8 research outputs found

    Sauyunan: Solidaritas Masyarakat dalam Proses Pelaksanaan Tradisi Rempug Tarung Adu Tomat di Kampung Cikareumbi Kabupaten Bandung Barat

    Get PDF
    Penelitian ini dilakukan karena peneliti tertarik dengan adanya solidaritas di antara masyarakat Kampung Cikareumbi yang masih kuat dalam ritual Rempug Tarung Adu Tomat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan kekompakan masyarakat Kampung Cikareumbi dalam melaksanakan tradisi Rempug Tarung Adu Tomat yang dilaksanakan setiap tahun sejak tahun 2011. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan etnografi. Hasil kajian menunjukkan bahwa tradisi Rempug Tarung Adu Tomat merupakan budaya baru sebagai hiburan pada puncak upacara Ruwatan Bumi Hajat Buruan yang sudah berlangsung puluhan tahun. Rempug Tarung Adu Tomat merupakan tradisi khas dan unik yang membuat terkenal Desa Cikareumbi, Desa Cikidang, Kecamatan Lembang

    Bentuk Solidaritas Masyarakat Nelayan di Kelurahan Kesenden

    Get PDF
    This study examines and analyzes the values contained in the tradition of nadran, particularly social values that can form a Community solidarity fishermen in Kelurahan of Kesenden. Analyzing the forms of social solidarity in the community of fishermen in Kelurahan of Kesende the city of Cirebon. This research used a qualitative approach and methods a descriptive analysis for mempaparkan research results. Data collection on this research uses techniques of observation, interview techniques, and study the documentation of a trusted parties. Informant research consists of Pillars of fishermen, the Chairman of Society, Kebayan, the chairman of nadran fishing communities in the region of southern Samadikun The results of this research show that the fishing community solidarity is formed from the existence of a consensus on social values, religious values, such as moral values, the values of truth, beauty and value are believed and trusted by the fishing communities in the nadran tradition, so the shape of the solidarity Community fishermen in the village of kesenden, that is a form of mechanical solidarity

    PERAN ANAK DALAM KONSTRUKSI SOSIAL BUDAYA SUKU BATAK

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan realitas peran anak dalam konstruksi sosial budaya oleh masyarakat suku Batak di tengah kehidupan sosial yang intens dengan beragam suku bangsa di daerah perantauan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena secara keseluruhan hasil dari penelitian ini akan diolah dengan menganalisis perspektif masyarakat secara langsung. Metode yang digunakan pada penelitian ini bersifat deskriptif guna menganalisis fakta dengan interpretasi yang tepat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa  peran anak dalam konstruksi sosial budaya Batak mengalami perubahan jika dianalisis melalui proses dialektika konstruksi sosial. Peran anak dalam keluarga suku Batak sangat kompleks dan sangat erat kaitannya dengan budaya Suku Batak

    Pengaruh Perilaku Active Defending pada Bystander terhadap Pencegahan Bullying (Studi Kasus Siswa SMA di Kota Medan)

    Get PDF
    The issue of bullying has become a serious problem in the world of education. Whereas schools should be places of learning that are safe for students to improve their academic knowledge and social life. There are three central roles involved in bullying events, namely: perpetrator, victim, and eye witness or bystander. Active defending behavior is a type of bystander (witnesses) who takes the role of the victim to help when bullying occurs. The purpose of this study was to measure and determine the effect of active defending behavior on bystanders in preventing bullying among high school students. Explanative quantitative type approach with survey method will be used in this study. The results of this study show that the value of F = 0.730 and the value of Sig 0.849 > 0.05. Then, the results of the data analysis of the value of the coefficient of determination of the independent variable active defending is 0.64 so that it can be stated that active defending has an effect on preventing bullying in students by 6.4% while there are several other things that also affect prevention of bullying in students by 93.6% but not mentioned in the this research. It is hoped that this research can be used as a reference to reduce the problem of bullying in schools by intensifying preventive measure

    Impact of opioid-free analgesia on pain severity and patient satisfaction after discharge from surgery: multispecialty, prospective cohort study in 25 countries

    Get PDF
    Background: Balancing opioid stewardship and the need for adequate analgesia following discharge after surgery is challenging. This study aimed to compare the outcomes for patients discharged with opioid versus opioid-free analgesia after common surgical procedures.Methods: This international, multicentre, prospective cohort study collected data from patients undergoing common acute and elective general surgical, urological, gynaecological, and orthopaedic procedures. The primary outcomes were patient-reported time in severe pain measured on a numerical analogue scale from 0 to 100% and patient-reported satisfaction with pain relief during the first week following discharge. Data were collected by in-hospital chart review and patient telephone interview 1 week after discharge.Results: The study recruited 4273 patients from 144 centres in 25 countries; 1311 patients (30.7%) were prescribed opioid analgesia at discharge. Patients reported being in severe pain for 10 (i.q.r. 1-30)% of the first week after discharge and rated satisfaction with analgesia as 90 (i.q.r. 80-100) of 100. After adjustment for confounders, opioid analgesia on discharge was independently associated with increased pain severity (risk ratio 1.52, 95% c.i. 1.31 to 1.76; P < 0.001) and re-presentation to healthcare providers owing to side-effects of medication (OR 2.38, 95% c.i. 1.36 to 4.17; P = 0.004), but not with satisfaction with analgesia (beta coefficient 0.92, 95% c.i. -1.52 to 3.36; P = 0.468) compared with opioid-free analgesia. Although opioid prescribing varied greatly between high-income and low- and middle-income countries, patient-reported outcomes did not.Conclusion: Opioid analgesia prescription on surgical discharge is associated with a higher risk of re-presentation owing to side-effects of medication and increased patient-reported pain, but not with changes in patient-reported satisfaction. Opioid-free discharge analgesia should be adopted routinely

    HUBUNGAN PERNIKAHAN DINI DAN POTENSI BABY BLUES SYNDROM PADA IBU MUDA

    No full text
    Pernikahan usia dini merupakan pernikahan yang terjadi pada seorang anak di bawah umur 19 tahun. Di Indonesia fenomena pernikahan dini bukan hal yang baru, bahkan pernikahan dini sering kali disebut sebagai sebuah tradisi oleh masyarakat. Dari data BPS pada tahun 2022 sebanyak 19,24% anak muda di Indonesia yang berusia 16-18 mencatatkan pernikahnnya. Kurangnya pengetahuan mengenai resiko dari pernikahan dini mengakibatkan tingkat pernikahan dini di Indonesia tinggi. Sebagian masyarakat tidak mengetahui tentang resiko yang terjadi saat melakukan pernikahan dini terutama yang akan di alami oleh perempuan. Salah satu resiko pernikahan dini yang dialami oleh perempuan adalah depresi atau stress yang dapat berpotensi mengalami baby blues syndrom saat memiliki anak.  Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara menikah dini terhadap potensi baby blues syndrom yang terjadi pada perempuan pasca melahirkan. Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.  Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 3 orang yang dipilih secara purposive sampling dengan kriteria perempuan yang menikah di bawah 19 tahun dan pernah mengalami baby blues syndrom. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara yang kemudian hasilnya dianalisi melalui deskriptif kualitatif.  Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang menikah pada usia muda memiliki potensi yang lebih tinggi untuk mengalami Baby blues syndrome. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi hubungan antara pernikahan dini dan Baby blues syndrome adalah kurangnya kesiapan menjadi seorang ibu atau kurang kesiapan dari segi psikis. Ada pun faktor pendukung lainnya seperti finansial dan dukungan sosial yang kurang

    FENOMENA PERCERAIAN PADA AKTOR PERNIKAHAN DINI DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL FUNGSIONAL

    No full text
    Perceraian menjadi salah satu persoalan yang berpengaruh terhadap aspek kehidupan sosial lainnya. Salah satu faktor yang melatarbelakangi terjadinya perceraian adalah pernikahan dini. Pernikahan dini pada umumnya dilakukan oleh pasangan muda yang belum siap secara mental dan fisik dalam membangun rumah tangga yang berkualitas. Teori struktural fungsional memiliki perspektif terkait persoalan perceraian yang terjadi pada aktor pernikahan dini. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menelisik serta memaparkan fenomena perceraian pada kasus pernikahan dini berdasarkan teori struktural fungsional. Metode yang digunakan pada penelitian ini merupakan studi literatur, yaitu proses memilih, membaca, mencatat serta mengumpulkan referensi yang relevan dengan topik kajian sebagai sumber data. Hasil kajian menyatakan bahwa hingga saat ini, perceraian menjadi salah satu permasalahan yang cukup krusial mengingat dampak negatif yang ditimbulkan pasca perceraian sangat kompleks, terlebih pada kasus perceraian yang terjadi pada aktor yang sebelumnya menjalani pernikahan muda. Teori struktural fungsional memandang bahwa perceraian terjadi karena adanya ketidakseimbangan dalam keluarga. Selain itu, pernikahan dini berpotensi terjadinya perceraian yang lebih tinggi dikarenakan kurangnya kesiapan individu, sehingga ketidakstabilan dalam keluarga lebih sering terjadi yang dalam hal ini pernikahan dini rentan mengalami perceraian. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan pernikahan yang harmonis berdasarkan perspektif stuktural fungsional, diperlukan adanya keseimbangan sistem untuk mencapai tujuan tersebut

    Analisis Pemberdayaan Masyarakat: Studi Komparatif Gerakan Ayo Kita Peduli dan Pusat Kesejahteraan Sosial

    Get PDF
    Poverty alleviation has become one of Indonesia's Sustainable Development Goals (SDGs) targets to be achieved by 2030, with poverty placed as a primary focus in national development. This study aims to compare the empowerment processes undertaken by  “Gerakan Ayo Kita Peduli “ and  “Pusat Kesejahteraan Sosial “ (Social Welfare Center, Puskesos) in Husein Sasatranegara, Bandung. The research employs a qualitative approach with a comparative model. The findings indicate that  “Gerakan Ayo Kita Peduli “ is more effective in providing empowerment due to its targeting of priority groups such as the elderly, orphans, and micro, small, and medium-sized enterprise (UMKM) practitioners. The program also enhances community capacity through the establishment of  “Tokopeduli. “ On the other hand,  “Puskesos “ carries out planned activities through neighborhood deliberations (musyawarah kelurahan), but it has not effectively improved living standards due to limited human resources. Both initiatives can conduct evaluations and implement improvements to achieve more effective empowerment.  “Gerakan Ayo Kita Peduli “ should strengthen the educational aspect, while  “Puskesos “ should enhance collaboration and community involvement. Abstrak Pengentasan kemiskinan telah menjadi salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs) yang diupayakan Indonesia untuk dicapai pada tahun 2030 dengan menempatkan kemiskinan sebagai perhatian utama dalam pembangunan nasional. Kajian ini bertujuan untuk membandingkan proses pemberdayaan yang dilakukan oleh Gerakan Ayo Kita Peduli dan Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos) di Kelurahan Husein Sasatranegara, Bandung. Kajian ini menggunakan metode kualitatif dengan model komparatif. Kajian ini menunjukkan bahwa Gerakan Ayo Kita Peduli lebih optimal dalam memberikan pemberdayaan karena menyasar kelompok prioritas seperti lansia, yatim dhuafa, dan penggiat UMKM. Program ini juga meningkatkan kapasitas masyarakat dengan pembentukan Tokopeduli. Puskesos juga memiliki kegiatan terencana melalui musyawarah kelurahan, namun belum efektif meningkatkan taraf hidup karena keterbatasan sumber daya manusia. Keduanya dapat melakukan evaluasi dan perbaikan untuk mencapai pemberdayaan yang lebih efektif. Gerakan Ayo Kita Peduli perkuat aspek pendidikan, sementara Puskesos tingkatkan kolaborasi dan keterlibatan masyarakat
    corecore