743 research outputs found

    Pola Peresepan Obat pada Pasien Rawat Jalan Poli Jiwa di RSUD Brebes

    Get PDF
    Prevalensi gangguan psiko-afektif yang ditandai dengan gejala depresi dan kecemasan pada mereka yang berusia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 6,1 dari total penduduk Indonesia. Salah satu pedoman untuk mengevaluasi penggunaan obat yang rasional adalah indeks Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Perlakuan yang tidak tepat dapat merugikan masyarakat, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penelitian tentang pola peresepan obat untuk pasien rawat jalan di poli jiwa Rumah Sakit Breves selama periode Januari hingga Desember 2019. Rumah Sakit periode Januari -Desember 2019 menurut indikator WHO 1993. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif berupa grafik rawat jalan dan data resep dari poliklinik jiwa RS Breves, data periode Januari-Desember 2019. Pengambilan sampel untuk penelitian ini menggunakan metode systematic random sampling sebanyak 600 sampel. Analisis menunjukkan rata-rata jumlah entri obat per resep 2,47; resep nama generik 95,56%; resep antibiotik 0%; penggunaan injeksi 0; kecukupan resep formulir rumah sakit 95,49%

    PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTIK IBU DALAM PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA ANAK

    Get PDF
    Background: Health education about dengue haemorrhagic fever (DHF) is the way to increase knowledge about DHF with the aim of changing or influencing human behavior in prevention of dengue. The purpose of health education on DHF is informing people about the disease. Aim: This study aims to determine the impact of health education on mother’s knowledge, attitudes and practices in the prevention of DHF for children. Methods: This study was quasi experimental design interventional with non-equivalent control group design on March until June 2012. The study was conducted in the Gajahmungkur’s Village (treatment group) and the Tembalang’s Village (control group). The treatment group was given health education about DHF. The control group did not receive any counseling. Health education’s instruments were a direct extension and leaflets. Hypothesis test was performed by using Mann Whitney and Friedman test. Results: KAP score treatment group at pretest was 106.07 (poor category), posttest at 15th day is 131.59 (medium category) and posttest at 30th day was 135.07 (medium category). Whereas control group at pretest was 113.63 (medium category), posttest at 15th day is 114.04 (medium category) and posttest at 30th day was 113.78 (medium category). The treatment group found a significant increase in KAP scores until the 30th day of observation (p <0.001), whereas the control group no significant differences in KAP scores (p = 0.9). Conclusions: health education impacts the level of knowledge, attitudes and practices of mothers in the prevention of DHF in children. Key words: knowledge, attitudes, practices, DHF, KA

    HUBUNGAN ANTARA DERAJAT NYERI DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP PASIEN KANKER PARU YANG MENJALANI KEMOTERAPI

    Get PDF
    Background. Lung cancer is the most common case of malignancy and the leading cause of death from malignancy throughout the world, more so in Indonesia, which most of population are smokers. In general, lung cancer is found at an advance stage, specifically stage IIIB and IV, so that the main goals of therapy are to increase life expectancy and quality of life. Chemotherapy is one of the options of palliative therapy. Chemotherapy cause many side effects including pain. In addition, pain can also occur due to the cancer itself. Objective. To prove the correlation between pain intensity and quality of life in lung cancer patients undergoing chemotherapy. Methods. Cross-sectional analysis was conducted on 13 lung cancer patients from the Chemotherapy Department, Kariadi Hospital, Semarang from April to June 2015. Sosiodemographic characteristics and clinical data including diagnosis, cancer stage, performance status, and chemotherapy cycle were obtained from the medical records, followed by a questionnaire-based interview afterwards. Statistical analysis using Perason and Spearman were performed. Results. The mean of pain intensity of the patients was 6,5 ± 2,22 and mean of quality of life score was 799,6 ± 81,05. The results showed that there was no significant correlation between pain intensity and quality of life in lung cancer patients undergoing chemotherapy (p=0,8). Pain intensity had a significant correlation (r=-0,854) with global quality of life (p<0,001) and dyspneu (r=0,537) with p=0,04. Conclusion. There was no correlation between pain intensity and quality of life in lung cancer patients undergoing chemotherapy. Key word: lung cancer, chemotherapy, pain intensity, quality of lif

    PENGARUH PEMAKAIAN JILBAB DENGAN ATAU TANPA DALAMAN NINJA TERHADAP KETAJAMAN PENDENGARAN DAN LOKALISASI SUARA

    Get PDF
    Latar belakang: Pemakaian jilbab dan dalaman ninja dapat menghalangi masuknya bunyi dari luar menuju telinga tengah dapat menyebabkan penurunan ketajaman pendengaran dan penentuan lokalisasi bunyi. Penentuan lokalisasi bunyi merupakan salah fungsi indera pendengaran yang sangat penting karena berkaitan dengan faktor keselamatan diri. Tujuan: Mendapatkan informasi tentang pengaruh pemakaian jilbab dengan atau tanpa dalaman ninja terhadap fungsi pendengaran. Metode: Penelitian eksperimental dengan one group pre and post design dilaksanakan di laboratorium Fisiologi FK Undip Semarang. Sampel penelitian ini adalah mahasiswi FK Undip angkatan 2010 (n=21). Ketajaman pendengaran diukur dengan test bisik dan test garputala serta uji penentuan lokalisasi sumber bunyi. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji Mc.Nemar dan uji Wilcoxon. Hasil: Ketajaman pendengaran saat tanpa menggunakan jilbab, dalamanan ninja saja, jilbab dan dalaman ninja seluruhnya dalaman keadaan normal. Presntase kesalahan lokalisasi suara saat tidak menggunakan jilbab dan dalaman ninja adalah 17,4±13,40, dalaman ninja saja 34,6±17,27 dan jilbab dengan dalaman ninja 43,4±18,80. Perbedaan bermakna pada persentase kesalahan antara tanpa menggunakan jilbab dan dalaman ninja dengan dalaman ninja saja, (p<0,001), dengan jilbab dan dalaman ninja (p<0,001). Pebedaan persentase kesalahan antara dalaman ninja dengan jilbab dan dalaman ninja adalah tidak bermakna (p=0,08) Kesimpulan:Penggunaan jilbab dan dalaman ninja tidak menyebabkan penurunan ketajman pendengaran, peggunaan jilbab dengan atau tanpa dalaman ninja menyebabkan peningkatan persentase kesalahan sumber lokalisasi bunyi. Kata kunci: Jilbab, dalaman ninja, ketajaman pendengaran, lokalisasi buny

    HUBUNGAN STUNTING TERHADAP MASALAH MENTAL DAN EMOSIONAL PADA REMAJA

    Get PDF
    Latar Belakang Stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD di bawah median panjang atau tinggi badan. Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat bahwa angka kejadian Stunting di daerah Brebes lebih tinggi dari daerah sekitarnya yaitu 48,7 % dibandingkan kabupaten Pemalang dan Kota Tegal dengan persentase pendek masing-masing 40,3%, serta 40,5%, Tujuan Mengetahui hubungan antara stunting dan non stunting terhadap masalah mental dan emosional pada remaja di SMPN 1 Bulakamba Brebes Metode Penelitian ini dilakukan di SMPN 1 Bulakamba Brebes, sampel yang di teliti sebanyak 128 remaja dengan status stunting dan non stunting, penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Data kemudian diolah menggunakan uji regresi logistik Hasil Remaja dengan status stunting sebanyak 39,1 % dan remaja dengan non stunting sebanyak 60,9 %. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara stunting dan non stunting dengan total skor kesulitan dengan nilai p=0,147; dan tidak didapatkan hasil yang bermakna antara hubungan stunting dan non stunting dengan skor kekuatan ( p=0,572). Tidak ditemukan pula hubungan yang bermakna antara stunting dan non stunting dengan masalah mental dan emosional dengan nilai p=0,601 pada gangguan emosional, gangguan perilaku dengan nilai p=0,770; nilai p=0,299 pada gangguan hiperaktifitas, serta gangguan dengan teman sebaya didapatkan hasil yang tidak bermakna dengan nilai p=0,197 . Simpulan Tidak terdapat hubungan antara stunting dan non stunting terhadap masalah mental dan emosional pada remaja di SMPN 1 Bulakamba Brebes Kata Kunci Stunting, Non Stunting, SDQ, Gangguan Mental dan Emosional, WHO Anthroplu

    HUBUNGAN KADAR NATRIUM SERUM SAAT MASUK DENGAN KELUARAN MOTORIK PASIEN STROKE ISKEMIK

    Get PDF
    Background : Motor impairment commonly found in stroke patient. Sodium disorders in the acute phase of ischemic stroke known to be associated with poorer patient outcome. The correlation between serum sodium levels and motoric outcome in ischemic stroke patient has not been studied. Aim : To determine the correlation between serum sodium levels on admission and motoric outcome of ischemic stroke patients. Methods : This analytic observational study used cross sectional design. 33 ischemic stroke patients matching with inclusion and exclusion criteria were included consecutively in this study. Motoric outcome was evaluated using motor assessment score (MAS) on 7th days of hospitalization or on discharge, whereas serum sodium levels was obtained from medical records. Statistics test used One Way ANOVA test and Spearman Correlation test. Results : This study found no significant correlation between serum sodium levels and MAS score in ischemic stroke patients (p=0,938). Serum sodium levels had weak negative correlation to MAS score (r=-0,01). MAS scores between hyponatremia, normonatremia, and hypernatremia ischemic stroke patients was not significantly different (p=0,073). Mean of MAS scores in hyponatremia (24,80) and hypernatremia (13,76) was lower than normonatremia ischemic stroke patients (28,44). Conclusion : Hyponatremia or hypernatremia ischemic stroke patients MAS score was poorer than normonatremia ischemic stroke patients. There was no significant correlation between serum sodium levels on admission and MAS score in ischemic stroke patients. Key Words : ischemic stroke, sodium, stroke motoric outcome, motor assessment scal

    HUBUNGAN ANTARA KADAR ASETILKOLINESTERASE DENGAN FUNGSI PARU PETANI YANG TERPAPAR KRONIK ORGANOFOSFAT

    Get PDF
    Latar Belakang Pemakaian pestisida organofosfat oleh petani di Indonesia dilakukan dengan cara penyemprotan yang memungkinkan keracunan organofosfat ke dalam tubuh melalui inhalasi. Organofosfat yang terhirup dalam jangka waktu yang lama secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi penurunan fungsi paru. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar asetilkolinesterase dengan kategori fungsi paru petani yang terpapar kronik organofosfat. Metode Penelitian ini adalah observasional analitik menggunakan rancangan belah lintang. Sampel adalah 31 petani dengan paparan kronik organofosfat di Desa Kepakisan Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara. Pengambilan data berupa karakteristik responden, kadar asetilkolinesterase darah responden yang diukur dengan tintometer lovibond AF267 dan pengukuran fungsi paru yang meliputi kapasitas vital, kapasitas vital paksa dan kapasitas pernafasan maksimal. Hasil Terdapat 35,48% subjek dengan asetilkolinesterase normal dan 64,52% subjek keracunan ringan. Terdapat 35,48% subjek dengan kategori fungsi paru normal sampai penurunan ringan, dan 64,52% subjek dengan kategori fungsi paru menurun sedang sampai berat. Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar asetilkolinesterase dalam darah dengan kategori fungsi paru petani yang terpapar kronik organofosfat dengan nilai p=0,023. Kesimpulan Terdapat korelasi antara kadar asetilkolinesterase dalam darah dengan kategori fungsi paru. Dimana semakin rendah kadar asetilkolinesterase akan mengakibatkan penurunan fungsi paru. Kata Kunci Organofosfat, kadar asetilkolinesterase, fungsi paru

    PERBANDINGAN FUNGSI KOGNITIF PADA PENDERITA HIPERTENSI TERKONTROL DAN TIDAK TERKONTROL

    Get PDF
    Latar Belakang Hipertensi yang tidak terkontrol dapat merusak pembuluh darah pada tubuh manusia, termasuk salah satunya pembuluh darah pada otak. Terganggunya pembuluh darah pada otak dapat menyebabkan kemunduran kemampuan kognitif. Tujuan Untuk mengetahui apakah ada perbedaan fungsi kognitif pada penderita hipertensi terkontrol dan tidak terkontrol. Metode Penelitian observasional dengan rancangan belah lintang menggunakan data primer pasien yang memiliki riwayat penyakit hipertensi dan datang ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi pada bulan April sampai Juni 2016. Variabel bebas adalah status hipertensi pasien dan variabel terikat adalah nilai fungsi kognitif yang diukur dengan skor MoCA-Ina. Normalitas data diuji dengan uji Saphiro-Wilk (n=28). Hipotesis penelitian diuji dengan uji t tidak berpasangan apabila berdistribusi normal, dan uji Mann-Whitney bila distribusi tidak normal. Perbandingan katergori skor fungsi kognitif antara kelompok hipertensi terkontrol dan tidak terkontrol diuji dengan uji Chi-Square. Hasil Terdapat 36 pasien dengan riwayat hipertensi, sebanyak 28 pasien masuk ke dalam kriteria inklusi. Dari 28 pasien tersebut, sebanyak 12 pasien memiliki riwayat hipertensi terkontrol dan 16 pasien dengan riwayat hipertensi tidak terkontrol. Pada subjek dengan hipertensi tidak terkontrol sebanyak 87,5% mengalami gangguan fungsi kognitif, sedangkan pada kelompok terkontrol yang mengalami gangguan fungsi kognitif berjumlah lebih sedikit yaitu 66,7%. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan distribusi riwayat hipertensi dengan fungsi kognitif berdasarkan kategori skor MoCA-Ina adalah tidak bermakna (p=0,354). Kesimpulan Tidak ada perbedaan yang signifikan fungsi kognitif pada penderita hipertensi terkontrol dan hipertensi tidak terkontrol. Kata Kunci : Hipertensi terkontrol, hipertensi tidak terkontrol, fungsi kognitif, MoCA-Ina

    PERBANDINGAN ANTARA NILAI RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT (NLCR) PADA ANAK DENGAN DEMAM DENGUE DAN DEMAM BERDARAH DENGUE

    Get PDF
    Latar belakang: Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi. Kriteria WHO (2011), terdapat beberapa hasil pemeriksaan darah seperti leukosit, trombosit, hematokrit yang berperan penting dalam perjalanan klinis infeksi dengue. Didukung penelitian sebelumnya mengenai NLCR sebagai prediktor atau marker inflamasi. Tujuan: mengetahui perbedaan antara nilai rasio neutrofil limfosit (NLCR) pada anak dengan DD dan anak dengan DBD. Metode: Penelitian observasional analitik dengan rancangan belah lintang (cross sectional). Pengambilan subyek dilakukan dengan cara consecutive sampling. Subyek penelitian adalah 46 pasien infeksi dengue yang dirawat inap di RSUP Dr. Kariadi dan RSND Semarang periode 2015-2017. Data yang dikumpulkan adalah usia, jenis kelamin, status gizi dan NLCR. Hasil: Terdapat perbedaan nilai rasio neutrofil limfosit yang bermakna secara statistik (p<0,001) antara pasien DD dan DBD. NLCR pada DBD (0,55 (±0,33 SB)) lebih rendah dari pada DD (1,8 (±1,23 SB)). Rerata neutrofil pada DBD (1530 sel/ul) lebih rendah dari pada DD (2384 sel/ul). Rerata limfosit pada DBD (3251 sel/ul) lebih tinggi dari pada DD (1659 sel/ul). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur (p=0,748), jenis kelamin (p=0,555) dan status gizi (p=0,289) terhadap kelompok DD dan DBD. Kesimpulan: Rerata nilai NLCR pada demam berdarah dengue lebih rendah dari pada demam dengue. Kata kunci: NLCR, demam dengue, demam berdarah dengue

    HUBUNGAN ANTARA PAPARAN ASAP PEMBAKARAN LILIN BATIK DENGAN FUNGSI PARU PENGRAJIN BATIK TULIS

    Get PDF
    Background: The basic material of batik cloth is wax. Batik wax will produce smokes when heated. This smoke contains a variety of pollutants, namely CO, NO2, SO2, CO2, HC, H2S, and particles. Pollutants can cause damage in the histologic structure of respiratory organs if inhaled by the workers. It can cause acute and chronic pulmonary function impairment that may lead to occupational diseases. Objective: To determine the association between the exposure to smoke of batik wax melting with pulmonary function of batik artisan Methods: The study was observational analytic using cross sectional design including 32 women, 16 batik artisans and 16 unexposed subjects served as control in Semarang. The data were collected in the form of respondent’s characteristic and pulmonary function that includes FVC, FEV1, and PEFR using autospiro and peak flow meter. Statistical test by independent t test and Pearson chi square were used to compare differences in pulmonary function and its categories in both groups. While Spearman test was used to determine the correlation between the duration of exposure with pulmonary function. Results: The mean percentages of FVC, FEV1, and PEFR were lower and impaired lung functions were higher in batik artisan than the control group, with p = 0.016; 0.038; 0,037; p = 0.002 and RP = 9. The Spearman test showed a significant negative correlation with moderate degree between duration of exposure and the percentage of FEV1 (p = 0.047; r = -0.50), but not significant for FVC (p = 0.174; r = -0.36) and PEFR (p = 0.877; r = -0.04). Conclusion: Exposure to smoke of batik wax melting is associated with pulmonary function of batik artisan. Keywords: Exposure to smoke of batik wax melting, batik artisans, pulmonary function, FVC, FEV1, PEF
    • …
    corecore