13 research outputs found

    Religiusitas Pendengar Dzikir di Media YouTube

    Get PDF
    This article talks about religious experiences through media activities. This activity is related to religious experience, media, the relationship between the senses, experience and subjectivity of sensational forms in giving birth to religious experience. This study tries to see how the YouTube dhikr of a Muslim to make themselves connected with the religious process. In addition, how the user's subjectivity makes the meaning of this dhikr an important thing and helps them towards a religious experience. To answer the question above, the researcher conducted interviews with several selected YouTube dhikr listeners who have different social class backgrounds. In addition, researchers will also analyze several relevant YouTube accounts from the Holy Quran Repeated, Gus Anom, Lafadz Doa, and Muzammil Hasbalallah channel accounts through content postings and dhikr listeners' comments from this study showing that dhikr is interpreted differently for each listener. The process of religiosity for listeners is expressed with symbolic and sensational meanings such as expressions in the language of calm, peace, a form of sensation of belief in help, helping them in life. Listening to dhikr and interpreting dhikr is a subjectivity that makes interpreting dhikr differently. This is because the form of religiosity cannot be understood other than the subject who experiences it. In addition, there are material forms in this YouTube dhikr, such as making remembrance content not only for preaching but for pursuing adsense, there is a subscription to dhikr feature, as well as forms of prayer written through comments, which are mostly worldly

    KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA STREESMUTPRAKAN SCHOOL THAILAND DALAM MENYELESAIKAN SOAL PISA

    Get PDF
    Abstract: The ability of mathematical representation is very important to solve mathematical problems, because every solution must use mathematical representation. This research was conducted at Thailand's Streesmutprakan School because according to the results of the 2015 PISA test, mathematical representation skills also affected the execution of the PISA test. The PISA test results in 2015 showed that the Mathematics ability of Thai students was ranked 54th out of 70 countries with an average score of 415. While the average score for Mathematics from all countries taking the PISA test was 490. The results showed that Thailand was still in in a position below the average. The method used in this research is descriptive qualitative, by giving PISA questions about shape and space content. The results of this study indicate that students with high abilities are superior in visual mathematical representation. This can be seen from the number of cube nets that can be drawn with different models. The indicator of mathematical expression is only one of six students who can meet the indicator and answer correctly. For indicators of the ability to represent in words or written texts, students with high abilities are also more prominent because they have a reason for each answer, whereas for students with medium and low abilities only guess even silence during interviews. Keywords: Mathematical Representation Ability, PISA, Shape and Spac

    PELATIHAN ANBUSO, ZIPGRADE, DAN GOOGLE FORM SEBAGAI ALTERNATIF PENILAIAN PEMBELAJARAN DI ERA DIGITAL

    Get PDF
    The purpose of this dedication activity is to provide training so that teachers can use the Anbuso, ZipGrade, and Google Forms applications to carry out learning assessments in the 2013 curriculum. This training held in collaboration with the District Nahdlatul Ulama (Pergunu) Teachers Association in Klaten and Widya Dharma University. The trainees were teachers from the Klaten Pergunu members from MI, MtS, and MA levels, with a large number of participants being 56. The training was held face-to-face on 28-29 August 2019 at MA Al Manshur and held online on 7, 14, 21 September 2019. The results are AnBuso, ZipGrade, and Google Forms applications are practical, simple, fast. Secure applications to apply for learning assessment in the digital age

    Indonesian Geriatrics Society Consensus on COVID-19 Management in Older Adults

    Get PDF
    More than 80% of death cases and 95% of severe COVID-19 occur in patients aged over 60 years. Atypical clinical manifestations with high morbidity and mortality further emphasize the importance of COVID-19 management in older adults. Some older patients may appear asymptomatic while other may present with acute respiratory distress syndrome and multi organ failure. Fever, higher respiratory rate and crackles may present. The most common chest x-ray finding is ground glass opacity. Other imaging modalities that are often used are pulmonary computed tomography scan and lung ultrasonography. COVID-19 management in older adults should be comprehensive, starting from oxygen, fluid, nutritional, physical rehabilitation, pharmacology and psychosocial therapy. In this consensus, we also discuss about management of older adults with special condition such as diabetes mellitus, kidney disease, malignancy, frailty, delirium, immobilization and dementia. In post COVID-19 phase, we believe that physical rehabilitation is important as it is done to improve fitness. keywords : COVID-19; older adults; consensus; managemen

    Konsep kebenaran menurut ST. Thomas Aquinas dalam de Veritate Quaestio 1 (Suatu analisis-filosofis atas kebenaran dalam de Veritate Quaestio 1)

    Get PDF
    Kebenaran menjadi persoalan yang digeluti oleh filsafat sejak dulu. Apalagi, sekarang berkembang begitu banyak klaim tentang kebenaran. Klaim – klaim ini bukannya membuat pemahaman kita tentang kebenaran menjadi jelas, tetapi menjadi semakin membingungkan. Klaim – klaim ini membuat pondasi yang menjadi dasar kebenaran menjadi rancu. Akibatnya adalah pegangan tesebutyang digunakan untuk mengukur apa yang benar menjadi tidak jelas. Maka, penulis ingin meneliti suatu teori tentang kebenaran yang mendasarkan pemahamannya pada hal yang jelas, yaitu realitas. Tujuannya adalah agar banyak orang memiliki pegangan yang mantap dalam mendasarkan pemahamannya akan kebenaran. Dengan latar belakang seperti itu, penulis ingin membahas tentang kebenaran yang berdasarkan realitas ini. Penulis ingin meneliti kebenaran yang sesuai dengan yang senyatanya. Kebenaran ini adalah kebenaran menurut St. Thomas Aquinas. Dalam penelitian ini, penulis membatasi penelitian ini pada wilayah epistemologi. Artinya penulis tidak akan beranjak ke wilayah moral dan tindakan yang menjadi penelitian selanjutnya dari penelitian ini. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode studi pustaka. Penulis akan mempelajari karya – karya St. Thomas Aquinas, terutama dalam Quaestiones Disputatae de Veritate Quaestio 1. Penulis akan meneliti konsep kebenaran menurut St. Thomas Aquinas dalam buku Quaestiones Disputate de Veritate, quaestio 1. Dalam penelitian tersebut, penulis menemukan bahwa definisi kebenaran menurut St. Thomas Aquinas adalah adaequatio rei et intellectus. Definisi kebenaran ini mencakup tiga unsure pokok. Ketiganya membentuk pemahaman konsep kebenaran yang universal dan obyektif. Unsur yang pertama adalah intellectus. Intellectus adalah akal budi manusia. Akal budi manusia memiliki peran yang penting dalam memutuskan suatu kebenaran yang sesuai dengan yang senyatanya. Unsur yang kedua adalah rei atau ens. Ens adalah benda-benda yang ada di dunia luar diri manusia. Sedangkan Unsur yang ketiga adalah adaequatio atau suatu usaha untuk mencapai kesesuaian antara intelek dengan ens. Ketiga unsur tersebut harus ada dan terpenuhi, agar kebenaran menurut St. Thomas valid. Selain itu, ada tiga macam kebenaran menurut St. Thomas Aquinas. Ketiga macam kebenaran tersebut adalah kebenaran ontologis, intelektual dan indrawi. Kebenaran ontologis adalah kebenaran yang berdasarkan kepada realitas atau ens. Kebenaran ini merupakan kebenaran obyektif, karena didasarkan kepada apa yang senayatanya. Kebenaran ontologis menjadi dasar putusan kebenaran yang idbuat oleh intelek. Kebenaran yang dibuat oleh putusan intelek ini disebut kebenaran intelektual. Sedangkan, kebenaran indrawi adalah kebenaran yang dihasilkan oleh indra – indra dari realitas yang dicerapnya. Indra – indra hanya menghadirkan apa yang dicerapnya dari realitas. Ketiga macam kebenaran ini menyusun suatu kebenaran yang berciri adaequatio rei et intellectus. Selain itu, konsep kebenaran menurut St. Thomas Aquinas juga memiliki dua dimensi, yaitu dimensi universalitas dan multiplisitas. Dimensi universalitas menunjukkan suatu ukuran ekstrinsik yang menjadi dasar ke-obyektif-an paham kebenaran ini. Ukuran ekstrinsik ini didasarkan kepada Intelek Ilahi yang menetapkan dasar dan tujuan segala sesuatu diciptakan, yaitu ens atau realitas yang ada. Dimensi universalitas merupakan ukuran obyektif atas paham kebenaran ini. Sedangkan, dimensi multiplisitas menunjukkan ukuran intrinsik yang menjadi dasar kemajemukan paham kebenaran ini. Dimensi ini menunjukkan pemahaman terhadap ens berdasarkan sudut pandang masing-masing subyek yang mencerap dan memahaminya, sebab masing-masing subyek memiliki sudut pandang dan latar belakang yang berbeda antara satu dengan yang lain. Selain itu, St. Thomas Aquinas juga menjelaskan tentang apa itu kepalsuan. Kepalsuan adalah posisi oposisi dari kebenaran. Kepalsuan merupakan putusan yang tidak sesuai dengan ens atau realitas. Ada dua macam kepalsuan, yaitu kepalsuan indrawi dan kepalsuan intelektual. Kepalsuan indrawi adalah suatu kepalsuan yang terjadi karena disebabkan oleh pencerapan indra yang salah terhadap realitas. Dari pengertian ini, kita bisa mengerti dua hal, yang pertama adalah bagaimana indra berusaha menghadirkan salinan ens dengan sesuai dengan apa yang senyatanya. Akan tetapi, ada ens yang menampakkan kualitas yang sebenarnya bukan dirinya, sehingga membuat salinan yang telah dicerap menjadi salah. Akibatnya intelek manusia juga memutuskan suatu yang salah terhadap ens. Maka, terjadilah suatu kepalsuan. Sedangkan kepalsuan intelektual adalah suatu kepalsuan yang terjadi karena kesalahan yang dibuat oleh intelek. Artinya adalah intelek manusia tidak membuat suatu putusan yang sesuai dengan kenyataan, sehingga salah. Ada dua faktor yang menyebabkan kepalsuan terjadi, yaitu kebodohan dan penampakan kualitas ens yang menipu. Kebodohan membuat subyek memutuskan apa yang dicerap dengan tidak tepat dan tidak sesuai dengan realitas. Penampakan kualitas ens yang menipu membuat intelek memutuskan suatu yang salah tentang keadaan ens yang senyatanya. Apalagi, ada salah satu indra yang bisa mengkombinasi data – data hasil pencerapan terhadap realitas. Indra ini adalah imaginatio. Di dalam imaginatio, ada begitu banyak data yang bisa dikombinasikan. Jika, imaginatio menyediakan data yang tidak sesuai, maka intelek bisa memutuskan suatu putusan yang salah atas data yang tidak sesuai tersebut. Demikian, kebenaran menurut St. Thomas Aquinas adalah adaequatio rei et intellectus. Kebenaran ini bersifat obyektif dan universal yang berlaku bagi banyak orang yang tersusun dari tiga unsur penyusun kebenaran serta memiliki dasar ontologis atas segala putusan – putusan yang telah dibuat oleh intelek manusia

    Konsep kebenaran menurut ST. Thomas Aquinas dalam de Veritate Quaestio 1 (Suatu analisis-filosofis atas kebenaran dalam de Veritate Quaestio 1)

    No full text
    Kebenaran menjadi persoalan yang digeluti oleh filsafat sejak dulu. Apalagi, sekarang berkembang begitu banyak klaim tentang kebenaran. Klaim – klaim ini bukannya membuat pemahaman kita tentang kebenaran menjadi jelas, tetapi menjadi semakin membingungkan. Klaim – klaim ini membuat pondasi yang menjadi dasar kebenaran menjadi rancu. Akibatnya adalah pegangan tesebutyang digunakan untuk mengukur apa yang benar menjadi tidak jelas. Maka, penulis ingin meneliti suatu teori tentang kebenaran yang mendasarkan pemahamannya pada hal yang jelas, yaitu realitas. Tujuannya adalah agar banyak orang memiliki pegangan yang mantap dalam mendasarkan pemahamannya akan kebenaran. Dengan latar belakang seperti itu, penulis ingin membahas tentang kebenaran yang berdasarkan realitas ini. Penulis ingin meneliti kebenaran yang sesuai dengan yang senyatanya. Kebenaran ini adalah kebenaran menurut St. Thomas Aquinas. Dalam penelitian ini, penulis membatasi penelitian ini pada wilayah epistemologi. Artinya penulis tidak akan beranjak ke wilayah moral dan tindakan yang menjadi penelitian selanjutnya dari penelitian ini. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode studi pustaka. Penulis akan mempelajari karya – karya St. Thomas Aquinas, terutama dalam Quaestiones Disputatae de Veritate Quaestio 1. Penulis akan meneliti konsep kebenaran menurut St. Thomas Aquinas dalam buku Quaestiones Disputate de Veritate, quaestio 1. Dalam penelitian tersebut, penulis menemukan bahwa definisi kebenaran menurut St. Thomas Aquinas adalah adaequatio rei et intellectus. Definisi kebenaran ini mencakup tiga unsure pokok. Ketiganya membentuk pemahaman konsep kebenaran yang universal dan obyektif. Unsur yang pertama adalah intellectus. Intellectus adalah akal budi manusia. Akal budi manusia memiliki peran yang penting dalam memutuskan suatu kebenaran yang sesuai dengan yang senyatanya. Unsur yang kedua adalah rei atau ens. Ens adalah benda-benda yang ada di dunia luar diri manusia. Sedangkan Unsur yang ketiga adalah adaequatio atau suatu usaha untuk mencapai kesesuaian antara intelek dengan ens. Ketiga unsur tersebut harus ada dan terpenuhi, agar kebenaran menurut St. Thomas valid. Selain itu, ada tiga macam kebenaran menurut St. Thomas Aquinas. Ketiga macam kebenaran tersebut adalah kebenaran ontologis, intelektual dan indrawi. Kebenaran ontologis adalah kebenaran yang berdasarkan kepada realitas atau ens. Kebenaran ini merupakan kebenaran obyektif, karena didasarkan kepada apa yang senayatanya. Kebenaran ontologis menjadi dasar putusan kebenaran yang idbuat oleh intelek. Kebenaran yang dibuat oleh putusan intelek ini disebut kebenaran intelektual. Sedangkan, kebenaran indrawi adalah kebenaran yang dihasilkan oleh indra – indra dari realitas yang dicerapnya. Indra – indra hanya menghadirkan apa yang dicerapnya dari realitas. Ketiga macam kebenaran ini menyusun suatu kebenaran yang berciri adaequatio rei et intellectus. Selain itu, konsep kebenaran menurut St. Thomas Aquinas juga memiliki dua dimensi, yaitu dimensi universalitas dan multiplisitas. Dimensi universalitas menunjukkan suatu ukuran ekstrinsik yang menjadi dasar ke-obyektif-an paham kebenaran ini. Ukuran ekstrinsik ini didasarkan kepada Intelek Ilahi yang menetapkan dasar dan tujuan segala sesuatu diciptakan, yaitu ens atau realitas yang ada. Dimensi universalitas merupakan ukuran obyektif atas paham kebenaran ini. Sedangkan, dimensi multiplisitas menunjukkan ukuran intrinsik yang menjadi dasar kemajemukan paham kebenaran ini. Dimensi ini menunjukkan pemahaman terhadap ens berdasarkan sudut pandang masing-masing subyek yang mencerap dan memahaminya, sebab masing-masing subyek memiliki sudut pandang dan latar belakang yang berbeda antara satu dengan yang lain. Selain itu, St. Thomas Aquinas juga menjelaskan tentang apa itu kepalsuan. Kepalsuan adalah posisi oposisi dari kebenaran. Kepalsuan merupakan putusan yang tidak sesuai dengan ens atau realitas. Ada dua macam kepalsuan, yaitu kepalsuan indrawi dan kepalsuan intelektual. Kepalsuan indrawi adalah suatu kepalsuan yang terjadi karena disebabkan oleh pencerapan indra yang salah terhadap realitas. Dari pengertian ini, kita bisa mengerti dua hal, yang pertama adalah bagaimana indra berusaha menghadirkan salinan ens dengan sesuai dengan apa yang senyatanya. Akan tetapi, ada ens yang menampakkan kualitas yang sebenarnya bukan dirinya, sehingga membuat salinan yang telah dicerap menjadi salah. Akibatnya intelek manusia juga memutuskan suatu yang salah terhadap ens. Maka, terjadilah suatu kepalsuan. Sedangkan kepalsuan intelektual adalah suatu kepalsuan yang terjadi karena kesalahan yang dibuat oleh intelek. Artinya adalah intelek manusia tidak membuat suatu putusan yang sesuai dengan kenyataan, sehingga salah. Ada dua faktor yang menyebabkan kepalsuan terjadi, yaitu kebodohan dan penampakan kualitas ens yang menipu. Kebodohan membuat subyek memutuskan apa yang dicerap dengan tidak tepat dan tidak sesuai dengan realitas. Penampakan kualitas ens yang menipu membuat intelek memutuskan suatu yang salah tentang keadaan ens yang senyatanya. Apalagi, ada salah satu indra yang bisa mengkombinasi data – data hasil pencerapan terhadap realitas. Indra ini adalah imaginatio. Di dalam imaginatio, ada begitu banyak data yang bisa dikombinasikan. Jika, imaginatio menyediakan data yang tidak sesuai, maka intelek bisa memutuskan suatu putusan yang salah atas data yang tidak sesuai tersebut. Demikian, kebenaran menurut St. Thomas Aquinas adalah adaequatio rei et intellectus. Kebenaran ini bersifat obyektif dan universal yang berlaku bagi banyak orang yang tersusun dari tiga unsur penyusun kebenaran serta memiliki dasar ontologis atas segala putusan – putusan yang telah dibuat oleh intelek manusia

    Analisis Pengelolaan Keuangan Desa dan Dampaknya Terhadap Social Capital Desa

    Get PDF
    This study aims to analyze village financial management and its impact on social capital. This research uses exploratory qualitative research methods.This research was conducted in Tanjung Village, Bendo District, Magetan Regency. Data collection techniques in this study using interviews, observation, library techniques and documentation techniques. The data analysis technique used was data adduction, data presentation and conclusion drawing.The results of the analysis show that (1) Tanjung Village Government apparatus in general are familiar with financial management and financial management principles, but the two village chief do not fully understand financial management. (2) There are indications that Social Capital in Tanjung Village still exists, but has decreased significantly after the enactment of Law Number 6 of 2014. (3) The reduced community participation in gotong royong is an obstacle and challenge faced by the Tanjung Village Government as for solutions offered by deliberation. (4) Based on the results of the analysis of the financial statements of the 2020 APBDes realization in Tanjung Village, it can be seen that the largest proportion of income is obtained from transfer income. (5) Based on the proportion of expenditure the largest use is used for goods and services expenditure. In addition, in the proportion of Sector Expenditures, the largest use is used for Expenditures for the Administration of Village Government. (6) Based on the calculation of the independence ratio, Tanjung Village can be said to have a low level of independencePenelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengelolaan keuangan desa dan dampaknya terhadap social capital. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif eksploratif. Penelitian ini dilakukan di Desa Tanjung, Kecamatan Bendo,Kabupaten Magetan. Pengumpulan data dalam peneliian ini menggunakan metode wawancara, observasi,teknik kepustakaan dan teknik dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data,penyajian data dan penarikan kesimpulan.Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Aparatur Pemerintah Desa Tanjung secara umum sudah paham dengan pengelolaan keuangan maupun prinsip-prinsip pengelolaan keuangan tetapi dua kepala dusun belum sepenuhnya paham dengan pengelolaan keuangan. (2) Social Capital (Modal Sosial) di Desa Tanjung hingga saat ini terindikasi  masih terdapat akan tetapi penurunan yang signifikan pasca turunnya UU Nomor 6 Tahun 2014. (3) Berkurangnya keikutsertaan masyarakat dalam bergotong royong menjadi kendala dan tantangan yang dihadapi Pemerintah Desa Tanjung adapun solusi yang ditawarkan dengan bermusyawarah (4) Berdasarkan hasil analisis laporan keuangan realisasi APBDes Tahun 2020 Desa Tanjung dapat diketahui bahwa proporsi Pendapatan terbesar yaitu diperoleh dari Pendapatan Transfer. (5) Berdasarkan proporsi Belanja penggunaan terbesar digunakan untuk Belanja Barang dan Jasa. Selain itu dalam proporsi Belanja Bidang penggunaan terbesar digunakan untuk Belanja Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. (6) Berdasarkan perhitungan rasio kemandirian, Desa Tanjung dapat dikatakan tingkat kemandiriannya masih renda
    corecore