10 research outputs found

    Amerta; Jurnal penelitian pengembangan arkeologi Volume 35 no. 1

    Get PDF
    DDC: 930.1 Yosua Adrian Pasaribu dan R. Cecep Eka Permana Binatang Totem pada Seni Cadas Prasejarah di Sulawesi Selatan Vol. 35 No. 1, Juni 2017. hlm. 1-18 Motif seni cadas prasejarah di Sulawesi Selatan adalah motif tangan, motif binatang, perahu, antropomorfis, dan geometris. Motif binatang yang digambarkan pada 25 dari 90 gua seni cadas prasejarah di kawasan itu, antara lain motif ikan, penyu, burung, dan mamalia. Penelitian pertanggalan seni cadas prasejarah di Sulawesi Selatan pada 2014 menunjukkan bahwa salah satu motif babi berusia ± 35.400 tahun. Berdasarkan beragamnya motif binatang yang digambarkan dan pertanggalan terbaru yang menempatkan kawasan itu ke dalam masa yang sangat tua, penelitian mengenai konteks budaya motif binatang menjadi suatu hal yang menarik. Sesuai dengan tujuan penelitian ini khusus mengkaji motif binatang

    PENATAAN RUANG DALAM RANGKA PELESTARIAN KAWASAN CAGAR BUDAYA: KAJIAN KOTA KUNO BANTEN LAMA

    Get PDF
    Abstract The old city of Banten Lama was an international port city developed in the 16-18th century AD. This old city, which once was the capital city of one of Indonesian Great Kingdom who has an ambassador in the Great Britain, can still be reconstructed based on the trace of monuments left scattered on the site at Kasemen District, Serang City. The preservation planning of this cultural heritage of an ancient city fits with the regional planning. Problems with this region heritage are the proximity between heritages and houses or shops and destructive activities. The data of spatial problems has never been mapped with a measured method. Spatial planning in this heritage area was done by aerial photography mapping. This paper reviews the use of the aerial photography method in planning for the preservation of space for cultural heritage areas. This method shows the existing condition of heritage buildings and sites that have proximity with houses, roads, and shops. This study shows that the preservation of the ancient city of Banten Lama can be done by providing substitutes for green open spaces for people who have been using cultural heritage sites for general recreational purposes, encouraging the development of settlements outside cultural heritage areas, and involving the community in community empowerment in the use of cultural heritage in harmony with preservation.Keywords: Banten Lama, Cultural Heritage Area Preservation, Spatial Planning, Indonesia Abstrak Kota Kuno Banten Lama merupakan kota pelabuhan internasional yang berkembang pada abad 16-18 M. Ibu kota kerajaan tradisional Indonesia yang memiliki duta besar di Inggris ini masih dapat direkonstruksi berdasarkan monumen-monumen yang tersebar di wilayah Kecamatan Kasemen, Kota Serang. Pelestarian kawasan kota kuno bersinggungan dengan penataan ruang di wilayah tersebut. Permasalahan dalam pelestarian situs dan bangunan cagar budaya di Banten adalah kedekatan jarak antara cagar budaya dengan permukiman atau pertokoan dan pemanfaatan yang tidak selaras dengan pelestarian. Data permasalahan keruangan tersebut belum pernah dipetakan dengan metode yang terukur. Tulisan ini mengulas mengenai penggunaan metode foto udara dalam perencanaan pelestarian ruang kawasan cagar budaya. Metode tersebut dapat memperlihatkan kondisi eksisting situs dan bangunan cagar budaya yang bersinggungan dengan permukiman, jalan, dan pertokoan. Kajian menunjukkan bahwa pelestarian kota kuno Banten Lama dapat dilakukan dengan menyediakan pengganti lapangan terbuka hijau bagi masyarakat yang selama ini menggunakan situs-situs cagar budaya sebagai sarana rekreasi umum, mendorong pembangunan permukiman di luar kawasan cagar budaya, dan melibatkan masyarakat dalam pemanfaatan cagar budaya yang selaras dengan pelestarian. Keywords: Banten Lama, pelestarian kawasan cagar budaya, perencanaan tata ruang, Indonesi

    KONTEKS BUDAYA GAMBAR BINATANG PADA SENI CADAS DI SULAWESI SELATAN

    Get PDF
    This article is based on a thesis with the same title on Archaeology Magister Program, Universitas Indonesia. This research relies on structuralist approach assuming that artists have potential choices to select motifs according to their artistic repertoire. That appropriate choices are guided by the site location in the region. Etnographic studies of animal motifs in rock art shows totemism, shamanism, and everyday life as cultural contexts. Based on that cultural contexts, it is known that shamanism was the cultural context of rock art in South Sulawesi which is dominated by one animal motif

    KAMPANYE KESADARAN MASYARAKAT MENGENAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA BERDASARKAN UNDANGUNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010

    Get PDF
    Abstract.Law Number 11 of 2010 Concerning Cultural Conservation commands people to register their object, building, structure, site, or area which have significant values for the history, science, education, religion, and/or culture to regency/municipal governments for feasibility study as cultural heritage. In order to implement the law, since 2013 the government has conducted socialization to 69% of local governments. However, the responds from regency/municipal governments in terms of organizing cultural heritage registration for public is relatively low. By the end of 2017, there have only been 13.5% of local governments with certified heritage experts and only 4% of local governments that have established cultural heritages. To date, there is none regency/municipal government that has organized cultural heritage registration for public. The purpose of this study is to find solution so that the central government can urge the regency/municipal governments to organize cultural heritage registration for public. This research used literature study to get data about the socialization that have been conducted previously. The literature study was also in form of theoretical review about public awareness campaigns principles and cultural heritage preservation. The result of this study is a recommendation for the central government to organize public awareness campaign about cultural conservation.Keywords: Cultural conservation, Public awareness campaign, Central government, Local governmentAbstrak.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya mengamanatkan masyarakat untuk mendaftarkan benda, bangunan, struktur, situs atau kawasan mereka yang memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk ditetapkan atau tidak ditetapkan sebagai cagar budaya. Dalam rangka melaksanakan amanat tersebut, sejak tahun 2013 pemerintah telah menyosialisasikan pelestarian cagar budaya kepada 69% pemerintah daerah. Namun demikian, respon pemerintah kabupaten/kota untuk menyelenggarakan pendaftaran cagar budaya milik masyarakat masih relatif rendah. Hingga akhir tahun 2017, hanya terdapat 13.5% pemerintah daerah yang memiliki Tim Ahli Cagar Budaya bersertifikat dan 4% pemerintah daerah yang telah menetapkan cagar budaya. Hingga tulisan ini dibuat belum ada pemerintah kabupaten/kotayang menyelenggarakan pendaftaran koleksi/properti milik masyarakat untuk ditetapkan sebagai cagar budaya. Permasalahan kajian ini adalah bagaimana pemerintah pusat dapat mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk menyelengarakan pendaftaran cagar budaya milik masyarakat. Kajian dalam artikel ini menggunakan kajian kepustakaan terhadap data sosialisasi pendaftaran cagar budaya yang pernah dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Kajian kepustakaan juga berupa KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 27 No. 1, Mei 2018 (15-30) 16 tinjauan teoretis mengenai prinsip-prinsip membangkitkan kesadaran masyarakat secara umum dan terhadap pelestarian cagar budaya secara khusus. Hasil kajian mengusulkan agar pemerintah Pusat menyelenggarakan Kampanye Pelestarian Cagar Budaya dengan menggunakan metode kampanye kesadaran masyarakat.Kata Kunci: Pelestarian Cagar Budaya, Kampanye Kesadaran Masyarakat, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Daera

    Kalpataru majalah arkeologi volume 27 nomor 1, Mei 2018

    Get PDF
    Majalah ini berisi 5 artikel ilmiah yang berjudul: (1) Warisan budaya sebagai barang publik, (2) Kampanye kesadaran masyarakat mengenai pelestarian cagar budaya berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, (3) Arkeologi, Publik, dan Media Sosial di Maluku, (4) Bangunan Perkebunan teh Zaman Belanda di Jawa Barat: Kajian Arkeologi Publik, (5) Tinggalan megalitik di kawasan Pasemah Sumatera Selatan: Kajian Arkeologi Publik

    KONTEKS BUDAYA MOTIF BINATANG PADA SENI CADAS PRASEJARAH MISOOL, RAJA AMPAT, PAPUA BARAT

    Get PDF
    Abstract. Cultural Context of Animals Motif in Misool Prehistoric Rock Art, Raja Ampat, Papua Barat. The Misool Islands Region in Raja Ampat, West Papua has a variety of prehistoric rock art finding consisting of hand stencil motifs, animals, dots, anthropomorphic, stone adzes, boomerang stencils, unidentified stencils, and non-figurative. Animal motifs include dolphins, marine fishes, birds, and lizards are depicted in 22 of 40 sites in rock art body. The study of the cultural context of rock art motifs in the Misool area is interesting to do because of the diversity of animal motifs. Other motifs such as hand stencils, dots, anthropomorphic, stone adzes, and boomerang stencils which may have another cultural meaning require a separate discussion. This study uses quantitative methods with 87 animal paintings data which consist of 10 motifs in 22 sites in East Misool and South Misool Region, Raja Ampat, West Papua. The result study places the depiction of animal motifs in prehistoric rock art in Misool in the secular cultural context or daily life.   Abstrak. Kawasan Kepulauan Misool di Raja Ampat, Papua Barat, memiliki berbagai macam temuan seni cadas prasejarah yang terdiri atas motif cap tangan, binatang, bulatan, antropomorfis, beliung persegi, stensil bumerang, stensil tidak teridentifikasi, dan nonfiguratif. Seni cadas motif binatang, antara lain lumba-lumba, ikan-ikan laut, burung, dan kadal digambarkan pada 22 dari total 40 situs seni cadas di kawasan tersebut. Kajian terhadap konteks budaya seni cadas motif binatang di Kawasan Misool menarik untuk dilakukan karena beragamnya motif binatang tersebut. Motif lain, seperti motif gambar tangan, bulatan, antropomorfis, beliung persegi, dan stensil bumerang, yang mungkin memiliki makna berbeda dalam konteks budaya memerlukan kajian tersendiri. Kajian ini menggunakan metode kuantitatif terhadap data berupa 87 gambar binatang yang terdiri atas 10 motif pada 22 situs di Kawasan Misool Timur dan Misool Selatan, Raja Ampat, Papua Barat. Hasil kajian menempatkan penggambaran motif binatang di kawasan seni cadas prasejarah Misool pada konteks budaya sekuler atau kehidupan sehari-hari

    Amerta: jurnal penelitian dan pengembangan arkeologi

    Get PDF
    AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi merupakan sarana publikasi dan informasi hasil penelitian dan pengembangan di bidang arkeologi dan ilmu terkait. Jurnal ini menyajikan artikel orisinal, tentang pengetahuan dan informasi hasil penelitian atau aplikasi hasil penelitian dan pengembangan terkini dalam bidang arkeologi dan ilmu terkait seperti kimia, biologi, geologi, paleontologi, dan antropologi. Sejak tahun 1955, AMERTA sudah menjadi wadah publikasi hasil penelitian arkeologi, kemudian tahun 1985 menjadi AMERTA, Berkala Arkeologi. Sesuai dengan perkembangan keilmuan, pada tahun 2006 menjadi AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi. Pengajuan artikel di jurnal ini dilakukan secara online ke http://jurnalarkeologi.kemdikbud. go.id/index.php/amerta. Informasi lengkap untuk pemuatan artikel dan petunjuk penulisan terdapat di halaman akhir dalam setiap terbitan. Artikel yang masuk akan melalui proses seleksi Dewan Redaksi. Semua tulisan di dalam jurnal ini dilindungi oleh Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Mengutip dan meringkas artikel; gambar; dan tabel dari jurnal ini harus mencantumkan sumber. Selain itu, menggandakan artikel atau jurnal harus mendapat izin penulis. Jurnal ini terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember, diedarkan untuk masyarakat umum dan akademik baik di dalam maupun luar negeri

    SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT PENDUKUNG SENI CADAS LEANG SUMPANG BITA, KABUPATEN PANGKAJENE KEPULAUAN, SULAWESI SELATAN

    No full text
    Smith, Adam. 1776. An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations. London.W. Strahan dan T. CadellWhitley, David S.; Joseph M. Simon; dan Ronald I. Dorn. 1998.Rock Art Studies at CA-SBR-2347, The Paradise Bird Site, Fort Irwin N.T.C; San Bernandino County, California.Report on filem Archaeological Information Center. San Bernandino County Museum.Whitley, David S. 2005. Introduction to Rock Art Research. California. Left Coast Press. Inc.Permana, R. Cecep Eka. 2008.Bentuk-Bentuk Gambar Telapak Tangan pada Gua-Gua Prasejarah di Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan. dipublikasikan online di http://melayuonline.com/ind/article/read/798/bentuk-gambar-telapak-tangan-pada-gua-gua-prasejarah-di-kabupaten-pangkajene-kepulauan-sulawesi-selatan.Sauvet, Georges; Robert Layton; Tilman Lenssen-Erz; Paul Taon; dan Andre Wlodarczyk. 2009. Thinking with Animals in Upper Palaeolithic Rock Art; Cambridge Archaeological Journal 19:3, McDonald Institute for Archaeological Research.Sveiby, Karl-Erik. 2009.The First Leadership? Shared Leadership in Indigenous Hunter-Gatherer Bands. Draft Paper for Book Chapter on Indigenous Leadership to be published in 2009.Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar. 2010.Usulan Penetapan Kawasan Gua-gua Prasejarah Maros-Pangkep sebagai Kawasan Strategis Nasional. Direktorat Peninggalan Purbakala; Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata; Jakarta (tidak diterbitkan).Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar. 2011.Zonasi Gua-Gua Prasejarah Kabupaten Pangkep 2011. Makassar. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.McKie. 2014.Cave art and harpoon tips show African roots of our creative genius; The discovery of wall paintings in Indonesian caves suggests that the human ability to express ourselves began before we trekked out of Africa.diaksesonline pada tanggal 11 Oktober 2014 dihttp://www.theguardian.com/science/2014/oct/11/cave-paintings-indonesia-african-roots.Svissero, Serge dan Clem Tisdell. 2014. Hunter-Gatherer Societies: Their Diversity and Evolutionary Procceses dalam Economics, Ecology, and The Environment; University of Queensland.Vergano, Dan. 2014.Cave Paintings in Indonesia Redraw Picture of Earliest Art: The dating discovery recasts ancient cave art as a continent-spanning human practice.diterbitkan pada tanggal 8 Oktober 2014 di http://news.nationalgeographic.com/news/2014/10/141008-cave-art-sulawesi-hand-science/

    Binatang-Binatang Totem Pada Seni Cadas Prasejarah di Sulawesi Selatan.

    No full text
    Penelitian ini merupakan penerapan metode kuantitatif Sauvet dkk. (2009) untuk menunjukkan konteks budaya penggambaran motif binatang pada kawasan seni cadas berdasarkan statistik frekuensi dan persebarannya dalam kawasan. Data statistik pada kawasan-kawasan seni cadas etnografi menurut metode tersebut menunjukkan konteks budaya totemisme, shamanisme, dan kehidupan sehari-hari. Data penelitian ini adalah 86 gambar yang terdiri dari 17 motif binatang pada 10 gua di Kabupaten Maros, 13 gua di Kabupaten Pangkep, dan dua gua di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa metode kuantitatif Sauvet dkk. (2009) dapat digunakan pada kawasan seni cadas prasejarah Sulawesi Selatan. Penerapan metode tersebut menunjukkan bahwa penggambaran motif binatang pada kawasan seni cadas prasejarah di Sulawesi Selatan menunjukkan konteks budaya totemisme

    Jurnal Arkeologi Siddhayatra Vol.21 No.1 Tahun 2016

    No full text
    Seluruh artikel yang dimuat di dalam terbitan Volume 2 No. 1 bulan Mei tahun 2016 ini melingkupi kajian tinggalan prasejarah hingga masuknya pengaruh Islam di Nusantara. Tulisan mengenai hasil-hasil awal penelitian eksploratif di wilayah Sarolangun oleh Ruly Fauzi menunjukkan potensi kepurbakalaan yang selama ini tidak diketahui sebelumnya. Lukisan gua yang selama ini sangat jarang ditemukan di bagian barat usantara ternyata tersebar hingga ke wilayah Jambi dan hal tersebut merupakan penemuan baru yang belum pernah dibahas sebelumnya. Aspek-aspek pelestarian cagar budaya khususnya peninggalan Megalitik di wilayah Lahat dikemukakan secara lugas oleh Agus Sudaryadi. Sementara itu kajian sosial ekonomu yang digunakan dalam menjelaskan temuan gambar cadas prasejarah di Leang Sumpang Bita oleh Yosua A. Pasaribu turut memperkaya pemahaman kita akan misteri peradaban prasejarah Nusantara. Kajian Arkeo-Filologi oleh Retno Purwanti kali ini memiliki sasaran tinggalan-tinggalan dari masa Islam di Pulau Bangka. Deskripsi mendalam serta ulasan literatur lainnya yang digunakan sebagai data sekunder diutarakan secara lugas oleh penulis pada terbitan kali ini. Sebagai penutup, Dewan Redaksi secara khusus mengundang peneliti muda Harry Octavianus Sofian membahas salah satu fenomena alam yang erat kaitannya dengan penghunian Nusantara yaitu sejarah erupsi Gunung Toba sekitar 73 ribu tahun yang lalu
    corecore