1,783 research outputs found

    Aplikasi Perhitungan Harga Pokok Produksi dan Penentuan Harga Jual Mebel Berbasis Web Menggunakan Metode Job Order Costing (Studi Kasus di Pandawa Mebel, Bojongsoang, Kab Bandung)

    Get PDF
    Pandawa Mebel merupakan perusahaan manufaktur yang awal nya mengubah bahan mentah menjadi barang jadi, baru kemudian di jual kepada pelanggan. Pandawa Mebel berada di Jl Bojongsoang No 17 Kab. Bandung. Sistem yang di pakai oleh pandawa mebel ini berupa sistem pemesanan, maksud dari sistem pemesanan ini adalah pelanggan datang ke Pandawa Mebel dan melakukan pesanan yang diinginkan terlebih dahulu. Pelanggan bisa memilih kayu apa yang cocok untuk pesanan tersebut dan baru akan di produksi setelah pelanggan memilih kayu. Sebagai perusahaan manufaktur yang melakukan kegiatan produksi, maka diperlukan perhitungan mengenai seluruh biaya-biaya produksi, seperti menghitung biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya bahan penolong. Dengan menghitung biaya produksi maka seperti laporan harga pokok produksi perbulan nya, jurnal umum, dan buku besar untuk mencatat kegiatan selama produksi serta membuat kartu harga pokok pesanan dan menghitung berapa harga jual produk. Kartu harga pokok pesanan ini merupakan pengumpulan biaya produksi untuk menentukan harga pokok produk pada saat perusahaan yang menghasilkan atas dasar pesanan dan bertujuan untuk menentukan harga pokok produksi dari setiap pesanan baik harga pokok secara keseluruhan dari tiap tiap pesanan maupun untuk persatuan pesanan, mulai dari bahan baku, upah tenaga kerja, dan biaya bahan penolong. Pembuatan aplikasi ini menggunakan metode pengembangan berbasis objek. Proses pengembangan menggunakan Software Development Life Cycle (SDLC) dengan menggunakan model Waterfall. Tahap pembuatan kode program menggunakan Framework CodeIgniter dengan bahasa PHP. Kata Kunci : Pesanan, Harga Pokok Produksi, Kartu Harga Pokok Pesanan, CodeIgnite

    Sistem Pembelajaran Berbasis Terknologi Informasi dan Komunikasi

    Get PDF
    Sistem pembelajaran yang terorganisir merupakan perpaduan yang meliputi unsur manusia, materi, fasilitas, peralatan, dan prosedur yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Elemen manusia dalam sistem pembelajarannya adalah mahasiswa, guru, dosen, pustakawan, laboratoriun, administrasi personal serta pihak-pihak yang mendukung keberhasilan proses pembelajaran. Informasi dan teknologi komunikasi merupakan hasil rekayasa manusia terhadap proses informasi dan proses penyampaian pesan(gagasan) dari satu pihak ke pihak yang lain yang mengakibatkan dalam distribusi yang lebih cepat, lebih luas, dan penyimpanan yang lebih lama. Untuk dapat memanfaatkan TIK untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, ada tiga hal yang harus di wujudkan yaitu : (1) siswa dan guru harus memiliki akses keteknologi digital dan internet dikelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru. (2) harus tersedia materi kualitas, dukungan bermakna dan budaya bagi siswa dan guru. (3) guru harus memiliki pengertahuan dan keterampilan dalam menggunakan alat dan sumber daya digital untuk membantu siswa mencapai standar akademik. Tuntutan pembelajaran kedepan harus terbuka, dua arah, beragam, multi disiplin dan terkait dengan produktivitas kerja``pada saat itu`` dan kompetitif. Teknologi informasi dan komunikasi yang murah dan mudah akan menghilangkan keterbatasan ruang dan waktu yang selama ini membatasi dunia pendidikan. Pada saat ini banyak dampak yang terjadi akibat perkembangan IT jika disikapi secara positif mampu memberikan dampak positif, namun jika ditanggapi negatif dan mungkin akan terpengaruh secara negatif

    Comparison between the Use of LMAâ„¢ and SLIPAâ„¢ in Patients Undergoing Minor Surgeries.

    Get PDF
    Supraglottic airway devices have been used as safe alternatives to endotracheal intubation in appropriate types of surgery. This was a prospective, randomised, single blind study comparing the use of LMAâ„¢ and SLIPAâ„¢ in terms of ease of insertion, haemodynamic changes and occurrence of adverse effects (e.g. blood stains on the device upon removal and sore throat). A total of 62 ASA I or II patients, aged between 18 to 70 years were recruited for this study. Patients were randomised into two groups; LMAâ„¢ and SLIPAâ„¢ group. Following induction of anaesthesia, an appropriate sized LMAâ„¢ or SLIPAâ„¢ was inserted after ensuring adequate depth of anaesthesia. Anaesthesia was maintained with oxygen, nitrous oxide and sevoflurane. The ease of insertion was graded and haemodynamic changes were recorded at 2 minute intervals up to 10 minutes after insertion of the airway devices. The presence of blood stains upon airway device removal at the end of surgery and incidence of sore throat was also recorded. No difficult insertion was experienced in either of these devices. Insertion was either easy [LMAâ„¢ 87.1% versus SLIPAâ„¢ 80.6% (p = 0.49)] or moderate [LMAâ„¢ 12.9% versus SLIPAâ„¢ 19.4% (p = 0.16)]. Throughout the study period, the haemodynamic changes that occurred in both groups were not statistically different. Traces of blood were noted on the surface of the device in 9.7% of patients in the SLIPAâ„¢ group versus 6.5% of patients in the LMAâ„¢ group. The incidence of sore throat was recorded in 12.9% versus 19.4% of patients in the SLIPAâ„¢ and the LMAâ„¢ groups respectively. These findings were not statistically significant. In conclusion, this study showed no significant differences between the use of LMAâ„¢ and SLIPAâ„¢ in terms of ease of insertion, haemodynamic changes and adverse effects in patients undergoing minor surgical procedures

    ANALISIS YURIDIS TENTANG PENGHENTIAN TINDAKAN MEDIS TERHADAP PASIEN TERMINAL DALAM KONTEKS TINDAK PIDANA EUTHANASIA

    Get PDF
    ABSTRAK Euthanasia dapat diartikan sebagai suatu perbuatan atau tindakan untuk mengakhiri penderitaan yang dialami seseorang yang sakit dengan cara mempercepat kematiannya. Dalam beberapa kasus pasien dengan kondisi terminal seringkali terjadi praktek penghentian tindakan medis oleh keluarga pasien. Mengenai penghentikan tindakan medis terhadap pasien terminal ini apakah bisa dikategorikan sebagai euthanasia, baik yang bersifat pasif maupun yang bersifat aktif. karena Undang-Undang Kesehatan Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ataupun dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tidak memberikan aturan yang jelas terkait dengan persoalan tersebut. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1) Apakah setiap perbuatan penghentian tindakan medis terhadap pasien terminal dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana euthanasia? 2) Bagaimana tanggungjawab hukum dokter terhadap penghentian tindakan medis pada pasien terminal? Penelitian ini menggunakan metode yuridis sosiologis. Penghentian tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien dengan kondisi terminal tidak bisa kemudian dikategorikan sebagai tindak pidana euthanasia baik itu dalam konteks euthanasia aktif maupun euthanasia pasif. Hal ini disebabkan karena dalam kasus penghentian tindakan medis pada pasien terminal, tindakan penghentian perawatan sering dilakukan atas permintaan oleh keluarga pasien. Sedangkan yang namanya tindak pidana euthanasia itu adalah perbuatan yang dilakukan seorang dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang dilakukan atas inisiatifnya sendiri yang bertujuan untuk mengakhiri hidup seorang pasien dengan tujuan mengakhiri penderitaan pasien. Dokter yang dihadapkan pada kepentingan hukum pasien atau keluarganya yang menginginkan untuk menghentikan tindakan medis terhadap pasien, oleh karena itu dokter tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana karena persetujuan pasien atau keluarganya menjadi dasar penghapus pidana bagi dokter. Sehubungan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dapat diketahui bahwa tanggung jawab dokter terhadap penghentian tindakan medis pada pasien telah dialihkan kepada yang membatalkan atau mengentikan tindakan medis. Kata Kunci: Euthanasia, Pertanggungjawaban Pidan

    Analisis Kebijakan Pendidikan Keluarga Dalam Memantapkan Perilaku Moral Anak Di Kabupaten Aceh Tengah

    Get PDF
    : Children's moral behavior is influenced by formal and non-formal education. The system of education is also influenced by educational policy. Formulation, implementation of educational policy needs to be evaluated for being appropriate to the objective of education. This research aimed to find out the implementation of educational policy, which included: 1) Program of family education, 2) Implementation of educational policy, and 3) Educational obstacles for improving children's moral behavior in Aceh Tengah District. The research used a descriptive method with a qualitative approach. Data collection techniques were conducted through interview, documentation and observation. The subjects of research were Head of Education Ministry in Aceh Tengah District and society figure. From the research results, it was found that there was no one of government policy which was established into regional government regulations (qanun) about children's moral education, and many family education programs were still run based on parents experience by generation to generation. For children's moral education out of school time, a regional government issued appeals of reading Al Quran after magrib and activating communal Quran reading. The obstacles of family education in Aceh Tengah were that unequal parental education and weak economy so that children's development was given over to education institutions. There were no programmed, detailed socialization and society mapping,and the role of society in educating a generation had already been decreased since it was oriented materials. It is recommended that a program of family education about children's moral should be formulated to be a regional policy by involving all stakeholders

    HUBUNGAN ANTARA HARDINESS DENGAN STRES PADA ATLET PELAJAR BELADIRI KOTA BLITAR

    Get PDF
    Abstrak Atlet pelajar beladiri memiliki beragam tugas dan tuntutan untuk berprestasi dalam bidang olahraga, serta dituntut untuk menyeimbangkan kewajiban dalam akademik. Latihan jangka panjang, potensi cedera yang lebih besar, memperoleh prestasi, mengerjakan tugas, dan mendapatkan nilai yang bagus merupakan beberapa kondisi yang dapat berpotensi menyebabkan stres atlet pelajar. Sehingga diperlukan faktor protektif dalam menghadapi kondisi yang dapat menimbulkan stres, salah satunya dengan memiliki hardiness. Penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat adanya keterkaitan atau hubungan antara hardiness dengan stres pada atlet pelajar beladiri Kota Blitar. Metode penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif korelasional. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 95 atlet pelajar beladiri, penelitian ini dilakukan di Kota Blitar dengan melibatkan responden sebanyak 65 atlet pelajar beladiri. Peneliti menggunakan teknik analisa data dengan teknik korelasi pearson product moment yang memperoleh nilai korelasi sebesar -0,292 dengan nilai signifikansi 0,018. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi hardiness maka akan semakin rendah stres, sebaliknya semakin rendah hardiness maka akan semakin tinggi stres. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan atau hubungan yang tidak terlalu kuat antara hardiness dengan stres pada atlet beladiri Kota Blitar. Hardiness dalam penelitian ini memberikan sumbangan sebesar 8,5% terhadap stres dan 91,5% stres dipengaruhi oleh faktor lainnya. Kata Kunci: Hardiness, Stres, Atlet Pelajar, Beladiri   Abstract Martial arts student athletes have a variety of tasks and demands to achievement in sports, and are required to balance academic duty. Long-term training, potential for injury, getting achievements, doing assignments, and getting good grades are some of the conditions that can potentially cause stress for student athletes. So that protective factors are needed in dealing with conditions that can cause stress, one of which is having hardiness. This study has a purpose to see the relationship between.hardiness with.stress. The research method used is correlational quantitative. The population in this study was 95 student martial arts athletes, this research was conducted in Blitar by involving 65 student martial arts athletes as respondents. The data analysis technique used in this study is the Pearson product moment correlation technique which obtained a correlation value of -0.292 with a significance value of 0.018. These results indicate that the higher the hardiness, the lower the stress, conversely the lower the hardiness, the higher the stress. Researchers used data analysis techniques with the pearson product moment correleation which obtained a correlation value 0f -0.292 with a significance value is 0,018. Hardiness in this study contributed 8.5% to stress and 91.5% stress was influenced by other factors. Keywords: Hardiness, Stress, Student Athlete, Martial Art

    Drug Related Problems (DRPs) pada Pengobatan Pasien Pediatri Penderita Epilepsi di Poliklinik Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang

    Get PDF
    Obat antiepilepsi (OAE) adalah perawatan utama dalam pengelolaan epilepsi. Pasien penderita epilepsi biasanya membutuhkan terapi obat antiepilepsi jangka panjang sehingga dapat menyebabkan risiko terjadinya drug related problems jika tidak digunakan dengan tepat. Drug Related Problems (DRPs) adalah suatu yang melibatkan terapi obat yang berpotensi mengganggu hasil klinis yang diinginkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan persentase kejadian drug related problems (DRPs) pada pengobatan pasien pediatri penderita epilepsi. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan mengambil data rekam medis pasien pediatri di Poliklinik Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 2019 – 2020 secara retrospektif. Kriteria inklusi penelitian ini adalah pasien pediatri (usia 0 bulan – 16 tahun) penderita epilepsi dengan atau tanpa penyakit penyerta lainnya dan mendapatkan pengobatan epilepsi di Poliklinik Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 2019 – 2020. Jumlah pasien yang masuk ke dalam kriteria inklusi sebanyak 38 pasien dengan total 243 kunjungan. Berdasarkan hasil penelitian, dari 243 kunjungan terdapat 65 kunjungan (26,75%) yang mengalami DRPs yang meliputi dosis obat kurang (52%), dosis obat lebih (37,33%), pemilihan obat yang tidak tepat (9,33%), indikasi tanpa terapi (1,33%), dan terapi tanpa indikasi (0%)

    Politike opismenjevanja v jugovzhodni Aziji: primerjjalna raziskava med Singapurjem, Malezijo in Indonezijo

    Full text link
    This study starts with two questions: why is the literacy of 15-year-old Indonesian students low, and how does this compare with other countries? This study aimed to examine the literacy policies in Singapore, Malaysia, and Indonesia and discuss the strategic policies to improve literacy in each country. The qualitative comparative research method was employed to acquire a comprehensive understanding of the literacy policies in these three countries. According to the findings, Singapore, Malaysia, and Indonesia each have distinct literacy policy trends. The context of each country’s education system and language affects the government’s literacy policies: Singapore emphasises industrialisation; Malaysia refers to its multi-ethnic life; Indonesia reflects the 2013 curriculum. Meanwhile, the National Library Board (NLB; Singapore), the Malaysian National Literacy Agency (Malaysia), the Language and Book Development Agency, as well as the Archive and Library Agency (Indonesia) contribute to the implementation and commitment of these literacy policies. As part of their programme implementation, each institution has a literacy activity. (DIPF/Orig.
    • …
    corecore