research

Konsep kebenaran menurut ST. Thomas Aquinas dalam de Veritate Quaestio 1 (Suatu analisis-filosofis atas kebenaran dalam de Veritate Quaestio 1)

Abstract

Kebenaran menjadi persoalan yang digeluti oleh filsafat sejak dulu. Apalagi, sekarang berkembang begitu banyak klaim tentang kebenaran. Klaim – klaim ini bukannya membuat pemahaman kita tentang kebenaran menjadi jelas, tetapi menjadi semakin membingungkan. Klaim – klaim ini membuat pondasi yang menjadi dasar kebenaran menjadi rancu. Akibatnya adalah pegangan tesebutyang digunakan untuk mengukur apa yang benar menjadi tidak jelas. Maka, penulis ingin meneliti suatu teori tentang kebenaran yang mendasarkan pemahamannya pada hal yang jelas, yaitu realitas. Tujuannya adalah agar banyak orang memiliki pegangan yang mantap dalam mendasarkan pemahamannya akan kebenaran. Dengan latar belakang seperti itu, penulis ingin membahas tentang kebenaran yang berdasarkan realitas ini. Penulis ingin meneliti kebenaran yang sesuai dengan yang senyatanya. Kebenaran ini adalah kebenaran menurut St. Thomas Aquinas. Dalam penelitian ini, penulis membatasi penelitian ini pada wilayah epistemologi. Artinya penulis tidak akan beranjak ke wilayah moral dan tindakan yang menjadi penelitian selanjutnya dari penelitian ini. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode studi pustaka. Penulis akan mempelajari karya – karya St. Thomas Aquinas, terutama dalam Quaestiones Disputatae de Veritate Quaestio 1. Penulis akan meneliti konsep kebenaran menurut St. Thomas Aquinas dalam buku Quaestiones Disputate de Veritate, quaestio 1. Dalam penelitian tersebut, penulis menemukan bahwa definisi kebenaran menurut St. Thomas Aquinas adalah adaequatio rei et intellectus. Definisi kebenaran ini mencakup tiga unsure pokok. Ketiganya membentuk pemahaman konsep kebenaran yang universal dan obyektif. Unsur yang pertama adalah intellectus. Intellectus adalah akal budi manusia. Akal budi manusia memiliki peran yang penting dalam memutuskan suatu kebenaran yang sesuai dengan yang senyatanya. Unsur yang kedua adalah rei atau ens. Ens adalah benda-benda yang ada di dunia luar diri manusia. Sedangkan Unsur yang ketiga adalah adaequatio atau suatu usaha untuk mencapai kesesuaian antara intelek dengan ens. Ketiga unsur tersebut harus ada dan terpenuhi, agar kebenaran menurut St. Thomas valid. Selain itu, ada tiga macam kebenaran menurut St. Thomas Aquinas. Ketiga macam kebenaran tersebut adalah kebenaran ontologis, intelektual dan indrawi. Kebenaran ontologis adalah kebenaran yang berdasarkan kepada realitas atau ens. Kebenaran ini merupakan kebenaran obyektif, karena didasarkan kepada apa yang senayatanya. Kebenaran ontologis menjadi dasar putusan kebenaran yang idbuat oleh intelek. Kebenaran yang dibuat oleh putusan intelek ini disebut kebenaran intelektual. Sedangkan, kebenaran indrawi adalah kebenaran yang dihasilkan oleh indra – indra dari realitas yang dicerapnya. Indra – indra hanya menghadirkan apa yang dicerapnya dari realitas. Ketiga macam kebenaran ini menyusun suatu kebenaran yang berciri adaequatio rei et intellectus. Selain itu, konsep kebenaran menurut St. Thomas Aquinas juga memiliki dua dimensi, yaitu dimensi universalitas dan multiplisitas. Dimensi universalitas menunjukkan suatu ukuran ekstrinsik yang menjadi dasar ke-obyektif-an paham kebenaran ini. Ukuran ekstrinsik ini didasarkan kepada Intelek Ilahi yang menetapkan dasar dan tujuan segala sesuatu diciptakan, yaitu ens atau realitas yang ada. Dimensi universalitas merupakan ukuran obyektif atas paham kebenaran ini. Sedangkan, dimensi multiplisitas menunjukkan ukuran intrinsik yang menjadi dasar kemajemukan paham kebenaran ini. Dimensi ini menunjukkan pemahaman terhadap ens berdasarkan sudut pandang masing-masing subyek yang mencerap dan memahaminya, sebab masing-masing subyek memiliki sudut pandang dan latar belakang yang berbeda antara satu dengan yang lain. Selain itu, St. Thomas Aquinas juga menjelaskan tentang apa itu kepalsuan. Kepalsuan adalah posisi oposisi dari kebenaran. Kepalsuan merupakan putusan yang tidak sesuai dengan ens atau realitas. Ada dua macam kepalsuan, yaitu kepalsuan indrawi dan kepalsuan intelektual. Kepalsuan indrawi adalah suatu kepalsuan yang terjadi karena disebabkan oleh pencerapan indra yang salah terhadap realitas. Dari pengertian ini, kita bisa mengerti dua hal, yang pertama adalah bagaimana indra berusaha menghadirkan salinan ens dengan sesuai dengan apa yang senyatanya. Akan tetapi, ada ens yang menampakkan kualitas yang sebenarnya bukan dirinya, sehingga membuat salinan yang telah dicerap menjadi salah. Akibatnya intelek manusia juga memutuskan suatu yang salah terhadap ens. Maka, terjadilah suatu kepalsuan. Sedangkan kepalsuan intelektual adalah suatu kepalsuan yang terjadi karena kesalahan yang dibuat oleh intelek. Artinya adalah intelek manusia tidak membuat suatu putusan yang sesuai dengan kenyataan, sehingga salah. Ada dua faktor yang menyebabkan kepalsuan terjadi, yaitu kebodohan dan penampakan kualitas ens yang menipu. Kebodohan membuat subyek memutuskan apa yang dicerap dengan tidak tepat dan tidak sesuai dengan realitas. Penampakan kualitas ens yang menipu membuat intelek memutuskan suatu yang salah tentang keadaan ens yang senyatanya. Apalagi, ada salah satu indra yang bisa mengkombinasi data – data hasil pencerapan terhadap realitas. Indra ini adalah imaginatio. Di dalam imaginatio, ada begitu banyak data yang bisa dikombinasikan. Jika, imaginatio menyediakan data yang tidak sesuai, maka intelek bisa memutuskan suatu putusan yang salah atas data yang tidak sesuai tersebut. Demikian, kebenaran menurut St. Thomas Aquinas adalah adaequatio rei et intellectus. Kebenaran ini bersifat obyektif dan universal yang berlaku bagi banyak orang yang tersusun dari tiga unsur penyusun kebenaran serta memiliki dasar ontologis atas segala putusan – putusan yang telah dibuat oleh intelek manusia

    Similar works