20 research outputs found

    USING THE N-15 METHOD TO DETERMINE N-SOIL, N-GREEN MANURE, AND N-UREA AVAILABILITY AFTER SIX SEASONS IN AN ALLEY CROPPING SYSTEM

    Get PDF
    Nitrogen (N) is the most important nutrient for crop growth and production. This study was conducted to determine whether in each of six seasons and after these seasons the N-soil, N-green manure, N-green manure + urea, and N-urea is still available for crops. Upland rice and corn were planted successively for six seasons. In each season upland rice and corn were planted andapplied with N-fertilizers at rate of: control (0N), N1 (100% green manure), N2 (50% green manure + 50% urea), N3 (100% urea). N-15 labelled urea was added at each season to determine the A-value of the crops. In each seasons it was shown that crops used N-soil as well as N-fertilizer. With the increase of the availability of N-fertilizers the use of N-soil decrease and so couldpreserve N-soil. With preservation of N-soil it could be assumed that soil quality has increased. The N-15 method could be used to determine the availability at each fertilizer rate’s in each season and at the end of the sixth season

    PHOSPHORUS CONTENT IN THE LOWLAND RICE (Oryza sativa L.) DERIVED FROM P-FERTILIZER AND ORGANIC MATTER

    Get PDF
    A pot experiment was conducted at the experiment station PATIR – BATAN, in order to determine phospho-rous content derived from P-fertilizer and organic matters in paddy fi eld, both quantitatively and qualitatively. In the experiment, factorial pattern of Randomized Group Design with 3 replication was used. The fi rst factor was the dose of SP-36 with four doses, which were 0, 30, 60, and 90 kg ha/SP-36. The second dose was organic fertilizer with four doses, which were 0, 5, 10, dan 15 ton/ha. 32P isotope technique with A-value methode was used to determine the absorption of P by the plants in order to establish the composition of P derived from the soil, 32P, SP-36 and organic fertilizer. The results of the experiment proved that an increase in the P content from one of the P sources caused a decrease in the P content from other P sources

    Perunutan Serapan Fosfor (P) Tanaman Sorgum Berasal dari 2 Jenis Pupuk yang Berbeda Menggunakan Teknik Isotop (32P)

    Get PDF
    Seberapa besar tanaman menyerap hara fosfor (P) yang berasal dari pupuk dapat diketahui dengan teknik perunutan menggunakan isotop 32P. Informasi ini memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai mekanisme penyerapan P oleh tanaman, sehingga dapat bermanfaat untuk menentukan pengelolaan pemupukan yang tepat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya serapan P tanaman sorgum berasal dari dua jenis pupuk P yang berbeda. Serapan P dirunut menggunakan isotop 32P metode tidak langsung. Pupuk P yang diuji pada penelitian ini yaitu pupuk P kimia sintetis (SP-36) dan pupuk P alami berasal dari fosfat alam yang ditingkatkan kelarutannya menggunakan pendekatan biologis (Eco-Fos). Percobaan pot dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang dicobakan adalah pemupukan SP-36 dengan dosis 20 ppm P (P 25%), 40 ppm P (P 50%), 60 ppm P (P 75%) dan 80 ppm P (P 100%) serta pemupukan Eco-Fos dengan dosis 80 ppm P. Perlakuan tanpa pemupukan P dijadikan sebagai kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar P yang diserap tanaman sorgum umur 46 hari setelah tanam (HST) berasal dari tanah. Pada perlakuan SP-36, sebanyak 5.7%-45.7% serapan P berasal dari pupuk dan 54.3%-94.3% lainnya berasal dari tanah. Serapan P dari perlakuan pupuk Eco-Fos adalah 24.7% dan 75.3% lainnya berasal dari tanah. Perlakuan SP-36 dosis tertinggi (80 ppm P) menyumbang P terbesar bagi tanaman, secara statistik berbeda nyata dengan perlakuan lainnya kecuali perlakuan SP-36 dosis 60 ppm P. Sumbangan P dari SP-36 dan Eco-Fos tersebut secara statistik tidak mampu meningkatkan berat kering tanaman sorgum

    Dinamika Fosfat Pada Aplikasi Kompos Jerami-Biochar dan Pemupukan Fosfat Pada Tanah Sawah

    Get PDF
    Produktivitas tanah ditentukan oleh karakteristik tanah, yang terdiri dari sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Keterkaitan di antara ketiga sifat tersebut dapat diwakili oleh satu indikator yaitu kandungan karbon dalam tanah.Salah satu dampak dari pemenuhan kebutuhan bahan organik tanah adalah terpenuhinya kebutuhan unsur hara, terutama hara utama yang menjadi pembatas pada pertanaman padi sawah. Dalam hal ini unsur hara P menjadi faktor pembatas, karena seringkali berada dalam jumlah berlimpah namun dalam bentuk yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Percobaan dilakukan dengan tujuan mempelajari dampak aplikasi bahan organik kompos jerami yang diintegrasikan dengan Biochar, terhadap ketersediaan hara P pada tanah sawah. Interaksi kompos jerami+Biochar dengan inokulan BPF dan sumber-sumber P menjadi rancangan perlakuan yang diujikan dalam percobaan. Disain percobaan menerapkan rancangan acak kelompok dengan pola faktorial, menetapkan dosis aplikasi kompos jerami+Biochar sebagai taraf pertama yang terdiri dari 5 taraf level : 0; 1; 2; 3; 4 t ha-1. Faktor kedua adalah sumber P, yang terdiri dari 5 taraf level : tanpa fosfat (p0); 100 kg ha-1 pupuk SP-36 (p1); fosfat alam pada dosis 163 kg ha-1 (p2); inokulan BPF pada dosis 2 kg ha-1 (p3); dan fosfat alam berinokulan BPF (p4). Percobaan dilaksanakan di rumah kaca kebun percobaan PAIR – BATAN, Jakarta, pada bulan Maret 2014. Dinamika P akibat perlakuan yang diujikan, digambarkan dari hasil penelusuran menggunakan radioisotop 32P aktivitas 30 mCi melalui serapan P pada tanaman padi varietas Sidenuk. Hasil percobaan menunjukkan perlakuan yang diberikan menyebabkan perbedaan signifikan pada respons kandungan C-organik tanah, jumlah populasi BPF, cacahan 32P tanaman dan serapan P dari berbagai sumber di dalam tanaman padi

    VIABILITAS INOKULAN DALAM BAHAN PEMBAWA GAMBUT, KOMPOS, ARANG BATOK DAN ZEOLIT YANG DISTERIL DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA Co-60 DAN MESIN BERKAS ELEKTRON

    Get PDF
    Carrier is one of the important factor to determine the quality of biofertilizer. The inoculant carriers should contain no or less microbial contaminant. The purpose of this research was to investigate viability of Azospirillum, Azotobacter and Phosphate Solubilizing Fungi inoculants in carrier material that were sterilized by Gamma Irradiation Co-60 and Electron Beam Machine (EBM). Each inoculants was injected to the sterilized peat, compost, coconut shell charcoal and zeolite. Viability of inoculants in steriled carrier was evaluated at 0, 7, 14, 42 and 70 days after preparation. The stirage was done in incubator at 25ºC. The result of viability of Azospirillum, Azotobacter and Phosphate Solubilizing Fungi inoculants on sterilized carrier material by Gamma Irradiation Co-60, EBM and autoclave tended to decline during storage 70 days at room temperature (250C). Viability of Azospirillum inoculants in zeolite sterilized by Gamma Irradiation Co-60 and autoclave gave the highest numbres of viable cells. Storage of these inoculants at 25ºC for 70 days only reduce the number of viable cells by 11.1%. Viability of Phosphate Solubilizing Fungi inoculants in coconut shell charcoal or compost sterilized by Gamma Irradiation Co-60 went down by 99.8% after 70 days. The sterilization of carriers by using autoclave or Gamma Irradiation Co-60 were better than EBM sterilization. . Keywords: Carrier, Electron Beam Machine, Gamma Irradiation Co-60, sterilization, viabilit

    Kontribusi Kompos Jerami-Biochar Dalam Peningkatan P-Tersedia, Jumlah Populasi BPF dan Hasil Padi Sawah

    Get PDF
    Bahan organik telah terbukti berperan efektif dalam memulihkan kesuburan tanah. Indikator kesuburan tanah ini antara lain terletak pada kandungan C-organik tanah, jumlah populasi mikroba tanah, kandungan hara tersedia dan hasil tanaman. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui pengaruh dosis aplikasi kompos jerami-Biochar yang berinteraksi dengan pupuk kimia NPK, terhadap kandungan C-organik tanah, jumlah populasi Bakteri Pelarut Fosfat (BPF), ketersediaan P dan hasil tanaman padi sawah. Sasaran penelitian ini adalah mendapatkan interaksi perlakuan yang mampu memperbaiki kesuburan tanah, meningkatkan ketersediaan hara sehingga mendorong produksi tanaman lebih optimal, dan pemakaian pupuk NPK yang efisien. Percobaan dilakukan pada bulan April sampai dengan Agustus 2014 di kebun percobaan SPLPP Fakultas Pertanian UNPAD, berlokasi di Ciparay Kabupaten Bandung Jawa Barat. Perlakuan yang diterapkan adalah dosis kompos jerami-Biochar dalam 5 taraf dosis (0; 1; 2; 3; 4 t ha-1) dan dosis pupuk NPK dalam 4 taraf dosis yang semakin menurun dari dosis rekomendasi (100%, 80%; 60%; 40%), dengan menerapkan disain percobaan RAK pola faktorial. Hasil percobaan menunjukkan dosis kompos jerami-Biochar 2 t ha-1 mampu menyebabkan perbedaan respons yang signifikan dan tercapainya hasil tertinggi pada parameter respons kandungan C-organik tanah, jumlah populasi BPF, ketersediaan P, dan berat kering gabah. Interaksi 2 t ha-1 kompos jerami-Biochar dengan pupuk NPK mampu menurunkan pemakaian pupuk hingga 40%, pada hasil berat kering gabah tertinggi

    Respons Nitrogen dan Azolla terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Varietas Mira I dengan Metode SRI

    Get PDF
    Penelitian ini dilakukan di Kampung Cisadap, Desa Bunter, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat dari Bulan Januarisampai Bulan Mei 2011 untuk mempelajari respons pertumbuhan tanaman padi yang diberi pupuk nitrogen dan Azolla michrophylla pada budidaya padi sawahSystem Of Rice Intensification . Penelitan ini menggunakan 5 dosis pupuk nitrogen (0 %, 25 %, 50 %, 75 %, 100 %) dari pupuk nitrogen yang direkomendasikan yaitu N 92 kg ha-1 (urea 200 kg ha-1), serta menggunakan Azolla michrophylla sebanyak 1,13 ton ha-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk nitrogen sebanyak 50 % (100 kg ha-1) dan pemberian Azolla michrophylla sebanyak 1,13 ton ha-1 memberikan hasil yang baik pada parameter tinggi tanaman 2-6 MST, jumlah anakan 2-7 MST. Interaksi antara penggunaan dosis 50% pupuk nitrogen dan 1,13 Azolla michrophylla terjadi pada tinggi tanaman umur7 MST, dan bobot kering tanaman

    Peningkatan Kemampuan Mikroba Pelarut Fosfat dan Kalium Melalui Teknik Mutasi Iradiasi Gamma

    Get PDF
    Iradiasi gamma merupakan salah satu alternatif untuk memicu mutasi yang dapat menginduksi peningkatan kemampuan mikroba pelarut fosfat dan kalium. Tujuan dari penelitian ini adalah  untuk mempelajari pengaruh iradiasi gamma terhadap mikroba pelarut fosfat dan kalium, mempelajari perubahan kemampuan mutan mikroba dalam  melarutkan fosfat dan kalium, serta perubahan pada tingkat molekuler yang terjadi akibat mutasi iradiasi gamma Metode penelitian terdiri dari iradiasi mikroba menggunakan sinardengan dosis 0; 1; 2,5; 5; 7,5; 10; 15 kGy, uji kemampuan mikroba dalam melarutkan fosfat dan kalium setelah iradiasi serta pengujian pada tingkat molekuler. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah iradiasi gamma  memberikan pengaruh terhadap jumlah populasi dan kemampuan mikroba dalam melarutkan fosfat dan kalium. Hal ini menunjukkan bahwa sinar gamma dengan dosis 1 kGy sampai 15 kGy menurunkan populasi bakteri dan fungi. Semakin tinggi dosis iradiasi gamma jumlah sel yang mati meningkat. Umumnya iradiasi dengan sinar gamma menghasilkan mutan dengan kemampuan melarutkan P dan K yang menurun. Akan tetapi beberapa dosis mampu meningkatkan kemampuan mutan dalam melarutkan fosfat dan kalium. Mutan  BPK5 pada dosis 7,5 kGy mampu melarutkan fosfat (165,67 ppm) dan kalium (18,89 ppm) yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Mutan FPF 4 pada dosis 2,5 kGy mampu melarutkan fosfat (418,15 ppm) lebih tinggi dibandingkan kontrol, sedangkan mutan FPF 4 mampu melarutkan kalium (13,90 ppm) lebih tinggi dibandingkan kontrol pada dosis 15 kGy. Perubahan pada tingkat molekuler diindikasikan dengan terjadinya perubahan basa pada sekuen DNA antara isolat induk (tanpa iradiasi) dengan sekuen mutan. Pada bakteri mutasi tertinggi terjadi pada transisi adenin menjadi guanin dan transversi timin menjadi sitosin dengan persentase masing-masing terhadap total perubahan sebesar 23,91 %. Perubahan basa pada sekuen DNA  isolat mutan fungi ditunjukkan dengan terjadinya  insersi adenin dan timin dengan persentase masing-masing terhadap perubahan total sebesar 50 %

    Peningkatan Kemampuan Mikroba Pelarut Fosfat dan Kalium Melalui Teknik Mutasi Iradiasi Gamma

    Get PDF
    Iradiasi gamma merupakan salah satu alternatif untuk memicu mutasi yang dapat menginduksi peningkatan kemampuan mikroba pelarut fosfat dan kalium. Tujuan dari penelitian ini adalah  untuk mempelajari pengaruh iradiasi gamma terhadap mikroba pelarut fosfat dan kalium, mempelajari perubahan kemampuan mutan mikroba dalam  melarutkan fosfat dan kalium, serta perubahan pada tingkat molekuler yang terjadi akibat mutasi iradiasi gamma Metode penelitian terdiri dari iradiasi mikroba menggunakan sinardengan dosis 0; 1; 2,5; 5; 7,5; 10; 15 kGy, uji kemampuan mikroba dalam melarutkan fosfat dan kalium setelah iradiasi serta pengujian pada tingkat molekuler. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah iradiasi gamma  memberikan pengaruh terhadap jumlah populasi dan kemampuan mikroba dalam melarutkan fosfat dan kalium. Hal ini menunjukkan bahwa sinar gamma dengan dosis 1 kGy sampai 15 kGy menurunkan populasi bakteri dan fungi. Semakin tinggi dosis iradiasi gamma jumlah sel yang mati meningkat. Umumnya iradiasi dengan sinar gamma menghasilkan mutan dengan kemampuan melarutkan P dan K yang menurun. Akan tetapi beberapa dosis mampu meningkatkan kemampuan mutan dalam melarutkan fosfat dan kalium. Mutan  BPK5 pada dosis 7,5 kGy mampu melarutkan fosfat (165,67 ppm) dan kalium (18,89 ppm) yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Mutan FPF 4 pada dosis 2,5 kGy mampu melarutkan fosfat (418,15 ppm) lebih tinggi dibandingkan kontrol, sedangkan mutan FPF 4 mampu melarutkan kalium (13,90 ppm) lebih tinggi dibandingkan kontrol pada dosis 15 kGy. Perubahan pada tingkat molekuler diindikasikan dengan terjadinya perubahan basa pada sekuen DNA antara isolat induk (tanpa iradiasi) dengan sekuen mutan. Pada bakteri mutasi tertinggi terjadi pada transisi adenin menjadi guanin dan transversi timin menjadi sitosin dengan persentase masing-masing terhadap total perubahan sebesar 23,91 %. Perubahan basa pada sekuen DNA  isolat mutan fungi ditunjukkan dengan terjadinya  insersi adenin dan timin dengan persentase masing-masing terhadap perubahan total sebesar 50 %

    Pengaruh Bahan Pembenah Tanah pada pH dan P Tersedia Tanah Sub-Optimal Ultisols Asal Jasinga Kabupaten Bogor

    Get PDF
    Aplikasi bahan pembenah tanah pada tanah-tanah sub-optimal seperti Ultisols di Indonesia perlu terus dilakukan. Hal ini ditujukan guna menunjang perbaikan kualitas lahan-lahan sub-optimal Ultisols secara langsung maupun tidak langsung baik dari segi fisika, kimia, dan biologi tanah. Telah dilakukan suatu penelitian awal pada Ultisols asal Jasinga Kabupaten Bogor Jawa Barat. Sampel tanah dianalisis secara lengkap kemudian diberikan perlakuan berupa bahan pembenah tanah. Tahap pertama menentukan kebutuhan kapur dengan nilai satuan bobot CaCO3 ha-1. Rancangan acak lengkap pola factorial digunakan pada tahap dua untuk menentukan pengaruh biochar dan pupuk P terhadap pH dan P tersedia tanah. Factor pertama merupakan Biochar terdiri dari 4 taraf dosis (0, 5, 10, 15 t ha-1) sedangkan untuk factor kedua yaitu dosis pupuk P (0,100,200 kg ha-1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik Ultisols Jasinga memiliki kesuburan yang rendah dengan pH tanah sangat masam yaitu pH 4.02 (H2O) dan 3.38 (KCl). Untuk meningkatkan pH Ultisols Jasinga pada kisaran pH 6, maka dibutuhkan kapur sebanyak 3 t ha-1. Terjadi interaksi antara aplikasi biochar dan pupuk P pada Ultisols dalam meningkatkan pH tanah dan P tersedia tanah. Penambahan biochar sebanyak 5 t ha-1 mampu meningkatkan pH tanah secara signifikan. Sedangkan aplikasi biochar dengan dosis 15 t ha-1 dengan pupuk P 200 kg ha-1 menunjukkan nilai tertinggi pada P tersedia tanah
    corecore