10 research outputs found

    Hubungan Persebaran Habitat Bentik Dengan Parameter Oseanografi di Pulau Pari, Kepulauan Seribu

    No full text
    Wilayah Pulau Pari memiliki banyak keanekaragaman hayati dan biota laut yang memiliki peran penting bagi kehidupan makhluk hidup. Organisme laut sangat bergantung kepada habitat bentik. Pada habitat bentik, perlu dilakukan monitoring secara berkelanjutan. Hal ini dikarenakan, ekosistem terumbu karang dan lamun sangat rentan dan sensitif terhadap kondisi lingkungan, sehingga berpotensi untuk mengalami kerusakan. Penurunan luas habitat bentik dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah parameter oseanografi. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengkaji hubungan antara luas habitat bentik dengan parameter oseanografi, kondisi dari habitat bentik di Pulau Pari, serta faktor yang mempengaruhi kerusakan habitat bentik. Peneliti melakukan pembuatan peta persebaran habitat bentik menggunakan citra satelit Sentinel-2, untuk mengetahui persebaran habitat bentik. Pengambilan data parameter dilakukan dengan mengekstrak data suhu perairan dari citra satelit AquaModis dan citra satelit Sentinel-2 untuk mengekstrak data salinitas dan TSM (Total Suspended Matter). Hasil dari titik sampel pengambilan nilai ketiga parameter tersebut, dilihat pada titik tersebut jenis habitat bentik yang hidup serta luasannya. Tahapan yang dilalui selanjutnya adalah peneliti melakukan uji regresi dan uji korelasi antara parameter terhadap luas habitat bentik untuk menganalisis hubungan antara parameter terhadap luas habitat bentik. Peneliti juga melakukan analisis terkait apakah nilai parameter tersebut telah sesuai dengan kebutuhan habitat bentik. Pada pengambilan data di lapang, dilakukan pengambilan data ground check untuk uji akurasi peta, kemudian digunakan metode LIT (Line Intercept Transect) pada 3 stasiun, yaitu goba, barat, dan selatan untuk mengetahui kondisi ekosistem terumbu karang, dan pengamatan citra untuk mengetahui kondisi ekosistem lamun. Pada pengambilan data lapang, juga dilakukan pengukuran parameter perairan lainnya, yaitu pH dan kecerahan sebagai data pendukung untuk mendeskripsikan kondisi perairan di wilayah kajian. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan nilai rata-rata suhu perairan sebesar 29,46°C, nilai rata-rata salinitas perairan sebesar 29,80 ppm, dan nilai rata-rata TSM sebesar 22,62 mg/l. Berdasarkan uji statistik yang dilakukan didapatkan hubungan antara parameter dengan luas habitat bentik. Pada perhitungan uji statistik juga diperoleh derajat hubungan yang sangat kuat antara parameter suhu terhadap luas habitat bentik yaitu sebesar 0,785, derajat hubungan yang sedang antara parameter salinitas terhadap luas habitat bentik yaitu sebesar 0,367, serta derajat hubungan yang kuat antara parameter TSM terhadap luas habitat bentik yaitu sebesar -0,729. Hal ini sesuai dengan keadaan habitat bentik yang buruk serta parameter yang buruk pula. Keadaan ekosistem terumbu karang di Pulau Pari, didapatkan nilai tutupan karang pada 3 stasiun yang masuk kedalam kategori sedang (fair). Sedangkan keadaan ekosistem lamun di Pulau Pari, masuk kedalam kategori rusak (miskin)

    Analisis Perubahan Luasan Terumbu Karang Menggunakan Citra Sentinel-2 di Perairan Pulau Noko, Kecamatan Sangkapura, Kabupaten Gresik, Jawa Timur

    No full text
    Pulau Gili Noko merupakan pulau yang berada didalam lingkup Pulau Bawean, Kabupaten Gresik. Salah satu potensi sumberdaya yang dimiliki Pulau Gili Noko ini adalah ekosistem terumbu karang. Terumbu karang dapat hidup dengan kondisi lingkungan yang mendukung. Luasan terumbu karang dapat berubah-ubah seiring dengan waktu dan kondisi perairan. Penelitian ini ingin mengetahui perubahan luasan terumbu karang yang ada dan pengaruh yang mungkin menyebabkan perubahan luasan terumbu karang yang ada di perairan Pulau Noko. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengkaji mengenai perubahan luasan terumbu karang. Peneliti melakukan pembuatan peta sebaran terumbu karang menggunakan citra Sentinel-2 dengan metode OBIA dengan algoritma SVM, peneliti menganalisis apakah ada perubahan luasan terumbu karang dalam kurun waktu 5 tahun pada hasil pengolahan citra. Pengambilan data di lapangan menggunakan metode purposive sampling, yang bertujuan untuk mengambil data didaerah yang memiliki potensi keberadaan terumbu karang. Analisis perubahan luasan dengan metode deskriptif kuantitatif dan analisis parameter menggunakan rentang dan pembobotan nilai yang akhirnya akan dibagi menjadi 3 kelas berbeda yaitu, kurang sesuai, sesuai, dan sangat sesuai. Berdasarkan hasil pengolahan data untuk peta sebaran terumbu karang, didapatkan perubahan luasan terumbu karang pada tahun 2019 - 2023 sebesar 60.47 - 76.14 ha. Terumbu karang tersebar mengelilingi pulau Noko dengan luasan yang berbeda dengan hasil uji akurasi sebesar 84%. Analisis kesesuaian yang didapatkan kisaran parameter suhu berkisar pada 27-28 °C, salinitas berkisar pada 31-32 ppt, pH berkisar pada 7-8, dan kecerahan berkisar pada 125-193 cm. Kondisi parameter ini tergolong pada kondisi optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang dan masih dalam batas yang dapat ditolerir oleh terumbu karang, sehingga kondisi terumbu karang yang meningkat tiap tahunnya termasuk dalam kategori baik ini didukung oleh parameter yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang di perairan Pulau Noko

    Pemetaan Kualitas Kesehatan Mangrove Menggunakan Metode Mangrove Health Index (MHI) Berdasarkan Musim Di Tahura Ngurah Rai, Bali

    No full text
    Ekosistem mangrove yang ada di dunia mempunyai luas hingga sekitar 18 juta hektar. Indonesia sendiri memiliki luasan hutan mangrove 3,3 juta hektar. Hutan mangrove memiliki fungsi penting bagi suatu perairan menjadi tempat mencari makan biota akuatik, tempat bereproduksi dan berkembang biak dari kecil hingga dewasa. Mangrove juga menjadi pelindung dari proses abrasi serta menahan dari terjangan angin kencang yang mengarah ke daratan. Kesesuaian komponen biotik dan abiotik juga berpengaruh pada kerusakan ekosistem mangrove. Manusia juga berperan penting dalam menjaga ekosistem mangrove atau bahkan bisa menjadi faktor kerusakan yang utama bagi ekosistem mangrove itu sendiri. Hal inilah yang melatar belakangi penulis dalam melakukan penelitian yang berjudul “Pemetaan Kualitas Kesehatan Mangrove Menggunakan Metode Mangrove Health Index (MHI) Berdasarkan Musim Di Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Bali dengan harapan data ini dapat dijadikan rujukan dan pertimbangan kebijakan dalam mengelola ekosistem mangrove dalam sudut pandang penginderaan jauh. Penelitian kesehatan mangrove akan dilaksanakan di kawasan mangrove TAHURA Ngurah Rai, Bali. Pelaksanaan penelitian terdiri dari dua tahap yaitu olah data citra, pengambilan data lapangan dan analisis data. Survei lapangan dilakukan untuk mengetahui kecocokan pengolahan data satelit dan pengecekan lokasi. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kesehatan mangrove menggunakan metode Mangrove Health Index (MHI) dan Membandingkan kualitas kesehatan mangrove pada musim kemarau dan musim hujan di TAHURA Ngurah Rai, Bali. MHI berfungsi untuk menentukan kesehatan mangrove disuatu wilayah dengan parameter penting tutupan mangrove (C), Diameter (DBH), dan Kerapatan pancang (Nsp). Kategori MHI antara lain kategori MHI Poor MHI 0 ≤ 33.33%, Moderate 33.33 66.67. Ground Check dan pengambilan data lapang menggunakan metode SRS dengan transek 10m x 10m. Jumlah plot yang digunakan yaitu 30 plot. Pengolahan citra satelit pada Google Earth Engine melalui proses pemotongan citra, false color area mangrove, koreksi awan menggunakan rumus dari sentinel 2A, indeks vegetasi dan tresholding didapatkan hasil luasan mangrove seluas 750.22 ha dengan klasifikasi kesehatan mangrove kategori poor yaitu sebesar 5.81 ha, total luas kesehatan moderate yaitu 230.09Ha dan total luasan kesehatan excellent yaitu 514.31 ha. Berdasarkan uji regresi data citra dan data lapang dihasilkan nilai determinan R Square / R ² sebesar 0.6053 atau 61 %.. Ditemukan 9 jenis mangrove di seluruh plot, diantaranya yaitu jenis Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza, Excoecaria agallocha, Lumnitzera racemose, Rhizophora apiculate, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Sonneratia alba, dan Xylocarpus granatum. Pada data musim kemarau memiliki total luasan seluas 750.22 ha mangrove lebih tinggi dibandingkan musim hujan seluas 723.75 ha yang menandakan sistem perekaman lebih dapat membaca wilayah mangrove pada musim kemarau dibandingkan musim hujan. Kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini formula MHI mampu menggambarkan kondisi kesehatan mangrove pada wilayah kajian hingga 61 % MHI lapang memiliki pengaruh secara simultan terhadap variabel dependen MHI citra

    Pemetaan Habitat Bentik dengan Metode Klasifikasi Berbasis Objek di Perairan Dangkal Pulau Gili Noko Menggunakan Citra Satelit PlanetScope

    No full text
    Pemetaan potensi sumberdaya pulau-pulau kecil mampu memberikan informasi awal mengenai pemanfaatan ruang pulau yang berkelanjutan dan rasional seperti yang tercatat dalam UU Nomor 27 Tahun 2007. Salah satu pulau yang membutuhkan data dan informasi sumber daya alam pesisir adalah Pulau Gili Noko, yaitu pulau kecil yang terletak di sebelah timur Pulau Bawean. Habitat bentik didefinisikan sebagai tempat hidup organisme benthos yang tersusun dari berbagai komunitas biotik dan abiotik. Hingga saat ini, pemetaan ekosistem perairan dangkal yang akurat masih menjadi tantangan dalam aplikasi penginderaan jauh. Klasifikasi citra berbasis objek merupakan pendekatan yang telah berkembang hingga saat ini dalam meningkatkan akurasi peta habitat bentik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran habitat bentik di Perairan Gili Noko, serta mengetahui tingkat akurasi peta habitat bentik yang dihasilkan dari pengolahan data. Pada penelitian ini, data primer yang digunakan yaitu hasil pengambilan data lapang berupa informasi mengenai zona habitat bentik di Perairan Dangkal Pulau Gili Noko. Data sekunder yang digunakan yaitu citra satelit PlanetScope yang diunduh dari program Norway's International Climate & Forests Initiative (NICFI). Proses pengolahan data primer secara garis besar terdiri dari tahapan analisis CPCe, analisis klaster, kemudian pemilihan data klasifikasi dan uji akurasi. Selanjutnya, proses pengolahan data sekunder terdiri dari segmentasi dan klasifikasi berbasis objek yang terdiri dari dua level yaitu level 1 (reef level) dan level 2 (benthic level). Langkah akhir pengolahan data yang dilakukan yaitu melakukan uji akurasi untuk mengetahui tingkat keakuratan peta hasil klasifikasi dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Hasil analisis data lapang hingga tahap klasifikasi benthic level menghasilkan sebaran habitat bentik di Perairan Dangkal Pulau Noko terdiri dari lima kelas antara lain alga, karang, lamun, pasir, dan rubble. Hasil klasifikasi benthic level menghasilkan luas kelas karang sebesar 71.54 ha, kelas rubble sebesar 71.29 ha, kelas alga sebesar 41.54 ha, kelas pasir sebesar 192.28 ha, dan kelas lamun sebesar 3.47 ha. Berdasarkan hasil luasan yang diperoleh, diketahui bahwa Perairan Dangkal Pulau Gili Noko didominasi oleh pasir. Sebaliknya, kelas yang paling jarang ditemukan atau yang memiliki luasan palling sedikit yaitu kelas lamun. Uji akurasi yang dilakukan dari pengolahan data menghasilkan nilai overall accuracy sebesar 86.67%. Berdasarkan hasil akurasi yang diperoleh, peta habitat bentik di Perairan Dangkal Pulau Gili Noko dapat digunakan dengan baik karena memiliki nilai akurasi keseluruhan lebih dari 60% sebagai batas akurasi yang dapat diterima untuk hasil peta habitat bentik

    Pemodelan Spasial Banjir Rob Berdasarkan Skenario Kenaikan Muka Air Laut Di Pesisir Utara Kabupaten Indramayu

    No full text
    Banjir rob merupakan banjir yang menggenangi daratan akibat naiknya air laut. Kejadian banjir rob sering terjadi di daerah pesisir yang memiliki ketinggian tanah yang lebih rendah dari pada kenaikan muka air laut. Banjir rob di Indonesia sering terjadi mengingat banyak kota di Indonesia yang didirikan di sepanjang pesisir pantai Indonesia. Banjir rob juga melanda Kecamatan Kandanghaur dan Kecamatan Patrol Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat, Pada tahun 2022 banjir rob yang melanda dua Kecamatan di pesisir Kabupaten Indramayu tersebut mengakibatkan banyak kerugian, diantaranya merusak rumah warga dan masuk ke ruas jalan pantura.Banjir rob yang terjadi di pesisir Kabupaten Indramayu pada Desembet Tahun 2022 menggenangi jalan panturan penghubung antara Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Subang. Pada pemodelan banjir rob, data yang digunakan di antaranya data Digital Elevation Model, data pasang surut, dan data observasi lapang. Pemodelan banjir rob menggunakan software Arcgis, Excell, dan Envi dalam pengolahannya. DEM merupakan data ketinggian tanah yang menunjukan ketinggian tanah pada masing-masing pixel, pada lokasi penelitian laporan akhir memiliki ketinggian tanah antara 0 – 23 mdpl. Pasang surut merupakan kenaikan muka air laut secara periodek pada setiap harinya, data pasang surut digunakan untuk menentukan model banjir rob berdasarkan kenaikan muka air laut rata-rata yang terjadi, dari hasil analisis yang telah di lakukan, nilai HHWL, MSL, dan LLWL dari pasang surut di Kecamatan Kandanghaur dan Kecamatan Patrol adalah 1.40 m, 1.06 m, dan 0.11 m. Softwere arcgis menjalankan sytax pengolahan data berupa pemodelan menggunakan raster calculator dengan menggunakan nilai HHWL, MSL, dan LLWL. Pemodelan banjir rob menghasilkan peta genangan banjir rob yang menggenangi Kecamatan Kandanghaur dan Kecamatan Patrol. Kecamatan yang terkena dampak paling luas adalah Kecamatan Kandanghaur dengan luas genangan banjir rob tertinggi 714,04 ha, dan daerah yang paling rendah terkena dampak banjir rob adalah daera patrol baru dengan luasan 14,43 ha. Ketinggian banjir rob berdasarkan data HHWL, MSL, dan LLWL pada bulan Desember tahun 2022. Dampak banjir rob pada penggunaan lahan juga sangat massive, lahan yang terkena banjir rob di Kecamatan Kandanghaur dan Kecamatan Patrol adalah persawahan dan tambah garam. Luas genangan banjir rob paling luas terdapat pada persawahan dengan besaran 2135,8 ha dan luas genangan banjir rob yang menggenangi tambak garam adalah 14,43 ha

    Analisis Kesehatan Mangrove Di Desa Daun Kecamatan Sangkapura, Kabupaten Gresik Menggunakan Metode Mangrove Health Index (MHI) Dengan Citra Sentinel 2

    No full text
    Ekosistem mangrove merupakan tempat yang sangat penting bagi lingkungan dan masyarakat setempat. Ekosistem mangrove memiliki fungsi yang dapat ditinjau dari aspek fisik, kimia, biologi, dan sosial ekonomi. Hal ini menjadikan mangrove sebagai aspek yang sangat penting untuk dipelihara. Monitoring komunitas mangrove dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis vegetasi yang mengidentifikasi mangrove secara langsung di lapang dengan cara visual. Upaya menjaga dan mengelola mangrove dengan baik, maka perlu dilakukan monitoring secara berkala, pentingnya monitoring ini menjadikan masyarakat harus memiliki peranan langsung dalam menjaga ekosistem. Metode yang digunakan yaitu menggunakan plot berukuran 10mx10m. Metode penentuan titik lokasi menggunakan metode Purposive sampling. Spesies yang ditemukan pada lokasi penelitian yaitu Avicennia alba, Avicennia marina, Bruguiera gymnoryzae, Lumnitzera racemosa, Sonneratia alba, Sonneratia ovata, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Xylocarpus granatum, dan Xylocarpus mollucensis. Pengolahan data MHI berbasis satelit menggunakan bantuan software Google Earth Engine, ini dengan memanfaatkan 4 indeks vegetasi (Normalized Burn Ratio, Green Chlorophyll Index, Structure Insensitive Pigment Index, dan Atmospherically Resistant Vegetation Index). Pengolahan data pada Google Earth Engine ini akan memberikan kita hasil klasifikasi hutan mangrove berdasarkan tingkat kesehatanya dan luas hutan mangrove serta luasan setiap klasifikasi. Pengambilan data Skripsi Mangrove Health Index (MHI) Primer ini dilakukan di Mangrove Hijau Daun, Dusun Daun Laut, Desa Daun, Kecamatan Sangkapura, Pulau Bawean, Kabupaten Gresik. Pengambilan data dilakukan pada 15 plot dengan melakukan pengukuran tinggi pohon, Diameter at Breast Height (DBH), tutupan kanopi, jumlah sampah, dan jumlah anakan. Data ini akan menghasilkan MHI poor MHI 66,66. Pembagian hutan mangrove ke dalam 3 zona ini penting untuk keberlanjutan dari komunitas mangrove Hijau Daun itu sendiri. Formula dalam MHI Sekunder pada Google Earth Engine yaitu MHI = 102.12*NBR - 4.64*GCI + 178.15*SIPI + 159.53*ARVI - 252.39. Formula ini akan menampilkan data citra satelit sentinel 2 yang menyajikan nilai Mangrove Health Index di Hijau Daun. Hutan mangrove terhitung dalam luasan sebesar 76,14 Ha, yang terbagi dalam 11,74 Ha termasuk luasan poor, 41,46 Ha termasuk luasan moderate, dan 19,51 termasuk luasan excellent. Hasil uji regresi yang didapatkan dengan nilai R square sebesar 0.84 atau 84%. Nilai ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel Mangrove Health Index (MHI) primer dengan Mangrove Health Index (MHI) sekunder tergolong dalam tingkatan cukup tinggi

    Kondisi Kesehatan Karang (Scleractinia) di Perairan Selat Sempu,Sendang Biru, Malang, Jawa Timur.

    No full text
    Terumbu karang merupakan hewan bentik yang hidup di dasar perairan. Hewan ini sebagian besar hidupnya berkoloni yang tersusun atas kalsium karbonat (CaCO₃) sebagai hasil sekresi dari Zooxanthellae. Terumbu karang merupakan habitat berbagai biota laut untuk tumbuh dan berkembang biak dalam kehidupan yang seimbang. Salah satu sifat dari ekosistem terumbu karang adalah kerentanan ekosistem tersebut menerima dampak dari luar. Sebagai contoh kerusakan terumbu karang akibat faktor antropogenik, faktor alami, maupun dari penyakit karang itu sendiri dapat menurunkan persentase tutupan karang hidup di suatu perairan. Terumbu karang yang terletak di Selat Sempu memiliki persebaran di sebelah timur dan barat dari Pulau Sempu. Kondisi kesehatan terumbu karang di Pulau Sempu mengalami penurunan. Kondisi terumbu karang di perairan Selat Sempu mengalami penurunan disebabkan oleh ekploitasi masyarakat yang terus menerus dan adanya aktivitas manusia yang dapat menimbulkan kontaminan terhadap perairan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2022 di perairan Selat Sempu, Kabupaten Malang. Pengambilan data dilakukan pada 5 stasiun yaitu Banyu Tawar, Jetty, Rumah Apung, Waru-Waru dan Watu Meja untuk mengetahui persentase tutupan karang dan identifikasi kondisi kesehatan terumbu karang. Pada setiap stasiun dilakukan penanaman transek sebanyak 10 buah secara purposive sampling dan kemudian dilakukan monitoring terhadap kondisi kesehatan terumbu karang. Dilakukan pengambilan data parameter oseanografi sebagai data penunjang. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui tutupan, kondisi dan prevalensi terumbu karang yang ada di Selat Sempu. Hasil pengambilan data terumbu karang diolah pada software Image J, Microsoft Excel dan CPCe untuk mengetahui tutupan dan kondisi kesehatan terumbu karang. Hasil dari seluruh kondisi terumbu karang pada 5 stasiun penelitian yaitu Rumah Apung, Jetty Pelabuhan, Banyu Tawar, Waru-Waru dan Watu Meja masuk dalam kategori rusak. Tutupan karang di semua stasiun tergolong rusak karena berada pada kisaran 10.2% - 19.8%. Stasiun yang memiliki tutupan tertinggi yaitu stasiun Rumah Apung, sedangkan stasiun yang memiliki tutupan terendah yaitu Stasiun Watu Meja. Jenis lifeform karang yang ditemukan di Perairan Pulau Sempu berjumlah 8 dan dominasi oleh Coral Massive. Ditemukan 5 jenis penyakit yang menjangkit terumbu karang di Perairan Pulau Sempu yaitu Fish Bite, Black Band Disease(BBD), Ulcerative White Spots (UWS), Non Focal Bleaching, Trematodiasis dan Pigmentation Response. Berdasarkan data yang diperoleh di Pulau Sempu, penyakit yang memiliki prevalensi tertinggi yaitu Non Focal Bleaching dengan rata – rata nilai 12.63%, sedangkan penyakit yang memiliki prevalensi terendah yaitu Black Band Disease(BBD) dengan rata – rata nilai sebesar 0.8%. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa kondisi terumbu karang di Perairan Selat Sempu dalam kondisi rusak yang disebabkan oleh faktor biotik dan abiotik yang terjadi di Perairan Selat Sempu

    Pemetaan Tingkat Risiko Bencana Tsunami di Wilayah Pesisir Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur

    No full text
    Pesisir kabupaten Tulungagung berada di bagian selatan Pulau Jawa menjadi salah satu wilayah yang rawan terhadap gempabumi dan tsunami karena berhadapan langsung dengan Samudera Hindia yang memiliki sumber gempa megathrust segmen Jawa dengan potensi menghasilkan gempa bermagnitudo maksimum 8.7. Selain letak geografisnya, wilayah pesisir Kabupaten Tulungagung memiliki kondisi topografi yang landai dikelilingi perbukitan karst serta banyaknya aktivitas masyarakat di daerah pesisir menjadikan wilayah pesisir Kabupaten Tulungagung berpotensi rentan terhadap bencana salah satunya yaitu bencana tsunami. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat bahaya, kerentanan, kapasitas, dan risiko terhadap potensi bencana tsunami di kecamatan pesisir Kabupaten Tulungagung. Metode yang digunakan untuk melakukan pemetaan tingkat risiko tsunami yaitu dengan perhitungan Hloss dan cost distance untuk mendapatkan parameter indeks bahaya, analisis dan perhitungan (skoring, pembobotan, dan pengkelasan) untuk memperoleh parameter indeks kerentanan dan kapasitas, serta melakukan overlay ketiga indeks yang telah diperoleh untuk mendapatkan indeks risiko bencana tsunami sehingga dapat diketahui tingkat risiko, wilayah beserta luasan daerah yang berpotensi terdampak. Pengolahan data bahaya memperoleh hasil bahwa terdapat delapan desa pesisir yang berpotensi terkena bahaya tsunami dengan luas total 297,4 hektar dan diklasifikasikan sebagai bahaya tinggi dimana desa terluas yang berpotensi bahaya yaitu Desa Besole dengan total luas 54,36 hektar dan desa dengan luas potensi bahaya tsunami paling rendah terdapat pada Desa Panggungkalak dengan total luas 20,27 hektar. Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan data kerentanan, diketahui bahwa Kecamatan Besuki, Kalidawir, dan Pucanglaban tergolong kerentanan tinggi, sedangkan Kecamatan Tanggunggunung memiliki kerentanan sedang. Parameter kapasitas menggunakan nilai Indeks Ketahanan Daerah (IKD) yang telah ditransformasi dan dilakukan pembobotan sebesar 40% sehingga diperoleh tingkat kapasitas rendah untuk keempat kecamatan pesisir. Berdasarkan hasil perhitungan risiko di pesisir Kabupaten Tulungagung, terdapat delapan desa yang berpotensi memiliki risiko tinggi dengan total luas 283,95 hektar dimana desa dengan potensi risiko terluas yaitu Desa Besole dengan luas potensi risiko paling rendah yaitu pada Desa Panggungkalak. Tingginya tingkat risiko suatu daerah dipengaruhi oleh intensitas bahaya, kerentanan, dan kapasitas daerah

    Estimasi Stok Karbon Atas Permukaan pada Mangrove Menggunakan Citra Sentinel-1A dan Sentinel-2A di Kawasan Mangrove Hijau Daun, Pulau Bawean

    No full text
    Karbon dioksida (CO2) merupakan gas rumah kaca yang memerangkap panas di atmosfer yang menyebabkan suhu bumi semakin panas. Meningkatnya gas rumah kaca yang melebihi batas toleransi dapat mengancam keberlanjutan sistem kehidupan dengan perubahan iklim di bumi (Murdiyarso & Ambo-Rappe, 2022). Perubahan iklim tersebut di sebabkan oleh kenaikan gas karbon dioksida (CO2). Salah satu ekosistem yang berguna menanggulangi perubahan iklim yaitu ekosistem pesisir seperti mangrove dan lamun (Purnamasari et al., 2021). Karbon yang tersimpan dalam ekosistem vegetasi mangrove, lamun dan salt marshes disebut sebagai ‘blue carbon’ (Alongi et al., 2016). Mangrove sangat berpotensi untuk menyimpan stok karbon sehingga dapat mengurangi emisi gas CO2. Penginderaan jauh sangatlah berguna dan efektif dalam memantau perubahan tutupan serta stok karbon hutan mangrove sehingga dapat diketahui perubahan tutupan dan dapat diukur estimasi stok karbon mangrove berdasarkan kenampakan citra satelit (Cahyo et al., 2022). Pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal 31 Maret-4 April 2023 di Kawasan Mangrove Hijau Daun, Pulau Bawean. Beberapa data yang diambil diantaranya yaitu Diameter at Breast Height (DBH) pohon dan identifikasi spesies mangrove. Metode yang digunakan dalam pengambilan data lapang yaitu stratified random sampling sebanyak 33 plot dengan ukuran 10x10 m. Dilakukan penentuan titik menggunakan kriteria kerapatan NDVI. Pengukuran DBH dilakukan sesuai dengan pedoman English et al., (1997). Sedangkan, identifikasi berdasarkan Noor et al., (2006). Pengukuran biomassa dilakukan menggunakan persamaan allometrik dari masing-masing spesies. Estimasi stok karbon dihitung sesuai dengan pedoman Badan Standardisasi Nasional, (2011). Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan sepuluh spesies mangrove sejati dalam plot penelitian dengan jumlah total sebanyak 806 tegakan. Rata-rata dari total keseluruhan biomassa dan stok karbon pada lokasi penelitian didapatkan hasil 213.51±166.49 MgB ha-1 dan 100.35±78.25 MgC ha-1 secara berurutan. Rentang nilai stok karbon mulai dari 9.63 MgC ha-1 hingga 294.7 MgC ha-1. Hasil dari uji normalitas data yaitu 0.144 yang menandakan data normal dan didapatkan persamaan regresi model tiga dengan persamaan y = - 498.016 + 632.140(NDI45) - 20.344(VV) - 16.975(VH). Persamaan tersebut mendapatkan hasil R2 sebesar 0.769 dan r sebesar 0.877. Hasil persamaan tersebut dilakukan pemodelan sehingga menghasilkan peta estimasi stok karbon dengan rentang 4.08 MgC ha-1 hingga 329.69 MgC ha-1 dengan rata-rata total keseluruhan stok karbon mencapai 101.59±58.90 MgC ha-1. Hasil dari nilai uji akurasi data lapang dengan peta estimasi stok karbon didapatkan hasil sebesar 6.27 MgC ha-1. Penelitian stok karbon mangrove ini masih tergolong dalam rentang minimal cadangan karbon tingkat nasional pada tipe hutan mangrove sekunder. Oleh karena itu diperlukan rehabilitasi dan pengawasan lebih lanjut terhadap Hutan Mangrove Hijau Daun sebagai cadangan stok karbon pada Pulau Bawean

    Estimasi Stok Karbon Atas Permukaan pada Mangrove Menggunakan Citra Sentinel-1A dan Sentinel-2A di Kawasan Mangrove Hijau Daun, Pulau Bawean

    No full text
    Karbon dioksida (CO2) merupakan gas rumah kaca yang memerangkap panas di atmosfer yang menyebabkan suhu bumi semakin panas. Meningkatnya gas rumah kaca yang melebihi batas toleransi dapat mengancam keberlanjutan sistem kehidupan dengan perubahan iklim di bumi (Murdiyarso & Ambo-Rappe, 2022). Perubahan iklim tersebut di sebabkan oleh kenaikan gas karbon dioksida (CO2). Salah satu ekosistem yang berguna menanggulangi perubahan iklim yaitu ekosistem pesisir seperti mangrove dan lamun (Purnamasari et al., 2021). Karbon yang tersimpan dalam ekosistem vegetasi mangrove, lamun dan salt marshes disebut sebagai ‘blue carbon’ (Alongi et al., 2016). Mangrove sangat berpotensi untuk menyimpan stok karbon sehingga dapat mengurangi emisi gas CO2. Penginderaan jauh sangatlah berguna dan efektif dalam memantau perubahan tutupan serta stok karbon hutan mangrove sehingga dapat diketahui perubahan tutupan dan dapat diukur estimasi stok karbon mangrove berdasarkan kenampakan citra satelit (Cahyo et al., 2022). Pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal 31 Maret-4 April 2023 di Kawasan Mangrove Hijau Daun, Pulau Bawean. Beberapa data yang diambil diantaranya yaitu Diameter at Breast Height (DBH) pohon dan identifikasi spesies mangrove. Metode yang digunakan dalam pengambilan data lapang yaitu stratified random sampling sebanyak 33 plot dengan ukuran 10x10 m. Dilakukan penentuan titik menggunakan kriteria kerapatan NDVI. Pengukuran DBH dilakukan sesuai dengan pedoman English et al., (1997). Sedangkan, identifikasi berdasarkan Noor et al., (2006). Pengukuran biomassa dilakukan menggunakan persamaan allometrik dari masing-masing spesies. Estimasi stok karbon dihitung sesuai dengan pedoman Badan Standardisasi Nasional, (2011). Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan sepuluh spesies mangrove sejati dalam plot penelitian dengan jumlah total sebanyak 806 tegakan. Rata-rata dari total keseluruhan biomassa dan stok karbon pada lokasi penelitian didapatkan hasil 213.51±166.49 MgB ha-1 dan 100.35±78.25 MgC ha-1 secara berurutan. Rentang nilai stok karbon mulai dari 9.63 MgC ha-1 hingga 294.7 MgC ha-1. Hasil dari uji normalitas data yaitu 0.144 yang menandakan data normal dan didapatkan persamaan regresi model tiga dengan persamaan y = - 498.016 + 632.140(NDI45) - 20.344(VV) - 16.975(VH). Persamaan tersebut mendapatkan hasil R2 sebesar 0.769 dan r sebesar 0.877. Hasil persamaan tersebut dilakukan pemodelan sehingga menghasilkan peta estimasi stok karbon dengan rentang 4.08 MgC ha-1 hingga 329.69 MgC ha-1 dengan rata-rata total keseluruhan stok karbon mencapai 101.59±58.90 MgC ha-1. Hasil dari nilai uji akurasi data lapang dengan peta estimasi stok karbon didapatkan hasil sebesar 6.27 MgC ha-1. Penelitian stok karbon mangrove ini masih tergolong dalam rentang minimal cadangan karbon tingkat nasional pada tipe hutan mangrove sekunder. Oleh karena itu diperlukan rehabilitasi dan pengawasan lebih lanjut terhadap Hutan Mangrove Hijau Daun sebagai cadangan stok karbon pada Pulau Bawean
    corecore