6 research outputs found
Efektivitas Penggunaan Pupuk Hayati Pada Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Cabai Besar (Capsicum Annuum L.)
Tanaman cabai besar (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam tanaman
sayuran famili Solanaceae yang sangat penting di Indonesia. Kebutuhan cabai besar
di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi penduduk.
Tanaman cabai besar banyak dikonsumsi masyarakat di Indonesia dalam bentuk
segar maupun olahan. Produksi cabai besar di Indonesia pada 6 tahun terakhir
cenderung mengalami peningkatan. Namun, pada tahun 2015 produksi cabai
mengalami penurunan sebesar 2,8%. Permintaan komoditas cabai besar di
Indonesia perlu diimbangi dengan menerapkan kegiatan budidaya yang tepat
sehingga hasil dari produksi dan produktivitas yang didapat maksimal. Saat ini
salah satu penyebab turunnya produksi tanaman cabai ialah penggunaan pupuk
anorganik yang salah dan berkelanjutan. Penggunaan pupuk anorganik harus
diimbangi dengan pemberian pupuk hayati yang dapat meningkatkan kesuburan
biologi tanah dan penyediaan unsur hara bagi tanaman. Tujuan dilakukannya
penelitian ini ialah untuk mengetahui efektivitas penggunaan pupuk hayati pada
pertumbuhan dan hasil tanaman cabai besar (Capsicum annuum L.). Hipotesis
penelitian ini ialah pemberian pupuk hayati efektif dalam peningkatan pertumbuhan
dan hasil tanaman cabai besar (Capsicum annuum L.).
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2020 sampai bulan Juli 2020 di
Kebun Percobaan Jatimulyo, Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru,
Malang. Penelitian ini menggunakan rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
dua faktor yang terdiri dari 12 perlakuan dosis pupuk hayati dan anorganik dengan
3 ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah: P1: NPK 100% (Kontrol); P2: pupuk
hayati 40 kg ha-1; P3: 25% NPK + pupuk hayati 40 kg ha-1; P4: 50% NPK + pupuk
hayati 40 kg ha-1; P5: 75% NPK + pupuk hayati 40 kg ha-1; P6: NPK 100% + pupuk
hayati 40 kg ha-1; P7: pupuk hayati 60 kg ha-1; P8: NPK 25% + pupuk hayati 60 kg
ha-1; P9: NPK 50% + pupuk hayati 60 kg ha-1; P10: NPK 75%+ pupuk hayati 60 kg
ha-1; P11: NPK 100% + pupuk hayati 60 kg ha-1. Data yang telah diperoleh
dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf 5%. Apabila
terdapat pengaruh nyata (F hitung > F tabel 5%). Maka dilanjutkan dengan uji BNJ
(Beda Nyata Jujur) pada taraf 5% untuk melihat perbedaan diantara perlakuan.
Variabel pengamatan yang diamati ialah tinggi tanaman, klorofil daun, jumlah
bunga, jumlah buah, bobot buah, kadar hara NPK pada tanah dan serapan hara NPK
tanaman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati mampu
meningkatkan ketersediaan unsur hara, sehingga memberikan hasil yang lebih baik
pada pertumbuhan dan hasil tanaman Cabai Besar dibandingkan dengan perlakuan
NPK 100%. Pemberian pupuk hayati dapat mengurangi penggunaan pupuk NPK
sebesar 25%. Perlakuan NPK 75% + pupuk hayati 40 kg ha-1 memberikan hasil
lebih baik dengan bobot buah 19,29 ton ha-1 dibandingkan dengan perlakuan P1
(NPK 100%) dengan nilai R/C ratio 1,5
Pengaruh Pgpr (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Cabai Rawit (Capsicum Frutescens) Pada Sistem Tanam Monokultur Dan Tumpangsari
Tanaman cabai rawit (capsicum frutescens) merupakan salah satu dari
komoditas tanaman sayuran yang popular di Indonesia. Cabai rawit dapat
digunakan sebagai bahan bumbu dapur, bahan utama industri saus hingga industri
farmasi. Seiring dengan permintaan akan komoditas tersebut terus mengalami
peningkatan, namun produktivitas dan kepemilikan lahan oleh petani semakin
menurun. Dalam mengatasi masalah tersebut upaya yang dapat diberikan adalah
pengaplikasian PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dan pengelolaan
sistem tanam. Sistem tanam yang digunakan yaitu sistem tanam monokultur dan
tumpang sari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh PGPR
terhadap Pertumbuhan dan hasil tanaman cabai rawit pada sistem tanam
monokultur dan tumpangsari. Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat interaksi
antara PGPR terhadap Pertumbuhan dan hasil tanaman cabai rawit pada sistem
tanam monokultur dan tumpangsari.
Penelitian dilakukan di lahan kebun buah dan sayuran Kampung Pelangi
RW 09 Kelurahan Merjosari Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang pada bulan
September sampai November 2021. Alat yang digunakan selama penelitian yaitu
berupa cangkul, sekop, meteran, timbangan analitik, ember, gelas takar, selang,
kamera, penggaris, oven, Leaf Area Meter (LAM), lux meter dan alat tulis. Bahan
utama yang dibutuhkan adalah bibit cabai rawit varietas Dewata F1 dengan tipe
indeterminate, pupuk kandang murni dengan kotoran sapi, air, dan PGPR (Plant
Growth Promoting Rhizobacteria). Penelitian ini menggunakan rancangan
tersarang dengan dua faktor yaitu konsentrasi PGPR (Plant Growth Promoting
Rhizobacteria) dan sistem penanaman. Faktor pertama adalah perlakuan pemberian
konsentrasi PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) yang terdiri dari 4
taraf, yaitu P0: tanpa PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria), P1: 10 ml/l,
P2: 20 ml/l, P3: 30 ml/l. Faktor kedua adalah perlakuan aplikasi sistem penanaman
yang terdiri dari 2 taraf, yaitu T1: Monokultur, T2: Tumpangsari dengan tanaman
pepaya. Terdapat 8 kombinasi perlakuan konsentrasi PGPR (Plant Growth
Promoting Rhizobacteria) dan perlakuan sistem tanam, setiap perlakuan diulang 4
kali sehingga terdapat 32 petak percobaan. Parameter yang diamati yaitu : tinggi
tanaman, jumlah daun, luas daun, umur berbunga, bobot segar total tanaman, bobot
kering total tanaman, laju pertumbuhan tanaman, jumlah buah per tanaman, bobot
buah per tanaman, dan bobot buah panen per hektar. Data hasil pengamatan
selanjutnya dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dari Rancangan
tersarang dengan taraf 5%. Hasil analisis yang menunjukkan pengaruh nyata akan
dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf
5%. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi nyata
antara sistem tanam dan PGPR terhadap hasil pengamatan tinggi tanaman, jumlah
daun, luas daun, umur berbunga, bobot segar total tanaman, bobot kering total
tanaman, laju pertumbuhan tanaman, jumlah buah per tanaman, bobot buah per
tanaman, dan bobot buah panen per hektar. Hasil dari masing-masing pengamatan
vii
cenderung mengalami peningkatan hasil pada tiap-tiap parameternya seiring
dengan ditingkatkannya konsentrasi PGPR yang diberikann dan tanaman cabai
rawit yang ditanam secara monokultur juga cenderung menghasilkan hasil yang
lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman cabai rawit yang ditumpangsarikan
dengan tanaman pepaya umur 3-4 bula
Pengaruh Dosis Pupuk Organik Cair pada Pertumbuhan Awal Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas Bululawang
Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah tanaman iklim tropis yang memiliki kandungan nira pada bagian batang yang dapat diolah menjadi gula. Fisik tanaman tebu umumnya berbulu, memiliki duri halus dan beruas-ruas yang diantara ruasnya dapat tumbuh mata tunas yang akan menjadi pucuk tanaman baru (Harjanti, 2014). Salah satu cara meningkatkan produktifitas tebu adalah dengan mengupayakan pemupukan yang dapat meningkatkan hasil tanaman, untuk itu penelitian dilakukan pada penelitian ini sangat penting untuk mengetahui komposisi dosis pupuk organik cair terhadap pertumbuhan awal tanaman tebu. Bahan dasar yang dapat digunakan sebagai pupuk organik cair adalah limbah tetes tebu yang difermentasikan. Tetes tebu merupakan sisa sirup terakhir dari stasiun masakan yang telah dipisahkan gulanya melalui kristalisasi berulangkali. Penggunaan tetes tebu dalam pertanian meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara dan meningkatkan aktivitas biologi tanah (Ummu, 2022).
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2022 di desa Bumiayu, Kecamatan Kedungkandang, sebelah Timur Selatan Kota Malang. Bahan utama yang dibutuhkan dalam penelititn ini yaitu bibit tanaman tebu varietas Bululawang (BL), pupuk organik cair, pupuk anorganik Urea, SP-36, KCl, dan air. Alat yang digunakan dalam penanaman dan pengamatan tanaman, dibutuhkan antara lain: gembor meteran ukur, papan nama tanda tiap perlakuan, pasak bambu, drum berukuran 150 liter sebagai tempat pupuk, bor pengaduk, gelas ukur, jangka sorong, kamera dan alat tulis. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan total 28 petak percobaan dengan populasi tiap perlakuan terdiri dari 266 tanaman.. Perlakuan yang dilakukan T1: Kontrol (Tanpa pupuk); T2: 100% NPK; T3: 100% Pupuk organik cair + 75% Pupuk anorganik β K; T4: 50% Pupuk organik cair + 75% Pupuk anorganik β K; T5: 150% Pupuk organik cair + 75% Pupuk anorganik β K; T6: 200% Pupuk organik cair + 75% Pupuk anorganik β K; T7: 100% Pupuk organik cair. Parameter yang diamati terdiri dati tinggi batang, jumlah batang, diameter batang, dan jumlah anakan per rumpun.
Data hasil pengamatan selanjutnya dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dari rancangan acak kelompok (RAK) dengan taraf 5% dan uji DMRT. Berdasarkan hasil penelitian uji dosis pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) dapat disimpulkan bahwa penggurangan dosis pupuk anorganik berpengaruh terhadap pertumbuhan awal tinggi batang, jumlah batang, diameter batang, jumlah daun dan anakan per rumpun tanaman tebu
Analisa Tingkat Naungan Dan Pemupukan Kalium Pada Kualitas Hasil Aksesi Tanaman Kencur (Kaempferia Galanga L)
Kencur merupakan obat yang hidup didaerah tropis dan subtropis. Pemanfaatan
kencur baik pada kalangan industry maupun rumah tangga bukan hanya digunakan
sebagai obat namun bisa juga sebagai makanan, minuman yang kaya akan manfaat bagi
kesehatan. Manfaat pada tanaman kencur biasanya berasal dari rimpang.Rimpang kencur
secara umum dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu rimpang utama yang berukuran
besar dan rimpang cabang yang ukurannya lebih kecil.
Tanaman kencur banyak dibudidayakan di lahan kering yang ternaungi
dikarenakan tanaman kencur merupakan salah satu tanaman dengan tingkat toleran baik
terhadap naungan. Selain faktor cahaya, dalam tahap pertumbuhan tanaman kencur juga
memerlukan nutrisi yang cukup dari unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Tanah
tidak selalu dapat menyediakan unsur hara yang cukup bagi optimalnya pertumbuhan
tanaman. Pemupukan menjadi sangat penting dilakukan agar pertumbuhan tanaman
kencur tidak terhambat. jika tanaman kekurangan unsur K maka kadar pati menurun,
karbohidrat akan larut dan senyawa N menumpuk. Kendala yang sering dijumpai pada
lahan perkebunan karena tingginya tingkat erosi adalah rendahnya tingkat kesuburan
tanah yang antara lain dicirikan dengan rendahnr a ketersediaan unsur hara makro seperti
kalium (K). Intensitas cahaya matahari yang rendah akan mempengaruhi rendahnya
serapan nutrisi karena transpirasi menurun, nutrisi yang diserap melalui aliran massa juga
akan menurun sehingga unsur hara dalam tanah harus lebih banyak tersedia, terutama
unsur hara kalium.
Penelitan dilaksanakan pada bulan Oktober 2020 hingga Mei 2021 yang bertempat
di Kebun percobaan Agro Techno Park Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya desa
Jatikerto, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang dengan ketinggian 400 mdpl. Petak
utama (main plot) merupakan dua tingkat naungan yaitu tingkat naungan (N25) dan
(N50). Anak petak (subplot) terdiri dari 2 aksesi (A1) Kabupaten 1 dan (A2) Kabupaten
2. Anak-anak petak terdiri dari dosis pupuk Kalium dengan empat tingkatan dosis yaitu
(K0) Pupuk 0 kg ha-1 K2O; (K120) Pupuk 120 kg ha-1K2O; (K180) Pupuk 180 kg ha-1
K2O; dan (K240) Pupuk 240 kg ha-1 K2O. Adapun parameter yang diamti meliputi:
Pengamatan naungan, parameter pertumbuhan tanaman, parameter panen, analisis
pertumbuhan tanaman dan analisis kandungan kimia.
Hasil penelitian menunjukkan respon terbaik tanaman kencur adalah Naungan
50%, dosis pupuk Kalium yang optimal pada hasil tanaman pada aksesi Nganjuk yaitu
240 kg ha-1 dengan persentase bobot susut sebesar 21,33% pada 28 hari setelah panen,
pada akasesi Lumajang yaitu 120 kg ha-1 dengan persentase bobot susut sebesar 22,38%
pada 28 hari setelah panen. Hal yang sama terjadi pada kualitas kencur yaitu kandungan
EPMS (etil p-metoksisinamat) dimana pada kedua aksesi menunjukkan penanaman pada
naungan 50% dan dosis pupuk 240 kg ha-1 kandungan EPMS yang paling tingg
Teknik Budidaya Bunga Krisan Potong (Chrysanthemum Sp.) Di Pt Inamas Sintesis Teknologi, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta
Tanaman hias saat ini sangat digemari dan diminati oleh konsumen, tidak
hanya untuk hobi dan koleksi, bahkan kini dijadikan sebagai peluang penghasilan
yang berharga mahal. Salah satu tanaman yang menjadi komoditas hortikultura
Indonesia adalah krisan potong. Namun, di daerah Yogyakarta sendiri, permintaan
pasar akan tanaman krisan masih kurang terpenuhi. Rendahnya produksi tanaman
krisan di Yogyakarta ini salah satunya dapat disebabkan karena masih sedikitnya
petani krisan di Yogyakarta. Berdasarkan permasalahan tersebut, salah satu upaya
yang dilakukan PT Inamas Sintesis Teknologi adalah dengan melakukan
pemberdayaan kepada mahasiswa peserta magang. Pemberdayaan ini dilakukan
dengan melibatkan langsung para peserta magang ke dalam proses budidaya
tanaman krisan.
Kegiatan magang dilakukan selama kurang lebih lima bulan, tepatnya pada
tanggal 14 Februari 2022 sampai dengan 13 Juli 2022. Kegiatan magang
dilakukan di PT Inamas Sintesis Teknologi yang berada di Kota Yogyakarta,
Provinsi DI Yogyakarta. Kegiatan lapang dilakukan pada greenhouse yang
dikelola oleh PT Inamas Sintesis Teknologi. Greenhouse ini terletak di Pakem,
Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Teknik budidaya bunga krisan potong terdiri atas pengolahan tanah,
pemasangan jaring penyangga, penanaman, penyinaran, pinching dan topping,
perawatan, pengalaran, pengendalian hama dan penyakit, serta panen dan pasca
panen. Kegiatan budidaya tanaman krisan potong dari penanaman hingga panen
berlangsung selama kurang lebih tiga bulan. Permasalahan yang ditemukan pada
saat kegiatan budidaya berlangsung adalah terdapat hama dan penyakit yang
dikendalikan secara mekanis dan kimiawi
Pengaruh Plant Growth Promoting Rhizobacteria (Pgpr) Dan Pupuk Kandang Sapi Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.)
Bawang merah (Allium ascalonicum L.) ialah tanaman hortikultura yang
dimanfaatkan umbinya. Permintaan bawang merah dari tahun 2015 sampai dengan
tahun 2019 mengalami peningkatan tiap tahunnya (Direktorat Pangan dan Pertanian,
2014). Hal ini menunjukkan permintaan bawang merah untuk tahun selanjutnya akan
terus meningkat. Salah satu faktor untuk meningkatkan produksi bawang merah ialah
melalui aplikasi PGPR dan pupuk kandang sapi. Bakteri yang ada pada PGPR
termasuk golongan bakterimenguntungkan dan dapat berkembang biak dengan
optimal pada tanah yang mengandungbahan organik. Bahan organik yang terdapat di
dalam tanah akan menjadi makanan bagi bakteri PGPR, sehingga dapat
memaksimalkan kinerja bakteri PGPR. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
interaksi dan pengaruh tanaman bawang merah terhadap pemberian PGPR dan pupuk
kandang sapi.
Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Agustus 2019 di
Kecamatan Karangploso, Batu, Jawa Timur. Alat yang akan digunakan untuk
penelitian antara lain, timbangan digital, cangkul, bambu, gayung, selang, oven,
jangka sorong, penggaris, pisau, hand sprayer, ember, gelas ukur, meteran, papan
nama, kertas label, amplop kertas, plastik, kamera dan alat tulis. Bahan yang akan
digunakan ialah benih bawang merah varietas Batu Ijo, pupuk kandang sapi, Plant
Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR), pupuk NPK mutiara 16:16:16dan air.
Penelitian yang akan dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah pemberian PGPR dengan 3 taraf
yaitu P0 = tanpa PGPR; P1= PGPR 30 ml l-1 dan P2 = PGPR 60 ml l-1. Faktor kedua
adalah pemberian pupuk kandang sapi dengan 3 taraf yaitu K0 = tanpa pupuk
kandang sapi; K1 = pupuk kandang sapi 30ton ha-1 dan K2 = pupuk kandang sapi 60
ton ha-1. Terdapat 9 kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali sehingga
diperoleh 27 unit kombinasi perlakuan.Parameter pengamatan pertumbuhan
dilakukan pada saat tanaman berumur 2, 4 dan 6 MST yang terdiri dari pengamatan
panjang tanaman, jumlah daun, luas daun, bobot segar tanaman dan bobot kering
tanaman. Parameter pengamatan panen diantaranya bobot segar umbi, bobot kering
umbi, jumlah umbi perumpun, diameter umbi dan produksi. Data yang diperoleh
dianalisis menggunakan analisis ragam (Uji F taraf 5%). Jika terdapat beda nyata
maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk mengetahui
perbedaan antar perlakuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi dari perlakuan pemberian
PGPR dan pupuk kandang sapi pada variabel pengamatan pertumbuhan dan hasil
tanaman bawang merah. Pada pengamatan pertumbuhan, terjadi interaksi pada
i
panjang tanaman, jumlah daun, bobot segar tanaman dan bobot kering tanaman.
Sedangkan pada pengamatan hasil, terjadi interaksi pada bobot segar umbi,diameter
umbi dan produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan PGPR 60 ml l-1
dan pupuk kandang sapi 30 ton ha-1memberikan hasil yang berbeda nyata
dibandingkan dengan kontrol (tanpa PGPR dan tanpa pupuk kandang sapi