122 research outputs found
DIS-AGREGASI KONTRIBUSI RUMAH TANGGA MISKIN PADA ANGKA STUNTING DI DI KOTA BENGKULU
Indonesia sedang menghadapi tantangan besar terkait kualitas sumber daya manusia dengan prevalensi balita stunting sebesar 9,5 persen pada tahun 2021. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis upaya pemerintah daerah dalam penanggulangan stunting di Kota Bengkulu. Masalah penelitian yang diketengahkan dalam penelitian ini adalah bagaimana peta dis-agregasi keluarga miskin transient dan kronis dalam menyumbang angka stunting di Kota Bengkulu? Berapa persen kontribusi keluarga miskin transient pada angka anak stunting di Kota Bengkulu? Penelitian untuk mengetahui peta dis-agregasi belum pernah dilakukan. Penelitian-penelitian sebelumnya hanya sampai pada kesimpulan bahwa anak-anak penderita stunting adalah anak-anak yang berasal dari keluarga miskin. Tidak ada penjelasan lanjutan mengenai apakah dari keluarga miskin transient atau kronis? Dengan metode deskriptif kualitatif, penelitian ini mencatat bahwa dari total jumlah anak penderita stunting di Kota Bengkulu, 60 persen berasal dari rumah tangga miskin kronis. Data ini menunjukkan bahwa meskipun dalam kondisi yang lebih baik dari rumah tangga miskin kronis, rumah tangga miskin transient memberi kontribusi yang cukup signifikan pada angka stunting di Kota Bengkulu, yaitu sebesar 40 persen. Dengan demikian fokus dan strategi penanganan masalah stunting oleh pemerintah khususnya Pemerintah Kota Bengkulu tidak cukup hanya pada rumah tangga miskin kronis saja tetapi sebaiknya memasukkan rumah tangga miskin transient ke dalamnya.
GREEN KAMPONG: URBAN POVERTY INITIATIVE PROGRAM FOR TRANSIENT POOR FAMILY IN BENGKULU, INDONESIA
Urban poverty is still a thorny issue in almost all cities in Indonesia. Urban poverty is grouped into two different characteristics: chronic and transient. Chronic poverty experienced by those who are under the poverty line, while transient poverty experienced by those who are around the poverty line. Unlike the chronic group that is often the target of poverty reduction policies, transient group is often overlooked. They do not exist in the scheme of poverty reduction programs. In fact, the number of transient poor population is about 46 percent, compare to the chronic population that is only 11%. With almost having similar condition with the chronic group, transient group is characterized by unstable income, large spending on food, limited access to drinking water, live in the surrounding slums, and having a low quality sanitation. The question is, how the survival strategy of the neglected transient is able to cope with their difficult life. And the most important thing, what program should be done by the government to deal with transient poverty? This paper will discuss the economic living conditions of transient poor families in urban Bengkulu City, Indonesia, reviews their survival strategy, initiatives and experiences. It also talks about ongoing Green Kampong project promoted by the University of Bengkulu that integrates incomes generation efforts for the transient poor and the commitment of environmental protection through the vegetables planting in every idle land in the kampong area
PENANGANAN TRANSIENT POVERTY: DISKURSUS AGENDA-SETTING DALAM PROSES FORMULASI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN
As a population group with income and/or expenditure that is alarmingly close to the poverty line, the position of transient poor can be very unstable. They are in a constant vulnerability of falling under the poverty line with every critical situation that arises, which are affected by disasters, social conflicts, termination of employment, and/or changes in public policy especially in the economic sector. Up to 2015, poverty alleviation programs in Indonesia is divided into four clusters: social protection, community empowerment, small scale credit, and pro-poor supported program. Strangely, there is not a single clause in any of the four clusters that elaborates the policy schemes that addressed to the transient poor. The research is aimed to triangulate the position of transient poor groups in the poverty alleviation policy framework. Additionally, this research is also aimed to clarify the agenda-setting process in the formulation of poverty alleviation policy that neglects the transient poverty issues mitigation. The methodology used in this research is descriptive qualitative. Two major findings can be derived as the conclusions from the research. Firstly, the position of transient poor population is not included in the poverty alleviation policy scheme. The existing policy alleviation scheme does not accommodate the needs and tailored approach to cater to transient poor population. Secondly, the oversight to catering to transient poor population starts even from the agenda-setting in policy formulation processes. This is seen from the fact that transient poverty issues are not exposed to the problem stream, policy stream, and political stream that utilizes policy window to discuss transient poor issues throughout the agenda-setting. The study recommends that there should be clear understanding among policy makers to the concept of transient poverty, authority distribution between central and local government in handling the poverty problem, Central Bureau of Statistics assignment to own and publish transient poor data, and encourage the entry of transient poverty issues in the agenda-setting process of poverty policy
ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN NEW NORMAL DALAM MENEKAN PERKEMBANGAN KLASTER COVID-19 DI PASAR TRADISONAL PANORAMA KOTA BENGKULU
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan kebijakan new normal di Pasar Panorama Kota Bengkulu. Untuk menganalisis peneliti menggunakan teori implementasi kebijakan dimana terdapat tiga aktivitas yaitu organisasi, interpretasi dan aplikasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling.Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan new normal normal di Pasar Panorama Kota Bengkulu belum berjalan optimal. Pertama, ditinjau pada aspek organisasi dalam pelaksanaanya sudah sesuai sebagaimana mestinya dimana organisai yang ditetapakan yaitu satgas penanganan Covid-19 berjalan dengan baik dalam merealisasikan kebijakan new normal. Pada aspek interpretasi tidak berjalan baik. Dapat dilihat bahwasanya dari segi pemahaman masyarakat memahami tetapii mereka tidak menerima dengan baik kebijakan tersebut sehingga mempengaruhi mereka dalam bersikap sebagaii respon dari kebijakan new normal. Terakhir, pada aspek aplikasi juga tidak berjalan optimal. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaannya masyarakat sebagai target sasaran tidak menerapkan kebijakan new normal dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang merupakan tujuan dari pelaksanaan kebijakan new normal di Pasar Panorama Kota Bengkulu
Partisipasi Masyarakat Dalam Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) (Studi Di Kelurahan Sumberjaya Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu)
Setiap tahun jumlah penduduk Indonesia semakin meningkat. Hal tersebut membuat wilayah khususnya perkotaan menjadi semakin padat dan cenderung menjadi kumuh. Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) adalah salah satu program yang dilakukan secara nasional dengan tujuan membangun sistem yang terpadu untuk penanganan permukiman kumuh, dimana pemerintah daerah memimpin dan berkolaborasi dengan para pemangku serta mengedepankan partisipasi masyarakat. Skripsi ini berjudul partisipasi masyarakat dalam program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Sumber Jaya Kecamatan Kampung Melayu Kota Bengkulu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran terkait partisipasi masyarakat dan mencari tahu penyebab partisipasi yang belum optimal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif untuk memberikan gambaran yang jelas terhadap masalah penelitian. Aspek penelitian berpedoman pada teori Cohen dan Uphof yaitu partisipasi dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan program, pengambilan manfaat dan evaluasi. Hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum berpartisipasi, mulai dari pembuatan keputusan dikarenakan masyarakat yang tidak mengetahui program ini dan tidak juga hadir dalam rapat atau rembug, pada pelaksanaan program masih ada masyarakat yang tidak ikut membantu secara langsung saat pengerjaan pembangunan namun masyarakat telah ikut mengambil peran dengan membayar iuran sampah, dalam pengambilan manfaat masyarakat sudah merasakan manfaat pembangunan namun masih ada juga masyarakat yang membuang sampah sembarangan hingga menimbulkan masalah baru, dan dalam evaluasi masih banyak harapan dan kritikan warga serta dari pihak penyelenggara untuk program ini. Masyarakat yang belum berpartisipasi disebabkan oleh beberapa hal : 1) usia, 2) kebiasaan, 3) rendahnya pemahaman masyarakat, 4) profesi atau kesibukan, 5) sedikitnya ruang untuk berpartisipasi
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK MELALUI SITUS WEB (MEDIA CENTER) DISKOMINFO KOTA BENGKULU
The implementation of public information disclosure policy is one of the efforts to fulfill Human Rights (HAM), because public information is a basic need for everyone. The purpose of this study is to find out and describe how the mechanism of the law or policy is implemented related to the management of the media center at the Bengkulu City Communication and Information Agency in providing public information disclosure. The method used in this research is descriptive qualitative to provide a clear picture of the research problem. The research aspect is guided by Edward III's theory which explains that there are 4 variables that determine a successful policy implementation, namely communication, resources, disposition and organizational structure. The results of research in the field indicate that, in general, the communication aspect can be said that the communication aspect that has been carried out has not been carried out properly in its implementation and in terms of information delivery. Then on the aspect of resources which from the results of the study indicate that there is still a lack of facilities and infrastructure to support public information management activities. Furthermore, the aspect of the bureaucratic structure, which in this aspect has been carried out systematically in accordance with existing rules, and the last aspect is disposition, which from the research results shows that the implementation is carried out in accordance with the agreed division of labor
Kemiskinan transient dan skema kebijakan penanggulangan kemiskinan
Ketika mendiskusikan masalah kemiskinan, fokus kajian terbelah menjadi dua bagian besar. Kajian yang pertama mendiskusikan mengenai ukuran, kriteria miskin, dan
oleh karenanya disebut sebagai lebih terukur. Bagaimana menentukan seseorang atausuatu unit rumah tangga masuk dalam kriteria miskin atau tidak miskin. Topik-topik dalam diskusi ini berkembang di sekitar garis kemiskinan, pendapatan atau penghasilan,pengeluaran atau belanja, jumlah anggota rumah tangga, kebutuhan dasar, kondisi
kesehatan, kondisi pendidikan, kondisi rumah tinggal, dan kondisi permukiman. Karenasifatnya terukur, data kemiskinan penduduk dan rumah tangga mudah ditampilkan dalambentuk data statistik. Penyelesaian masalah kemiskinan mengarah pada perhitungan statistik peningkatan pendapatan dan penurunan pengeluaran. Kajian ini lebih berkembang di wilayah argumentasi ekonomi
Penduduk Miskin Transient: Masalah Kemiskinan yang Terabaikan
Kemiskinan dalam arti ekonomi yaitu ketidakmampuan ekonomis seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs). Untuk menghitung jumlah penduduk miskin, BPS menentukan garis kemiskinan yang membagi penduduk menjadi penduduk miskin dan penduduk tidak miskin. BPS juga menyusun pengelompokan penduduk berdasarkan kemampuan pengeluaran dalam lapisan-lapisan desil 1-10, masing-masing memuat 10 persen. Garis kemiskinan yang berubah setiap tahun serta pengelompokan desil ini menunjukkan fakta empiris yang mengindikasikan keberadaan kelompok penduduk miskin transient di samping kelompok penduduk miskin kronis. Kelompok penduduk miskin kronis dan miskin transient memiliki karakteristik masalah yang berbeda, penduduk miskin transient tidak bertubuh miskin seperti penduduk miskin kronis. Perbedaan karakter mengindikasikan kebutuhan penanganan khusus masing-masing yang berbeda pula.
Pada tahun 2014 BPS mencatat jumlah penduduk miskin sebesar 11,25 persen, pada saat yang bersamaan Bank Dunia mencatat jumlah penduduk miskin transient sebesar 28,94 persen. Kebijakan penanggulangan kemiskinan menyamaratakan penanganan 40 persen penduduk berpendapatan terendah, dan tidak secara khusus menangani masalah penduduk miskin transient. Buku ini akan menguraikan mengenai fakta terabaikannya penanganan khusus penduduk miskin transient dalam kerangka kajian kebijakan publik penanganan masalah kemiskinan
- …