10 research outputs found

    Existence of Religious Court in Indonesia as the Executor Mortgage Right of Islamic Bank Financing

    Get PDF
    Authority expansion of Religious Court in Indonesia in attending the case settlement of dispute in the field of Islamic economy stems from the development of government law politics and regulation policy of judiciary according to the needs of law from Muslim community. Since then, there have been many cases of Islamic banking dispute that have been submitted to the Religious Court, as well as execution of mortgage right which based on Islamic contracts. Meanwhile, the execution of mortgage right of Islamic banks financing in the Religious Courts is carried out in a long time, complicated, and not different from the execution of mortgage in District Court. It stems from the absence of clear rules which regulate the execution of Mortgage Right for Islamic financing in Religious Courts

    ASPEK HUKUM ISLAM PROSES PERCERAIAN ISTRI DALAM KEADAAN HAMIL

    Get PDF
    ABSTRAKMenurut syariat Islam : Perceraian adalah melepaskan ikatan perkawinan atau putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri,  dengan adanya perceraian ini, maka gugurlah hak dan kewajiban mereka sebagai suami dan istri. artinya, mereka tidak lagi boleh berhubungan sebagai suami istri, menyentuh atau berduaan, sama seperti ketika mereka belum menikah dulu.  Perceraian terdiri dari dua : 1. Cerai Talak dan 2. Gugat Cerai. Cerai Talak adalah suatu Permohonan yang di ajukan oleh Pihak suami ke Pengadilan Agama untuk dapat menjatuhkan talak terhadap istrinya sedangkan Cerai Gugat adalah gugatan cerai yang di ajukan oleh pihak istri ke Pengadilan Agama. Dan menurut Pasal 39 Undang-Undang Nomor Tahun 1974 suatu perceraian hanya dapat di lakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.Kata Kunci : Perkawinan, Pengadilan Agama, Perceraian, Kehamilan. ABSTRACTIslamic doctrine: Divorce refers to a sense of rights and obligations as a married couple, either severing the relationship between a couple or a married couple, or becoming a married couple with a deep divorce. That means they are no longer married, or should no longer be touched, as they were when they were first married.  Divorce consists of two : 1. Diovrce and Divorce Suit. The plaintiff loses control. Calling up a debate was a divorce suit filed by his wives in religious trials, while her husband declared a divorce from his wife. And according to Article 39, under Article 39 of the Constitution of 1974, a divorce was possible only in front of the Judicial Committee because the two parties could not reconcile.Key Word. Marriage, religious courts, divorce, pregnancy

    PERSPEKTIF PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA MELALUI PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

    Get PDF
    AbstrakHak asasi Manusia (HAM) menjadi hal mendasar untuk dipastikan pemenuhan perlindungannya karena tanpa HAM maka kemuliaan manusia terdistorsi. Selain itu, negara melakukan pelanggaran atas kontrak dibentuknya negara itu sendiri yang dipastikan untuk melindungi HAM. Belum lagi, HAM sendiri akan tercermin di konstitusi, yang bila HAM dilanggar, praktis konstitusi telah dilanggar dengan sendirinya. UU tentang Pengadilan HAM mengatur mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan persidangan dalam kasus pelanggaran HAM berat. Namun sayangnya sebagian besar aturannya masih menginduk pada KUHAP. Hasil kajian menunjukkan terdapat berbagai kelemahan di dalam UU Pengadilan HAM seperti dari ketidakjelasan unsur rumusan di dalam pengertian kejahatan kemanusiaan, tidak ada mekanisme menyelesaikan perbedaan pendapat antara penyelidik dan penyidik serta tidak diatur mengenai pembentukan pengadilan HAM ad hoc secara komperhensif.Kata Kunci: Hak asasi Manusia (HAM), Penegakan, Pengadilan, Undang-Undang.AbstractHuman Rights (HAM) is fundamental to ensure the fulfillment of its protection because without human rights, human glory is distorted. In addition, the state violates the contract for the formation of the state itself which is ensured to protect human rights. Not to mention, human rights themselves will be reflected in the constitution, which if human rights are violated, the constitution has practically been violated by itself. The Law on Human Rights Courts regulates from investigation, investigation, prosecution and trial in cases of gross human rights violations. But unfortunately most of the rules are still subject to the Criminal Procedure Code. The results of the study show that there are various weaknesses in the Human Rights Court Law, such as the unclear elements of the formulation in the definition of crimes against humanity, there is no mechanism to resolve differences of opinion between investigators and investigators and are not regulated regarding the formation of an ad hoc human rights court in a comprehensive manner.Keywords: Human Rights (HAM), Enforcement, Courts, Law

    KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010

    Get PDF
    AbstrakTujuan Penelitian ini ialah untuk menjelaskan bahwa dalam konteks Undang-Undang Perkawinan ditegaskan bahwa kedudukan anak di luar kawin tetap memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya walaupun tidak ada pengakuan terhadapnya menyatakan bahwa anak luar kawin berhak untuk mendapat jaminan penghidupan yang layak dan warisan dari ayah biologisnya yang telah mengakuinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah kedudukan anak luar kawin pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif empiris. Pengolahan data dilakukan secara deskriptif analitis. pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan Pasca putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012, maka anak luar kawin berhak untuk mendapat jaminan penghidupan yang layak dan warisan dari ayah biologisnya yang telah mengakuinya. Kata kunci : Kedudukan , Anak Luar Kawin, Putusan, Mahkamah Konstitusi. AbstractThe purpose of this research is to explain that in the context of the Marriage Law it is emphasized that the position of a child out of wedlock still has a civil relationship with his mother and his mother's family even though there is no acknowledgment against him stating that a child out of wedlock has the right to receive a decent living guarantee and an inheritance from the father His biology has recognized it. This study aims to determine how the position of children out of wedlock after the decision of the Constitutional Court Number 46/PUU-VIII/2010 dated 17 February 2012. The method used in this study is empirical normative juridical. Data processing was carried out in a descriptive analytical manner. data collection carried out in this study using library research. The results of the study show that after the Constitutional Court's decision No. 46/PUU-VIII/2010 dated 17 February 2012, children out of wedlock have the right to guarantee a decent living and inheritance from their biological father who has acknowledged them. Keywords: Position, Children out of wedlock, Decision, Constitutional Court

    ISBATH NIKAH SEBAGAI SOLUSI PERCERAIAN TERHADAP PERKAWINAN YANG TIDAK DICATAT PADA KANTOR URUSAN AGAMA DITINJAU DARI UNDANGUNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2019 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5O TAHUN 2009 TENTANG PERADILAN AGAMA

    Get PDF
    ABSTRAK  Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita untuk membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa, hal tersebut dijelaskan pada Pasal 1 Undangundang nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Pada dasarnya perkawinan itu merupakan suatu ikatan perjanjian antara seorang pria dengan seorang wanita. Perjanjian perkawinan adalah perjanjian suci untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal untuk selama-lamanya. Cara-cara pembuatan perjanjian perkawian ini telah diatur maka para pihak tidak lagi dapat menentukan sendiri secara bebas. Dalam penjelasan umum pada angka 4 huruf b Undang-undang perkawinan yaitu dalam undang-undang  dinyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya, disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan perkawinan adalah penting sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting lainnya. Dalam Pasal 5 huruf a Kompilasi Hukum Islam menjelaskan bahwa agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat. Pencatatan perkawinan sendiri berfungsi agar seseorang mempunyai alat bukti untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan karena bukti sah tersebut dikeluarkan oleh negara. Selai itu fungsi pencatatan perkawinan adalah sebagai penentu sahnya perkawinan bagi perkawinan yang sah menurut hukum Islam. Bagi seseorang yang perkawinannya tidak dicatat yang bersangkutan tidak dapat mendapatkan perlindungan hukum atas perkawinannya tersebut sebelum mengajukan permohonan isbath di Pengadilan Agama. Sedangkan tujuan pencatatan perkawinan adalah untuk dijadikan alat pengawas agar jangan sampai perkawinan tersebut melanggar hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pemenuhan hak-hak isteri dan anak yang lahir dari perkawinan tersebut, serta dasar hukum yang kuat untuk isteri jika hendak menggugat cerai suami atau sebaliknya. Masalah lain yang akan timbul ketika suatu perkawinan dicatat adalah ketika suami sudah menalak isterinya hingga tiga kali namun tidak melaporkannya ke Pengadilan Agama maka surat nikah tersebut dapat dijadikan dalih untuk suami isteri itu tetap tinggal bersama.   Kata kunci : Isbat nikah, perkawinan, perceraian, kantor urusan agama                      ABTRACT  Marriage is an inner and outer bond between man with a woman to form households  (families) are happy and eternal deity by the Almighty, it is described in Article 1 of Act No. 1 of 1974 about Marriage. Basically, marriage is a covenant between a man and a woman. The marriage covenant is a sacred covenant to establish a happy and lasting family forever. Ways of making the covenant has been set then the parties can no longer define themselves freely. In general explanation in item 4 letter b of The Law of Marriage is the law stated that a marriage is valid if conducted according to the laws of each religion and their belief, besides that every marriage should be recorded according to the legislation in force. Registration of marriage is important as well as the recording of other important events. In Article 5 letter a Compilation of Islamic Law explains that in order to ensure order for the marriage of Islam every marriage should be recorded. Registration of marriage itself functions that a person has the evidence to prove that he really has done as proof of valid marriage was issued by the State. Furthermore, it was recorded a function as a determinant of legitimate marriage is marriage for legal marriage under Islamic law. For someone whose marriage is not recorded in question cannot obtain the legal protections of marriage before applying isbath in the Religious Court. While the purpose of registration of marriages is to be used as an inspectoral tool lest marriage violates Islamic law and regulations in force, the fulfillment of the rights of the wife and the children born of the marriage, as well as the legal basis for the wife if the husband wanted a divorce or vice versa. Another problem that may arise when a marriage has noted is when the husband had to divorce his wife three times, but did not report it to the Religious Court, the marriage certificate can then be used as a pretext for marriage still live together.    Key Word : Isbat Marriage, Marriage, Divorce, Office of Religious Affair

    PENERAPAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA PEMERINTAH KOTA BOGOR

    Get PDF
    Abstrak Dalam rangka usaha memelihara kewibawaan Pegawai Negeri Sipil, serta untuk mewujudkan Pegawai Negeri sebagai Aparatur Pemerintah yang bersih dan berwibawa diperlukan adanya suatu perangkat peraturan disiplin yang memuat pokok-pokok kewajiban, larangan dan sanksi apabila suatu kewajiban tersebut tidak ditaati atau adanya suatu pelanggaran-pelanggaran dalam menjalankan tugas. Pengaturan dan penerapan  sanksi disiplin  terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS)  pada Pemerintah Daerah Kota Bogor diatur dengan Peraturan Wali Kota Bogor Nomor 16 Tahun  2016 tentang Kinerja Dan Disiplin Pegawai di Lingkungan Pemerintah Kota Bogor sebagai penjabaran dan pedoman lebih lanjut terhadap ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No.53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang merupakan pedoman bagi pejabat yang berwenang menghukum serta memberikan kepastian dalam menjatuhkan hukuman disiplin. Demikian juga dengan batasan kewenangan bagi pejabat yang berwenang menghukum yang didasarkan pada wewenang yang jelas, mekanisme yang benar dan atas pertimbangan objektif terhadap pelanggaran yang dilakukan, selain itu pula dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mendorong atau menyebabkan Pegawai Negeri Sipil tersebut melakukan pelanggaran disiplin. Kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Kota Bogor dalam penerapan sanksi disiplin, yaitu kurangnya profesionalisme dan tanggung jawab Pegawai Negeri Sipil dalam menyelenggarakan tugasnya, kurang tegasnya sanksi yang diberikan oleh Pejabat yang berwenang serta  masih rendahnya kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya selaku Aparatur Sipil Negara. Kata Kunci : Sanksi,  Pelanggaran Disiplin, Pegawai Negeri  AbstractIn order to maintain the authority of civil servants, as well as to realize civil servants as clean and authoritative Government Apparatus, a set of disciplinary regulations containing the points of obligation, prohibition and sanctions if an obligation is not obeyed or there is a violation in carrying out the task. The regulation and application of disciplinary sanctions against Civil Servants (PNS) in the Bogor City Government is regulated by Bogor Mayor Regulation No. 16 of 2016 concerning Performance and Discipline of Employees in the Bogor City Government Environment as a further description and guideline to the provisions in Government Regulation No.53 of 2010 on Discipline of Civil Servants which is a guideline for officials authorized to punish and provide certainty in imposing disciplinary penalties. Similarly, the limitation of authority for authorized officials to punish is based on clear authority, correct mechanisms and on objective consideration of violations committed, in addition to considering the factors that encourage or cause the Civil Servant to commit disciplinary violations. Obstacles faced by the Bogor City Government in the application of disciplinary sanctions, namely the lack of professionalism and responsibility of civil servants in carrying out their duties, the lack of strict sanctions given by authorized officials and the low discipline of civil servants in carrying out their duties and obligations as civil servants. Keywords : Sanctions, Discipline Violations, Civil Servant

    PENERAPAN TEORI KEADILAN PADA KEWARISAN ANAK ZINA

    Get PDF
    Abstrak Dalam konteks anak luar kawin yang terlahir dari hasil perzinaan, menurut hukum islam antara anak dan ayah biologisnya tidak ada nasab yang sah, maka tidak ada hak mewaris antara mereka berdua. Kompilasi Hukum Islam pun tidak memberikan kedudukan yang jelas terhadap keberadaan anak zina mengenai kewarisan anak zina. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Penerapan Teori Keadilan terhadap kedudukan Anak Zina dalam Hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam tentang kewarisannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif empiris. Pengolahan data dilakukan secara deskriptif analitis. pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan penerapan Kompilasi Hukum Islam tidak memberi solusi terhadap kewarisan anak zina. Anak zina yang jelas-jelas mempunyai hubungan darah secara biologis dengan ayahnya, haruslah juga diberikan wasiat wajibah dari ayah biologisnya sebagai perwujudan rasa keadilan sekalipun hal ini tidak diatur dalam perundang-undangan tetapi hakim mempunyai kewenangan membuat hukum (judge made law). Kata kunci :Teori Keadilan, Kewarisan, Anak Zina Abstract In the context of an adulterous child born from adultery, according to Islamic law between the child and his biological father, there is no legitimate nasab, then there is no right to bequeath between the two of them. Compilation of Islamic Law also does not give a clear position to the existence of adultery children regarding the inheriting of adulterous children. This research aims to find out the Application of The Theory of Justice to the seat of the Children of Zina in Islamic Law and the Compilation of Islamic Law on its inherited. The method used in this study is empirical normative juridical. Data processing is done in an analytical descriptive manner. The data collected in this study uses literature studies. The results showed that the application of the Compilation of Islamic Law did not provide a solution to the inheritance of adultery children. Adulterous children who have a biological blood relationship with their father must also be given a will of obligation from their biological father as an embodiment of a sense of justice even though this is not regulated in the law but the judge has the authority to make law (judge-made law). Keywords: Theory of Justice, Inherition, Adultery Child.

    MODEL ALTERNATIF PEMBIAYAAN JAMINAN KESEHATAN BAGI PEKERJA INFORMAL DI BOGOR

    Get PDF
    ABSTRAKJaminan sosial diprioritaskan kepada hanya sebagian kecil penduduk Indonesia yang mewakili kurang dari 20% penduduk. Penduduk yang dimaksud meliputi pegawai negeri sipil, sebagian karyawan BUMN, universitas, anggota TNI/POLRI dan sebagian pegawai sipil pertahanan, dan kelompok masyarakat penerima bantuan. Adapun penduduk yang lain, terutama mereka yang bekerja di perusahaan- perusahaan kecil, wiraswasta di sektor ekonomi informal dan yang menganggur atau telah lanjut usia, akan bergantung pada asuransi pribadi atau bantuan dari keluarga dekat/jauh serta masyarakat setempat. Pekerja informal di wilayah Bogor mencapai lebih dari 70% namun tingkat kepesertaannya masih rendah hanya mencapai 30%. Hal ini dapat mengakibatkan keberlanjutan jaminan kesehatan warga Bogor sangat terbatas. Agar cakupan jaminan kesehatan dapat diperluas dan menjamin tercakupnya seluruh penduduk, maka perlu diidentifikasi alternatif pembiayaan jaminan kesehatan bagi pekerja informal. Pencapaian tujuan penelitian dilakukan dengan survey, indepth interview dan FGD dengan stakeholders. Hasil riset menunjukkan bahwa pekerja informal di Bogor memiliki kemampuan yang signifikan untuk membiayai jaminan kesehatan secara mandiri melalui program BPJS dengan rata-rata pembiayaan setara dengan kategori kelas III. Hal ini dapat dijadikan acuan untuk upaya perluasan kepesertaan, namun butuh proses sosialisasi yang intensif. Salah satu strategi sosialisasi intensif adalah melalui pendekatan sosial kepada komunitas para pekerja informal.Kata Kunci : Pekerja Informal, Model Alternatif Pembiayaan, Program BPJS ABSTRACTSocial security is prioritized for only a small portion of Indonesia's population, representing less than 20% of the population. The intended population includes civil servants, some BUMN employees, universities, members of the TNI / POLRI and some civil defense employees, and beneficiary community groups. Other residents, especially those who work in small businesses, are entrepreneurs in the informal economy and who are unemployed or elderly, will depend on personal insurance or assistance from close / distant relatives and the local community. Informal workers in the Bogor region reached more than 70% but the level of participation was still low reaching only 30%. This can result in the continuity of the Bogor citizens' health insurance being very limited. In order to expand the coverage of health insurance and guarantee the coverage of the entire population, alternative health insurance financing for informal workers needs to be identified. Achievement of research objectives is carried out by survey, in-depth interview and FGD with stakeholders. Research results show that informal workers in Bogor have a significant ability to finance health insurance independently through the BPJS program with an average funding equivalent to class III categories. This can be used as a reference for efforts to expand membership, but requires an intensive socialization process. One intensive socialization strategy is through a social approach to the community of informal workers.Keywords: Informal Workers, Alternative Funding Models, BPJS Progra

    Legal Sciences in the Perspective of Philosophy of Science

    Get PDF
    Legal science covers a limited scope since it only focuses on norms or law. Many problems relating to law raises further questions that require a fundamental answer. The fact is that these questions are impossible to be answered by legal science. This phenomenon is being the object of discussion in the field of philosophy. Philosophy, with its metaphysics, epistemology, and axiology ways of thinking, besides providing fundamental answers to problems in philosophy and general science, also give a solid foundation for the existence of law itself. Law, if reflected through philosophical science, is included as science which has its own characteristics for its normative nature

    Optimization of Location Permit Application Services Through Online Single Submission System

    No full text
    The government took the policy of applying for location permits through the Online Single Submission system to improve the national economy. This research aims to determine the arrangement and implementation of location permit application services through Online Single Submission. The nature of this research is normative juridical, methods used descriptive analytically with qualitative approaches, and data collection is done through literature studies and interviews. The results showed that the implementation of location permit application services through the Online Single Submission system has not been optimal because there are still specific permissions that require direct interaction with related agencies, as well as the difficulty of access through the Online Single Submission system at the Land Office in the process of issuing location permits integrated on the Online Single Submission system
    corecore