22 research outputs found

    Purple Urine Bag Syndrome

    Get PDF
    Purple Urine Bag Syndrome (PUBS) merupakan kasus yang jarang, namun dapat terjadi pada pasien dengan pemasangan kateter yang berkepanjangan, terutama pada keadaan imobilisasi. Kejadian PUBS dikaitkan dengan diet yang mengandung triptofan, urine yang bersifat alkali, konstipasi dan banyaknya bakteri  yang menghasilkan sulfatase/fosfatase pada urine.  Warna ungu yang terjadi disebabkan oleh  adanya kombinasi  pigmen indigo (warna merah) dan indirubin (warna biru) sebagai hasil metabolisme dari diet yang mengandung triptofan. PUBS biasanya tidak berbahaya namun sering membuat pasien cemas. Tatalaksana PUBS adalah dengan mengganti kateter urin dan pemberian antibiotik yang sesuai.Purple Urine Bag Syndrome (PUBS) merupakan kasus yang jarang, namun dapat terjadi pada pasien dengan pemasangan kateter yang berkepanjangan, terutama pada keadaan imobilisasi. Kejadian PUBS dikaitkan dengan diet yang mengandung triptofan, urine yang bersifat alkali, konstipasi dan banyaknya bakteri  yang menghasilkan sulfatase/fosfatase pada urine.  Warna ungu yang terjadi disebabkan oleh  adanya kombinasi  pigmen indigo (warna merah) dan indirubin (warna biru) sebagai hasil metabolisme dari diet yang mengandung triptofan. PUBS biasanya tidak berbahaya namun sering membuat pasien cemas. Tatalaksana PUBS adalah dengan mengganti kateter urin dan pemberian antibiotik yang sesuai

    Pemilihan Antibiotik pada Infeksi Kaki Diabetes

    Get PDF
    Based on the International Diabetic Federation (IDF), in 2017, the number of people suffering from DM in Indonesia was 10.3 million people, Indonesia was ranked 6th with the highest number of DM patients. Foot ulcers are often the main cause of hospitalization in DM patients, and DM is the main cause of lower extremity amputation in non-traumatic cases. Currently, Indonesia does not yet have a consensus for the management of diabetic foot infections. Management of diabetic foot infections currently uses guidelines from the Infectious Disease Society of America (IDSA) and the International Working Group of Diabetic Foot (IWGDF) for empirical selection of antibiotics. The basic principles of healing diabetic ulcers are adequate arterial perfusion, proper control of infection, and offloading the ulcer area. Empirical selection of antibiotics often coincides with inadequate information regarding microbiological patterns. Choosing an antibiotic with a spectrum that is too narrow will cause pathogens to be overlooked in infections which are often caused by polymicrobial, and cause clinical deterioration in the patient. Unnecessary selection of broad-spectrum antibiotics can contribute to the increasing problem of antibiotic resistance. Mild and moderate infections can be given antibiotics with a narrower spectrum. Severe infections require parenteral administration to reach therapeutic levels immediately

    Virus Penyebab Infeksi pada Otot

    Get PDF
    Otot merupakan massa jaringan lunak terbesar didalam tubuh, yang memiliki peran utama untuk menjaga postural tubuh dan sebagai penggerak. Miositis merupakan peradangan pada otot dan biasanya terjadi nekrosis, disebabkan terutama karena penyebaran dan invasi patogen bakteri atau virus secara hematogen ke otot. Miositis merupakan penyakit yang jarang. Angka kejadian miositis diperkirakan sebesar 50.000-70.000 orang pada tahun 2011 di Amerika Serikat. Virus merupakan penyebab tersering miositis infeksi nonbakteri, miositis viral seringkali memberikan gambaran klinis berupa mialgia, miositis multifokal, dan rhabdomiolisis. Penegakkan diagnosis miositis sangat penting dalam penatalaksanaan kasus, diagnosis dapat ditegakan bila ditemukan pengumpulan cairan radang pada pemeriksaan pencitraan. Uji diagnostik dengan pewarnaan Gram dan Gomori-Grocott methenamine silver (GMS), pemeriksaan histopatologi, kultur, dan pemeriksaan standar untuk virus.Kata Kunci: infeksi virus, miositis, rhabdomiolisi

    Antibiotic effectiveness on biofilm-producing Escherichia coli isolated from catheterized patients

    Get PDF
    Biofilm is one of the factors that facilitate the occurrence of catheter-associated urinary tract infection (CAUTI). Escherichia coli is reported as one of the most dominant bacteria that have virulence factors including biofilm formation. Uropathogenic E. coli (UPEC) shows increasing resistance to several antibiotics. Examination of the antibiotic sensitivity on the biofilm-producing E. coli and its activity on biofilm formation are important for selecting high effectiveness antibiotics which is beneficial for the management of CAUTI patients. A total of 35 E. coli isolates were recultured in the medium of LB agar and blood agar. The isolates were evaluated the sensitivity based on their MIC value to several antibiotics. In addition, the antibiofilm activity of the antibiotics based on their MBIC value was also evaluated. The data obtained were analyzed both descriptively and analytically. Almost the E. coli isolates have good sensitivity to meropenem antibiotics, amoxicillin-clavulanic acid, and Fosfomycin. However, among the evaluated antibiotics, only fosfomycin that showed antibiofilm activity. The different in terms of the resistance phenotype between the urinary isolates and the catheter isolates was observed. However, there were no significantly differences in the MIC value (pMIC=0.522) and the MBIC value (pMBIC = 0.523). In conclusion, the alternatives of antibiotic therapy for the planktonic bacteria are amoxicillin-clavulanic acid and fosfomycin, while for the biofilm bacteria is fosfomycin. A biofilm screening examination on the catheter to improve the effectiveness of therapy management for CAUTI patients is recommended

    Uji Fenotipik Deteksi Enzim ESBL, AmpC dan Karbapenemase pada Bakteri Enterobacteriaceae

    Get PDF
    Organisms that express extended-spectrum β-lactamase (ESBLs) such as Enterobacteriaceae have been increasing for the past forty years. Organisms that express this enzyme can hydrolyze oxyminocephalosporins and monobactam,but can be inhibited using β-lactam inhibitors. There are various types of enzymes that contribute to cephalosporin and monobactam resistances, such as AmpC β-lactamase, and carbapenemase enzymes. Polymerase Chain Reaction (PCR) is an accurate method for detecting ESBL, but this method is a genotypic method that requires a specialized instrument. Therefore there is a need for a phenotypic method to detect ESBL, AmpC and Carbapenemase that can be conducted in various laboratories.  Organisme yang mengekspresikan extended-spectrum β-lactamases (ESBLs) seperti Enterobacteriaceae dilaporkan semakin meningkat selama empat puluh tahun terakhir. Organisme yang meng-ekspresikan enzim ini dapat menghidrolisis oksminosefalosporin dan monobactam, namun dapat dihambat menggunakan β-laktam inhibitor. Terdapat berbagai macam enzim yang berkontribusi dari resistensi sefalosporin dan monobaktam seperti AmpC β-lactamase, dan enzim karbapenemase. Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan metode yang akurat dalam mendeteksi ESBL, tetapi metode ini merupakan metode genotipik yang membutuhkan alat khusus, sehingga masih dibutuhkan metode fenotipik untuk mendeteksi enzim ESBL, AmpC dan Karbapenemase yang dapat dilakukan pada berbagai laboratorium

    Mekanisme Resistensi Acinetobacter baumannii terhadap Antibiotik Golongan Karbapenem

    Get PDF
    Acinetobacter baumannii (A. baumanii) merupakan salah satu spesies Acinetobacter tersering diisolasi dari manusia, dan lebih sering dijumpai pada infeksi nosokomial dibandingkan dengan infeksi di komunitas. Eksistensi bakteri ini di lingkungan terkait dengan keragaman reservoir, kemampuan memperoleh gen pembawa sifat resisten antimikroba, dan sifat resisten terhadap pengeringan. Infeksi disebabkan strain A. baumannii yang resisten terhadap banyak antibiotik tidak mudah dikendalikan dan menjadi permasalahan di berbagai negara. Karbapenem merupakan antibiotik utama yang dipakai untuk mengobati pasien infeksi oleh Acinetobacter sehingga menyebabkan peningkatan resistensi bakteri ini terhadap karbapenem. Mekanisme kerja karbapenem yaitu dengan menghambat polimerisasi dan perlekatan peptidoglikan pada dinding sel. Kurangnya penetrasi obat (mutasi porin dan efflux pumps) dan atau carbapenem-hydrolyzing beta-lactamase enzymes seperti OXA carbapenamases dan metalo-beta-laktamase (MBL) memperantarai terjadinya resistensi karbapenem. Kata Kunci: karbapenem, resistensi antibiotik, Acinetobacter baumanni

    Infeksi dan Pola Kepekaan Stenotrophomonas maltophilia di ICU RS X

    Get PDF
    Infeksi Stenotrophomonas maltophilia dapat terjadi di berbagai organ, namun bakteri ini paling sering ditemukan pada paru. Angka kematian pada pasien dengan infeksi S. maltophilia cukup tinggi, tetapi berkaitan erat dengan kondisi pasien. Bakteri ini memiliki kekebalan intrinsik yang luas, antibiotik yang dapat digunakan lebih terbatas, serta diperlukan pengendalian infeksi yang baik dalam penanganannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data prevalensi S. maltophilia di ICU RS X dan pola kepekaannya. Seluruh sampel yang berasal dari ICU diambil dan jika ditemukan S. maltophilia, maka akan dimasukkan ke dalam studi. Ditemukan seluruh sampel dengan pertumbuhan S. maltophilia berasal dari paru, dengan sebagian besar disertai Pneumonia COVID-19. Prevalensi infeksi paru S. maltophilia 25,31%, dengan mortalitas mencapai 52,94%. Ditemukan kepekaan cotrimoxazole 95% dan levofloxacin 83,33%. Cotrimoxazole dan levofloxacin masih ideal untuk menangani infeksi S. maltophilia dengan tetap menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi yang baik.Infeksi Stenotrophomonas maltophilia dapat terjadi di berbagai organ, namun bakteri ini paling sering ditemukan pada paru. Angka kematian pada pasien dengan infeksi S. maltophilia cukup tinggi, tetapi berkaitan erat dengan kondisi pasien. Bakteri ini memiliki kekebalan intrinsik yang luas, antibiotik yang dapat digunakan lebih terbatas, serta diperlukan pengendalian infeksi yang baik dalam penanganannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data prevalensi S. maltophilia di ICU RS X dan pola kepekaannya. Seluruh sampel yang berasal dari ICU diambil dan jika ditemukan S. maltophilia, maka akan dimasukkan ke dalam studi. Ditemukan seluruh sampel dengan pertumbuhan S. maltophilia berasal dari paru, dengan sebagian besar disertai Pneumonia COVID-19. Prevalensi infeksi paru S. maltophilia 25,31%, dengan mortalitas mencapai 52,94%. Ditemukan kepekaan cotrimoxazole 95% dan levofloxacin 83,33%. Cotrimoxazole dan levofloxacin masih ideal untuk menangani infeksi S. maltophilia dengan tetap menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi yang baik

    Profil Bakteri Patogen dan Kepekaannya pada Pasien Ventilator Associated Pneumonia dengan Infeksi COVID- 19 di Rumah Sakit UKRIDA¬

    Get PDF
    The use of ventilators during the COVID-19 pandemic has increased the incidence of Ventilator-Associated Pneumonia (VAP). This is accompanied by a trend of antibiotic resistance resulting from irrational use. The emergence of multi-drug resistant (MDR) bacteria during the pandemic presents a challenge due to limited antibiotic options. Objective: To determined the pathogenic bacterial profile and antibiotic susceptibility in Ventilator Associated Pneumonia (VAP) patients with COVID-19 infection. Methods: This is a descriptive cross-sectional study with a retrospective approach using secondary data from the medical records of UKRIDA Hospital patients from January 2021 to August 2021. Results: Most of the study sample had characteristics of being male (71.9%), aged 25-64 years (78.1%), overweight (40.6%), and hypertension (40.6%) as the comorbid. Gram-negative bacteria is the pre-dominated bacteria in this study, with Acinetobacter baumannii, Klebsiella pneumoniae, and Stenotrophomonas maltophilia being the most isolated bacteria. Antibiotics such as colistin still showed good susceptibility to Acinetobacter baumannii and Klebsiella pneumoniae, with 75% and 90% sensitivities, respectively. Antibiotics such as linezolid, tigecycline, and gentamicin-synergy still showed (100%) sensitivity to all Gram-positive bacteria. Conclusion: The discovery of MDR bacteria in patients with VAP and the limited availability of susceptible antibiotics highlights the importance of conducting antibiotic resistance surveillance and infection control, especially in the era of COVID-19.Keywords:  antibiotic susceptibility, bacteria profile, COVID-19, VA

    Diagnosis dan Penatalaksanaan Melioidosis

    Get PDF
    AbstrakMelioidosismerupakan penyakit infeksi yang disebabkan akibat kontak dengantanah dan air yang terkontaminasi oleh bakteriBurkholderiapseudomallei. Melioidosis terjadi secara endemik di Australia Utara dan Asia Tenggara. Infeksi dapat terjadi melalui kulit yang terabrasi, inhalasi, dan tertelan. Gejala klinisnya tidak khas, diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan kultur mikroorganisme penyebab. Terapi antibiotika yang tepat dapat menurunkan mortalitas dan mencegah kekambuhan melioidosis. Kata Kunci: Melioidosis, Burkholderia pseudomallei Abstract Melioidosis is an infectious disease caused by contact with soil and water contaminated by the bacterium Burkholderia pseudomallei. Melioidosis occurs endemic in Northern Australia and Southeast Asia. Infections can occur by skin abrasions, inhalation and ingestion. The clinical symptoms are not typical, definitve diagnosis with cultures of microorganisms. Appropriate antibiotic therapy can reduce mortality and prevent recurrence of melioidosis. Key Words: Melioidosis, Burkholderia pseudomalle

    HUBUNGAN ANTARA MARKER INFLAMASI DENGAN MORTALITAS PASIEN COVID-19 DI UNIT PERAWATAN INTENSIF RS UKRIDA PADA TAHUN 2020 – 2021

    Get PDF
    Pandemi Coronavirus disease 2019 (COVID-19) merupakan suatu masalah kesehatan yang tengah berlangsung di lebih dari 200 negara di dunia. Indonesia sendiri melaporkan Pada tahun 2022 jumlah ini meningkat menjadi  158.000 pasien yang meninggal karena COVID-19 di Indonesia. Pada bulan September 2022, Indonesia sendiri melaporkan total kasus sebanyak 6.430.000 kasus dan 158.000 kematian (CFR 2,5%). Saat ini banyak data penelitian mengenai kondisi kritis dan hasil dari perawatan pasien COVID-19, namun masih sedikit diketahui mengenai penanda potensial untuk kondisi kritis pasien. Penelitian ini merupakan penelitian analitis korelasional dengan disain  Retrospektif kohort Study.  Jenis kelamin laki-laki mendominasi perawatan dan mortalitas di ruang intensif COVID-19 dengan mayoritas usia yang dirawat rata-rata  57,75 tahun. Analisis univariat marker inflamasi menunjukkan mayoritas  jumlah leukosit normal , kadar CRP  meningkat, procalcitonin normal, albumin darah menurun dan NLR meningkat.  Analisis bivariat menunjukkan variabel procalcitonin (p= 0,021) mempunyai hubungan signifikan  dengan mortalitas COVID-19.  Sedangkan variabel jumlah leukosit, CRP, Albumin darah, dan NLR tidak berhubungan signifikan dengan mortalitas. Marker inflamasi procalcitonin merupakan  variabel yang paling dominan dengan mortalitas COVID-19   (p=0,021; OR=2,97; 95%CI (1,248-7,098). Marker inflamasi Procalsitonin yang meningkat mempunyai peluang  2,97 kali lebih besar untuk terjadi Mortalitas Covid 19 dibanding pasien dengan kadar procalsitonin normal di Unit Perawatan Intensif RS Ukrida pada tahun 2020-2021.Marker inflamasi prokalsitonin dapat dipertimbangkan sebagai faktor prediktor tingkat keparahan gejala COVID-19 serta memprediksi risiko mortalitas pasien. sehingga para klinisi dapat mempersiapkan kemungkinan hal buruk yang dapat  terjadi pada pasien
    corecore