34 research outputs found

    Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Perawat Dalam Pengambilan Keputusan Triage Di Instalasi Gawat Darurat (Igd) Rumah Sakit Lombok Nusa Tenggara Barat

    Get PDF
    Triage menjadi hal yang penting untuk dilakukan di ruangan instalasi gawat darurat. Triage digunakan untuk menentukan prioritas pelaksanaan kegawatdaruratan sehingga tim kesehatan dapat melaksanakan penanganan untuk pasien yang sangat memerlukan penatalaksanaan dengan cepat serta tepat yang mampu meningkatkan peluang hidup pasien tersebut. Proses triage dimulai ketika pasien masuk di ruang IGD dimana perawat menilai berdasarkan pengkajian yang ditemukan baik secara subyektif maupun obyektif yang harus dilakukan dengan cepat dan tepat yang dilakukan oleh perawat. Namun, pelaksanaan triage ini membutuhkan pengetahuan, pengalaman, pendidikan dan lingkungan kerja yang mendukung dalam menentukan prioritas pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan pada perawat terhadap pengambilan keputusan triage di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Lombok Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional dengan jumlah responden sebanyak 135 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan antara pengetahuan, pengalaman, pendidikan dan lingkungan kerja perawat terhadap pengambilan keputusan triage dengan masing-masing nilai p= 0.000. Variabel pengetahuan menjadi variabel yang paling berhubungan dengan pengambilan keputusan triage dengan nilai koefisien B 5.204. Pengetahuan, pengalaman kerja, pendidikan dan lingkungan kerja perawat mempengaruhi pengambilan keputusan triage. Untuk kedepannya, diharapkan adanya penentuan standar perawat yang bekerja diruangan triage sehingga pelaksanaan triage dapat berjalan dengan maksimal

    Analisis Hubungan Lingkungan Kerja Praktik Keperawatan Dan Kepuasan Kerja Perawat Dengan Kejadian Missed Nursing Care Di Ruang Rawat Inap RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua Kabupaten Belu

    Get PDF
    Missed nursing care adalah semua aspek asuhan yang diperlukan yang dihilangkan baik sebagian atau seluruhnya atau tertunda dan dikatakan sebagai kelalaian. Missed nursing care jarang terjadi dalam pengkajian keperawatan, sedangkan intervensi perawatan dasar sering terjadi seperti indikasi mobilisasi, pemberian obat dalam waktu 30 menit sebelum atau setelah jadwal yang ditetapkan, dan perawatan mulut. Missed nursing care berdampak pada menurunnya kualitas asuhan, dan kepuasan pasien, sehingga mengakibatkan keterlambatan respon perawat terhadap kondisi pasien. Angka kejadian missed nursing care dipengaruhi oleh faktor internal yaitu kejadian missed nursing care yang berasal dari individu perawat itu sendiri yang berhubungan dengan kepuasan kerja dan faktor eksternal yaitu kejadian missed nursing care yang berasal dari lingkungan kerja, kerjasama tim, komunikasi, organisasi pembelajaran, beban kerja, dukungan manajemen untuk keselamatan pasien, dan infrastruktur yang tersedia. Salah satu faktor eksternal yang paling banyak disebutkan adalah lingkungan kerja praktik keperawatan, perawat dilaporkan mengabaikan beberapa perawatan karena kepuasan kerja yang rendah. Dengan melihat fenomena tersebut bahwa lingkungan kerja yang buruk akan menjadi masalah utama dalam profesi keperawatan, sehingga lingkungan kerja perawat dapat dikaitkan dengan kualitas asuhan, mortalitas, perawatan pasien secara individu, dan missed nursing care. Lingkungan kerja praktik keperawatan profesional dapat didefinisikan sebagai karakteristik organisasi yang memiliki karakter dengan memfasilitasi penciptaan situasi kerja untuk mendorong praktik keperawatan profesional dengan memberdayakan perawat melalui pemberian otonomi, akuntabilitas, dan kontrol terhadap lingkungan kerja saat memberikan asuhan keperawatan dan kolaborasi antar perawat. dan dokter. Dampak lingkungan yang buruk yang menyebabkan missed nursing care adalah situasi stres, sumber daya yang langka, staf yang tidak memadai, tempat kerja yang menetapkan tuntutan kerja yang tidak jelas atau saling bertentangan. Missed nursing care akan semakin buruk jika lingkungan kerja praktik keperawatan dan kepuasan kerja perawat mengalami masalah dalam bekerja dan tuntutan kerja yang tidak jelas sehingga perawat mengabaikan kerja praktiknya, hal ini mengakibatkan kurangnya kepuasan kerja bagi perawat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara lingkungan kerja praktik keperawatan dan kepuasan kerja perawat dengan kejadian missed nursing care di Ruang Rawat Inap RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua, Kabupaten Belu. Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian deskriptif korelasional dengan desain cross sectional. Lokasi penelitian berada di Ruang Rawat Inap Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua, Kabupaten Belu. Alat ukur yang digunakan adalah kuisioner angket berupa google form lingkungan kerja praktik keperawatan, kepuasan kerja dan missed nursing care. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 131 perawat yang bekerja di ruang rawat inap. Analisis data univariatvii menggunakan mean, median, SD, min-max, analisis bivariat menggunakan uji korelasi Pearson dan analisis multivariat menggunakan regresi linier berganda Hasil distribusi frekuensi menunjukkan mayoritas perawat usia 25-35 tahun sebanyak 96 (73,3%), jenis kelamin terbanyak berjenis kelamin perempuan 125 (95,4%), pendidikan terbanyak D-III keperawatan 116 (88,5%), lama bekerja 1-20 tahun 127 (97%), sebagian besar berstatus pegawai kontrak 83 (63,4%), berstatus kawin 105 (80,2%). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan nilai p value 0,00 sehingga p value < 0,05 terdapat hubungan antara lingkungan kerja praktik keperawatan dan kepuasan kerja dengan kejadian missed nursing care di ruang rawat inap RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua. Hubungan antara lingkungan kerja praktik keperawatan dan kepuasan kerja dengan kejadian missed nursing care menunjukkan hubungan yang kuat berlawanan arah dengan nilai koefisien korelasi untuk lingkungan kerja praktik keperawatan -0,83 dan nilai koefisien korelasi untuk kepuasan kerja -0,82 sehingga bahwa semakin baik lingkungan kerja asuhan keperawatan dan kepuasan kerja maka semakin rendah kejadian missed nursing care Variabel yang paling mempengaruhi kejadian missed nursing care adalah lingkungan kerja praktik keperawatan dan kepuasan kerja dengan model persamaan Y = Konstanta - 1x1 - 2x2 missed nursing care = 90,225 - 0,786 (lingkungan kerja praktik keperawatan) – 0,783 (kepuasan kerja). Hal ini menunjukan bahwa setiap peningkatan satu poin dalam lingkungan kerja praktik keperawatan akan mengurangi missed nursing care sebesar -0,786, setiap peningkatan satu poin dalam kepuasan kerja akan mengurangi missed nursing care sebesar -0,783. Hal ini sejalan dengan penelitian (Albsoul et al., 2019) yang menyatakan bahwa pemberian asuhan keperawatan yang tepat dari seorang perawat akan berdampak pada perawat dan pasien, hal ini dipengaruhi oleh lingkungan kerja yang baik dan meningkatkan kepuasan kerja. Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan praktik keperawatan langsung kepada klien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan yang pelaksanaannya berdasarkan kaidah-kaidah profesi keperawatan dan sebagai inti dari praktik keperawatan, oleh karena itu asuhan keperawatan yang tepat dari seorang perawat akan berdampak pada perawat dan pasien, salah satunya mencegah duplikasi. tindakan dan missed nursing care Lingkungan kerja praktik keperawatan yang dapat mempengaruhi terjadinya missed nursing care adalah ketersediaan perawat, hubungan dokter-perawat, kebijakan organisasi dan manajemen terhadap perawat, partisipasi perawat dalam pengambilan keputusan, prosedur keperawatan dan edukasi untuk meningkatkan pelayanan asuhan. Sedangkan kepuasan kerja mempengaruhi gaji, otonomi, kebijakan organisasi, persyaratan kerja, interaksi perawat dan perawat, interaksi perawat dan dokter. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan antara lingkungan kerja praktek dan kepuasan kerja perawat dengan kejadian missed nursing care di Ruang Rawat Inap RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua, Kabupaten Bel

    Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja dan Burnout pada Perawat terhadap Pelaksanaan Alokasi aasuhan Keperawatan (PAAK).

    Get PDF
    Kualitas kehidupan kerja dimaksudkan untuk digunakan dalam memperbaiki kondisi kerja dengan mempertimbangkan kebutuhan fisik, mental, psikologis dan sosial individu. Situasi kerja yang buruk dapat mengurangi kepuasan kerja yang disebabkan karena munculnya burnout pada perawat. Burnout merupakan sindrom stres terkait pekerjaan yang berdampak negatif pada penyedia layanan kesehatan, pasien, dan sistem pemberian layanan kesehatan. Akibat adanya stres yang berlebihan dalam bekerja dan timbulnya kejadian burnout pada perawat dapat menurunkan kepuasan kerja, sehingga akan berdampak hasil yang merugikan berupa Pelaksanaan Alokasi Asuhan Keperawatan (PAAK). PAAK menonjolkan adanya kesenjangan antara asuhan keperawatan ideal dan praktik sehari-hari. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya kelalaian asuhan keperawatan yang terlewat. Tingkat PAAK yang lebih tinggi telah dikaitkan dengan hasil pasien yang negatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan langsung maupun tidak langsung dari masing-masing variabel yaitu kualitas kehidupan kerja dan burnout pada perawat serta pelaksanaan alokasi asuhan keperawatan (PAAK). Penelitian ini menggunakan desai penelitian deskriptif dengan pendekatan eksplanasi secara crosssectional. Penelitian ini dilaksanakan di RSD dr. Soebandi Jember, dengan teknik nonprobability sampling dengan pendekatan purposive sampling, dan didapatkan sampel sebanyak 125 perawat sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti. Instrumen penelitian yang pertama menggunakan kuesioner Quality of Nursing Work Life (QNWL), dari 41 pertanyaan didapatkan 33 pertanyaan yang valid dengan rhitung ≥ 0,361 (r-tabel), dan Cronbach Alpha (1) dimensi kehidupan kerja dengan Cronbach’s Alpha = 0,667; (2) dimensi desain kerja dengan Cronbach’s Alpha = 0,655; (3) dimensi konteks kerja dengan Cronbach’s Alpha = 0,893; (4) dimensi dunia kerja Cronbach’s Alpha = 0,641. Cronbach’s Alpha semua dimensi QNWL >0,60. Kuesioner yang kedua menggunakan kuesioner Maslach Burnout Inventory-Human Services Survey (MBI-HSS), terdapat 22 pertanyaan semua valid dengan r-hitung ≥ 0,27 (r-tabel), dan Cronbach’s Alpha (1) dimensi kelalahan emosional dengan Cronbach’s Alpha = 0,845; (2) dimensi depersonalisasi dengan Cronbach’s Alpha = 0,732; (3) dimensi pencapaian prestasi pribadi dengan Cronbach’s Alpha = 0,858. Cronbach’s Alpha seluruh dimensi MBIHSS >0,6. Sedangkan kuesioner ketiga menggunakan Perceived Implicit Rationing of Nursing Care (PIRNCA), dari 31 pertanyaan semua valid dengan r-hitung ≥ 0,488 (r-tabel), Cronbach’s Alpha Cronbach’s Alpha = 0,900 (>0,60). Analisis data univariat dengan bantuanan program SPSS, analisis data multivariat secara Structural Equation Modeling-Partial Least Square (SEM-PLS) dengan software SmartPLS 3.0. Data telah diasumsikan sesuai dengan persyaratan SEM-PLS, dan semua instrumen dievaluasi dari outer model dan dinyatakan valid dan reliabel. Pengujian selanjutnya dengan mengevaluasi inner model untuk mengetahui hubungan secara langsung maupun tidak langsung. Hasil penelitian menunjukkan: a) Hubungan kualitas kehidupan kerja terhadap burnout signifikan dengan p = 0,000 (<0,05); b) Hubungan burnout terhadap PAAK tidak signifikan dengan p = 0,163 (>0,05); c) Hubungan kualitas kehidupan kerja pada perawat terhadap PAAK tidak signifikan dengan p = 0,538 (>0,05); dan d) Burnout tidak menjadi mediator hubungan kualitas kehidupan kerja dengan PAAK dengan p = 0,228 (>0,05). Kesimpulan dari penelitian Hasil temuan menyatakan bahwa organisasi keperawatan di instutusi rumah sakit memiliki peranan yang sangat penting dalam memahami situasi dan kondisi perawat dari segi sosiodemografi terhadap setiap tenaga perawat yang bekerja di RSD dr. Soebandi. Diperlukan sebuah perencanaan strateg dalam menyusun peningkatan kualitas kehidupan kerja yang baik dan matang dengan menciptakan lingkungan kerja dan dukungan sosial antara manajer-perawat serta antar antar kolega multidisiplin profesional lainnya

    Hubungan antara Tingkat Kecemasan dalam Metode Pembelajaran Daring dengan Kualitas Tidur Mahasiswa PSIK FKUB Di Era Pandemi Covid-19

    Get PDF
    Pandemi Covid-19 saat ini mendorong pemerintah membuat kebijakan berupa pembatasan sosial untuk mengurangi penyebaran, sehingga mahasiswa diperintahkan untuk melakukan pembelajaran secara daring. Dengan pembelajaran daring sering kali membuat mahasiswa cemas. Kecemasan yang berlebihan membuat seseorang sulit untuk mengontrol emosinya yang berdampak pada peningkatan ketegangan dan dapat menyebabkan kesulitan dalam memulai tidur, sehingga menyebabkan kualitas tidur memburuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat kecemasan dalam metode pembelajaran daring dengan kualitas tidur mahasiswa PSIK FKUB di era pandemi covid-19. Desain penelitian menggunakan penelitian korelatif dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengumpulan sampel dengan cara proportionate stratified random sampling menghasilkan 170 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 103 (60,6%) responden tidak cemas, 57 (33,5%) responden memiliki tingkat kecemasan ringan, dan 10 (5,9%) responden memiliki tingkat kecemasan sedang. Sebanyak 29 (17,1%) responden memiliki kualitas tidur yang baik dan 141 (82,9%) responden memiliki kualitas tidur yang buruk. Hasil uji Korelasi Spearmen Rank menunjukkan p-value 0.000 < 0,01 dan koefisien korelasi 0,271. Kesimpulan yang didapatkan adalah terdapat hubungan antara tingkat kecemasan dalam metode pembelajaran daring dan kualitas tidur mahasiswa dengan tingkat korelasi lemah dan arah hubungan positif. Pada penelitian ini diperoleh hubungan yang lemah, sehingga penelitian selanjutnya dapat mengkaji dan menganalisis faktor yang sangat berpengaruh pada veriabel tersebut seperti mengerjakan tugas hingga larut malam dan bermain gadget. Saran bagi Akademik adalah dapat mengadakan pelatihan atau praktik untuk mengelola kecemasan dan untuk dapat memanajemen waktu dengan baik

    Dampak Balut Bidai Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pasien Close Fraktur Radius 1/3 Distal Sinistra di IGD RST. dr. Soepraoen Malang.

    No full text
    Kondisi patah tulang merupakan salah satu masalah dalam kegawatdaruratan karena memerlukan pertolongan pertama dengan cepat dan tepat agar dapat menyelamatkan nyawa korban, mencegah kecacatan lebih lanjut, memberikan rasa nyaman pada korban dan menunjang proses penyembuhan korban. Terjadinya fraktur mengakibatkan timbulnya rasa nyeri. Jika nyeri pada fraktur dapat menimbulkan komplikasi lebih lanjut.Tujuan penulisan ini adalah untuk menganalisis dampak balut bidai terhadap penurunan skala nyeri pasien close fraktur radius 1/3 distal sinistra. Metode penulisan case study pada pasien yang mengalami masalah Close Fraktur. Penilaian nyeri diukur menggunakan Numeric Rating Scale (NRS). Batasan karakteristik klien ditentukan berdasarkan panduan standar keperawatan keperawatan Indonesia (SDKI). Proses pengumpulan data menggunakan wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, dan studi dokumentasi. Hasil pengkajian didapatkan An. R (L) usia 11 tahun status seorang pelajar. Pada pengkajian nyeri menggunakan PQRST: P (provokatif): Pasien mengatakan nyeri karena terjatuh, Q (Quality) nyeri seperti ditusuk-tusuk, R (Region) di daerah tangan kiri, S (skala) nyeri 8 dan T (Time) nyeri terasa terus menerus. Pemeriksaan fisik didapatkan data tangan kiri tampak bengkok dan bengkak, terdapat nyeri tekan pada saat tangan kiri saat ditekan, pasien tampak meringis kesakitan, pasien tampak menangis, pasien tampak melindungi tangan kiri saat akan disentuh, rentang gerak pada tangan kiri 3, ROM terbatas. Masalah keperawatan yaitu nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik. Intervensi diberikan dengan label SIKI Manajemen Nyeri (I. 14518) berupa observasi, intervensi balut bidai, kolaborasi obat analgesik. Evaluasi setelah diberikan balut bidai nyeri berkurang menjadi skala 4. Kesimpulan didapatkan skala nyeri berkurang sebanyak 4 dari skala 8 menjadi 4. Saran dapat mengimplementasi balut bidai untuk menangani masalah close fraktur

    Studi Kasus Manajemen Cairan Pada Penurunan Curah Jantung Anak Dengan Penyakit Jantung Bawaan Sianotik Atresia Pulmonal Ventriculer Septal Defect (PA/VSD) Di Ruang PICU RSUD dr Saiful Anwar Malang

    No full text
    Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir. Salah satunya adalah Pulmonary Atresia Ventricular Septal Defect (PA/VSD) yang terjadi pada 0,07 per 1.000 kelahiran hidup dan menyumbang sekitar 2,5 dari PJB sianotik. kasus ini cukup sulit ditemukan dan menarik untuk dianalisa dari sudut pandang keperawatan. Penyebab kematian pada sebagian besar pasien dengan PJB adalah gagal jantung. Di PICU RSSA Malang pasien PJB sering kali datang dengan keluhan gagal nafas, gagal jantung, pneumonia, atelektasis paru dan gizi buruk, sehingga memerlukan bantuan nafas ventilator mekanik, observasi ketat tanda-tanda vital serta balance cairan. Perawatan pasien PJB cyanotic memerlukan kontribusi signifikan dari perawat sebagai anggota tim terbanyak. Perawat dituntut untuk memiliki pemahaman yang baik tentang monitoring tanda- tanda vital dan manajemen cairan, Tujuan studi kasus ini adalah untuk mengetahui gambaran intervensi keperawatan manajemen cairan pada penurunan curah jantung pasien anak dengan PJB sianotik PA/VSD di PICU serta outcome yang dihasilkan. Studi kasus ini menggunakan metode observasi selama 10 hari pada 1 orang pasien anak dengan PA/VSD. Selama pengkajian dan observasi didapatkan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung, pola nafas tidak efektif dan bersihan jalan nafas tidak efektif. Pada kasus ini dilakukan intervensi keperawatan manajemen cairan. Studi kasus ini menyimpulkan bahwa balance cairan positif yang tidak termonitor dengan baik dapat menyebabkan fluid overload sehingga memperburuk kondisi gagal jantung anak. Sebaliknya balance cairan negatif yang tidak termonitor dengan baik dapat menyebabkan arah shunt kiri ke kanan berubah menjadi shunt kanan ke kiri sehingga saturasi oksigen menurun dan memicu cyanotic spells. Diperlukan pemahaman dan kolaborasi yang baik pada perawatan anak dengan PJB mulai dari RS sampai dengan perawatan di rumah oelh keluarg

    Hubungan Lingkungan Kerja Perawat dan Perilaku Caring dengan Missed Nursing Care Perawat di RSUD Lawang Kabupaten Malang

    No full text
    Lingkungan kerja perawat yang sehat, aman, efisien dan memuaskan berpengaruh terhadap kinerja. Memberdayakan perawat, perilaku caring dan hubungan interpersonal di tempat kerja sangat penting untuk mencapai lingkungan kerja yang sehat dan perawatan pasien yang berkualitas. Peneliti terdahulu menyampaikan pengaruh dari lingkungan kerja perawat dan missed nursing care (MNC), namun masih belum banyak penelitian yang menunjukan pengaruh perilaku caring terhadap kejadian missed nursing care di Indonesia. Sejumlah alasan lain di balik mengapa perawatan terlewatkan, telah didokumentasikan sebagai lingkungan kerja non fisik, dimana lingkungan non-fisik adalah kondisi lingkungan kerja yang berupa suasana kerja, hubungan kerja, atau kondisi kerja. Terkait sumberdaya manusia, sumberdaya material, dan komunikasi, kerja tim yang buruk dengan proses delegasi yang tidak efektif, bekerja dalam shift, dan jumlah staf juga tingkat pengalaman klinis yang dimiliki staf dianggap sebagai penyebab keperawatan yang tertunda atau terlewatkan. Beberapa dampak dari missed nursing care terhadap kualitas pelayanan keperawatan, antara lain: 1) Kualitas pelayanan asuhan keperawatan menurun; 2) Pemulangan pasien menjadi lebih lama; 3) Keselamatan pasien; 4) Resiko kesalahan pengobatan; 5) Kepuasan pasien, dll. Faktor lingkungan dan perilaku caring merupakan dua dari beberapa konsep keperawatan mencakup 4 (empat) konsep yaitu, caring merupakan apa yang dilakukan perawat, manusia adalah tujuan dari apa yang dilakukan perawat, kesehatan menjadi tujuan dan lingkunganlah tempat perawat merawat, dianggap sebagai penyebab keperawatan yang tertunda atau terlewatkan. Ada 4 dimensi missed nursing care atau asuhan keperawatan yang diperlukan tetapi tidak dilakukan karena tidak tersedianya waktu untuk menyelesaikan pada shift jaga perawat. Dalam penelitian ini digunakan instrument (PES-NWI)-31 untuk mengkaji dukungan lingkungan kerja perawat karena dianggap relevan dan terbaru dari semua instrumen pengukuran lingkungan kerja. Pengukuran perilaku caring menggunakan instrumen (CBI)-24. Missed nursing care diukur dengan menggunakan MISSCARE Survey. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lingkungan kerja dan perilaku caring perawat dengan Missed nursing care serta mana yang memiliki hubungan lebih dominan, untuk selanjutnya dapat menjadikan solusi dan pengembangan strategi bagi manajer keperawatan dan rumah sakit dalam menurunkan kejadian asuhan keperawatan yang terlewatkan. Penelitian kuantitatif ini menggunakan observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sebanyak 103 responden perawat yang bekerja di ruang rawat inap menjadi responde penelitian. Pengambilan data menggunakan instrumen kuisioner yang diisi langsung oleh responden perawat melalui link google form. Analisis univariat digunakan untuk melihat gambaran karakteristik responden yang dipresentasikan dalam bentuk tabel dan prosentase. Analisis bivariat data berdistribusi normal menggunakan Uji Pearson correlation Ditemukan nilai signifikansi (p value = 0,000 <0,05) untuk lingkungan kerja juga perilaku caring sehingga dapat disimpulkan artinya H1 dan H2 diterima. Sedangkan analisis multivariat menggunakan uji regresi linier berganda dengan hasil lingkungan kerja dan caring secara parsial serta bersama-sama atau simultan berhubungan dengan missed nursing care, sebesar 67%, sementara 33% sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar penelitian. Dengan model persamaan sebesar 183,601. Hal ini menunjukkan bahwa jika semua variabel independen meliputi lingkungan kerja perawat (X1=-0,687) dan perilaku caring (X2=-0,506) bernilai 0 persen atau tidak mengalami perubahan, maka nilai kejadian missed nursing care adalah 183,601. Variabel yang berhubungan paling dominan terhadap kejadian MNC adalah variabel perilaku caring dengan nilai koefisien regresi sebesar -0,506 dengan nilai p value 0,000 < 0,005. Hal ini berarti kenaikan 1% pada perilaku caring menyebabkan penurunan kejadian missed nursing care sebesar 0,506. Hasil penelitian memberikan gambaran secara keseluruhan bahwa lingkungan kerja dan perilaku caring berhubungan dengan missed nursing care dalam derajat atau tingkat korelasi kuat. Dengan arah hubungan negative (-) atau berlawanan arah, yang artinya bahwa semakin tinggi dukungan lingkungan kerja perawat dan perilaku caring maka semakin rendah/menurun kejadian missed nursing care, dan sebaliknya. Sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa lingkungan kerja berpengaruh langsung dengan asuhan keperawatan yang terlewat, interaksi pasien berdasarkan perilaku caring memastikan kondisi kerja yang lebih baik dan perawatan kesehatan yang lebih berkualitas sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya asuhan keperawatan yang terlewat. dimana hal ini terkait dengan asuhan keperawatan yang pada akhirnya juga mengarah pada kepuasan dan keselamatan pasien. Ada hubungan lingkungan kerja perawat dengan missed nursing care perawat di rumah sakit umum daerah Lawang Kabupaten Malang. Fondasi keperawatan untuk kualitas keperawatan, menjadi dimensi yang memiliki rentang paling mendekati dari lingkungan kerja perawat. Partisipasi perawat dalam urusan RS, menjadi dimensi yang memiliki rentang paling menjauhi atau rendah dari lingkungan kerja perawat. Namun secara keseluruhan lingkungan kerja di RSUD Lawang ditemukan baik/mendukung. Ada hubungan perilaku caring dengan missed nursing care perawat di rumah sakit umum daerah Lawang Kabupaten Malang. Knowledge and skill (pengetahuan dan keterampilan), menjadi dimensi yang memiliki rentang paling mendekati dari perilaku caring perawat. Connectedness (berhubungan/keterhubungan) menjadi dimensi yang memiliki rentang paling menjauhi atau rendah dari perilaku caring. Namun secara keseluruhan perilaku caring perawat di RSUD Lawang ditemukan sangat caring namun cenderung rendah. Assessment (penilain perawatan berkelanjutan) menjadi dimensi yang memiliki rentang paling menjauhi atau rendah terhadap kejadian missed nursing care, namun secara keseluruhan kejadian missed nursing care tidak pernah sampai kadang terlewatkan. Kesimpulan pada penelitian ini adalah adanya hubungan yang signifikan berlawanan arah antara lingkungan kerja dan perilaku caring dengan MNC, dimana perilaku caring memiliki hubungan lebih dominan dengan MNC. Hasil ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi manajer keperawatan dan organisasi rumah sakit untuk dukungan organisasi, memfasilitasi dan manajemen sumberdaya material juga sumberdaya manusia, serta komunikasi, dapat mempengaruhi peningkatan kualitas pelayanan, yang selanjutnya turut serta menciptakan rasa puas dari konsumen (pasien). Tata kelola proses keperawatan, manajemen sumberdaya khususnya perawat dengan peningkatan perilaku caring, dan supervise atau monitoring berkala dapat memberikan umpan balik dalam meminimalisir kejadian missed nursing car

    Hubungan Kompetensi Keselamatan Pasien, Iklim Kerja, Kerja Tim dengan Kejadian Tidak Diharapkan.

    No full text
    Keselamatan pasien adalah kondisi pasien bebas dari cedera yang tidak seharusnya terjadi yang masih bisa dihindari atau bebas dari risiko dan cedera yang berpotensial akan terjadi. Keselamatan pasien bertujuan melindungi pasien dari tindakan atau asuhan yang berpotensi menimbulkan dampak negatif. Dengan prinsip keselamatan pasien yang baik diharapkan dapat mencegah kejadian yang tidak diharapkan selama pasien dirawat. Kejadian yang tidak diharapkan (KTD) pada suatu pelayanan kesehatan akan sangat merugikan konsumen. KTD merupakan kerugian pada pasien akibat asuhan klinis yang salah dan beresiko menimbulkan kekhawatiran dalam dunia kesehatan baik berupa materi, keuangan maupun dalam bentuk yang lain. Kompetensi keselamatan pasien mengacu pada pengetahuan, keterampilan dan sikap tentang keselamatan pasien yang diperlukan dalam pelayanan perawatan kesehatan yang aman. Perawat adalah salah satu profesi yang sangat berperan penting dalam penyembuhan pasien. Perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan kompetensi yang baik, kehadiran profesi perawat sangat membantu memberikan perawatan yang lebih holistik kepada pasien sehingga perawat sangat berperan penting dalam meminimalkan kejadian tidak diharapkan. Penelitian ini dilakukan di RSUD dr H Jusuf SK Tarakan Kalimantan Utara dengan tujuan untuk mengetahui hubungan kompetensi keselamatan pasien, iklim kerja, Kerja tim dengan kejadian yang tidak diharapkan oleh perawat rawat inap. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional pada perawat di ruang rawat inap rsud dr H Jusuf SK. Populasi dari penelitian ini berjumlah 350 perawat ruang rawat inap dan sampel penelitian sebanyak 190 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan data penelitian berlangsung pada bulan Mei 2022. Peneliti menggunakan empat kuesioner, kompetensi keselamatan pasien menggunakan instrumen yang bersumber dari Health professional education in patient safety survey (H-PEPSS) yang berjumlah 14 pertanyaan, sedangkan iklim kerja dan kerja tim menggunakan instrumen safety attitudes questionnaire (SAQ) dimana iklim kerja terdiri dari 4 pertanyaan dan kerja tim 6 pertanyaan sedangkan KTD menggunakan instrumen KTD diukur dengan laporan perawat tentang frekuensi terjadinya 4 jenis insiden dalam satu tahun terakhir yang terdiri dari 4 pertanyaan. Penilaian jawaban pertanyaan menggunakan skala likert 5 poin dan untuk KTD menggunakan 4 poin.Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik demografi responden dan analisis tiap variabel berdasarkan nilai mean, median, nilai tertinggi dan terendah tiap variabel. Hasil analisis bivariat ditemukan ada hubungan yang signifikan antara kompetensi keselamatan pasien dengan KTD, ada hubungan iklim kerja, kerja tim dengan KTD. Uji statistic ditemukan nilai r square sebesar 0.930 (93%) sehingga dapat diartikan bahwa seluruh variabel independen secara bersama-sama dapat mempengaruhi kejadian tidak diharapkan sebesar 93% dan sisanya sebanyak 7% dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian. Kompetensi keselamatan pasien dan iklim kerja memiliki hubungan yang paling dominan terhadap kejadian yang tidak diharapkan dengan nilai koefisien regresi (B) sebesar 4.260 dan 3.371. Semakin baik kompetensi perawat terkait keselamatan pasien maka kejadian tidak diharapkan semakin berkurang. Pendidikan perawat sangat mendukung kompetensi perawat dimana semakin tinggi Pendidikan seorang perawat maka kompetensi keselamatan pasien akan semakin baik. Semakin baik iklim kerja maka kejadian tidak diharapkan semakin berkurang ini dikarenakan rata-rata perawat yang bekerja memiliki pengalaman kerja diatas lima tahun sehingga dengan pengalaman perawat dapat menunjang pengetahuan dan menurunkan kejadian tidak diharapkan. Harapan bahwa penelitian ini menjadi gambaran bagi manajemen keperawatan mengenai kejadian tidak diharapkan di ruang rawat inap sehingga bisa jadi dasar untuk mengambil kebijakan dalam mengurangi kejadian tidak diharapka

    Hubungan Dukungan Sosial Dengan Mekanisme Koping Orangtua Pasien Leukemia Anak Di IRNA IV RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

    No full text
    Kanker merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak-anak di seluruh dunia, insiden kematian yang tercatat akibat kanker cenderung meningkat. Orang tua dari anak-anak yang didiagnosis kanker sering mengalami tekanan emosional yang cukup besar. Orang tua perlu memiliki mekanisme koping yang baik terhadap situasi yang dialami. Salah satu faktor yang mempengaruhi koping individu adalah dukungan sosial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan dukungan sosial dengan mekanisme koping orang tua pasien leukemia anak di IRNA IV RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional dengan menggunakan sampel 70 responden. Instrumen untuk mengukur strategi koping menggunakan modifikasi alat ukur dari Lazarus Folkman. Instrumen untuk mengetahui dukungan sosial menggunakan Norbeck Social Support Questionnaire (NSSQ). Hasil uji Spearman’s Rho didapatkan p-value 0,048 lebih kecil dari 0,05. Hasil uji ini memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,237 yang artinya memiliki kekuatan rendah. Arah dari hubungan dukungan sosial dengan mekanisme koping adalah positif. Mekanisme koping dipengaruhi oleh dukungan sosial. Individu dengan sistem pendukung yang kuat memerlukan intervensi minimal untuk menyelesaikan krisis. Efek positif dari dukungan sosial berpengaruh terhadap dukungan sosial dengan meningkatkan kesejahteraan terlepas dari stres yang dialami. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial dan mekanisme koping orang tua pasien leukemia anak di IRNA IV RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. Pada peneliti selanjutnya, sebaiknya menggunakan sampel yang lebih besar dan luas sehingga mendapatkan hasil yang lebih baik dan lebih mengeneralisir

    Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Kecenderungan Perilaku Cyberbullying pada Remaja Kelas XI di SMAN 25 Bandung

    No full text
    Cyberbullying merupakan salah satu perilaku menyimpang yang sering ditemukan dikalangan remaja. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi cyberbullying adalah kecerdasan emosional. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara kedua variabel tersebut, yaitu variabel kecerdasan emosional dengan kecenderungan perilaku cyberbullying pada remaja kelas XI di SMAN 25 Bandung. Penelitian ini menggunakan penekatan cross-sectional dengan jumlah responden sebanyak 205 siswa yang dihitung berdasarkan rumus Slovin dengan tingkat derajat kesalahan sebesar 5%. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Pengambilan data menggunakan isntrumen penelitian berupa dua kuesioner, yaitu Kecerdasan Emosional yang berdasarkan lima aspek kecerdasan emosional Goleman dan kecenderungan cyberbullying menggunakan kuesioner The Scale of Cyber Bullying (SCB). Hasil analisis univariat menunjukan bahwa kecerdasan emosional remaja sebagian besar dalam kategori tinggi dan kecenderungan perilaku cyberbullying dalam kategori rendah. Bedasarkan analisis bivariat diketahui hasil nilai p-value 0,000 < 0,05 dengan hasil nilai koefisien korelasi -0,263 yang mempunyai makna ada korelasi yang signifikan antara variabel kecerdasan emosional dengan kecenderungan perilaku cyberbullying pada remaja. Kesimpulan hasil penelitian ini yaitu semakin tinggi kecerdasan emosional maka semakin rendah kecenderungan perilaku cyberbullying pada remaja
    corecore