22 research outputs found

    SIFAT MEKANIK BIOKOMPOSIT POLIPROPILENA DAUR ULANG MENGGUNAKAN SERAT ALANG-ALANG (Imperata cylindrica)

    Get PDF
    Synthesized and characterization of biocomposites from recycle polypropylene  with alang-alang (Imperata cylindrica) as reinforcement have been done. Biocomposites was made by mixing biomass with recycle polypropylene in various amount of alang-alang  (0%, 10%, 20%, and 30%). The materials were characterized by FTIR spectroscopy (Fourier Transform Infrared) and SEM (Scanning Electron Microscopy). The physical and mechanical properties of the biocomposite materials were tested in material density, water content, porosity, modulus of elasticity (MOE) and modulus of rupture (MOR). The results was showed that the biocomposites with  alang-alang as reonforcement have better properties than their constituent materials. Biocomposites with 10% of alang-alang  showed the best physical and mechanical properties with value of MOE and MOR are  8818,34 kg/cm2 and 126,98 kg/cm2.Keywords : biocomposites, alang-alang, polypropylen

    Monte Carlo Simulation to Test the Effectiveness of Crystal Detector Length for PHITS-Based PET Modality

    Get PDF
    PET (Positron-emission tomography) is used to determine physiological and metabolic functions in the body. Monte Carlo simulation is an important part of PET imaging, and the Particle Heavy Ion Transport code System (PHITS) is a simulation platform that can be used to perform Monte Carlo simulations. This study uses a Monte Carlo simulation based on PHITS to determine the range of gamma absorption with an energy of 511 keV in a scintillation detector crystal material. The gamma absorption range determines the effective crystal length in the PET modality. The simulation process is carried out by shooting Gamma at various types of materials, which are the materials used in PET scintillation crystals. The materials used in this simulation are NaI (Sodium Iodide), BaF2 (Barium Florida), BGO (Bismuth Germanate), and GSO (Gadolinium Oxyorthosilicate), considering their atomic number and crystal density. The crystal material is capable of absorbing gamma radiation with an energy of 511 keV with detailed crystal lengths for each NaI crystal of 0.26 cm; 0.25 cm BaF2 crystals; 0.1cm BGO crystals; and 0.18 cm GSO crystals. The crystal length from this simulation is smaller than the commercially available crystal length (range 1-3 cm). Based on the crystal length data, the most effective crystal for absorbing gamma radiation is the BGO crystal

    Monte Carlo Simulation to Test the Effectiveness of Crystal Detector Length for PHITS-Based PET Modality

    Get PDF
    PET (Positron-emission tomography) is used to determine physiological and metabolic functions in the body. Monte Carlo simulation is an important part of PET imaging, and the Particle Heavy Ion Transport code System (PHITS) is a simulation platform that can be used to perform Monte Carlo simulations. This study uses a Monte Carlo simulation based on PHITS to determine the range of gamma absorption with an energy of 511 keV in a scintillation detector crystal material. The gamma absorption range determines the effective crystal length in the PET modality. The simulation process is carried out by shooting Gamma at various types of materials, which are the materials used in PET scintillation crystals. The materials used in this simulation are NaI (Sodium Iodide), BaF2 (Barium Florida), BGO (Bismuth Germanate), and GSO (Gadolinium Oxyorthosilicate), considering their atomic number and crystal density. The crystal material is capable of absorbing gamma radiation with an energy of 511 keV with detailed crystal lengths for each NaI crystal of 0.26 cm; 0.25 cm BaF2 crystals; 0.1cm BGO crystals; and 0.18 cm GSO crystals. The crystal length from this simulation is smaller than the commercially available crystal length (range 1-3 cm). Based on the crystal length data, the most effective crystal for absorbing gamma radiation is the BGO crystal

    Modifikasi Klorofil Gulma Purun Tikus (e. Dulcis) Sebagai Kandidat Photosensitizer Baru Untuk Aplikasi Terapi Fotodinamik Laser Pada Sel Kanker

    Get PDF
    Pengobatan kanker saat ini diarahkan pada metode yang minimal invasif, salah satu contoh metode minimal invasif adalah teknik spektroskopi optik dan photodynamic therapy (PDT) laser. PDT memerlukan komponen photosensitizer, sumber foton dan oksigen, salah satu photosensitizer adalah klorofil. Tanaman yang dapat menghasilkan klorofil yang cukup banyak dan tidak mengganggu keperluan manusia adalah purun tikus (E. dulcis) karena tumbuhan tersebut merupakan gulma. Kandungan klorofil total purun tikus dengan spektrofotometri adalah 2,673 mg/g paling besar dibandingan dengan gulma yang lain yang telah di lakukan pengukuran. Kendala penerapan klorofil sebagai photosensitizer adalah rendahnya kestabilan karena klorofil memiliki ikatan rangkap, sehingga diperlukan modifikasi untuk mendapatkan klorofil stabil, Metode modifikasi klorofil yang memungkinkan untuk disintesis lebih sederhana dan dapat meningkatkan kestabilan yaitu coating. Penelitian ini bertujuan untuk (a) mendapatkan persentase kemurnian ekstrak klorofil purun tikus yang tinggi dengan panjang gelombang absorbsi kuat antara 630 – 800 nm. (b) desain klorofil murni yang termodifikasi albumin merupakan pengembangan photosensitizer baru sehingga memberikan kontribusi bagi pengembangan biomaterial khususnya bahan terapi. (c) Mendapatkan photosensitizer dengan nilai quantum yield tinggi, extinction cooficient 50.000 – 100.000 /M cm, toksisitas rendah, komposisi kimia diketahui, dan mudah di produksi. (d) mendapatkan data ilmiah peningkatan inaktivasi sel kanker MCF7 dan T47D secara invitro dengan photosensitizer klorofil ekstrak, isolat dan termodifikasi serta (e) mendapatkan mekanisme inaktivasi sel kanker dan fase-fase kematian sel serta interaksi kimia dan fisika karena proses PDT dengan photosensitizer. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi ekstraksi, isolasi , modifikasi dengan albumin dengan metode coating dan diuji secara invitro dengan sel kanker, toksisitas dan apoptosisnya serta kestabilan produk. Dari hasil penelitian ini didapatkan photosensitizer yang diperoleh dari klorofil purun tikus (eleocharis dulcis) adalah Photosensitizer yang diperoleh dari klorofil purun tikus (eleocharis dulcis) adalah ekstrak, isolat dan klorofil coating albumin dengan persentase kemurnian sampai dengan 96%, panjang gelombang absorbsi maksimum berada pada 658 nm dan quantum yield nya 0,95 - 0,99 dan koefisien ekstingsi antara 31900 – 36500 L/gcm, nilai ini telah memenuhi persyaratan sebagai photosensitizer baru. Photosensitizer yang diperoleh dari klorofil Purun Tikus (eleocharis dulcis) klorofil coating albumin merupakan photosensitizer stabil karena setelah diuji dalam jangka pendek yaitu 6 bulan struktur dan absorbs panjang gelombang masih tetap yaitu pada 658 nm, hal ini karena pengaruh dari lapisan albumin sehingga ikatan rangkap tidak bereaksi. Pengaruh pemberian paparan dosis energi laser merah terhadap kematian sel optimum pada dosis 5 J/cm2 - 25 J/cm2 dimana terjadi kematian sel tanpa penambahan photosensitizer untuk sel normal 4,7 % – 16,1 %, dengan penambahan photosensitizer antara 16,9 % - 49,9 %. Sel MCF7 tanpa penambahan photosensitizer 7,1 % - 16,8 % sedangkan dengan penambahan berbagai photosensitizer antara 50,4 % - 88,6 %. Sel T47D memiliki persentase kematian sel 9,2 % - 31,4 % tanpa penambahan photosensitizer, dengan penambahan photosensitizer 41,92 % - 84,47 %. Presentase kematian sel yang apoptosis pada dosis energi laser 20 J/cm2 dengan penambahan photosensitizer untuk sel normal antara 20 % - 35 % sedangkan sel MCF 7 antara 65 % – 90 % sedangkan sel T47D memberikan angka apotosis 64 % - 86 %. Data flowcytometry menunjukkan bahwa apoptosis yang terjadi pada sel MCF7 74,86%, sel T47D 39,17% sedangkan sel normal 7,33% dari data pada 20 J/cm2 menunjukkan bahwa data apoptosis mikroskop flouresensi mendekati flowcytometry. Hal ini menunjukkan bahwa photosensitizer dapat menyebabkan apoptosis, khususnya coating dapat meningkatkan apoptosis karena sifat hidrofisilitas yang rendah sehingga dapat mencapai inti sel dan meninkatkan persentase apoptosis, dan penambahn laser akan meningkatkan kembali apoptosis

    Penentuan Lapisan Air Tanah dengan Metode Geolistrik Schlumberger di Kabupaten Balangan Kalimantan Selatan

    No full text
    Berdasarkan peta geologi daerah Balangan oleh batuan yang berasal dari Formasi Dahor (TQd) berumur Plio-Plistosen dan Warukin (Tmw) berumur Miosen Tengah sampai dengan Miosen Akhir. Nilai tahanan jenis di lokasi penyelidikan dapat dibedakan dalam beberapa kelompok yaitu tahanan jenis antara 1–405 Ωm pada bagian atas ditafsirkan sebagai tanah penutup dalam kondisi basah sampai kering, tahanan jenis 500 Ωm ditafsirkan sebagai lempung kering. Lapisan yang dapat bertindak sebagai perangkap air bawah tanah/akuifer diperkirakan lapisan yang bertahanan jenis 10-150 Ωm. Mempertimbangkan aspek kemungkinan prospek keterdapatan air tanah, maka pengukuran GL.1 diharapkan pemboran mencapai kedalaman lebih dari 140 m, GL.2 pada kedalaman 42-103 m, GL.3 pada kedalaman 25-56 m atau lebih dari 123 m dan GL.4 pada kedalaman 2-151 m

    Studi Mikroskopis Batuan dari Sungai Aranio Kalimantan Selatan dengan Metode Petrografi

    No full text
    Done observation petrography to detect colour, structure, texture, mineral composition and rock classification. Rock sample that taken from Aranio River, South Kalimantan as much as 4 (four) samples, made to be thin slice measures 6 cm x 3 cm x 3 mm use rock clipper dan rock slice refiner. Rock thin slice is analyzed by means of polarization microscope. Analysis result petrography mentions that any sample amphibolites rocks (hornblende sekis) that belong in faces metamorphic rock. Two samples among others textured grano-lepidoblastic and poikiloblastic, while two textured another samples granolepidoblastic and textured lepidoblastic and poikiloblastic. Crystal size from rock samples amphibolites revolve from 0,40 mm until 0,80 mm, has lineation structure (crystal instruction) and clear colour up to muddy greenness. This rock principal mineral composition consists of amphibole (34 – 60 %), quartz (22 – 44 %), plagioclase (4 – 14 %), biotitic (1 %), epidotic (4 – 10 %), garnet (1 – 2 %), cyanide (1 – 6 %) and pyroxene (2 %); addition mineral consists of oxide iron (1 – 3 %) and calcite (6%)

    Estimasi Ukuran Bulir Mineral Magnetik pada Batuan Peridotit Berdasarkan Peluruhan Anhysteretic Remanent Magnetization (ARM)

    No full text
    A decaying measurement of Anhysteretic Remanent Magnetization (ARM) has been undertaken to estimation the grain size of magnetic mineral which carries remanent on peridotite igneous rocks. The samples are taken from Desa Aranio, Kabupaten Banjar, South Kalimantan. The samples are taken in a cylinder from with the diameter 2.54 cm and 2.2 cm in length by using Drill Model D026-C. The giving, measuring and decaying process of ARM is done by Molspin AF Demagnetizer, partial Anhysteretic Remanent Magnetization (pARM), and Minispin Magnetometer. The estimation of grain size of magnetic mineral is obtained by seeing ARM intensity decaying curve towards magnetic field shown by the samples of peridotite igneous rocks. The ARM intensity decaying curve show that the estimated peridotite rocks in research are dominated by multidomain and the size are big, whereas the distribution of the grain size is larger than 200 ÎĽm

    Penentuan Mineral dan Logam sebagai Material Dasar dalam Pengembangan Potensi Kalimantan Selatan sebagai Daerah Penghasil Nanomaterial

    No full text
    Telah dilakukan penelitian penentuan mineral dan logam sebagai material dasar dalam pengembangan potensi Kalimantan Selatan sebagai daerah penghasil Nanomaterial. Hasil dari pengamatan tersebut didapatkan berbagai macam mineral yang potensial dikembangkan sebagai material nano. Material tersebut adalah zirkonium, emas, kaolin, nikel, barit, asbes (Mg yang besar), talk, chrom, pasir besi, bentonit, fireclay, magnesit, kuarsa/silika, mangan, perak dan zeolit. Dari hasil pengukuran didapatkan mineral/logam yang potensial dikembangkan sebagai material nano adalah pasir besi, kuarsa/silika, kaolin yang mengandung clay dan zirkonium. Kandungan material tersebut adalah zirkonium (puya) sebagai hasil tambahan dari tambang intan dengan cadangan ± 21.350 ton, kaolin degan kadar kaolinit yang besar, chrom (sedang dalam eksplorasi), pasir besi dengan potensi ± 300 juta ton dengan kadar Fe sampai dengan 62,57%, kuarsa/silika dengan kadar SiO2 antara 94,4 % - 99%

    IDENTIFIKASI MINERAL MAGNETIK ABU TERBANG (FLY ASH) DAN ABU DASAR (BOTTOM ASH) SISA PEMBAKARAN BATUBARA PLTU ASAM-ASAM

    No full text
    Abstrak: Pembakaran batubara yang dimanfaatkan sebagai energi panas pada PLTU akan menghasilkan abu yang terpisah, yaitu abu terbang dan abu dasar sekitar 5-10%. Abu ini merupakan kumpulan dari bahan pembentuk batubara yang tidak terbakar (non-combustible materials) atau yang dioksidasi oleh oksigen. Pada penelitian ini, dilakukan identifikasi mineral magnetik pada abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash) dari sisa pembakaran batubara PLTU Asam-Asam. Sampel abu terbang dan abu dasar yang sudah dipreparasi kemudian diuji dengan menggunakan difraksi sinar x (XRD) untuk mengetahui persentase dan komposisi mineral dari masing-masing abu terbang dan abu dasar. Selain itu juga dilakukan pengukuran suseptibilitas magnetik menggunakan Bartington Magnetic Suseptibility Meter MS2B. Hasil penelitian menunjukkan penyusun utama dari abu terbang adalah silika (SiO2) sebesar 67 % dan kandungan mineral magnetiknya sebesar 9% yaitu mineral dengan rumus kimia Fe2Mo3NaO12, sedangkan sisanya adalah mineral yang lain. Nilai suseptibilitas magnetik yang terukur pada abu terbang berkisar antara 2815,9 x 10-8 - 2985 x 10-8 m3/kg. Sedangkan pada abu dasar terkandung mineral magnetik lebih besar dibandingkan dengan abu terbang, yaitu mineral magnetite (Fe3O4) sebesar 13 %, penyusun utamanya juga silika (SiO2) dengan persentase sebesar 65 % dan nilai suseptibilitasnya yang terukur berkisar antara 6268,1 x 10-8 sampai dengan 6613,6 x 10-8 m3/kg. Dari nilai suseptibilitas yang terukur, dapat diketahui bahwa mineral magnetik yang terkandung pada abu terbang dan abu dasar bersifat paramagnetik hingga ferromagnetik meskipun persentasenya lebih kecil dibandingkan dengan mineral yang bersifat diamagnetik. Tingginya nilai suseptibilitas magnetik dipengaruhi oleh persentase mineral magnetik yang terkandung pada sampel. Kata Kunci : Batubara, abu terbang, abu dasar, suseptibilitas, mineral magnetik

    ANALISA KANDUNGAN MINERAL GUANO DARI GUA LIANG BESAR KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN KALIMANTAN SELATAN

    No full text
    Abstrak: Penelitian tentang analisa kandungan mineral guano dari Gua Liang Besar, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral guano Gua Liang Besar dengan menggunakan uji difraksi sinar-X dan mineral magnetik berdasarkan nilai suseptibilitasnya. Hasil penelitian ini berupa karakteristik guano dan nilai susptibilitas guano. Kandungan mineral penyusun guano didominasi oleh silicon oxide (O2Si), mineral lainnya yaitu tribidium hydrogen bisulfate (HO8Rb3S2), berlinite (AlO4P), titanium (III) nitride (NTi), picotpaulite (Fe2S3Tl) dan Brucite (MgH2O2). Nilai suseptibilitas magnetik yang didapat dari guano Gua Liang Besar berkisar dari 0,111 x 10-6m3 Kg-1 sampai 0,224 x 10-6m3 Kg-1. Berdasarkan kisaran nilai tersebut kemungkinan mineral yang terkandung dalam guano Gua Liang Besar adalah biotite (Mg,Fe,Al silicate) dengan nilai suseptibilitas magnetik berkisar dari 0,05 x 10-6m3 Kg-1 sampai 0.95 x 10-6m3 Kg-1 dan amphibole (Mg,Fe,Al silicate) dengan nilai suseptibilitas magnetik berkisar dari 0,16 x 10-6m3 Kg-1 sampai 0.69 x 10-6m3 Kg-1, yang mana keduanya tergolong ke dalam paramagnetic yaitu bahan-bahan yang memiliki suseptibilitas magnetik Xm yang positif, dan sangat kecil. Kata Kunci: Guano, Sinar-X, Suseptibilitas Magneti
    corecore