18 research outputs found
CASE REPORT: PENANGANAN PROLAPSUS BULBUS OCULI PADA KUCING (Felis catus) DAN ANJING (Canis lupus familiaris)
Prolapsus bulbus oculi merupakan penonjolan bola mata keluar dari rongga mata. Keluarnya bola mata disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya akibat tekanan bola mata yang tinggi, trauma dan kelainan pada otot mata. Dua ekor anjing Shih Tzu, jantan, berumur 4 tahun dan 3 tahun, serta seekor kucing ras campuran, jantan, berumur 4 tahun mengalami prolapsus bulbus oculi akibat trauma cakaran anjing lain dan kecelakaan tertabrak kendaraan bermotor. Kondisi mata pada seekor anjing dan kucing terlihat keluar dari rongga mata dan terlihat mengalami perforasi pada palpebral, kornea dan uvea disertai hemoragi dan eksudasi berlangsung selama 2-3 hari, sedangkan seekor anjing lainnya terlihat bola mata keluar dari rongga mata disertai hemoragi ringan tanpa perforasi pada kornea. Tindakan penanganan yang dilakukan pada kasus ini adalah tindakan enukleasi bulbus oculi pada seekor anjing dan kucing yang bola matanya telah mengalami perforasi dan eksudasi, sedangkan seekor anjing lainnya dilakukan reposisi bulbus oculi. Pengangkatan bola mata, konjungtiva, membrane nictitans dan muskulus ekstraokuler dilakukan melalui pendekatan insisi dan diseksi transpalpebra. Kelopak mata dilakukan penutupan dengan penjahitan pada septum orbital dengan pola sederhana menerus menggunakan benang Vicryl 4-0, kemudian kulit kelopak mata dijahit dengan pola sederhana tunggal menggunakan benang Silk 3-0. Pemberian amoxicillin dosis 10 mg/kg BB melalui injeksi intramuskuler pada saat operasi, dan pemberian secara per oral selama 5 hari. Pengambilan benang jahitan dilakukan pada hari ketujuh. Kondisi luka operasi pada hari ketujuh paska enukleasi tampak kering, tidak ada peradangan dan lipatan kelopak mata tertutup
LAPORAN KASUS: DIAGNOSTIK PENCITRAAN ULTRASONOGRAFI DAN GAMBARAN DARAH PADA ANJING GOLDEN RETRIEVER PENDERITA PYOMETRA TERBUKA
Piometra adalah gangguan reproduksi yang terjadi pada anjing berusia muda dan sangat umum pada anjing berusia lebih dari 8 tahun. Pada tanggal 14 Februari 2019 seekor anjing Golden Retriever berjenis kelamin betina, berusia 8 tahun bernama Chelsea dibawa pemilik ke tempat Praktik Dokter Hewan Bersama (PDHB) Grace Vet Care. Riwayat kasus anjing Chelsea 1 x beranak pada tahun 2016 dengan kelahiran eutokia/normal, tidak ada riwayat operasi ovariahisterektomi dan gejala klinis berupa discharge berwarna kecoklatan dengan aroma amis menyengat dari vulva, nafsu makan menghilang, muntah, frekuensi pernafasan 92x/menit, frekuensi pulsus/nadi 80 x/menit dan suhu tubuh 38.90C. Pernafasan dengan ritme cepat dan dalam (terengah-engah/panting), palpasi pada kelenjar parotidea kiri mengalami pembengkakan. Auskultasi jantung terdengar cepat dan kuat. Palpasi pada ventrolateral abdomen mengalami distensi tanpa fluktuasi. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan terjadinya trombositopenia, neutropenia, limfositosis, azotemia, hiperproteinemia, hiperglobulinemia dengan rasio albumin:globulin normal. Berdasarkan hasil pemeriksaan USG transabdominal terlihat pembesaran ukuran uterus dan penurunan echogenitas (anechoic) pada lumen uterus. Berdasarkan riwayat reproduksi dan operasi, observasi klinis, pemeriksaan klinis dan organ reproduksi, hematologi analisis, palpasi abdomen dan diagnosa pencitraan ultrasonografi (USG) anjing Chelsea terdiagnosa piometra terbuka
Laporan Kasus: Orchiectomy Pada Anjing Penderita Cryptorrchid Bilateral
Cryptorrchid is the most common congenital defect found in dogs and cats. Cryptorrchid is a failure condition of one or both testicle to descend into the scrotum. On 2nd March 2019 an examination and treatment of two bilateral cryptorrchid’s dogs were done at the Praktik Dokter Hewan Bersama Grace Vetcare. The first patient’s identity is domestic dog, 3 years old, brown hairs, weigh 13 kg called name Iro. The second patient’s identity is domestic dog, 1.5 years old, brown hairs, weigh 15.5 kg called name Jacky. Based on physical examination and ultrasound examination, two dogs were diagnosed Bilateral Inguinal Cryptorrchid. Management treatment of both patients were done by orchiectomy operation. Orchiectomies were done by an open method, which is making incision in the left and right lateral inguinal region of the penis. This operation was done to minimize the risk of sertoli cell tumor (sertolioma). Orchiectomy is the only medical procedure that was recommended for cryptorchid treatment
FA-7 Practical Applications of Ultrasound for Pregnancy Diagnosis in Bali Cattle Herded Semi-Intensively in Maumere, NTT
Generally, real time, B-mode ultrasound scanner has become an essential part for veterinary reproduction applications. Diagnostic ultrasound seems to be a useful tool to study anatomical structures and to confirm echogenic pattern in reproductive organ (Holman et al, 2011). Many experiments showed that ultrasonography imaging has considerable beneficial for the evaluation of the internal structure of reproductive organ function in domestic animals (Beal et al, 1992) as it can be used as a non-invasive technique to evaluate animal reproductive health (Holman et al 2011). Pregnancy detection with ultrasonography provides more advantage compare to manual palpation because of its ability to detect early presence of embryo and its accuracy (Beal et al, 1992; Nation et al 2003). To the best of our knowledge, most of cattle farmers and veterinarians in Maumere have relied on one single method for detecting pregnancy in cows, that is, rectal palpation. However, this method has its limitation as it should be performed by a skillful technician to diagnose pregnancy as early as 40 days of gestation and it does not provide any information about the viability of the embryo or fetus. Therefore, this study aims to investigate pregnancy status of Bali cattle herded semi-intensively in Maumere, NTT by using ultrasonography.The objective of the research was to study the practical uses of ultrasound for pregnancy detection in Bali cattle on B-mode ultrasound imaging
Pola Perkawinan dan Estimasi Kelahiran Berdasarkan Hasil Diagnosis Kebuntingan Sapi Bali pada Sistem Pemeliharaan Semi Intensif di Daerah Lahan Kering
Pola perkawinan dan kelahiran menjadi salah satu faktor penting dari manajemen reproduksi pada sistem pemeliharan semi intensif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola perkawinan dan estimasi kelahiran berdasarkan hasil diagnosis kebuntingan sapi bali pada sistem pemeliharaan semi intensif padang penggembalaan di daerah lahan kering. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai data base dalam penerapan manajemen perkawinan. Sebanyak 208 ekor induk sapi bali di kelompok ternak Tamnau Amaf, Desa Bena, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi NTT dilakukan anamnesa dan pemeriksaan per rektal pada tanggal 28-30 Mei 2019. Angka kebuntingan yang diketahui pada penelitian ini adalah 90.86 % (189/208). Persentase usia kebuntingan tertua adalah usia kebuntingan 7 bulan 26,96 % (56/208). Berdasarkan data kebuntingan diketahui puncak pola perkawinan terjadi pada bulan Oktober 2018 dan estimasi kelahiran mencapai puncak pada bulan Juli 2019. Perkawinan sapi sebaiknya dilakukan pada kurun waktu bulan Januari - Maret sehingga kelahiran terjadi pada kurun waktu bulan Oktober - Desember. Perlu perbaikan manajemen perkawinan sapi bali pada sistem pemeliharaan semi intensif padang penggembalaan di daerah lahan kering sehingga kelahiran tidak terjadi pada puncak musim kemarau
KASUS SKABIES PADA ANJING LOKAL
Anjing merupakan hewan peliharaan yang sangat disukai dan sering disebut sahabat manusia karena memiliki beberapa potensi yang dapat dimanfaatkan pemiliknya (Okarina dkk, 2013). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, anjing yang dipelihara dibiarkan berkeliaran bebas mempermudah infeksi agen penyakit. Salah satu agen penyakit yaitu parasit. Penyakit yang disebabkan oleh parasit yaitu Skabies. Skabies merupakan salah satu penyakit yang menyerang kulit dan disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei (Arlian dan Morgan, 2017). Pada kasus ini hasil pemeriksaan gejala klinis anjing lokal umur 4 bulan menunjukan adanya Alopecia pada daerah kepala, punggung, ekstremitas kaki depan dan belakang, Keropeng pada bagian yang mengalami kerontokan. Hasil pemeriksaan laboratorium pada sampel kerokan kulit ditemukan adanya Sarcoptes scabiei. Penanganan diberikan Wonder ivermec 0,2 ml dan Fish Oil
Gangguan Reproduksi Sapi Bali pada Pola Pemeliharaan Semi Intensif di Daerah Sistem Integrasi Sapi - Kelapa Sawit
Pemeliharaan sapi Bali di Kotamadya Bengkulu dengan sistem Sistem Integrasi Sapi - Kelapa Sawit (SISKA) sudah berjalan beberapa tahun. Salah satu parameter keberhasilan program ini adalah performa reproduksi sapi Bali. Performa reproduksi sapi Bali menggambarkan kualitas dari sistem manajemen pemeliharaan yang telah dilakukan. Kajian performa reproduksi sapi Bali tersebut sudah dilakukan dengan pemeriksaan reproduksi secara per rektal dan analisa data recording peternak dan petugas. Tujuan utama dari program manajemen reproduksi adalah mendapatkan produksi yang optimal dan keuntungan yang maksimal. Efisiensi reproduksi menentukan produktivitas, profitabilitas dan keberlanjutan dari setiap usaha peternakan. Adanya gangguan reproduksi menyebabkan inefisiensi reproduksi. Kondisi ini akan menyebabkan kerugian ekonomi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi gangguan reproduksi dan respon kesembuhannya. Sebanyak 333 ekor sapi Bali betina dengan umur minimal 2 tahun dilakukan pemeriksaan reproduksi. Metode penelitian dilakukan melalui beberapa tahap yaitu anamnesa, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan reproduksi secara per rektal. Penanganan gangguan reproduksi dinyatakan sembuh apabila timbulnya respon klinis berupa estrus. Data yang diperoleh kemudian dicatat dan dianalisa secara deskriptif. Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa 193 (57,95 %) sapi betina mengalami gangguan reproduksi yang meliputi delayed pubertas, hipofungsi ovarium, metritis, endometritis dan anestrus postpartum. Sedangkan sebanyak 80 (41,45 %) sapi sudah menunjukan gejala estrus. Adanya interaksi yang kompleks antara faktor lingkungan atau manajemen (nutrisi), respon individual, jenis gangguan reproduksi dan derajat keparahan gangguan reproduksi akan menimbulkan respon kesembuhan yang bervariasi dari setiap penanganan gangguan reproduksi.Kata kunci: gangguan reproduksi, sapi Bali, estrus, Bengkulu. (Bali Cattle Reproductive Disorders with Semi Intensive Management in The Area of Cattle - Oil Palm Integration System)The maintenance of Bali cattles in Bengkulu regency with cattle - oil palm integration system (SISKA) has been running several years. The one parameters of the success this program is the reproductive performance of Bali cattle. Bali cattle reproductive performance describe the quality of the maintenance management system that has been done. Bali cattle reproductive performance study has been conducted with reproductive rectal examination and analysis of the data recording breeders and farmer. The main purpose of the reproductive management program was getting the optimal production and maximum benefit. Reproductive efficiency determines the productivity, profitability and sustainability of each farm. The inefficiency reproductive was caused by existence of reproductive disorders. These conditions cause economic losses. The purpose of this study was to determine the condition of reproductive disorders and recovery response. A total of 333 cows Bali females with at least 2 years of age has been reproductive examination. The research methods were done through classification for several stages, anamnesis, clinical examination and reproductive examination by rectally palpation. Treatment of reproductive disorders declared cured if the onset of clinical response in the form of estrus. The data obtained then were recorded and analyzed descriptively. Based on the results of the examination reported that 193 (57.95%) of female Bali cattles experiencing reproductive disorders which include delayed puberty, ovarian hypofunction, metritis, endometritis and postpartum anestrus. While as many as 80 (41.45%) of female Bali cattles were showing signs of estrus. The existence of complex interactions between environmental factors or management (nutrition), individual responses, the type and severity of reproductive disorders were affected of varies healing response from each treatment of reproductive disorders.Keywords: reproductive disorders, bali cattle, oestrus, Bengkulu
KASUS DEMODEKOSIS PADA ANJING LOKAL
Anjing merupakan hewan peliharaan yang memiliki nilai tersendiri bagi manusia sehingga pemeliharannya sangat di perhatikan. Masalah pada kulit merupakan hal cukup sering menyerang anjing peliharaan, agen penyebab penyakit kulit seperti ektoparasit, bakteri dan jamur. Demodekosis merupakan salah satu jenis penyakit kulit pada anjing yang disebabkan oleh parasit tungau Demodex. Pada kasus ini hasil pemeriksaan fisik pada anjing lokal berumur 4 bulan menunjukkan adanya hiperkeratosis pada area pelvis bagian dorsal dan pada keempat ekstremitas, luka /lesi dan keropeng yang tersebar merata dipermukaan tubuh. Hasil pemeriksaan laboratorium pada sampel kerokan kulit ditemukan adanya demodex sp.. Penanganan kasus diberikan ivermectin sebanyak 0,12 ml secara sub cutan dan injektamin sebanyak 1 ml secara intramuscular. Luka pada permukaan tubuh dibersihkan dengan rivanol lalun dioleskan povidone iodine secukupnya. Waktu penyembuhan membutuhkan waktu sekitar 3-5 minggu
GAMBARAN PATOLOGI ANATOMI PADA BABI LANDRACE SUSPECT AFRICAN SWINE FEVER (ASF) DI KABUPATEN KUPANG
African Swine Fever (ASF) is a viral disease that attacks pigs and to date has caused many pig deaths in Kupang Regency. ASF is caused by a double-stranded DNA virus from the Asfivirus genus and the Asfarviridae family. This research aims to determine the anatomical pathology of the swine landrace suspect ASF. Organ samples were collected from two male landrace pigs and two female landrace pigs, aged 7 months, from Oeltuah Village, Taebenu District and Tarus Village, Central Kupang District, Kupang Regency, NTT. Clinical examinations were carried out on sick animals that were found during the investigation, then necropsied on the dead animals were carried out and continued with anatomical pathology examinations at the Pathology Laboratory, Faculty of Veterinary Medicine, Nusa Cendana University. Anatomical pathology examinations are carried out by observing changes in the structure and appearance of the organs. The necropsy results showed sub-cutaneous ecchymosis hemorrhage in the abdomen, limbs and ears, gastric, intestinal and hepatic hemorrhage, hemorrhagic lymphadenitis in mesenteric lymph nodes, hyperemic splenomegaly, pteckie hemorrhage in the renal capsule,, multifocal hemorrhage in the renal medulla and pulmonary lobe. Based on the observation of clinical symptoms and changes in anatomical pathology, it can be concluded that the death of pigs was suspected to be caused by the suspect ASF
EVALUASI TITER ANTIBODI PASCA VAKSINASI Septicaemia epizootica PADA SAPI BALI DI KOTA KUPANG
Controlling Septicemia epizooticae (SE) through vaccination program has been undertaken in Kupang City. However, numbers of fatal cases are still being reported. The purpose of this study is to measure the antibody titer of Bali cattle after SE vaccination, and to determine the effect of age and sex on antibody titers. The 50 serum samples of SE vaccinated Bali cattle were taken from Alak Sub-district (26 samples) and Maulafa Sub-district (24 samples). The selection of sub-districts in Kupang City was taken in a simple random manner. Those serum samples were examined using the indirect enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method. Antibody titers against SE is declared to be protective when the antibody titer is above 88 ELISA Unit (EU). Results indicated that average value of cattle antibody titer after the SE vaccination was able to trigger a protective antibody response (> 70 EU), meanwhile ONE WAY ANOVA analysis results showed that there is no significant effect (P> 0.05) of cattle age towards antibody titers. In the same way, the paired t test results did not indicate a difference in the value of antibody titers against the sex of the Bali cattle