5 research outputs found

    Analisis Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Anak Sipil di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas I Kutoarjo

    Get PDF
    Pemenuhan hak atas pendidikan adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap orang dalam memperoleh pendidikan karena pada pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 menyatakan yang menentukan, tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Hak pendidikan tersebut termasuk juga untuk Anak Didik Permasyarakatan (ANDIKPAS). Anak tersebut salah satunya adalah Anak Sipil, yaitu anak yang tidak mampu lagi didik oleh orang tua, wali, / atau orang tua asuhnya dan karenanya atas penetapan pengadilan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak untuk didik dan dibina sebagaimana mestinya sehingga akan menentukan berhasil tidaknya ia kembali ke dalam masyarakat. Salah satu fungsi Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) adalah Pembinaan yang meliputi pendidikan, pengasuhan, pengentasan dan pelatihan keterampilan, serta layanan informasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemenuhan hak pendidikan anak sipil di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kutoarjo. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian dilakukan dengan metode yuridis sosiologis yaitu dilakukan berdasarkan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Permasalahan tersebut dapat diakibatkan oleh tindakan yang dilakukan manusia dan pelakanaan hukum oleh lembaga sosial. Proses Pelaksanaan Pemenuhan Hak Pendidikan Anak Sipil sama dengan Anak Pidana dan Anak Negara sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dari menyiapkan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar sampai membuat laporan kegiatan belajar mengajar, tetapi karena adanya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia Tahun 2020 Tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid 19 Anak Sipil dan Anak Negara dipulangkan. Tanggung jawab pemenuhan pendidikan bagi anak sipil menjadi tanggung jawab orang tua

    Population Status of a Cryptic Top Predator: An Island-Wide Assessment of Tigers in Sumatran Rainforests

    Get PDF
    Large carnivores living in tropical rainforests are under immense pressure from the rapid conversion of their habitat. In response, millions of dollars are spent on conserving these species. However, the cost-effectiveness of such investments is poorly understood and this is largely because the requisite population estimates are difficult to achieve at appropriate spatial scales for these secretive species. Here, we apply a robust detection/non-detection sampling technique to produce the first reliable population metric (occupancy) for a critically endangered large carnivore; the Sumatran tiger (Panthera tigris sumatrae). From 2007–2009, seven landscapes were surveyed through 13,511 km of transects in 394 grid cells (17×17 km). Tiger sign was detected in 206 cells, producing a naive estimate of 0.52. However, after controlling for an unequal detection probability (where p = 0.13±0.017; ±S.E.), the estimated tiger occupancy was 0.72±0.048. Whilst the Sumatra-wide survey results gives cause for optimism, a significant negative correlation between occupancy and recent deforestation was found. For example, the Northern Riau landscape had an average deforestation rate of 9.8%/yr and by far the lowest occupancy (0.33±0.055). Our results highlight the key tiger areas in need of protection and have led to one area (Leuser-Ulu Masen) being upgraded as a ‘global priority’ for wild tiger conservation. However, Sumatra has one of the highest global deforestation rates and the two largest tiger landscapes identified in this study will become highly fragmented if their respective proposed roads networks are approved. Thus, it is vital that the Indonesian government tackles these threats, e.g. through improved land-use planning, if it is to succeed in meeting its ambitious National Tiger Recovery Plan targets of doubling the number of Sumatran tigers by 2022

    Summary of Sumatra-wide field survey effort for each landscape.

    No full text
    <p>*I = global priority; II = regional priority; III = long-term priority.</p>1<p>Kerinci Seblat National Park and Batang Hari Protection Forest and their surrounding forests.</p>2<p>Bukit Barisan Selatan National Park and Bukit Balai Rejang Selatan.</p>3<p>Pasir Pangaraian, Giam Siak, Duri, Balaraja, Tapung.</p>4<p>Tesso Nilo, Bukit Bungkuk, Bukit Rimbang-Baling, Bukit Batabuh, Bukit Tigapuluh, Kerumutan.</p>5<p>Dangku, Bukit Duabelas, Berbak.</p
    corecore