915,589 research outputs found

    The Degree of Availability of the Standards of the National Framework for Academic Qualifications in Early Childhood in Jordan from the Point of View of female teachers

    Get PDF
    The current study aimed to identify the most important Standards of the National Framework for Academic Qualifications (SNFAQ) in the Early Childhood Stage in Jordan. The study adopted a descriptive approach to achieve the aim of the study. Further, established a questionnaire for the degree of availability of the criteria for the SNFAQ in early childhood in Jordan. As the final form, the questionnaire consisted of three dimensions and (65) items. The current study sample consisted of 135 kindergarten teachers in the private and public sectors in Amman city. The study results showed that the degree of availability of the SNFAQ in early childhood curricula in Jordan came with a medium degree, with a mean (2.82) and a standard deviation (0.61). Moreover, attributed no statistically significant differences in the degree of availability of the SNFAQ in the early childhood stage in Jordan to kindergarten type and experience. Furthermore, statistically significant differences in the degree of availability of the SNFAQ in Early Childhood in Jordan due to academic qualification and favouring those with postgraduate qualifications. Finally, a set of recommendations were made in light of the results of the study, including Increasing the interest of officials in the Ministry of Education, including leaders of kindergartens, about the importance of the SNFAQ, identifying an executive body to follow up on the inclusion of standards, and conducting studies similar to the current study on kindergarten departments in Jordanian universities. Keywords

    PENCEMARAN UDARA AKIBAT PENGGUNAAN BATUBARA SEBAGAI SUMBER ENERGI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) KECAMATAN ASTANAJAPURA KABUPATEN CIREBON DI HUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

    Get PDF
    Kegiatan pembangunan sumber energi yang semakin meningkat mempunyai kecenderungan secara potensial dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan apabila tidak terkendali secara propesional, sehingga secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa kegiatan industri merupakan alat untuk mensejahterakan masyarakat, akan tetapi disatu sisi dapat menyebabkan malapetaka bagi kehidupan manusia itu sendiri.Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah di kemukakan diatas terdapat permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut : Apakah Penggunaan Batu Bara Sebagai Sumber Energi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Di Kecamatan Asnajapura Kabupaten Cirebon Sudah Sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang Berlaku dan Bagaimana Dampak dari Pencemaran Udara Akibat Penggunaan Batubara Sebagai Sumber Energi Listrik Tenaga Uap (PLTU) Terhadap masyarakat dan lingkungan di Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon serta Bagaimana Penyelesaian Hukum yang dilakukan PT.Cirebon Energi Prasarana Bagi Yang Terkena Dampak Pencemaran Udara akibat PLTU Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spesifikasi penelitian dilakukan secara deskriptif-analitis, yaitu penggambaran peraturan- peraturan yang berlaku, dikaitkan dengan teori hukum, dan pelaksanaannya. Yang menyangkut permasalahan yang diteliti tentang pencemaran udara akibat penggunaan batubara sebagai sumber energi PLTU.Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Yuridis Normatif. Data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakan dan hasil penelitian lapangan menggunakan metode yuridis kualitatif kemudian dianalisis secara deskriptif analitis pencemaran udara akibat penggunaan batubara sebagai sumber energi listrik tenaga uap,Desa kanci, Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon dihubungkan dengan Undang- Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, penggunaan batubara PLTU Kabupaten sesuai dengan yang ditetapkan oleh ESDM menggunakan batubara dengan sulfur rendah yaitu 0,2%. dan Dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan batubara sebagai sumber energi oleh PT. Cirebon Energi Prasarana menyebabkan sebagian warga mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). sehingga tidak sesuai dengan Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Masyarakat yang merasa dirugikan oleh pencemaran akibat penggunaan batubara telah mengadukan atau menyampaikan informasi secara lisan maupun tulisan kepada instansi yang bertanggung jawab. Kasus pencemaran ini menerapkan prinsip liability based on faults yang mana instansi berwajib melakukan penyelidikan dahulu terhadap dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan yang dilakukan oleh PT. Cirebon Energi Prasarana. Kata Kunci: Pencemaran Udara, Energi, PLTU

    Motor satisfaction and its relationship to quality of life among elderly physically active women

    Get PDF
    This study aimed to identify the relationship between the level of motor satisfaction and quality of life among elderly women who practice physical activities. The study sample consisted of (25) women practicing physical activities in Al-Hussein Sports City, their average age was (63.1) years, The descriptive approach was used, motor scale of satisfaction (Allawi, 1998) was used at the study, also quality of life (QOL) scale (WHOQOL-BREF) World Health Organization Quality of life (1998), The results of the study indicated that there was a positive statistically significant relationship at the level α ≤ 0.05 between motor satisfaction and dimension of quality of life for elderly women who practice physical activities, and the researcher recommended, edification and encouraging elderly women to participate in various physical activities to maintain an appropriate level of physical, psychological, social and environmental quality of life through satellite channels and various social media

    TANGGUNG JAWAB KEMENTRIAN PERINDUSTRIAN ATAS AIRBAG YANG CACAT DIHUBUNGKAN DENGAN KESELAMATAN KONSUMEN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

    Get PDF
    Undang-Undang telah mengamanatkan pengawasan terhadap penyelenggaraan perindustrian dan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah yang dilaksanakan oleh Menteri Perindustrian terhadap produk yang beredar dipasaran. Karena kurangnya pengawasan serta pembinaan baik kepada pelaku usaha maupun konsumen dari kementerian, sehingga terjadi kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha, yang berdampak salh satunya kepada keamanan dan keselamatan konsumen khususnya kepada pengguna mobil yang dilengkapi alat keselamatan penunjang yaitu produk airbag yang terdapat cacat akibat dari kecurangan pelaku usaha. Berkaitan dengan latar belakang penelitian tersebut, identifikasi permasalahan yang diambil antara lain, bagaimana pengaturan standarisasi kelayakan produk airbag, bagaimana tanggung jawab Kementerian Perindustrian beserta pelaku usaha terhadap beredarnya produk airbag cacat, upaya apakah yang dapat konsumen lakukan untuk menuntut pertanggungjawaban pelaku usaha. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Deskriftif-Analitis. Sedangkan, metode pendekatan yang akan digunakan adalah Pendekatan Yuridis Normatif. Data hasil penelitian kepustakaan dan hasil penelitian lapangan dianalisis secara Yuridis Kualitatif. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa; (1) Pengaturan standarisasi kelayakan pada produk airbag saat ini, masih mengacu kepada standarisasi internasional dan belum diharmonisasi kedalam standarisasi nasional Indonesia. Sedangkan pelaku usaha yang memproduksi airbag sudah melakukan harmonisasi dari standarisasi kelayakan produk airbag secara internasional menjadi standarisasi perusahaannya sendiri, sehingga dapat menimbulkan pelaku usaha membuat standarisasi secara liar yang ditimbulkan dari tidak adanya undang-undang yang mengatur mengenai standarisasi airbag. (2) Tanggungjawab Kementerian Perindustrian dan pihak dealer terhadap airbag yang cacat produksi adalah Menteri Perindustrian sesuai dengan Pasal 35 ayat 1 huruf a dan b Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/Per/5/2009 tentang Ketentuan Tatacara Pengawasan Barang dan/atau Jasa melakukan penarikan barang, serta Kementerian Perindustrian melakukan pengawasan, pembinaan kepada pelaku usaha dan pendampingan kepada konsumen yang dirugikan. (3) Upaya yang harus dilakukan oleh konsumen untuk menuntut pihak dealer adalah dengan menuntut tanggungjawab langsung terhadap produk karena mengandung cacat tersembunyi, yang diajukan kepada pihak pelaku usaha berdasarkan Pasal 19 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Karena pelaku usaha memperdagangkan barang yang cacat Pasal 8 ayat 2, dan juga pelaku usaha menawarkan produk seolah-olah barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi Pasal 9 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Tanggung Jawab, Kementerian Perindustrian, Pelaku Usaha, Konsumen, Airbag

    PROBLEMATIKA PENGGUNAAN REKAMAN CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PENCURIAN DIHUBUNGKAN DENGAN KUHAP JO UNDANG – UNDANG NO. 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

    Get PDF
    Skripsi ini berjudul “Problematika Penggunaan Rekaman Closed Circuit Television (CCTV) Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Pencurian Dihubungkan Dengan KUHAP Jo Undang – Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”. Pengaturan alat bukti elektronik dalam sistem hukum Indonesia belum secara tegas diatur dalam Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tetapi telah diatur secara tersebar diberbagai peraturan perundang - undangan. Pasal 5 Undang - Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memberikan penegasan bahwa Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik serta hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah dan merupakan perluasan dari alat bukti hukum yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, rekaman video yang terekam kamera CCTV dapat dijadikan alat bukti hukum yang sah sepanjang memenuhi persyaratan - persyaratan yang diatur dalam UU ITE. Sebelum adanya revisi terhadap Undang - Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, maka rekaman kamera CCTV dapat digunakan sebagai alat bukti hukum yang sah atau setidak - tidaknya dapat digunakan sebagai penunjang alat bukti di sidang pengadilan sepanjang pengambilan atau pemindahan hasil rekaman kamera CCTV dilakukan sesuai prosedur, dilengkapi berita acara pengambilan atau pemindahan, dilakukan oleh pihak yang berwenang, informasi yang ada dalam rekaman kamera CCTV dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dapat dipertanggungjawabkan serta dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan dan institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang - undang. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian hukum ini adalah penelitian deskriptif analitis yaitu metode yang bertujuan untuk melukiskan atau menggambarkan fakta – fakta yang berupa data dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, melalui penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran secara komparatif karena penelitian ini bertujuan untuk dapat menggambarkan tentang hubungan kekuatan alat bukti yang dipublikasikan oleh ahli di luar persidangan dengan hukum pembuktian di Indonesia dengan dianalisis berdasarkan KUHAP. Adapun kesimpulan penelitian ini, yaitu ketentuan hukum pidana yang mengatur alat bukti tentang kejahatan pencurian yang terekam kamera CCTV, diantaranya terdapat dalam KUHP, KUHAP, di luar KUHAP yang terdapat di dalam UU, seperti terdapat dalam UU ITE. Kebijakan hukum pidana Indonesia dapat menjangkau tindak pidana pencurian yang terekam kamera CCTV di hubungkan dengan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Alat bukti sangat dibutuhkan dalam mencari kebenaran di persidangan dan menjadi referensi hakim dalam memutuskan suatu perkara secara adil. Kata Kunci : ITE, Rekaman CCTV, Pencurian

    KEDUDUKAN SAKSI MAHKOTA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA

    Get PDF
    Hukum Acara Pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana, maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan Negara dengan mengadakan Hukum Pidana. Pembuktian dalam perkara pidana membuktikan adanya tindakan pidana dan kesalahan terdakwa. Alat bukti segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, alat-alat bukti tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa. Saksi Mahkota adalah saksi yang merangkap tersangka sebagai terdakwa yang bersama-sama melakukan tindak pidana dan berkas pemeriksaan terhadap para terdakwa terpisah atau disebut pemisahan berkas perkara (splitsing). Identifikasi masalah dalam skripsi ini adalah Bagaimana kedudukan keterangan saksi mahkota dalam sistem peradilan pidana Indonesia? Bagaimana kedudukan keterangan saksi mahkota dalam praktik peradilan pidana Indonesia? dan Upaya apa yang harus dilakukan aparat penegak hukum agar penggunaan saksi mahkota tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)? Penulisan skripsi ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan atau penelitian hukum yang menggunakan sumber-sumber data primer, sekunder dan tersier seperti peraturan perundang-undangan, sejarah hukum, perbandingan hukum, teoriteori hukum dan pendapat-pendapat sarjana hukum yang berhubungan. Selanjutnya dianalisis dengan metode yuridis kualitatif dalam arti bahwa data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dengan tidak menggunakan rumus atau data statistik melainkan hanya berupa uraian-uraian yang berisi mengenai adanya kepastian hukum. Kedudukan hukum saksi mahkota dalam sistem peradilan pidana, penggunaan saksi mahkota dalam praktik pradilan pidana Indonesia terkecuali apabila berkaitan dengan ketentuan Pasal 168 KUHAP, keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti dalam perkara pidana Saksi mahkota merupakan istilah untuk tersangka/terdakwa yang dijadikan saksi untuk tersangka/terdakwa lain yang bersama-sama melakukan suatu tindak pidana. Penggunaan saksi mahkota ”dibenarkan’ didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu yaitu, dalam perkara delik penyertaan ; terdapat kekurangan alat bukti; dan Diperiksa dengan mekanisme pemisahan (splitsing); Dengan memberikan upaya secara khusus kepada saksi mahkota dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan. Dilakukan pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara saksi dengan terdakwa dan/atau narapidana yang diungkap tindak pidananya. Kata kunci : Kedudukan saksi mahkota, Pembuktian, Alat bukt

    IMPLEMENTASI PERJANJIAN INTERNASIONAL ASEAN CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA) DALAM BIDANG PERDAGANGAN DI INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

    Get PDF
    Perkembangan globallisasi ekonomi telah membawa dampak nyata terhadap bidang perdagangan internasional yang memasuki fase perdagangan bebas. Masuknya produk border china yang terkenal murah dan mempunyai kualitas yang baik menimbulkan adanya berbagai tuntutan yang menghendaki agar pemerintah melakukan sesuatu agar dapat melindungi industri dalam negeri. Berkenaan dengan digunakannya metode pendekatan Yuridis-Normatif, tahapan penelitian yang dilakukan dalam penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu dengan mengumpulkan data sekunder. Terdiri dari norma atau kaidah dasar seperti Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan. Secara subtansi Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2000 tidak memenuhi kriteria sebagai Undang – Undang karena adanya tumpang tindih dengan Konvensi Wina 1969. Dengan adanya perjanjian perdagangan Indoesia-China Pemerintah Indonesia dan pelaku usaha untuk melakukan tindakan – tindakan yang meningkatkan daya saing produk – produk Indonesia. Dan pemerintah perlu melakukan sosialisasi pada publik agar masyarakat bisa mempersiapkan diri terhadap aturan atau kebijakan yang baru. Kata Kunci : Perjanjian, Perdagangan, Globalisasi, Ekspor, Impo

    PENETAPAN HAK WASIAT WAJIBAH TERHADAP AHLI WARIS NON MUSLIM BERDASARKAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

    Get PDF
    Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui kedudukan ahli waris beda agama dengan pewaris dalam Kompilasi Hukum Islam dan untuk mengetahui pertimbangan hakim mengenai wasiat wajibah dalam memutus Perkara Nomor: 2/Pdt. G/2011/PA.Kbj. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Jenis dan sumber data terdiri dari data primer yaitu wawancara, sedangkan data sekunder adalah kepustakaan kemudian dianalisis menggunakan analisis kualitatif. Dasar pertimbangan hakim dalam menentukan pembagian harta waris pewaris muslim kepada ahli waris non muslim melalui wasiat wajibah adalah berdasarkan asas keadilan, dimana ahli waris sebagai anak kandung dari pewaris merupakan orang dekat dari pewaris yang dianalogikan sama dengan kedudukan dari anak angkat atau orang tua angkat yang dalam KHI berhak mendapatkan wasiat wajibah, dalam menetapkan wasiat wajibah dilakukan oleh hakim di lingkungan Peradilan Agama. Dalam melakukan penemuan hukum atas pemberian wasiat wajibah terhadap ahli waris yang beda agama, hakim menggunakan metode argumentum peranalogian dengan cara menemukan ketentuan hukum lain yang sejenis, memiliki kemiripan, serta adanya tuntutan dalam masyarakat untuk mendapatkan penilaian yang sama. Sehingga diharapkan kepada pemerintah segera membuat UU yang mengatur tentang wasiat wajibah yang lebih komprehensif sebagai kebutuhan dalam menjawab tuntutan perkembangan zaman terutama bagi ahli waris non muslim. Kata kunci: ahli waris, wasiat wajibah, non musli

    Penggunaan modul pembelajaran elektronik (MPE) pengenalan pelancongan H 111 : tinjauan terhadap pensyarah dan pelajar Diploma Pengurusan Pelancongan, Politeknik Johor Bahru

    Get PDF
    Era Teknologi Maklumat dan Komunikasi (ICT) telah melihat perkembangan penggunaan komputer sebagai alat berpotensi untuk meningkatkan proses pengajaran dan pembelajaran. Oleh itu, kajian ini meninjau Penggunaan Modul Pembelajaran Elektronik (MPE) dalam mata pelajaran Pengenalan Pelancongan H 111 di kalangan pensyarah dan pelajar semester satu Diploma Pengurusan Pelancongan, Politeknik Johor Bahru. Seramai 40 responden yang terdiri daripada pelajar dan tiga orang pensyarah telah dipilih bagi menjawab tiga persoalan kajian yang dinyatakan. Maklum balas melalui soal selidik pelajar telah dianalisis menggunakan perisian Sran'sf/caV Package /or <Sbc;'a/ Aaence (SPSS) versi 11.0, manakala maklum balas soalan terbuka pensyarah pula dipersembahkan dalam bentuk jadual serta penerangan. Dalam persoalan kajian pertama, skor min keseluruhan yang diperolehi terhadap penerimaan pelajar ke atas MPE Pengenalan Pelancongan H i l l yang dihasilkan adalah di tahap baik iaitu 3.74. Manakala persoaian kajian kedua, pelajar turut bersetuju bahawa isi kandungan MPE Pengenalan Pelancongan H i l l dapat meningkatkan tahap pemahaman mereka (skor min keseluruhan 3.654). Seterusnya dalam persoalan kajian ketiga, skor min keseluruhan yang diperolehi adalah 3.634 menunjukkan satu dapatan keputusan yang baik terhadap penggunaan MPE dalam membantu proses pembelajaran yang berkesan. Begitu juga dengan hasil dapatan yang diterima dari pensyarah, mendapati keputusan ketiga-tiga persoalan kajian berada di tahap setuju atau baik. Di akhir bab kajian ini, beberapa pandangan telah dikemukakan untuk mempertingkatkan lagi kecekapan MPE melalui pembangunan perisian yang lebih mantap di masa hadapan

    PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA MASIH TERIKAT PERKAWINAN DENGAN ISTRI PERTAMA YANG DILAKUKAN OLEH TN. SY DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

    Get PDF
    Suatu perkawinan adalah sah baik menurut hukum agama maupun hukum negara bilamana dilakukan dengan memenuhi segala rukun dan syaratnya serta tidak melanggar larangan perkawinan. Salah satu alasan perkawinan menjadi batal adalah adanya suatu perkawinan rangkap dimana seorang suami masih terikat perkawinan dengan istri sebelumnya. Hal tersebut melanggar salah satu syarat untuk melansungkanya suatu perkawinan. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bagaimana Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam mengatur tentang pembatalan perkawinan yang masih terikat perkawinan dengan istri pertama, bagaimana terjadinya pembatalan perkawinan karena masih terikat dengan istri pertama yang dilakukan oleh Tn. SY (Putusan Perkara Nomor 4543/Pdt.G/2016/PA.Cmi), serta bagaimana perlindungan hukum terhadap istri kedua yang perkawinannya dibatalkan. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan karya ilmiah ini adalah Deskriptif Analitis, dengan metode pendekatan Yuridis Normatif. Data yang dipergunakan adalah data primer, sekunder, dan tersier terkait pembatalan perkawinan yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, dan penelitian lapangan untuk memperoleh data sebagai pendukung data primer, dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan wawancara, selanjutnya dianalis dengan menggunakan metode Yuridis Kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pembatalan perkawinan merupakan pembatalan hubungan suami istri sesudah di langsungkannya akad nikah sebagaimana dalam Pasal 22 dan 24 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 71 Kompilasi Hukum Islam. Permohonan pembatalan perkawinan dikarenakan suami masih terikat perkawinan lain (istri pertama) dapat dilakukan oleh istri pertama di Pegadilan Agama di wilayah hukum tempat ia tinggal, dalam hal ini di Pengadilan Agama Cimahi. Suatu perkawinan yang dibatalkan oleh hakim memiliki akibat hukum. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan di dalam Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam yang bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum, dalam hal ini khususnya terhadap istri yang perkawinannya dibatalkan (istri kedua). Kata Kunci :Perkawinan, Pembatalan Perkawinan, Terikat Perkawinan Lai
    • …
    corecore