14 research outputs found

    Penerapan Model Pembelajaran Tutor Sebaya Pada Mata Pelajaran Sosiologi

    Full text link
    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaannya model pembelajaran tutor sebaya (peer teaching) di SMAN I Brebes. Subjek dalam penelitian ini adalah guru sosiologi kelas XI IPS 1 dan siswa kelas XI IPS 1. Hasil penelitian menunjukkan peer teaching memerlukan persiapan yang matang, dan setiap tahap pelaksanaan hendaknya dievaluasi untuk mendapatkan hasil yang baik. Faktor pendukung dalam pelaksanaan model pembelajaran tutor sebaya antara lain yaitu adanya interaksi antara guru dengan siswa, minat belajar siswa cukup tinggi, guru dan siswa lebih akrab dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan tutor sebaya dalam kelompok belajar membuat suasana pembelajaran lebih menarik, sedangkan faktor penghambatnya antara lain yaitu kurangnya persiapan dari para tutor, sarana dan prasarana kurang memadai, kegiatan pembelajaran kurang kondusif, dan sumber belajar kurang memadai. The objective of this study is to examine the implementation of peer tutoring learning model (peer teaching) in SMAN I Brebes. Subjects in this study were teachers sociology class XI IPS 1 and class XI IPS 1. Results show that the implementation of peer teaching requires preparation, and each stage of the implementation should be evaluated to obtain good results. Factors supporting the implementation of peer tutoring learning model, among others, the interaction between teachers and students, and also student interest is high; teachers and students are more familiar in learning activities, and peer tutor involvement in the study group to make the learning environment more attractive. The inhibiting factor of peer teaching strategy include among others the lack of preparation of the tutors, inadequate infrastructure, lack of conducive learning activities, and learning resources are inadequate

    Respon Tanaman Tomat (Lycopersicon Esculentum Mill.) Pada Berbagai Tingkat Ketebalan Mulsa Jerami Padi

    Get PDF
    Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) merupakan salah satu jenis buah yang banyak mengandung zat – zat yang berguna bagi tubuh antara lain vitamin C, vitamin A(karoten) dan mineral. Tanaman tomat membutuhkan kondisi lingkungan berupa suhu maupun kelembaban tanah yang sesuai, untuk dapat mengoptimalkan pertumbuhan tomat diperlukan adanya modifikasi kondisi lingkungan tumbuh baik berupa suhu tanah maupun kelembaban tanah dengan menggunakan teknologi budidaya tanaman yang tepat salah satunya dengan menggunakan mulsa organik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh mulsa jerami pada pertumbuhan dan hasil tanaman tomat dan menentukan tingkat ketebalan mulsa yang dapat memberikan respon terhadap produktifitas tanaman tomat. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Tlogomas, Kecamatan Lowokwaru Kota Malang, Jawa Timur pada bulan Juni sampai Agustus 2014, dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan ketebalan mulsa jerami padi dan 4 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan menggunakan mulsa tidak memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap parameter pertumbuhan, tetapi memiliki hasil yang berbeda nyata pada parameter hasil. Pemberian mulsa jerami padi dengan ketebalan 4,5 cm dapat menekan pertumbuhan gulma sebesar 59,71% dan menurunkan suhu tanah pada pagi dan siang hari masing – masing sebesar 5,30% dan 1,68%, sehingga dapat menghasilkan jumlah buah sebanyak 21,24 buah atau meningkat sebesar 103,83% dan bobot segar sebesar 1,81 kg atau meningkat sebesar 98,90% dibandingkan tanpa pemberian mulsa jerami padi

    Kemampuan Sosialisasi Anak Retardasi Mental

    Full text link
    . Mental retardation is a condition of mental development stalled or incomplete, which is mainly characterized by the presence of obstacles during the development of skills, so the effect on the level of intelligence is the ability of cognitive, language, motor and social. Development of socialization skills mentally retarded child is strongly influenced by social media, especially the role of parents is very influential in the social development of children who have mental retardation. This study aims to determine the relationship with the parent role socialization skills in children with mental retardation SDLB Pekalongan. This study design using correlative descriptif with cross sectional approach. The sampling technique using saturated sample. The number of respondents as many as 49 parents of children with mental retardation in accordance with the inclusion and exclusion criteria. The results using Chi-Square test obtained value of ρ value = 0.0001 (ρ <α or ρ <0.05) and the value of OR = 17.81, indicating the existence of a relationship with the parent role socialization skills in children with mental retardation SDLB Pekalongan , The role of a good parent can increase the ability of socialization of children with mental retardation. Parents as the nearest person in a child\u27s life can help a child with mental retardation in adjusting to the environment

    Antifibrotics and Antioxidants of Chlorogenic Acid Inhibits Toll- Like Receptors-4 as Liver Fibrotic Marker

    Full text link
    Introduction: Chlorogenic Acid (CGA) is an antifibrotic and antioxidant for fibrotic tissues. These double  roles be able to inhibit or fibrotic tissues chains because of internal and external issues.  For example, virus, bacteria or other pathogens and also by drugs, alcohol, cigarettes, etc. as external factor that affect quality of body tissues. Toll-Like Receptor-4 (TLR-4) as a marker fibrotic tissues.  It is a key for researcher could be find out by expression performance. The aim of this study is to reveal the CGA as a candidate of antifibrotic & antioxidant in liver fibrosis that induced by CCL4.    Methods: This is a pure experimental research with a simple experimental design or post-test only control group design. The total 29 mices of 2.5-month-old male Swiss mices with weigh 35-40 gram divided into 6 group: 3 groups of controls (injected by natrium chloride, CGA, and CCL4) and 3 groups of treated (injected by CGA doses 42 mg/kg, 63 mg/kg or 84 mg/kg).  Liver organ was used to examine the expression of TLR-4 by rt-PCR. This research revealed that expression of TLR-4 lower than the CCL4 control group (respectively, p=0.042; p=0.005; p=0.006; and p=0.001). Higher dose of CGA showed greater ability as anti-fibrotic through inhibit the expression of  TLR-4. Some research found the expression of TLR-4 has been decreased by treatment of Clorogenic Acid (CGA). Conclusion: To sum up, CGA has double roles to repair liver fibrotic tissues. The greater doses of CGA, the stronger inhibition of TLR-4 expression

    Penjernihan Air Limbah Sintetis Menggunakan Koagulan Alami

    Full text link
    Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Kualitas air saat ini menurun dikarenakan ulah manusia yang membuang limbah ke sungai atau ke sumber air tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Untuk itu diperlukan cara agar dapat mengolah air limbah menjadi air bersih yaitu dengan cara koagulasi. Pada penelitian ini dipergunakan koagulan dari bahan alami dengan menggunakan protein sebagai bahan aktifnya, yang digunakan adalah biji kelor, kacang tolo, dan biji melinjo. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh konsentrasi larutan pengekstrak terhadap kadar protein yang terdapat dalam biji kelor, kacang tolo dan biji melinjo. Selain itu dipelajari juga pengaruh penambahan volume larutan ekstrak dengan kadar protein tertinggi (sebagai koagulan alami) dari biji kelor, kacang tolo dan biji melinjo terhadap presentase penurunan kekeruhan dari air limbah sintetis. Proses penjerihan air menggunakan koagulan alami terdiri dua tahap yaitu: (1) ekstraksi protein dari biji-bijian menggunakan pengekstrak NaCl dengan konsentrasi: 0,2 N; 0,3 N; 0,4 N; 0,5 N; 0,6 N; 0,8 N dan 1 N. (2) ekstrak protein dengan kadar protein tertinggi ditambahkan ke dalam air limbah sintetis kemudian diukur kekeruhannya. Hasil pengukuran kekeruhan ini kemudian dihitung presentase penurunannya terhadap kekeruhan air limbah sintetis mula-mula sebelum ditambahkan koagulan alami. Pengukuran kekeruhan menggunakan alat Turbidimeter. Sedangkan kadar protein diukur menggunakan alat Kjeldahl. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kadar protein tertinggi dari setiap biji-bijian diperoleh dengan menggunakan larutan pengekstrak NaCl pada konsentrasi yang berbeda-beda. Pada biji kelor diperoleh kadar protein tertinggi sebesar 2,51% dengan menggunakan larutan pengekstrak NaCl berkonsentrasi NaCl 0,4 N. Sedangkan untuk kacang tolo dan biji melinjo kadar protein tertinggi berturut-turut sebesar 1,37% dan 0,55%, dengan menggunakan larutan pengekstrak NaCl yang berkonsentrasi berturut-turut sebesar 0,4 N dan 0,2 N. Penurunan kekeruhan air limbah sintetis dengan penambahan ekstrak protein sebanyak 0,5 mL dari biji kelor, yaitu 92,63% diikuti dengan kacang tolo, yaitu 91,02% dan biji melinjo, yaitu 90,85%

    Tannin Based Adsorbent (TBA) dari Daun Jambu Biji (Psidium Guajava L.) untuk Menyerap Ion Logam CR(VI) dalam Air Limbah

    Full text link
    Kromium merupakan salah satu logam berat yang sering terdapat dalam limbah industri. Logam ini berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia, sehingga perlu dikurangi kadarnya dari limbah tersebut. Proses yang dapat dilakukan untuk mengurangi logam tersebut adalah adsorpsi dengan menggunakan biomaterial sebagai adsorben, salah satunya adalah daun jambu biji. Hingga saat ini, sebagian besar daun jambu biji digunakan sebagai obat tradisional. Selain mudah ditemukan dan harganya murah, daun jambu biji mengandung tanin sebesar 11-17 % yang dapat berperan untuk menyerap ion logam dalam limbah cair. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari ekstraksi daun jambu biji dan penggunaanya sebagai tanin based adsorbent untuk menyerap ion Cr(VI) dalam limbah cair. Proses ekstraksi daun jambu biji dilakukan dengan metode Microwave Assisted Extraction (MAE) dengan memvariasikan jenis pelarut dan rasio antara massa daun jambu biji dengan volume pelarut. Setelah proses ekstraksi, dilakukan analisa kuantitatif dan kualitatif terhadap tanin yang diperoleh, selain itu dilakukan analisa gugus fungsi menggunakan FTIR Spektrofotometer dan analisa struktur permukaan menggunakan SEM. Pada proses adsorpsi, limbah sintetis yang digunakan adalah larutan kalium dikromat (K2Cr2O7). Variasi yang dipelajari adalah konsentrasi Cr(VI) mula-mula. Konsentrasi ion Cr(VI) awal dan akhir dalam limbah diukur menggunakan Spectrophotometer UV-VIS. Dalam penelitian ini juga dilakukan penentuan isoterm adsorpsi Langmuir dan Freundlich. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelarut yang menghasilkan tanin dengan kadar yang paling tinggi untuk semua rasio massa bahan baku:pelarut (m/v) adalah etanol 80%. Pada tahap adsorpsi, konsentrasi awal ion Cr(VI) dengan persen removal terbesar adalah 84,53 ppm dengan persen removal 97,37%. Isoterm adsorpsi mengikuti model persamaan isoterm Freundlich yang berbentuk qe = 34,18 x (Ce)1/4,

    High Prevalence of HIV-1 CRF01_AE Viruses among Female Commercial Sex Workers Residing in Surabaya, Indonesia

    Get PDF
    BACKGROUND: Human immunodeficiency virus (HIV) infection and acquired immune deficiency syndrome (AIDS) cause serious health problems and have an impact on the Indonesian economy. In addition, the rapid epidemic growth of HIV is continuing in Indonesia. Commercial sex plays a significant role in the spread of HIV; therefore, in order to reveal the current HIV prevalence rate among commercial sex workers (CSWs), we conducted an epidemiological study on HIV infection among CSWs residing in Surabaya, the capital of East Java province of Indonesia with large communities of CSWs. METHODOLOGY/PRINCIPAL FINDINGS: The prevalence of HIV infection among 200 CSWs was studied. In addition, the subtype of HIV type 1 (HIV-1) and the prevalence of other blood-borne viruses, hepatitis B virus (HBV), hepatitis C virus (HCV) and GB virus C (GBV-C), were studied. The prevalence rates of HIV, hepatitis B core antibody, hepatitis B surface antigen, anti-HCV antibodies and anti-GBV-C antibodies were 11%, 64%, 4%, 0.5% and 0% among CSWs involved in this study, respectively. HIV-1 CRF01_AE viral gene fragments were detected in most HIV-positive samples. In addition, most CSWs showed low awareness of sexually transmitted diseases and had unprotected sex with their clients. CONCLUSIONS/SIGNIFICANCE: The HIV prevalence rate among CSWs was significantly higher than that among the general population in Indonesia (0.2–0.4%). In addition, CSWs were at a high risk of exposure to HBV, although chronic HBV infection was less frequently established. Our results suggest the necessity of efficient prevention programs for HIV and other blood-borne viral infections among CSWs in Surabaya, Indonesia

    Serious fungal disease incidence and prevalence in Indonesia

    No full text
    BACKGROUND: Indonesia is a tropical country, warm and humid, with numerous environmental fungi. Data on fungal disease burden help policymakers and clinicians.OBJECTIVES: We have estimated the incidence and prevalence of serious fungal diseases.METHODS: We found all published and unpublished data and estimated the incidence and prevalence of fungal diseases based on populations at risk. HIV data were derived from UNAIDS (2017), pulmonary tuberculosis (PTB) data from 2013-2019, data on chronic pulmonary aspergillosis (CPA) were used to estimate CPA prevalence and likely deaths, COPD data from Hammond (2020), lung cancer incidence was from Globocan 2018, and fungal rhinosinusitis was estimated using community data from India.RESULTS: Overall ~7.7 million Indonesians (2.89%) have a serious fungal infection each year. The annual incidence of cryptococcosis in AIDS was 7,540. Pneumocystis pneumonia incidence was estimated at 15,400 in HIV and an equal number in non-HIV patients. An estimated 1% and 0.2% of new AIDS patients have disseminated histoplasmosis or Talaromyces marneffei infection. The incidence of candidaemia is 26,710. The annual incidence of invasive aspergillosis was estimated at 49,500 and the prevalence of CPA is at 378,700 cases. Allergic bronchopulmonary aspergillosis prevalence in adults is estimated at 336,200, severe asthma with fungal sensitisation at 443,800, and fungal rhinosinusitis at 294,000. Recurrent vulvovaginal candidiasis is estimated at 5 million/year (15-50 years old). The incidence of fungal keratitis around 40,050. Tinea capitis prevalence in schoolchildren about 729,000.CONCLUSIONS: Indonesia has a high burden of fungal infections.</p
    corecore