14 research outputs found
Optimasi Chitosan dan Pektin pada Formula Bilayer Buccal Mucoadhesive Patch
Patch bukal adalah solusi permasalahan pada toksisitas dan bioavailabilitas rendah pada sistem penghantaran per oral. Patch bukal harus memiliki karakteristik adhesi yang kuat untuk dapat mempertahankan penghantaran obat di area absorbsi. Polimer merupakan komponen utama yang berperan dalam mempertahankan mucoadhesive dari patch bukal. Kombinasi polimer ditemukan menghasilkan karakteristik patch lebih unggul dibandingkan penggunaan tunggal. Kontrol hidrasi oleh komposisi polimer hidrofobik dan hidrofilik dapat menghasilkan patch dengan karakteristik fisikokimia optimal. Pemilihan polimer menjadi komponen kritis untuk terbentuknya patch sebagai sistem penghantaran obat. Tujuan penelitian adalah memperoleh formula bilayer buccal mucoadhesive patch yang memiliki folding endurance, percentage erosion, mucoadhesive strength, dan mucoadhesive time yang optimal. Tujuan lain penelitian ini adalah mengetahui kemampuan formulasi optimal dalam menampung dan melepaskan dosis teofilin. Metode yang digunakan dalam pembuatan patch adalah solvent casting. Optimasi formula dilakukan dengan memvariasikan komposisi polimer pada drug layer, yaitu 1:1 (F1), 0,5:1 (F2), dan 1:0,5 (F3). Pada adhesive layer, polimer chitosan dan pektin diformulasikan dengan komposisi 1:4 untuk seluruh formula. Selanjutnya, adhesive layer patch optimal (F3) diperbaiki dengan meningkatkan konsentrasi total polimer dari 1% ke 2%. Hasil perbaikan formula (F3’) didapatkan meningkatkan karakteristik patch secara signifikan. Patch F3’ memiliki nilai folding endurance sebesar 2188,67 kali ± 2,52, mucoadhesive strength sebesar 0,22N ± 0,006, mucoadhesive time sebesar 185,40 menit ± 0,85, dan percentage erosion sebesar 7,34 % ± 0,20. Oleh karena itu, formula patch F3’ adalah formula optimal. Patch F3’ mampu menampung teofilin sebanyak 6,49 mg ± 0,04 dan melepaskan 83,67% selama melekat 3 jam
Systematic Literature Review : Pengembangan Formulasi Niosom pada Terapi Topikal Anti-acne
Niosom merupakan sistem vesikel yang tersusun dari surfaktan non ionik, kolesterol, dan charge inducer dengan aqueous core pada bagian intinya. Penggunaan niosom pada terapi topikal anti-acne telah banyak dikembangkan dikarenakan memiliki keuntungan seperti dapat meminimalisir terjadinya transepidermal water loss (TEWL) dan dapat melepaskan obat selektif pada unit pilosebaceous sehingga dapat meminimalkan terjadinya efek samping. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan formulasi niosom pada sediaan topikal anti-acne yang dapat menghasilkan formulasi yang optimal. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode Systematic Literature Review yang menggunakan data sekunder yang berasal dari database yaitu Google Scholar, Crossreff, Scopus, dan PubMed. Hasil sintesis 9 artikel final, tipe surfaktan yang dapat digunakan dalam memformulasikan niosom pada terapi topikal anti-acne yaitu tipe Span 20, 40, 60, 80, dan 85. Tipe Span 80 maupun Span 60 serta rasio konsentrasi molar kolesterol yang lebih rendah maupun ditingkatkan mampu menghasilkan formulasi yang optimal. Benzoyl peroxide dan asam rosmarinat yang diformulasikan dalam niosom memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik dan dapat dilihat dari nilai Minimum Inhibitory Concentration serta zona hambat terhadap bakteri penyebab jerawat. Dapat disimpulkan bahwa formulasi niosom pada sediaan topikal anti-acne yang optimal didapatkan jika menghasilkan ukuran partikel yang kecil, nilai potensial zeta yang negatif, dan nilai entrapment efficiency yang tinggi yang dapat dicapai menggunakan surfaktan tipe Span 60 dan Span 80 serta rasio konsentrasi molar surfaktan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rasio konsentrasi molar kolesterol. Senyawa anti-acne yang diformulasikan dalam niosom memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik dibandingkan senyawa anti-acne yang tidak diformulasikan dalam niosom
Optimasi Rasio Laktosa Dan Avicel Ph 101 Sebagai Bahan Pengisi Pada Formula Tablet Ekstrak Kering Kulit Batang Kayu Manis (Cinnamomum Burmannii) Dengan Metode Kempa Langsung
Bahan pengisi memiliki jumlah dominan dan berpengaruh pada
karakteristik produk jadi pada sediaan tablet. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh rasio laktosa dan avicel PH 101 pada ekstak kering kulit
batang kayu manis (Cinnamomum burmannii) terhadap karakteristik fisik massa
cetak dan tablet. Ekstrak kayu manis diformulasikan dalam bentuk sediaan tablet
dengan variasi laktosa dan avicel PH 101 yaitu F1(5,71:4,29), F2(10:0), F3(0:10),
dan F4(5:5). Evaluasi yang dilakukan meliputi sifat alir massa cetak, kekerasan
tablet, friabilitas tablet, dan waktu hancur tablet menggunakan metode kempa
langsung. Hasil uji sifat fisik tablet ekstrak kayu manis dianalisis menggunakan uji
One-Way ANOVA, pada derajat kepercayaan α= 0,05. Penggunaan laktosa
(26,92%) pada formula 2 menunjukkan sifat alir dengan kecepatan alir (10,146 ±
0,128 g/s), sudut diam (21,851 ± 1,427o
), serta kekerasan tablet (12,608 kg/cm2
),
waktu hancur (70,507 ± 0,090 menit). Namun, kerapuhan tablet dari %F
memenuhi spesifikasi pada formula 3 dengan bahan pengisi avicel pH 101
(26,92%) sebesar 0,4%. Hasil pengujian One-Way ANOVA pada waktu hancur
dan friabilitas menunjukkan data memiliki perbedaan bermakna p = 0,000 pada
keempat formula tiap pengujian
metode preparasi, kitosan, patch, wound healing
Salah satu metode tatalaksana luka adalah menggunakan patch wound healing, diantaranya menggunakan patch dari polimer alami. Pengobatan luka menggunakan patch bisa dijadikan sebuah inovasi baru karena patch memiliki banyak keuntungan diantaranya yaitu dapat memberikan rasa dingin pada area kulit, mampu menyerap eksudat pada area luka, bisa menghambat pertumbuhan mikroorganisme, dan mampu mempercepat luka untuk sembuh. Karakteristik yang diperlukan untuk membentuk wound healing patch yaitu memiliki swelling ratio yang baik, nilai wvtr yang sesuai spesifikasi, kemampuan adhesi sel yang tinggi, kadar hemolisis <5%, dan nilai BCI yang menurun. Untuk menghasilkan parameter sesuai karakteristik tersebut terdapat faktor yang mempengaruhi yaitu konsentrasi chitosan dan metode pembuatannya. Metode pembuatan patch juga perlu mempertimbangkan sterilitas mengingat luka yang diterapi adalah luka terbuka. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui metode preparasi apa yang bisa digunakan untuk membuat patch wound healing, parameter kritis proses apa saja yang dapat mempengaruhi karakteristik sediaan akhir patch wound healing, serta berapa jumlah chitosan dalam patch yang bisa digunakan untuk menghasilkan patch wound healing dengan karakteristik terbaik. Pada penelitian ini menggunakan metode Systematic Literature Review. Hasil yang didapatkan yaitu bisa menggunakan metode solvent casting dan metode gel casting sebagai metode preparasi pembuatan patch wound healing dengan jumlah kitosan sebanyak 1% ternyata mampu menghasilkan karakteristik patch wound healing terbaik. Selain itu penting untuk memperhatikan terkait parameter kritis proses seperti waktu pengadukan, suhu pengeringan, dan waktu pengeringan.
Pengaruh Perbandingan Konsentrasi Soya Lecithin terhadap Surfaktan pada Formulasi Transfersom Ekstrak Pegagan dan Kulit Manggis
Transfersom merupakan teknologi nanovesikel kompartemen berair yang terselubungi oleh lipid bilayer dengan edge activator dengan fosfatidilkolin dan surfaktan rantai tunggal sebagai komponen utama. Salah satu bahan alam yang umum digunakan untuk kosmetik adalah ekstrak pegagan dan kulit manggis namun kedua bahan tersebut memiliki senyawa aktif yang bersifat polar dimana akan sulit berpenetrasi melalui stratum korneum kulit dikarenakan berlawanan dengan karakteristik lapisan kulit yang tersusun dari membran sel yang cenderung lipofil. Tujuan peneltian ini adalah mengetahui pengaruh konsentrasi fosfolipid dan surfaktan terhadap karakteristik transfersom dengan metode hidrasi lapis tipis lalu dilakukan evaluasi organoleptis, morfologi, dan distribusi ukuran partikel transfersom. Ditemukan bahwa perbandingan konsentrasi soya lecithin sebagai fosfolipid dan tween 80 sebagai surfaktan mempengaruhi ukuran partikel transfersom blanko, ekstrak pegagan, dan ekstrak kulit manggis yang dihasilkan. Penggunaan surfaktan dengan konsentrasi lebih tinggi akan menghasilkan transfersom dengan ukuran partikel yang lebih kecil, namun apabila konsentrasi yang digunakan terlalu tinggi dan surfaktan memenuhi lapisan permukaan maka dapat mengakibatkan peningkatan ukuran partikel. Uji deformabilitas menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dengan sebelum uji dikarenakan transfersom bersifat elastis dan dapat kembali ke bentuk semula saat berpenetrasi melalui skin barrier, transfersom dengan ekstrak pegagan dan kulit manggis juga tidak memberikan hasil perbedaan signifikan dikarenakan transfersom dapat mengenkapsulasi obat hidrofobik maupun hidrofilik dengan balk. Dikarenakan keterbatasan dana dan waktu pada penelitian ini, disarankan pada penelitian lebih lanjut dapat dilakukan uji Scanning Electron Microscope (SEM), uji nilai indeks deformabilitas, uji efisiensi penjerapan, dan zeta potensial pada formulasi transfersom
Systematic Literature Review: Pengaruh Teknik Pembuatan Sistem Penghantaran Nanopartikel Insulin Rute Oral
Insulin adalah hormon peptida yang dapat dihancurkan oleh asam lambung
jika diberikan secara oral. Umumnya, terapi insulin yang tersedia adalah melalui
jalur injeksi. Namun, suntikan insulin jangka panjang dianggap tidak efektif karena
ketidaknyamanan. Rute pemberian oral yang dianggap paling ideal dalam sistem
penghantaran obat karena memberikan kemudahan pemberian, efektivitas biaya,
kendala sterilitas minimum, dan desain bentuk sediaan yang fleksibel. Namun,
bioavailabilitas yang rendah merupakan tantangan utama dalam pemberian insulin
oral dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kelarutan dalam air, permeabilitas
obat, laju disolusi, metabolisme lintas pertama, metabolisme prasistemik, dan
kerentanan terhadap mekanisme penghabisan. Oleh karena itu, penelitian ini
melakukan metode Systematic Literature Review (SLR) untuk mengetahui apakah
teknik yang digunakan dalam pengembangan terapi insulin oral dapat
mempengaruhi insulin oral. Hasil SLR ini menunjukkan bahwa teknik pembuatan
dipengaruhi oleh sifat fisikokimia insulin untuk menjaga stabilitas insulin sehingga
dapat memberikan efek terapeutik yang optimal. Pengaruh teknik pembuatan ini
ditunjukkan melalui parameter nilai bioavailabilitas dan karakteristik nanopartikel
(Morfologi, Surface area Characterization, Entrapment Efficiency, Efisiensi
Enkapsulasi, Ukuran Partikel, Distribusi ukuran partikel dan Zeta potensial).
Hingga saat ini, dari sekian banyak penelitian yang telah dilakukan, bioavailabilitas
insulin oral telah mencapai 73,10% menggunakan sistem penghantaran
nanopartikel silika mesopori dengan teknik lapis demi lapis yang dilapisi polimer
PM
Optimasi Rasio Co-Processed Excipients Manitol dan Avicel PH-102 sebagai Filler-Binder menggunakan Metode Simplex Lattice Design serta Aplikasinya pada Formula Tablet Parasetamol.
Pembuatan tablet dengan metode kempa langsung cenderung lebih diminati karena prosesnya produksi yang mudah dan cost-effective. Namun, karakteristik eksipien menjadi faktor kritis yang harus diperhatikan terutama ketika dicampur dengan zat aktif obat. Salah satu upaya untuk memperbaiki karakteristik eksipien sediaan obat adalah dengan pembuatan co-processed excipients. Co-processed excipients merupakan kombinasi dua atau lebih eksipien dengan suatu metode tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan karakteristik eksipien seperti sifat alir dan kompaktibilitas. Manitol dimanfaatkan sebagai eksipien pada pembuatan co-processed excipients dan dikombinasikan dengan avicel PH-102. Optimasi formula dilakukan dengan pendekatan desain eksperimental menggunakan software Design-Expert 13 (trial version). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui rasio optimal co-processed excipients yang menghasilkan massa serbuk dengan evaluasi karakteristik sifat alir dan kompaktibilitas terbaik serta mampu menghasilkan tablet parasetamol sesuai spesifikasi. Didapatkan luaran berupa persamaan matematis untuk masing-masing respon. Dilakukan verifikasi terhadap formula optimum yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan untuk respon sifat alir dan terdapat perbedaan signifikan untuk respon kompaktibilitas. Rasio optimal co-processed excipients dengan perbandingan 3:1 dengan nilai desirability sebesar 0,636 menghasilkan massa serbuk dengan evaluasi karakteristik respon sifat alir dan kompaktibilitas terbaik, secara berturut-turut sebesar 19.58° dan 4,01 kg/cm2. Selain itu juga mampu menghasilkan tablet parasetamol yang memenuhi spesifikasi waktu hancur, kekerasan, friabilitas, keseragaman bobot, keseragaman ukuran, dan disolusi sesuai British Pharmacopoeia 2020, Farmakope Indonesia III dan VI. Akan tetapi, disarankan untuk menggunakan alat kempa tablet yang dapat diatur agar kekuatan yang diberikan konstan
Systematic Literature Review : Formulasi Ethosome Pada Terapi Topikal Antifungal
Sistem penghantaran obat rute transdermal dikenal efektif karena bersifat lokal dan dapat meningkatkan kepatuhan pasien. Penggunaan vesikel lipid, yaitu ethosome telah menarik perhatian peneliti beberapa tahun terakhir. Kandungan etanol yang tinggi pada ethosome dapat meningkatkan penghantaran zat aktif hingga ke dalam sirkulasi sistemik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh formulasi ethosome pada terapi topikal antijamur berdasarkan parameter Entrapment Efficiency (EE), Vesicle size, Vesicle Stability, Zeta Potensial dan Zona inhibisi kultur jamur. Penelitian dilakukan dengan metode Systematic Literature Review terhadap 20 artikel terpilih. Konsentrasi etanol harus dioptimalkan selama proses formulasi, karena pada konsentrasi rendah dapat mengakibatkan nilai EE% rendah, dan pada konsentrasi yang sangat tinggi membran ethosomal akan lebih permeabel karena fosfolipid dapat dengan mudah dilarutkan dalam etanol, menyebabkan penurunan yang signifikan pada nilai EE%. Peningkatan konsentrasi fosfolipid akan meningkatkan ukuran vesikular slightly atau moderately, tetapi akan meningkatkan EE% secara signifikan Terdapat pengaruh pada formula ethosome terhadap Efektifitas terapi sediaan topiakal antijamur. Telah dipastikan bahwa formula ethosome lebih baik daripada Marketed liposomal gel (MLG) sebab aktivitas antijamur obat dapat dicapai pada konsentrasi obat yang jauh lebih rendah. Sehingga sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien, mengurangi insiden dan keparahan efek samping, dan mengarah pada hasil terapi yang lebih bai
Optimasi Polivinil Pirolidon (PVP) Sebagai Bahan Pengikat Dalam Tablet Effervescent Ekstrak Kulit Manggis
Kekayaan alam di Indonesia sangat melimpah salah satunya adalah
kulit tanaman manggis dengan kandungan kimia yang sangat menonjol yaitu
xanton yang berfungsi sebagai antioksidan. Sehingga terdapat beberapa produk
kulit manggis berbentuk kapsul yang dirasa kurang optimal karena dosis yang
dibutuhkan untuk mencapai efek terapi sangat besar, sehingga berpengaruh
terhadap kepatuhan konsumsi pasien. Tablet effervescent merupakan sediaan
tablet yang menghasilkan buih karbondioksida yang berasal dari reaksi asam
dan basa. Tablet efferfescent merupakan sediaan inovasi yang tepat untuk
permasalahan yang ada, namun tablet dengan dosis besar akan menyebabkan
kerapuhan sehingga eksipien bahan pengikat tablet effervescent yaitu PVP
merupakan hal kritis yang perlu dioptimasi. Tujuan penelitian ini adalah mencari
konsentrasi optimal bahan pengikat PVP dalam tablet effervescent sehingga
menghasilkan sifat fisik tablet yang sesuai spesifikasi. Metode yang digunakan
yaitu kempa langsung dengan beberapa uji yang dilakukan yaitu uji sifat alir,
kandungan lembab, organoleptik, keseragaman ukuran, keseragaman bobot,
kekerasan, kerapuhan, waktu larut dan nilai pH. Ditemukan bahwa konsentrasi
PVP berpengaruh terhadap hasil uji kekerasan tablet, semakin tinggi konsentrasi
PVP yang digunakan semakin tinggi pula nilai kekerasan tablet yang didapat.
Selain pada uji kekerasan, perbedaan konsentrasi PVP juga berpengaruh
terhadap hasil uji kerapuhan, semakin tinggi konsentrasi PVP yang digunakan
maka nilai persen kerapuhan tablet semakin kecil yang menandakan tablet
mengalami sedikit kerapuhan. Perbedaan konsentrasi PVP juga berpengaruh
terhadap waktu larut semakin tinggi konsentrasi PVP maka waktu yang
dibutuhkan untuk larut juga semakin lama. Konsentrasi PVP 5% menghasilkan
sifat alir baik, meningkatkan kekerasan tablet, menurunkan nilai persen
kerapuhan serta memiliki waktu larut yang baik. Dikarenakan keterbatasan alat
pada penelitian ini, disarankan pada penelitian lebih lanjut dapat dilakukan
pencetakan tablet dengan mesin cetak tablet untuk memaksimalkan hasil
sediaan. Selain itu, dapat dilakukan uji kandungan zat aktif
Systematic Literature Review: Penggunaan Sistem Penghantaran Obat Solid Lipid Nanoparticle Untuk Peningkatan Bioavailabilitas Glibenclamide.
Glibenclamide merupakan terapi lini kedua dalam pengobatan Diabetes Mellitus Tipe 2. Glibenclamide memiliki kelarutan rendah di dalam air sedangkan permeabilitasnya tinggi, termasuk ke dalam Biopharmaceutics Classification System kelas 2. Oleh karena itu, bioavailabailitas yang dimilikinya dapat kurang baik karena solubilitasnya yang rendah tersebut. Perbaikan solubilitas dari Glibenclamide dilakukan dengan cara menggunakan sistem penghantaran obat, yakni solid lipid nanoparticles, sehingga bioavailabilitasnya dapat meningkat. Untuk mempelajari bagaimana pengaruh sistem penghantaran obat solid lipid nanoparticles dalam meningkatkan bioavailabilitas obat Glibenclamide, maka dilakukan penelitian deskriptif berupa systematic literature review. Review artikel terstuktur ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi Publish or Perish pada tiga database antara lain, Google Scholar, Crossref, dan Scopus. Seleksi dilakukan pada daftar artikel yang didapatkan berdasarkan duplikasi, kriteria inklusi/eksklusi yang telah dibuat, dan critical appraisal yang telah ditentukan. Penyeleksian tersebut juga digambarkan dalam diagram alir PRISMA. Dari database didapatkan sejumlah 1226 artikel, namun hanya 3 artikel yang dapat diterima setelah melalui seleksi yang telah disebutkan. 3 artikel tersebut digunakan sebagai perbandingan dan menjawab rumusan masalah yang ada. Ketiga penelitian menggunakan tikus sebagai hewan cobanya, namun formulasi solid lipid nanoparticles pada masing-masing penelitian berbeda. Walaupun formulasi berbeda dikarenakan banyaknya jenis bahan bertujuan sama, akan tetapi ketiganya dapat menggambarkan sistem penghantaran obat berupa partikel lipid padat berukuran 50 – 1000 nm yang distabilkan oleh surfaktan, fosfolipid, polimer, ataupun kombinasi antara ketiganya tersebut. Kesimpulan dari penelitian ini adalah solid lipid nanoparticles memberikan efek signifikan dalam meningkatkan bioavailabilitas Glibenclamide berdasarkan kadar serum glukosa darah yang diukur di dalam masing-masing penelitian