371 research outputs found

    NILAI-NILAI BUDAYA GOTONG ROYONG ETNIK BETAWI SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS

    Get PDF
    Penelitian ini dilatarbelakangi oleh mulai lunturnya nilai-nilai gotong royong di etnik Betawi terutama generasi mudanya, padahal di sisi lain nilai-nilai tersebut merupakan salah satu tradisi yang bagus untuk memupuk rasa solidaritas sosial dan juga kebersamaan, hal ini bisa terjadi karena proses perubahan sosial yang signifikan terutama marjinalisasi etnik Betawi asli oleh adanya urbanisasi ke Ibu Kota. Tujuan penelitian ini adalah: Pertama, mengungkap informasi tentang kondisi terkini nilai-nilai budaya gotong-royong etnik Betawi. Kedua, Menggali dan mencari makna nilai-nilai budaya gotong-royong pada etnik Betawi dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Ketiga, mengimplementasikan nilai-nilai budaya gotong-royong etnik Betawi dalam pembelajaran IPS di sekolah dasar. Keempat, mengetahui peran pembelajaran IPS dalam mengintegrasikan nilai-nilai budaya gotong-royong etnik Betawi. Lokasi penelitian ini adalah Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Penelitian ini melibatkan tokoh-tokoh Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Dosen PGSD FIP UNJ, kepala sekolah dan guru SDN 06 Srengseng sawah 06 Pagi Jakarta Selatan. Masalah utama penelitian ini adalah sejauhmana nilai-nilai budaya gotong royong etnik Betawi dapat dijadikan sumber pembelajaran IPS. Penelitian ini didasarkan pada teori Durkheim tentang solidaritas mekanis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan menggunakan desain kualitatif verifikatif. metode pengumpulan data dan teknik analisis data adalah wawancara mendalam, observasi partisipasi, bahan dokumenter, serta metode bahan visual dan metode penelusuran bahan internet. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan diperoleh hasil penelitian yaitu sebagai berikut: Pertama, kondisi terkini nilai-nilai budaya gotong royong Etnik betawi terdapat dua nilai budaya yaitu nilai budaya gotong royong tolong menolong yang meliputi:1) Nyambat. 2) Pembuatan dodol makanan khas betawi. 3) Memasarkan dan menyalurkan hasil kebun. 4) Ngubek empang. 5) Upacara Perkawinan. 6) Sambatan bikin rume dan pinde rume. 7) Upacara Sunatan. 8) Upacara Kematian. 9) Paketan. 10) Upacara Akeke. Dan nilai budaya gotong royong keja bakti yang meliputi: 1) Memperbaiki saluran irigasi. 2) Membersihkan jalan kampung. 3) Membersihkan kober. 4) Ronda atau jaga malam. 5) Pembangunan masjid. Kedua, nilai-nilai budaya gotong yong dapat digali dan dilestarikan pada etnik Betawi. Nilai gotong royong pada etnik Betawi dapat dilihat pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Etnik Betawi, seperti hajatan, nyambat, andilan, dan paketan. Ketiga, implementasi pembelajaran berbasis nilai-nilai budaya gotong royong disajikan dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Implementasi ini dilaksanakan di SDN 06 pagi Srengseng Sawah dengan lembar penilaian afektif. Keempat, peran pembelajaran IPS di Sekolah Dasar dalam nilai-nilai budaya gotong royong. Hasil penelitian ini adalah perlunya mempertahankan nilai budaya gotong royong etnik betawi sebagai sumber pembelajaran IPS, selain itu nilai-nilai budaya gotong royong etnik betawi dapat diimplementasikan dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasar Setu Babakan Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan. Kata Kunci : Nilai budaya,Gotong royong, Etnik Betawi, Pembelajaran IPS. The background to the research is the diminishing values of mutual aid among Betawi ethnic group communities, ultimately among the younger generation; while, in fact, those values are one of the appropriate traditions to cultivate social solidarity and togetherness. The diminishing values can be resulted from social changes that are quite significant, especially the marginalization of Betawi ethnic group by the rush of urbanization to the Capital City. The research aimed to: First, reveal information concerning the recent conditions of Betawi ethnic group’s cultural values of mutual aid; secondly, explore and search for the meanings of Betawi ethnic group’s cultural values of mutual aid in the teaching and learning of social sciences (IPS) in primary school; thirdly, implement Betawi ethnic group’s cultural values of mutual aid in the teaching and learning of social sciences in primary school; and fourthly, find the roles of social sciences teaching and learning in its integration with Betawi ethnic group’s cultural values of mutual aid. The research took place in Betawi Cultural Village Setu Babakan. It involved the figures of Betawi Cultural Village Setu Babakan, lecturers of the Primary School Teacher Education Department, Faculty of Educational Sciences, State University of Jakarta, and principals and teachers of SDN Srengseng Sawah 06 Pagi, South Jakarta. The primary issue of this research is the extent to which Betawi ethnic group’s mutual aid cultural values can be made learning resources for social sciences. The research is drawn upon Durkheim’s theory of mechanical solidarity. It employed qualitative approach, with qualitative-verificative design. Data collection method and analysis technique used were in-depth interview, participant observation, documentary, and visual material as well as internet browsing for content materials. Based on the analysis of research data, the following results have been obtained: First, the recent condition of the values of Betawi ethnic group’s mutual aid culture constitutes two cultural values, namely the cultural value of mutual aid in mutual help, including: 1) Nyambat livelihood system. 2) dodol betawi ethnic specialties. 3) maket and distribute crops. 4) drain the pool. 5) nuptial. 6) help make homes and help move house. 7) circumcision ceremoni. 8) funerals. 9) paketan. 10) aqiqah ceremony; and the cultural value of mutual aid in communal work, covering: 1) improve irrigation. 2) clean up the village street. 3) Clean the grave. 4) pat rolling or night watch. 5) construction of mosques. secondly, the values of mutual aid culture can be explored and conserved in Betawi ethnic group. The values are observable in the activities conducted by Betawi ethnic group, such as hajatan, nyambat, andilan, and paketan; thirdly, the implementation of teaching and learning based on mutual aid cultural values can be done in the teaching and learning of social sciences in primary school. The implementation was conducted in SDN 06 Pagi Srengseng Sawah with affective assessment sheet; and finally, social sciences teaching and learning in primary school plays its roles in the cultural values of mutual aid. Research results recommend the need to sustain Betawi ethnic group’s mutual aid cultural values as learning resources for social sciences; in addition, Betawi ethnic group’s cultural values of mutual aid can be implemented in the teaching and learning of social sciences in Setu Babakan Primary School, Srengseng Sawah Administrative Village, Jagakarsa District, South Jakarta. Keywords: Cultural Values, Mutual Aid, Betawi Ethnic Group, Social Sciences (IPS

    UPAYA MENINGKATKAN GERAK DASAR TOLAKAN SPIKE DALAM BOLA VOLI MELALUI LONCAT BAN MOBIL PADA SISWA KELAS IV SDN UNGKAL KECAMATAN CONGGEANG KABUPATEN SUMEDANG

    Get PDF
    Kemampuan siswa kelas IV SDN Ungkal Kecamatan Conggeang Kabupaten Sumedang dalam memahami pembelajaran tolakan spike belum sesuai yang diharapkan. Berdasarkan penelitian awal, diketahui adanya permasalahan, siswa belum memahami pembelajaran tolakan spike. Dari penelitian awal tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketidak berhasilan pembelajaran itu karena siswa kurang antusias dalam pembelajaran dan kurangnya guru penjas melakukan modifikasi terhadap pembelajaran. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh rencana pembelajaran guru yang kurang mencapai sasaran pembelajaran tersebut. Selain dipengaruhi oleh rencana pembelajaran guru, kinerja guru juga mempengaruhi, kurangnya guru memotivasi siswa ikut berperan aktif dalam pembelajaran. Penelitian ini mencoba memfokuskan pada upaya meningkatkan gerak dasar tolakan spike dalam bola voli melalui loncat ban sepeda pada siswa kelas IV SDN Ungkal sebagai strategi pembelajaran penjas. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian tindakan kelas (class action reasearch) yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi dan tindakan. Target pencapaian penelitian ini adalah lebih dari 85% sesuai dengan tujuan pembelajaran. Untuk mengetahui tingkat pencapaiannya dipergunakan format observasi sebagai instumen penelitian. Berdasarkan hasil penelitian tindakan sebanyak tiga siklus, persentase jumlah siswa yang tuntas dari data awal sampai siklus III meningkat. Pada data awal jumlah siswa yang tuntas 29%, setelah dilakukannya tindakan di siklus I menjadi 42% siswa telah tuntas, kemudian setelah tindakan di siklus II persentase jumlah siswa yang tuntas meningkat menjadi 50%, dan di akhir tindakan pada siklus III diketahui 87% tuntas atas batas minimal 70%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran memlalui loncat ban mobil melalui tiga kali tindakan dalam satu siklus telah mampu meningkatkan kemampuan gerak dasar lari sprint pada siswa kelas IV SDN Ungkal melalui indikator tercapainya lebih dari 85% siswa menunjukan gerak dasar tolakan spike yang sesuia dengan tujuan pembelajaran selama mengikuti kegiatan pembelajaran penjas

    WORKSHOP PENGENALAN E-COMMERCE PADA SISWA ALIYAH

    Get PDF
    Pemasaran produk secara online dewasa ini sangat pesat dengan memanfaatkan peranan internet dan teknologi, sehingga banyak marketplace bermunculan dalam mempromosikan produk yang dijual. Hal ini tentunya menjadi hal penting bagi para peserta dalam upaya meningkatkan pemahaman di dunia pemasaran supaya menjadi daya tarik untuk ikut serta memanfaatkan marketplace dalam memperkenalkan produk yang dimiliki dengan bekal jiwa wirausaha yang dimiliki. Pendekatan metode pengabdian masyarakat ini melalui survey, pemaparan materi dan workshop pemasaran dengan memberikan tutorial mengenai e-commerce melalui salah satu contoh marketplace yang ada. hasil yang dicapai yaitu adanya penambahan wawasan pengetahuan dan sikap keinginan untuk mencoba dalam bertransaksi dengan menggunakan marketplace yang ada serta menjadi motivasi bagi peserta untuk menjadi seorang entrepreneur dengan mengoptimalkan potensi diri yang dimiliki

    POLA PERILAKU MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KAWASAN INDUSTRI DI DESA BOJONGMANGGU KECAMATAN PAMEUNGPEUK KABUPATEN BANDUNG

    Get PDF
    Dampak yang ditimbulkan dari hadirnya industri di Desa Bojongmanggu Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Bandung adalah perubahan pola kehidupan masyarakat terutama perubahan perilaku sosial dan ekonomi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis gambaran tentang pola perilaku masyarakat di  lingkungan kawasan indusrti. Metode yang diambil untuk penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Populasi dari penelitian ini adalah masyarakat yang berada dan karyawan yang bekerja sebagai karyawan industri Desa Bojongmanggu Kecamatan Pameungpeuk. Sedangkan sampel dari penelitian ini berjumlah 71 orang. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa dengan adanya kawasan industri menimbulkan pola perilaku masyarakat yang konsumtif dan kurang berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong. Karena telah masuknya kawasan industri otomatis terbukanya peluang kerja bagi masyarakat sekitar. Kemudian pekerja pabrik selain mendapatkan gaji pokok, mendapatkan juga penghasilan kerja lembur serta kebijakan-kebijakan lain dari pabrik yang menguntungkan. Sehingga dengan adanya kemudahan tersebut memberikan peluang pekerja untuk berperilaku konsumtif. Kesimpulannya adalah dengan adanya kawasan industri, masyarakat cenderung memiliki pola perilaku yang konsumtif dan apatis. Sarannya adalah untuk Kepala Desa, Dusun dan Ketua Rt/Rw setempat harus lebih aktif dan berinisiatif menggerakan masyarakat untuk saling peduli serta mau berpartisipasi langsung untuk membantu kepada warga atau tetangga yang sedang membutuhkan pertolongan baik berupa bantuan tenaga atau materi. Sedangkan untuk masyarakat seharusnya menyadari bahwa pentingnya gotong royong sebagai bentuk solidaritas dan kerukunan antar masyarakat

    Pajak E-Commerce, Pemecahan dan Solusinya

    Get PDF
    Electronic or e-trade trading (English: Electronic Commerce, also e-commerce) is a spread, purchase, sales, marketing goods and services through an electronic system such as internet or television, www, or other computer networks. Ecommerce can involve electronic fund transfers, electronic data exchange, auto inventory management systems, and automatic data collection systems. The Information Technology industry sees this e-commerce activity as the application and application of e-business (e-business) related to commercial transactions, such as: electronic fund transfer, SCM (E-Marketing), e-marketing), online marketing, online transaction processing (online transaction processing), electronic data interchange / edi), etc.E-commerce is part of e-business, where e-business coverage is wider, not just a commerce but includes also co-entrance business partners, customer service, job vacancies etc. Seeing very fast developments of the e-commerce growth in the world including in Indonesia, it is necessary an effective strategy for the tax authority in the reacting. One of the things that need to be concern is this very rapid growth should be maintained so that there is no distortion as a result of taxation policy. During this time, the tax aspect in e-commerce has been the highlight of tax authorities in the world, especially whether there should be a new tax impression on this transaction and also how to align the existing tax rules with e-commerce development.Transactions through digital media or e-commerce in Indonesia need rebuilding from the side of the legislation (Cyberlaw) so that in the future do not miss the dispute in it runs. This happens because the difficulty of tracking the transactions used through the e-commerece is either B-to-B (business to business) or B-to-C (business to consumers). For example the relationship between the supplier with the factory, how the apparatus is to oversee the existence of transactions or not between the two through the e-commerce the solution of solving the problem is the government must take steps in solving the unstable internet infrastructure issues and frequent reliable transportation, the licensing procedure of customs to dedicate to the duty procedure from dawn to the negative trade for the other value to increase the efficacy to make the rules for the epimal services that are still under the regulations of the same bank as well as the public of the transactions of online transactions, plan and conduct the introduction of certification systems, a number of large players should be able to open the way of foreign investment, including doing some major plans for foreign investors, of course with clear regulations and the government must provide ease of rules for small and medium business to gain access to investors, and giving taxes to the company in the new company

    PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN INFRASTRUKTUR JALAN DI DESA KIDANG PANANJUNG KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BARAT

    Get PDF
    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Partisipasi di dalam Pembangunan Infrastruktur di Desa Kidangpananjung Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Barat. Dengan fokus penelitian meliputi jenis-jenis Partisipasi Masyarakat di Dalam pembangunan. penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui melakukan studi keperpustakaan, studi lapangan, yaitu dengan melakukan pengumpulan data melalui kegiatan observasi dan dokumentasi wawancara untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas sesuai dengan yang dibutuhkan dalam penelitian. Hasil penelitian menunjukan bahwa Desa Kidangpananjung, memiliki jumlah penduduk 3650 jiwa dan terdapat 1262 KK (kepalakeluarga) yang terdiri dari 1826 jiwa laki-laki dan 1824 jiwa wanita. Dari hasil pengamatan lapangan pembangunan infrastruktur desa yang dilaksanakan masih ada ditemukan berbagai permasalahan (kendala) satu diantaranya didalam pembangunan masyarakat sebagian besar tidak biasa menghadiri kegiatan yang di programkan pemerintah desa. Walaupun diketahui bersama bahwa pembangunan yang dilakukan hanya semata untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat itu sendiri

    LAPORAN INDIVIDU PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN (PPL) UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LOKASI : SMA NEGERI 1 PAKEM

    Get PDF
    Mata kuliah wajib yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa kependidikan di Universitas Negeri Yogyakarta yaitu Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). Dalam hal ini, penyusun melaksanakan praktik pengalaman lapangan ini bertujuan untuk memperoleh pengalaman tentang proses pembelajaran dan kegiatan persekolahan lainnya yang digunakan sebagai bekal untuk menjadi calon tenaga pendidik. Penyusun diharapkan memiliki nilai, sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan sebagai seorang pendidik. Pelaksanaan kegiatan PPL dimulai dari observasi hingga pelaksanaan PPL yang terbagi menjadi beberapa tahap yaitu persiapan mengajar, pelakasanaan mengajar, dan evaluasi hasil mengajar. Kegiatan mengajar dilaksanakan setelah konsultasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran kepada Guru Pembimbing terlebih dahulu. Pelaksanaan PPL di kelas XI MIPA 1, XI MIPA 2, XI MIPA 3, XI IPS 1 dan XI IPS 2. Hasil dari pelaksanaan PPL selama kurang lebih satu bulan di SMA Negeri 1 Pakem ini dapat diperoleh hasilnya yaitu berupa penerapan ilmu pengetahuan dan praktik mengajar di bidang Pendidikan Sejarah yang didapatkan selama di bangku perkuliahan. Meskipun demikian, tetap masih ada hambatan dalam pelaksanaan PPL ini. Penyusun berharap supaya hubungan kerjasama antara pihak sekolah dan PL PPL dan PKL UNY tetap terjaga dengan baik

    Model Pembentukan Kultur Akhlak Mulia Siswa Sekolah Menengah Pertama Di Indonesia

    Full text link
    This research was aimed to find a model of culture development of noble characters at several Indonesian schools with sample schools in Java. The data was obtained through interviews, questionnaires, documentation, and FGD. The results showed that a good model should be developed in building cultures of noble characters for junior high school students in Indonesia consisting of the following: Schools should formulate vision, mission, and directions leading to building noble character cultures at school; there were supports with the same perception among school citizens; there was a high consciousness for all school citizens; there was an assertive policy from the headmaster; there were clear and assertive programs and regularity of schools; there were accustoming values of noble characters within daily activities at school both religious and common ones; there were supports from all parties in realizing noble character cultures at school; there were exemplaries from teachers and employees; there was a synergy among three education centres, and there were rewards and punishment
    • …
    corecore