5 research outputs found
TEKNIK AKTIVASI FOIL INDIUM UNTUK MENENTUKAN DISTRIBUSI NEUTRON TERMAL DALAM FANTOM PADAT DI BAWAH IRADIASI LINAC 15MV
Dewasa ini, penggunaan pesawat linear accelerator (linac) untuk kegiatan terapi pada penyakit kanker mulai intensif digunakan.Keuntungan utama linac dibanding dengan pesawat teleterapi adalah tidak lagi menggunakan sumber radioaktif serta memiliki variasi energi sehingga bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Ketika sebuah pesawat linac dioperasikan di atas 10 MV, maka akan terjadi reaksi fotoneutron (γ,n) hasil dari interaksi energi sinar-X tinggi yang menumbuk material-material penyusun komponen pesawat linac seperti target, kolimator dan filter. Reaksi fotoneutron ini akan menghasilkan neutron. Pengukuran fluks neutron sangat penting untuk dilakukan terkait dengan keselamatan pada tindakan radioterapi dikarenakan emisi neutron ini merupakan radiasi sekunder yang akan menaikkan resiko kanker sekunder pada pasien akibat bertambahnya dosis radiasi yang diterima. Studi ini mengevaluasi fluks neutron yang dihasilkan oleh pesawat linac 15 MV menggunakan teknik aktivasi foil. Sebanyak 45 foil disisipkan dalam fantom padat yang diradiasi oleh linac untuk mengetahui besarnya fluks neutron terhadap fungsi kedalaman.Nilai yang didapat dimaksudkan untuk mengestimasi dosis tambahan untuk pasien ketika menjalani treatment menggunakan linac pada operasi di atas 10 MV. Dengan menggunakan hasil analisa spektrometer gamma dari foil indium yang teraktivasi, nilai fluks mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya kedalaman sampai pada 7 cm di bawah permukaan dengan nilai 2,6 x 106 ncm-2s-1 kemudian terus menurun seiring bertambahnya jarak. Pola ini terjadi karena adanya proses termalisasi neutron. Dengan menggunakan metode faktor konversi dosis neutron termal, maka diketahui dosis tambahan dari fluks neutron maksimum yang diterima pasien adalah 0,86 mSv/menit. Kontribusi dosis ini relatif kecil yaitu sebesar 0,1% dari dosis terapi.Kata kunci: Fluks neutron termal, LINAC, indium, fantom, aktivasi foil. Nowadays, using linear accelerator (LINAC) for therapeutic cancer activity intensively use. The advantages of linac compared to teletherapy plane are no longer using radioactive sources and have a variety of energy thus can be adapted to the needs . When a linac is operated above 10 MV , there will be a photoneutron reaction (γ,n) from the interaction of high X-rays energy striking the material components of linac such as target , collimator and filter. Photoneutron reaction will produce neutrons. Measurement of neutron flux is very important to the safety in the radiotherapy due to neutron emission is a secondary radiation that would increase the risk of secondary cancers in patients due to increasing the dose of radiation received . This study evaluated the neutron flux generated by the 15 MV linac using foil activation technique. The 45 foils inserted in a solid phantom irradiated by the linac to determine the neutron flux on the function of depth. This value will be used to estimate the additional dose to the patient while undergoing treatment using the linac operating above 10 MV. By using a gamma spectrometer analysis of the activated indium foil, flux values increase by adding depth of up to 7 cm below the surface with a value of 2.6 x 106 ncm-2s-1 and it would be decrease by increasing depth. This pattern occurs because the neutron thermalization process. By using the method of thermal neutron dose conversion factor, additional dose for maximum neutron flux that received by patients was 0.86 mSv/min. This dose contribution is relatively small, it is only 0.1 % of the therapeutic dose. Keywords: Thermal neutron flux, LINAC, indium, phantom, activation foil
TEKNIK AKTIVASI FOIL INDIUM UNTUK MENENTUKAN DISTRIBUSI NEUTRON TERMAL DALAM FANTOM PADAT DI BAWAH IRADIASI LINAC 15MV
Dewasa ini, penggunaan pesawat linear accelerator (linac) untuk kegiatan terapi pada penyakit kanker mulai intensif digunakan.Keuntungan utama linac dibanding dengan pesawat teleterapi adalah tidak lagi menggunakan sumber radioaktif serta memiliki variasi energi sehingga bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Ketika sebuah pesawat linac dioperasikan di atas 10 MV, maka akan terjadi reaksi fotoneutron (γ,n) hasil dari interaksi energi sinar-X tinggi yang menumbuk material-material penyusun komponen pesawat linac seperti target, kolimator dan filter. Reaksi fotoneutron ini akan menghasilkan neutron. Pengukuran fluks neutron sangat penting untuk dilakukan terkait dengan keselamatan pada tindakan radioterapi dikarenakan emisi neutron ini merupakan radiasi sekunder yang akan menaikkan resiko kanker sekunder pada pasien akibat bertambahnya dosis radiasi yang diterima. Studi ini mengevaluasi fluks neutron yang dihasilkan oleh pesawat linac 15 MV menggunakan teknik aktivasi foil. Sebanyak 45 foil disisipkan dalam fantom padat yang diradiasi oleh linac untuk mengetahui besarnya fluks neutron terhadap fungsi kedalaman.Nilai yang didapat dimaksudkan untuk mengestimasi dosis tambahan untuk pasien ketika menjalani treatment menggunakan linac pada operasi di atas 10 MV. Dengan menggunakan hasil analisa spektrometer gamma dari foil indium yang teraktivasi, nilai fluks mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya kedalaman sampai pada 7 cm di bawah permukaan dengan nilai 2,6 x 106 ncm-2s-1 kemudian terus menurun seiring bertambahnya jarak. Pola ini terjadi karena adanya proses termalisasi neutron. Dengan menggunakan metode faktor konversi dosis neutron termal, maka diketahui dosis tambahan dari fluks neutron maksimum yang diterima pasien adalah 0,86 mSv/menit. Kontribusi dosis ini relatif kecil yaitu sebesar 0,1% dari dosis terapi.Kata kunci: Fluks neutron termal, LINAC, indium, fantom, aktivasi foil. Nowadays, using linear accelerator (LINAC) for therapeutic cancer activity intensively use. The advantages of linac compared to teletherapy plane are no longer using radioactive sources and have a variety of energy thus can be adapted to the needs . When a linac is operated above 10 MV , there will be a photoneutron reaction (γ,n) from the interaction of high X-rays energy striking the material components of linac such as target , collimator and filter. Photoneutron reaction will produce neutrons. Measurement of neutron flux is very important to the safety in the radiotherapy due to neutron emission is a secondary radiation that would increase the risk of secondary cancers in patients due to increasing the dose of radiation received . This study evaluated the neutron flux generated by the 15 MV linac using foil activation technique. The 45 foils inserted in a solid phantom irradiated by the linac to determine the neutron flux on the function of depth. This value will be used to estimate the additional dose to the patient while undergoing treatment using the linac operating above 10 MV. By using a gamma spectrometer analysis of the activated indium foil, flux values increase by adding depth of up to 7 cm below the surface with a value of 2.6 x 106 ncm-2s-1 and it would be decrease by increasing depth. This pattern occurs because the neutron thermalization process. By using the method of thermal neutron dose conversion factor, additional dose for maximum neutron flux that received by patients was 0.86 mSv/min. This dose contribution is relatively small, it is only 0.1 % of the therapeutic dose. Keywords: Thermal neutron flux, LINAC, indium, phantom, activation foil
Varied dose exposures to ultrafine particles in the motorcycle smoke cause kidney cell damages in male mice
Ultrafine particles (UFPs) are one of motorcycle exhaust emissions which can penetrate the lung alveoli and deposit in the kidney. This study was aimed to investigate mice kidney cell physical damage (deformation) due to motorcycle exhaust emission exposures. The motorcycle exhaust emissions were sucked from the muffler with the rate of 33 cm3/s and passed through an ultrafine particle filter system before introduced into the mice exposure chamber. The dose concentration of the exhaust emissions was varied by setting the injected time of the 20s, 40s, 60s, 80s, and 100s. The mice were exposed to the smoke in the chamber for 100 s twice a day. The impact of the ultrafine particles on the kidney was observed by identifying the histological image of the kidney cell deformation using a microscope. The exposure was conducted for 10 days. The kidney observations were carried out on day 11. The results showed that there was a significant linear correlation between the total concentration of ultrafine particles deposited in the kidneys and the physical damage percentages. The increased concentrations of ultrafine particles caused larger cell deformation to the kidneys. Keywords: Ultrafine particles exposure, Motorcycle exhaust emission, Mice, Kidney cell damage
Analisis Faktor Transfer Radionuklida Alam 210Pb Dan 40K dari Tanah Persawahan ke Tanaman Padi di Daerah Malang Raya Provinsi Jawa Timur
Naturally Occuring Radioactive Materials (NORM) banyak terdapat di
bumi, dimana radionuklida yang dihasilkan dikenal sebagai radionuklida
primordial, dapat ditemukan pada tanah, tanaman, air dan udara. Telah dilakukan
penelitian pada tanah persawahan dan tanaman padi di lima lokasi daerah Malang
Raya yaitu Singosari, Malang Kota, Karangploso, Kepanjen dan Pujon. Penelitian
ini bertujuan untuk mengukur radionuklida alam 210Pb dan 40K pada tanah
persawahan dan tanaman padi serta mengukur dan menganalisis nilai faktor
transfer radionuklida alam210Pb dan 40K dari tanah persawahan ke tanaman padi.
Penelitian ini mengunakan lima sampel tanaman padi dan tanah persawahan dari
lima lokasi sampling yang berbeda di daerah Malang Raya. Pengambilan sampel
dilakukan ketika masa panen padi di lahan persawahan sebanyak 5 kg per bagian
sampel yaitu tanah, akar, batang, daun, biji dan sekam dari tanaman padi. Sampel
dipreparasi dan diukur menggunakan spektrometer gamma di PTKMR BATAN
Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai konsentrasi radionuklida 40K
lebih tinggi dibandingkan nilai konsentrasi 210Pb dikarenakan pengaruh
penggunaan pupuk pada lahan persawahan dibandingkan tercemarnya Pb atau
logam berat. Nilai faktor transfer unsur 210Pb hanya diperoleh pada sampel akar
lokasi Karangploso sebesar 21,00 sedangkan nilai faktor transfer 40K diperoleh
pada semua bagian sampel untuk nilai terendah sebesar 0,20 pada sampel biji
Malang Kota dan tertinggi 20,60 terdapat pada sampel batang lokasi Pujon
Studi pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak (Anonna muricata) dan kulit manggis (Garcinia mangostana) terhadap gambaran mikroskopis dan kadar SGPT organ hati mencit (Mus musculus) yang terpapar radiasi GAMMA
Radiasi gamma sering digunakan dalam radioterapi, sinar gamma memiliki
energi yang besar dibandingkan dengan radiasi elektromagnetik lainnya sehingga
dapat menembus jaringan manusia cukup jauh dan dapat membunuh sel kanker, tetapi
di sisi lain penyerapan energi radiasi ke dalam tubuh akan dapat menyebabkan
timbulnya radikal bebas pada dalam tubuh. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui pengaruh dari radiasi gamma terhadap gambaran mikroskopis dan kadar
sgpt organ hati mencit dan pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak dan kulit
manggis. Penelitian ini dilakukan dengan cara mencit dipapari radiasi gamma tanpa
pemberian ekstrak dengan 5 variasi waktu paparan untuk mendapatkan dosis paparan
maksimumnya. Kemudian, mencit diberi ekstrak dengan variasi dosis dengan
masing-masing diberi durasi paparan 40 menit dengan total dosis 268 μSv. Mencit
kemudian diukur kadar SGPT dalam darah mencit selanjutnya mencit dibedah dan
dibuat preparat organ hati. Kerusakan organ dapat dilihat dari gambaran mikroskopis
dengan perbesaran 100x, hasil dari kadar SGPT turut memperkuat hasil gambaran
mikroskopis. Hasil penelitian menunujukkan sebelum diberi antioksidan, kerusakan
total sel hepatosit adalah 47,34%. Setelah diberi ekstrak daun sirsak kerusakan total
sel hepatosit adalah 25,02%, ekstrak kulit manggis 23,42% dan campuran ekstrak
daun sirsak dan kulit manggis 21,95%. Untuk kadar SGPT memiliki nilai masing-
masing 85,3 U/L, 77,7 U/L dan 72,6 U/L dari kadar awal yaitu 128,67 U/L