan konsentrasiprebiotik ubi jalar (0, 10, 15, dan 20%) dan 3 ulangan. Data dianalisis dengan ANOVAmenggunakan program SPSS versi 16 yang dilanjutkan dengan uji W-Tukey. Hasil penelitianmenunjukkan berbagai dosis ubi jalar tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap retensi protein danretensi energi tetapi berpengaruh nyata pada retensi lemak dengan rataan tertinggi 14.44 ± 7.88,retensi energi 0.04 ± 0.02 dan retensi lemak 2.70 ± 0.05. Berdasarkan data retensi nutrient dapatdisimpulkan bahwa dosis ubi jalar 20% sebagai prebiotik dari Lactobacillus sp. merupakan dosisterbaik.Kata kunci : Lactobacillus sp, retensi nutrient, ubi jalar, udang vanam

    The Effect of Giving Dissolved Amino Acids on the Metamorphosis Acceleration of Vaname Shrimp (Litopenaeus vannamei. Boone, 1931)

    Get PDF
    The high demand for shrimp exports encourages increased demand for shrimp seeds as one of the inputs in vannamei shrimp cultivation. However, the problems that are often faced in hatcheries are slow growth, non-uniform size, long time transfer stage and vulnerable to environmental changes. so that growth acceleration is needed in changing the metamorphosis rate of vaname shrimp, namely by multi amino acids. This study aims to determine the concentration of multi dissolved amino acids on the best acceleration of metamorphosis and growth of vaname shrimp seeds. The research was carried out at the Brackishwater Aquacultur Development Center, Takalar.The test animals used were vaname shrimp seeds from Zoea-1 to PL-10 stages which were stocked at a density of 40 individuals / 25 L. The study was designed using a completely randomized design (CRD) consisting of 4 treatments with 3 replications each, namely the amino acid doses of 0, 5, 10, and 15 ppm. The parameters measured were larval survival and metamorphosis of vaname shrimp. From the research results, The best survival rate was obtained at 100 ppm treatment 69.63 ± 0.82% with metamorphic rate of zoea, mysis and post larvae respectively 92.5%, 80.5% and 69.63% resulting in a uniformity level of 85.11%
    • …
    corecore