8 research outputs found

    BENTUK DAN TEKNOLOGI GERABAH DI SITUS DELUBANG DAN TOROAN PULAU MADURA

    Get PDF
    Pottery has given impact both on people’s lives in the past, ranging from prehistoric time to the present. This research aims to reveal cultural aspects of people in the past such as social, economic, art, religion, language and behavior. The data were collected through random sampling method, then analized typologically refers to the formulation of E.Edward Mc.Kinnon in Buku Panduan Keramik (ceramic guide book). The finding of pottery fragments at Delubang and Toroan Site includes two types of textures namely coarse and fine pottery fragments. The parts of pottery are base, body, rim/lip which are parts of pots, jars and plates. The findings show technology which marked the beginning of neolithic culture at this site, reminiscent of the race Mongolid which regarded as a disseminator of culture of pottery in the area of Indonesia. Gerabah telah memberikan pengaruh secara kompleks terhadap kehidupan masyarakat pada masa lalu, mulai dari masa prasejarah sampai sekarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek-aspek budaya kehidupan manusia masa lalu seperti; sosial, ekonomi, seni, religi, bahasa dan pola tingkah laku. Pengumpulan data dengan menggunakan random sampling yang kemudian dianalisis secara tipologi mengacu pada rumusan E. Edward Mc.Kinnon dalam Buku Panduan Keramik. Temuan fragmen gerabah di Situs Delubang dan Toroan, meliputi dua jenis tekstur yaitu fragmen gerabah kasar dan halus. Jenis fragmen gerabah yang ditemukan adalah dasar, badan, tepian/bibir dengan bentuk yang bervariasi seperti periuk, tempayan, dan piring. Hal ini menunjukan teknologi yang menandakan dimulainya budaya neolitik pada situs ini, mengingatkan mengenai ras Mongolid yang dianggap sebagai penyebar budaya gerabah di wilayah Indonesia

    Fragmen gerabah dari Pulau Madura

    Get PDF
    Gerabah dalam konteks ilmu arkeologi sangat penting untuk memberikan berbagai-bagai informasi mengenai masa lalu. Oleh yang demikian, kajian ini berkenaan jumpaan fregmen gerabah di Pulau Madura dalam hubungannya dengan budaya Neolitik. Pada situs Delubong dan Situs Toroan, total temuan gerabah selama penggalian sebanyak 5286 fragmen yang boleh dibahagikan kepada gerabah polos, gerabah slip merah bermotif garis dan gerabah dengan tepian bergerigi. Terdapat fragmen gerabah slip merah dan polos yang mengandungi jejak arang. Kegunaan gerabah ini yang dapat dikenal pasti adalah gantong, periuk dan wadah tempayan. Hasil analisis XRF pada sampel mendapati mineral terbanyak berturut-turut adalah silika, aluminium dan besi. Secara geologisnya memperlihatkan ketersediaan bahan lempung dan mengandaikan gerabah tersebut disediakan menggunakan bahan asal daripada Pulau Madura

    IDENTIFIKASI DAN INTERPRETASI LANJUTAN TEMUAN RANGKA MANUSIA SITUS LEANG JARIE (LJ-1), MAROS, SULAWESI SELATAN

    Get PDF
    This article aims to provide further interpretation of human skeleton from the Leang Jarie site (LJ-1), Maros, South Sulawesi. The context of this human skeleton comes from Neolithic period that associate with bone remains, faunal bones artefacts, lithic artefact, mollusk shells, pottery and ochre. Anatomical description, analysis and interpretation of individuals are a priority for comparisons with previous explorations. The updated biological aspects are based on sex, age at death, estimated height and the affiliation the of the individual. The method used physical anthropology and bioarchaeology to obtain more detailed observations of the osteology and biological aspects of the LJ-1 skeleton. The size of the LJ-1 mandible was compared with the average size of other modern humans in the Southeast Asian Archipelago and the Pacific region. The results show some changes to the initial distinctions that had been made. The individual’s height was between 157–166 cm, and he was a male with the estimated age at death of 30–49 years. Also relevant to the individual’s affiliation, the extant mandibular sockets reveal loss of the teeth before death (alveoloclasia). It is concluded that the LJ-1 individual belonged to a Neolithic society whose subsistence economy was characterized by the consumption of carbohydrates.     Artikel ini bertujuan memberikan interpretasi lanjutan terhadap rangka manusia dari situs Leang Jarie (LJ-1), Maros, Sulawesi Selatan. Konteks temuan rangka berasal dari masa Neolitik dengan asosiasi temuan berupa tulang sisa makanan, artefak tulang fauna, artefak batu, cangkang moluska, tembikar dan oker. Deskripsi anatomis, analisis dan interpretasi individu menjadi prioritas pembahasan dibandingkan penelitian identifikasi sebelumnya. Aspek biologis yang terbarukan antara lain peninjauan terhadap penentuan jenis kelamin, usia kematian, estimasi tinggi badan dan afiliasi individu. Metode yang digunakan yaitu pengamatan osteologi dan aspek biologis temuan rangka LJ-1 secara detail dengan pendekatan antropologi ragawi dan bioarkeologi. Untuk ukuran mandibula LJ-1, dilakukan perbandingan dengan ukuran rata-rata mandibula manusia modern di kepulauan Asia Tenggara dan Wilayah Pasifik. Hasil identifikasi menunjukkan beberapa perbedaan dibandingkan dengan identifikasi awal yang telah dilakukan. Ukuran tinggi individu yaitu antara 157– 166 cm, berjenis kelamin laki-laki dengan estimasi kematian pada usia 30 – 49 tahun. Berhubungan dengan kondisi patologis LJ-1, soket mandibula yang tersisa menunjukkan hilangnya gigi sebelum kematian (alveoloklasia). Demikian juga disimpulkan bahwa LJ-1 adalah bagian dari masyarakat Neolitik yang ekonomi subsistensinya ditandai dengan pengkonsumsian kaya karbohidrat.This article aims to provide further interpretation of human skeleton from the Leang Jarie site (LJ-1), Maros, South Sulawesi. The context of this human skeleton comes from Neolithic period that associate with bone remains, faunal bones artefacts, lithic artefact, mollusk shells, pottery and ochre. Anatomical description, analysis and interpretation of individuals are a priority for comparisons with previous explorations. The updated biological aspects are based on sex, age at death, estimated height and the affiliation the of the individual. The method used physical anthropology and bioarchaeology to obtain more detailed observations of the osteology and biological aspects of the LJ-1 skeleton. The size of the LJ-1 mandible was compared with the average size of other modern humans in the Southeast Asian Archipelago and the Pacific region. The results show some changes to the initial distinctions that had been made. The individual’s height was between 157–166 cm, and he was a male with the estimated age at death of 30–49 years. Also relevant to the individual’s affiliation, the extant mandibular sockets reveal loss of the teeth before death (alveoloclasia). It is concluded that the LJ-1 individual belonged to a Neolithic society whose subsistence economy was characterized by the consumption of carbohydrates.     Artikel ini bertujuan memberikan interpretasi lanjutan terhadap rangka manusia dari situs Leang Jarie (LJ-1), Maros, Sulawesi Selatan. Konteks temuan rangka berasal dari masa Neolitik dengan asosiasi temuan berupa tulang sisa makanan, artefak tulang fauna, artefak batu, cangkang moluska, tembikar dan oker. Deskripsi anatomis, analisis dan interpretasi individu menjadi prioritas pembahasan dibandingkan penelitian identifikasi sebelumnya. Aspek biologis yang terbarukan antara lain peninjauan terhadap penentuan jenis kelamin, usia kematian, estimasi tinggi badan dan afiliasi individu. Metode yang digunakan yaitu pengamatan osteologi dan aspek biologis temuan rangka LJ-1 secara detail dengan pendekatan antropologi ragawi dan bioarkeologi. Untuk ukuran mandibula LJ-1, dilakukan perbandingan dengan ukuran rata-rata mandibula manusia modern di kepulauan Asia Tenggara dan Wilayah Pasifik. Hasil identifikasi menunjukkan beberapa perbedaan dibandingkan dengan identifikasi awal yang telah dilakukan. Ukuran tinggi individu yaitu antara 157– 166 cm, berjenis kelamin laki-laki dengan estimasi kematian pada usia 30 – 49 tahun. Berhubungan dengan kondisi patologis LJ-1, soket mandibula yang tersisa menunjukkan hilangnya gigi sebelum kematian (alveoloklasia). Demikian juga disimpulkan bahwa LJ-1 adalah bagian dari masyarakat Neolitik yang ekonomi subsistensinya ditandai dengan pengkonsumsian kaya karbohidrat

    VANDALISME PADA SITUS TAMAN ARKEOLOGI LEANG-LEANG MAROS SEBAGAI DAMPAK DARI AKTIVITAS PARIWISATA

    Get PDF
    The Leang-Leang Archaeological Park site is one of the popular tourist destinations in South Sulawesi Province. There are two prehistoric cave sites within the Leang-Leang Prehistoric Park, namely the Cave Site/ Leang PettaE and the Cave Site / Leang Petta kere. Utilization of the Leang-Leang Archaeological Park Site as a tourist destination is a challenge for the preservation of the cultural heritage in it. This article aims to describe the impact of vandalism on prehistoric cave sites in Leang-Leang Archaeological Park. The method used in data collection is the method of observation, documentation, and interviews and uses a descriptive analytic approach. The results showed that the Leang-Leang Archaeological Park was the target of vandalism from groups or individuals who visited this object. The forms of vandalism that exist include graffiti using stationery on karst walls and scratches using sharp objects in prehistoric paintings

    REVEALING THE ROLE OF SELAYAR IN THE EASTERN SHIPPING AND TRADE ROUTE; ARCHAEOLOGICAL FINDS FROM AN UNDERWATER EXCAVATION ON THE BONTO SIKUYU SITE

    Get PDF
    During the 16th-19th centuries, besides exporting copra and woven fabrics, Selayar Island was a part of the shipping route called the ‘eastern route’ used by ceramic traders. This is supported by archaeological evidence found on the Bonto Sikuyu underwater site, which has been under the threat of illegal excavation, in the forms of ceramics and Chinese coins. These archaeological finds, which are dominant in the site, may help us find out where they came from. This study used a survey method by carrying out excavation on the site. During the excavation, we found 1,718 coin pieces, 299 coin chunks, 190 porcelain pieces, 5 stoneware pieces, and one ironware piece. The ceramics came from China, Annam, and Thailand. The Chinese ceramics came from the Sung dynasty (the 9th-12th centuries) and the Yuan dynasty (the 12th-13th centuries). The Annamese and Thai ceramics came from the 14th-16th centuries.&nbsp

    PELATIHAN PEMANDUAN WISATA ARKEOLOGI DI KAWASAN WISATA RAMMANG-RAMMANG KABUPATEN MAROS

    Get PDF
    Abstract. This article aims to provide an overview of archaeological tourism guiding training activities in the Rammang-Rammang Karst Area. Kampung Rammang-Rammang Salenrang, Maros Regency, South Sulawesi is popular with natural tourism and provides new experiences for visitors with boat attractions along the river, but not many people know that this area has great potential for the development of cultural tourism. The needs of the people in Rammang-Rammang are in providing knowledge and skills in guiding archaeological tourism in Rammang-Rammang. The program of activities carried out to help the community is guiding training with activity stages ranging from socialization, preparation of pocket books, training by distributing pocket books, guiding training on prehistoric cave sites. The results of the activity have a positive impact on the community, especially the training participants, namely they gain knowledge about various things related to karst, prehistoric caves and the Rammang-Ramamng environment that visitors usually ask about.               Abstrak. Artikel ini berujuan untuk memberikan gambaran mengenai kegiatan pelatihan pemanduan wisata arkeologi di Kawasan Karst Rammang-Rammang. Kampung Rammang-Rammang Salenrang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan popular dengan wisata alam dan memberikan pengalaman baru bagi pengunjung dengan atraksi perahu menyusuri sungai, namun tidak banyak yang tahu bahwa kawasan ini memiliki potensi besar untuk pengembangan cultural tourism. Kebutuhan masyarakat di Rammang-Rammang adalah dalam pembekalan pengetahuan dan keterampilan dalam pemanduan wisata arkeologi di Rammang-Rammang. Program kegiatan yang dijalankan untum membantu masyarkat yakni pelatihan pemanduan dengan tahapan kegaiatn mulai dari sosialisasi, penyusunan buku saku, pelatihan dengan membagikan buku saku, pelatihan pemanduan di situs gua prasejarah. Hasil kegiatan memberikan dampak positif kepada masyarakat khususnya peserta pelatihan yaitu mereka mendapatkan pengetahuan tentang berbagai hal terkait karst, gua prasejarah dan lingkungan Rammang-Ramamng yang biasanya ditanyakan oleh pengunjung

    PENDAMPINGAN KELOMPOK PEMUDA DALAM PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN BERBASIS SUMBER DAYA BUDAYA DI TAMAN ARKEOLOGI LEANG-LEANG MAROS, SULAWESI SELATAN

    Get PDF
    Leang-Leang Archaeological Park is one of the popular tourist attractions and is visited by many tourists both from within the country and from abroad. Although it has many visitors, based on observations in Leang-Leang prehistoric park during our visit, it is known that this attraction only relies on the main attractions, namely ancient images and karst landscaping. In addition, the local carrying capacity has yet to be fully utilized. This is evidenced by the absence of other tourist attractions and the incompleteness of the tourism development component, namely amenities. Although youth groups have been involved in the creative business field, there still needs to be more in exploring existing cultural resources to be used as typical souvenirs of Leang-Leang. Based on these problems, this mentoring aims to provide partners with an understanding of the cultural resources in Leang-Leang Maros and improve their skills in producing Leang-Leang souvenir products. The results of this activity increased knowledge of the community and advanced skills in manufacturing and packaging leang-leang Maros souvenirs.  ---  Taman Arkeologi Leang-Leang merupakan salah satu objek wisata yang populer dan banyak dikunjungi oleh wisatawan baik dari dalam negeri maupun dari mancanegara. Meskipun memiliki jumlah pengunjung yang terhitung tinggi, namun berdasarkan pengamatan di Taman Prasejarah Leang-Leang selama kami melakukan kunjungan, diketahui bahwa objek wisata ini hanya mengandalkan atraksi utama, yaitu gambar purba dan lansekap karst. Selain itu, daya dukung lokal belum dimanfaatkan secara maksimal. Hal itu dibuktikan dengan tidak adanya atraksi wisata lain dan tidak lengkapnya dalam komponen pengembangan pariwisata, yaitu amenitas. Meskipun telah ada kelompok pemuda yang berkecimpung dibidang usaha kreatif namun masih minim dalam mengksplorasi sumber daya budaya yang ada untuk dijadikan sebagai cinderamata khas dari Leang-Leang. Berdasarkan pada permasalah tersebut, pendampingan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada mitra terkait sumber daya budaya yang ada di Leang-Leang Maros dan meningkatkan keterampilan dalam menghasilkan produk cinderamata khas Leang-Leang. Hasil kegiatan ini menghasilkan peningkatan pemahaman kepada masyarakat, peningkatan keterampilan dalam pembuatan dan pengemasan cinderamata khas Leang-Leang Maros

    Strategi adaptasi teknologi artefak litik Toalean di Situs Leang Jarie dan Cappalombo 1, Sulawesi Selatan

    Get PDF
    Penelitian artefak litik Toalean yang semakin intensif masih belum banyak melakukan perbandingan teknologi pembuatan alat batu. Studi perbandingan perlu dilakukan untuk mengetahui kemungkinan adanya perbedaan strategi adaptasi teknologi berdasarkan aspek lingkungan. Tulisan ini membahas studi perbandingan artefak litik Toalean dari situs Leang Jarie yang ada di dataran rendah Maros-Pangkep dan situs Cappalombo 1 di dataran tinggi Bontocani. Metode yang digunakan adalah klasifikasi dan analisis temuan artefak litik, serta survei dan observasi sumber bahan baku di sekitar situs. Hasil studi perbandingan menunjukkan adanya strategi adaptasi terhadap kondisi bahan baku dan menghasilkan tren teknologi yang berbeda di kedua situs. Kualitas chert yang kurang baik di dataran tinggi Bontocani mendorong pembuatan alat batu di Cappalombo 1 menerapkan strategi pemanfaatan bahan baku yang beragam dan lebih sering menerapkan teknik bipolar untuk mereduksi dan meretus serpih. Sebaliknya, pemanfaatan bahan baku chert di Leang Jarie cenderung homogen dan lebih sering menerapkan teknik pukul langsung
    corecore