5 research outputs found

    Assessment of Infrastructures Assets Induced by Water Level Fluctuation along the Bengawan Solo River

    Get PDF
    The stability of infrastructure along river channel, such as bridges and embankments, is paramount to continuing service and public safety, and therefore, is essential consideration in the design, construction and maintenance. During the design process, infrastructure stability is often assumed to be static, and considered by implementing a safety factor which is produced by an analysis of extreme condition. However, this has failed to consider the variability of natural factors and importantly, the escalating threat of extreme environmental condition, induced by global climate change. This assumption should, therefore, be revisited for developing a more resilient design and maintenance regime. To demonstrate the changing infrastructure stability, an assessment of safety factor of river embankment and bridge foundation as nearby infrastructures along Bengawan Solo River’s channel and estuary is presented. This was undertaken to determine the impact of water level fluctuation during two extreme conditions during dry and rainy seasons in several critical locations. The river characteristics (i.e. morphology, water fluctuations, velocity, and sub-soil characteristics), embankment conditions and bridge pile foundation were investigated in-situ to assess the change of safety factor. The laboratory investigation focused on river and embankment characteristics including the analysis of the drying-wetting conditions. In-situ and laboratory investigations found an extreme condition which the infrastructures are subjected into, where the water level and flow velocity were 3 m and 0.04 - 0.27 m/s during dry season; and 10 m and 0.46 - 0.84 m/s during rainy season. Furthermore, from the analysis, it can be concluded that certain areas in the river do not meet the minimum requirements for bridge foundation and embankment stability

    Deteksi Persebaran Air Lindi Menggunakan Inversi VLF-EM Studi Kasus TPA Ngipik

    Get PDF
    Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ngipik menggunakan sistem Openg Dumping, sehingga dengan sistem ini akan menyebabkan pencemaran lingkungan salah satunya melalui air lindi yang dihasilkan dari sampah. Telah dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi air lindi menggunakan metode Inversi VLF-EM. Dari hasil pengolahan data VLF menggunakan inversi diperoleh nilai resistivitas daerah yang teridentifikasi adanya air lindi berkisar 1.6-2.5 yang sudah tersebar hingga kedalaman 15 m. Hal ini mengidentifikasikan bahwa air lindi sudah tersebar di Area TPA Ngipi

    Interpretasi Filter Fraser dan Karous-Hjelt Pada Data VLF-EM Untuk Mengidentifikasi Air Lindi di Area TPA Ngipik

    Get PDF
    Telah dilakukan penelitian untuk mendeteksi keberadaan air lindi dengan metode VLF  dimana pengolahan data yang dilakukan menggunakan Filter Fraser dan Karous-Hjlet. Hasil filter Fraser menghasilkan perpotongan grafik Inphase dan Quadrature yang mana anomali dapat dilihat jika grafik tersebut berpotongan pada saat Inphase negatif dan Quadrature positif sedangkan hasil Filter Karous-Hjelt menghasilkan penampang 2 dimensi dengan parameter rapat arus. Dari hasil penelitian diperoleh keberadaan air lindi  ditunjukkan oleh adanya anomali konduktif pada lintasan 1 berada pada posisi 75-125m, 140-160m dan 210-230m, untuk Lintasan 2 berada pada posisi 20-25 m dan 75-135 m, sedangkan  Lintasan 3 berada pada posisi 20-50m, 75-170 m dan 210-250 m. Hasil Filter Fraser dan Karous-Hjelt bisa digunakan untuk mendeteksi keberadaan air lindi yang diinterpretasi secara kualitatif dengan adanya  anomali yang bersifat konduktif, namun hanya bisa melihat anomali secara lateral (horizontal

    Interpretasi Filter Fraser dan Karous-Hjelt pada Data VLF-EM untuk Mengidentifikasi Air Lindi di Area TPA Ngipik

    Full text link
    Telah dilakukan penelitian untuk mendeteksi keberadaan air lindi dengan metode VLF dimana pengolahan data yang dilakukan menggunakan Filter Fraser dan Karous-Hjlet. Hasil filter Fraser menghasilkan perpotongan grafik Inphase dan Quadrature yang mana anomali dapat dilihat jika grafik tersebut berpotongan pada saat Inphase negatif dan Quadrature positif sedangkan hasil Filter Karous-Hjelt menghasilkan penampang 2 dimensi dengan parameter rapat arus. Dari hasil penelitian diperoleh keberadaan air lindi ditunjukkan oleh adanya anomali konduktif pada lintasan 1 berada pada posisi 75-125m, 140-160m dan 210-230m, untuk Lintasan 2 berada pada posisi 20-25 m dan 75-135 m, sedangkan Lintasan 3 berada pada posisi 20-50m, 75-170 m dan 210-250 m. Hasil Filter Fraser dan Karous-Hjelt bisa digunakan untuk mendeteksi keberadaan air lindi yang diinterpretasi secara kualitatif dengan adanya anomali yang bersifat konduktif, namun hanya bisa melihat anomali secara lateral (horizontal
    corecore